Dokter dan Praktik Kedokteran

b. Azas Keseimbangan Menurut azas ini, penyelenggaraan pelayanan kesehatan harus diselenggarakan secara seimbang antara kepentingan individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, antara materiil dan spiritual. Diperlukan adanya keseimbangan antara tujuan dan sarana, antara sarana dan hasil serta antara manfaat dan resiko yang ditimbulkan dari upaya medis yang dilakukan. c. Azas Tepat Waktu Azas ini cukup penting karena keterlambatan dokter dalam menangani pasien dapat menimbulkan kerugian dan mengancam nyawa pasien itu sendiri. d. Azas Itikad Baik Azas ini berpegang teguh pada prinsip etis berbuat baik yang perlu diterapkan dalam pelaksanaan kewajiban dokter terhadap pasien. Hal ini merupakan bentuk penghormatan terhadap pasien dan pelaksanaan praktik kedokteran yang selalu berpegang teguh kepada standar profesi. e. Azas Kejujuran Azas ini merupakan dasar dari terlaksananya penyampaian informasi yang benar, baik oleh pasien maupun dokter dalam berkomunikasi, Kejujuran dalam menyampaikan informasi akan sangat membantu dalam dalam kesembuhan pasien. Kebenaran informasi ini terkait erat dengan hak setiap manusia untuk mengetahui kebenaran. f. Azas Kehati-hatian Sebagai seorang profesional di bidang medik, tindakan dokter harus didasarkan atas ketelitian dalam menjalankan fungsi dan tanggung jawabnya, karena kecerobohan dalam bertindak dapat berakibat terancamnya jiwa pasien. g. Azas keterbukaan Pelayanan medik yang berdayaguna dan berhasilguna hanya dapat tercapai apabila ada keterbukaan dan kerjasama yang baik antara dokter dan pasien dengan berlandaskan saling percaya. Sikap ini dapat tumbuh jika terjalin komunikasi terbuka antara dokter dan pasien di mana pasien memperoleh penjelasan atau informasi dari dokter dalam komunikasi yang transparan ini. 21 2.5 Dasar Hukum Pajak Penghasilan Bagi Dokter Dasar Hukum Pajak Penghasilan Bagi Dokter adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. PPh Pasal 21 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Dasar hukum lainnya adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252PMK.032008 Tanggal 31 Desember 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Dokter dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252PMK.032008 termasuk dalam kelompok tenaga ahli. Tenaga ahli sendiri masuk dalam kelompok penerima penghasilan bukan pegawai. Definisi Penerima Penghasilan Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 danatau PPh Pasal 21 Ratna Suprapti Samil, Etika Kedokteran Indonesia, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirodihardjo, Jakarta, 2001. hlm. 54 26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan. Selanjunya Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31PJ2009 Tanggal 25 Mei 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Dokter dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31PJ2009 masuk ke dalam kelompok tenaga ahli dan sebagai penerima penghasilan bukan pegawai. Pasal 10 ayat 6 memberikan penjelasan tentang penghasilan bruto dokter yaitu bahwa dalam hal penghasilan dokter yang melakukan praktek di rumah sakit atau klinik maka penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayar pasien melalui rumah sakitklinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakitklinik.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan normatif dan empiris. Pendekatan secara normatif, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari peraturan-peratuan hukum yang berlaku yang erat kaitannya dengan permasalah penelitian yang meliputi peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen resmi, dan sumber lain yang erat kaitannya dengan permasalahan yang diteliti. Pendekatan empiris, yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara melihat pada kenyataan langsung atau sesungguhnya, terhadap pihak yang berkompeten di lokasi penelitian dan mengumpulkan informasi yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti 22

3.2 Sumber Data

Data merupakan sekumpulan informasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan suatu penelitian yang berasal dari berbagai sumber. Berdasarkan sumbernya, data terdiri dari data lapangan dan kepustakaan. Jenis data meliputi data primer dan sekunder 23 Data yang digunakan dalam penelitian sebagai berikut:

3.2.1 Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan narasumber penelitian. 22 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 1983, hlm.7. 23 Ibid, hlm.36.

3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan library research, dengan menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan dan melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bahasan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari: 1 Bahan Hukum Primer, terdiri dari: a Pasal 23 A Undang-Undang Dasar 1945 b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan c Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. d Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan e Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252PMK.032008 Tanggal 31 Desember 2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. 2 Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum yang dapat membantu pemahaman dalam menganalisa serta memahami permasalahan, berbagai buku hukum, arsip dan dokumen dan makalah. 3 Bahan Hukum Tersier, bersumber dari berbagai sumber pendukung bahan seperti kamus hukum dan sumber dari internet

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.3.1 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah- langkah sebagai berikut: 1 Studi pustaka library research, adalah pengumpulan data dengan menelaah dan mengutip dari bahan kepustakaan dan melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan bahasan 2 Studi lapangan field research, dilakukan sebagai usaha mengumpulkan data secara langsung di lapangan penelitian guna memperoleh data yang dibutuhkan. Studi lapangan dilaksanakan dengan wawancara secara mendalam indepth interview, kepada narasumber penelitian yang ditetapkan secara purposive, yaitu sebagai berikut: 1 Pihak Dirjen Pajak Kementerian Keuangan : 2 orang 2 Dokter praktik dokter umum dan spesialis : 2 orang+ Jumlah : 4 orang

3.3.2 Prosedur Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh selama pelaksanaan penelitian selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai berikut: 1. Seleksi Data Data yang terkumpul kemudian diperiksa untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti