DAMPAK KONFLIK AGRARIA BATUHARANG TERHADAP SOLIDARITAS SOSIAL DAN KEHIDUPAN EKONOMI MASYARAKAT DESA NAGASARIBU KECAMATAN LINTONGNIHUTA.

(1)

DAMPAK KONFLIK AGRARIA BATUHARANG TERHADAP

SOLIDARITAS SOSIAL DAN KEHIDUPAN EKONOMI

MASYARAKAT NAGASARIBU KECAMATAN

LINTONGNIHUTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Pada Jurusan

Pendidikan Sejarah Unimed

OLEH

DAMSON SILABAN

NIM.3123121005

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

i

ABSTRAK

Damson Silaban. NIM 3123121005. Dampak Konflik Agraria Batuharang Terhadap Solidaritas Sosial dan Kehidupan Ekonomi Masyarakat Desa Nagasaribu Kecamatan Lintongnihuta. Jurusan Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan.

Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang konflik agararia, proses terjadinya konflik, dampak konflik agraria Batuharang terhadap rasa solidaritas masyarakat dan dampak konflik agraria terhadap kehidupan ekonomi masyarakat Nagasaribu Kecamatan Lintongnihuta serta bagaiamana peranan Dalihan na Tolu dalam menyelesaikan konflik. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Nagasaribu Kecamatan Lintongnihuta. Untuk memperoleh data yang diperlukan sesuai dengan permasalahan dalam skripsi ini digunakan metode penelitian lapangan (Field research) dengan pendekatan deskriptif kualitatif. Data diperoleh dari lapangan melalui wawancara dengan tokoh yang mengetahui konflik serta yang mengalami konflik Agraria, selain itu juga data diperoleh dari hasil observasi dan dokumentasi.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa konflik terjadi karena faktor penggunaan lahan, dan kekuasaan akan tanah (kepemilikan) serta konflik dengan perkembangan industri yang besar dan tender kerja. Konflik terjadi ketika di Batuharang dibuka akses jalan, pertumbuhan industri, tingginya harga jual dan angka kebutuhan sehingga masyarakat sangat tertarik akan pekerjaan penambang batu, dan proses konflik berupa masalah kepemlikan, penggunaan lahan, kekuasaan. Hal tersebut menimbulkan perpecahan masyarakat dibidang solidaritas sosial. Terjadinya perselisihan antar desa, pisah adat, kebencian akan sesama yang mempengaruhi kondisi sosial atau solidaritas sosial dalam masyarakat. Konflik juga berdampak kepada kehidupan ekonomi masyarakat, dimana diskriminatif akan penambang yang dapat mencari nafkah di Batuharang, sejumlah peraturan yang memberatkan membuat ketimpangan perekonomian antara masyarakat yang berprofesi sebagai penambang dan non penambang. Dalihan na Tolu berperan meredam konflik, dimana setiap masalah selalu diselesaikan secara adat dan tidak pernah berujung di meja hijau (pengadilan). Dapat disimpulkan bahwa konflik berpengaruh terhadap rasa solidaritas sosial masyarakat dan kehidupan ekonomi masyarakat.


(6)

ii

Kata Pengantar

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunianya, maka saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang berjudul Dampak Konflik Agraria Batuharang Terhadap Solidaritas Sosial Dan Kehidupan Ekonomi Masyarakat Nagasaribu Kecamatan Lintongnihuta”. Skripsi ini meruapakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan.

Penulisan menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak ditemui kekurangan yang harus diperbaiki, hal ini disebabkan karena keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu dengan segenap kerendahan hati penulis menerima segala masukan baik itu berupa saran maupun kritik yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.

Berkat bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Untuk itu dengan kerendahan hati, saya sebagai penulis sangat mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah turut membantu dalam penulisan skripsi ini, yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Syawal Gultom, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Medan.


(7)

iii

3. Bapak Drs. Yushar Tanjung, M.Si selaku Ketua Jurusan dan Bapak Syahrul Nizar, S.Pd , M.Si selaku sekretaris jurusan yang membantu adminsitrasi dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Terkhusus buat Bapak Dr. Hidayat, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang membantu dalam penulisan ini lewat kritik dan saran beliau yang sangat berguna bagi skripsi ini.

5. Kepada Ibu Dra. Lukitaningsih, M.Hum sebagai Dosen Pembimbing Akademik dan Dosen Penguji yang telah banyak , memberikan kemudahan dan masukan yang sangat berguna selama mahasiswa Pendidikan Sejarah dan penulisan skripsi.

6. Kepada Ibu Dra. Flores Tanjung, M.A, sebagai Dosen Penguji dan Pembanding.

7. Kepada Ibu Dra. Hafnita SD Lubis, M.Si sebagai Dosen Penguji dan Pembanding.

8. Spesial buat Damang parsinuan E. Silaban dohot Inang Pangintubu N. Manullang, mauliate ma disasude holong munai mambaen on sude tupa dohot denggan, sude alani akka tangiang muna doi.

9. Kepada semua saudariku Santa Ria Silaban, Ruslan Silaban, Lamris Erika Silaban, S.Pd dan Rini Junita, S.Pd dan laeku dan semua keluarga terimakasih buat motivasi dan bantuan moril maupun ekonomi.

10.Kepada wanita special Leony Pinta tersayang, terimakasih buat motivasi, bantuan moril dan semua hal yang mendorong aku menyelesaikan skripsi ini.


(8)

iv

11.Terima kasih buat saudara/I WS yang telah memberikan semangat dan motivasi .

12.Kepada kelas A Reguler 2012 keluarga terimakasih buat motivasi dan bantuan teknis dalam penyelesaian skripsi ini.

13.Kepada kawan teman-teman penulis juga, Rinaldi, Arifin, Dwi, Tria, Yosepha yang banyak berbagi cerita dan pemikiran bersama penulis.

14.Kepada adek kelas terkhusus Elwi, Lestari, Lia Santika, Yhesenia, Ony dan adek-adek yang lain yang tidak saya sebutkan namanya, terimakasih buat motivasinya juga pinjaman bukunya ya dek.

15.Kepada semua Narasumber yang mau berbagi informasi, pengalaman, dan banyak membantu penulis, serta kepada masyarakat Nagasaribu yang telah banyak membantu dan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

16.Kepada PPLT SMK Yayasan Sopo Surung (Posko Dusken), penulis tidak lupa berterimakasih pada teman-teman atas kebersamaan dan motivasinya.

Akhir kata penulis hanya bisa membalas semua kebaikan kalian semua lewat doa, agar hari ini hingga kelak kuasa-Nya selalu dilimpahkan kepada kita semua.

Medan, Mei 2016

Penulis

Damson Silaban NIM. 3123121005


(9)

v

DAFTAR ISI

Abstrak ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi... v

Daftar Tabel ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Perumusan Masalah ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORITIS ... 9

2.1 KajianPustaka ... 9

2.2 Kerangka Teori ... 11

2.2.1 KerangkaTeori ... 11

2.3 Kerangka Konsep 2.3.1 Konflik Agraria ... 12

2.3.2 Dampak Konflik Agraria ... 14

2.3.3 Solidaritas Sosial ... 16

2.3.4 Kehidupan Ekonomi ... 18

2.4 Kerangka Berpikir ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23

3.1 Metode Penelitian ... 23

3.2 Lokasi Penelitian ... 24

3.3 Sumber Data ... 24

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 26


(10)

vi

BAB IV PEMBAHASAN ... 30

4.1 GambaranUmum Daerah Penelitian ... 30

4.1.1 Sejarah Lintongnihuta ... 30

4.1.2 Letak, luas dan batas wilayah ... 31

4.1.3 Penduduk ... 34

4.1.4 Luas Potensi Lahan Dan Pemanfaatan Sumber Daya ... 39

4.1.5 Suku Bangsa ... 41

4.1.6 Pendidikan ... 42

4.1.7 Sistem Sosial Budaya ... 43

4.2 Pembahasan dan hasil penelitian ... 45

4.2.1 Sejarah Desa, Marga,Tanah Masyarakat dan Tanah Konflik 45 4.2.1.1Sejarah Singkat Nagasaribu ... 45

4.2.1.2Sejarah Toga Sihombing ... 46

4.2.1.3 Fungsi Dan Nilai Tanah Bagi Masyarakat Batak Toba ... 47

4.2.1.4 Konflik Agraria Batuharang ... 51

4.2.2 Faktor Penyebab Konflik Agraria Batuharang Di Desa Nagasaribu ... 52

4.2.3 Proses Terjadinya Konflik Agaria Batuharang ... 57

4.2.4 Dampak Konflik Agraria Batuharang Solidaritas Sosial Di DesaNagasaribu ... 61

4.2.5 Dampak Konflik Agrarian Batuharang Kehidupan Ekonomi Di Desa Nagasaribu ... 64

4.2.6 Peran Dalihan Natolu Mengatasi Konflik Agraria Batuharang Bagi Masyarakat Nagasaribu ... 68

BAB V Kesimpulan Dan Saran ... 71

5.1 Kesimpulan ... 71

5.2 Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 74 Lampiran ...


(11)

vii

Daftar Tabel

Tabel 4.1 Luas Wilayah Menurut Desa di Kecamatan Lintongnihuta ... 33

Tabel 4.2 Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin, 2010 Dan 2014 ... 34

Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kecamatan ... 35

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Lintongnihuta Berdasarkan Desa dan Jenis Kelamin Pada Bulan Agustus 2015 ... 36

Tabel 4.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Penganut Agama ... 37

Tabel 4.6 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan ... 38

Tabel 4.7 Rincian Luas Wilayah Kecamatan Menurut Desa Dan Jenis Penggunaan Tanah Per Desa (Ha) ... 39

Tabel 4.8 Tanaman Palawija di Kecamatan Lintongnihuta ... 40

Tabel 4.9 Tanaman Holtikultura di Kecamatan Lintongnihuta ... 40

Tabel 4.10 Tanaman Perkebunan di Kecamatan Lintongnihuta ... 41


(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak akan terlepas selama manusia itu ada dalam berbagai interaksi sosialnya, baik itu konflik perorangan maupun konflik antar kelompok. Pada umumnya konflik diakibatkan karena perbedaan pendapat, pemikiran, ucapan, perbuatan dan kepentingan yang berbeda. Demikian juga halnya dengan konflik perebutan lahan yang mengklaim milik sekumpulan orang yang terjadi di daerah Nagasaribu kec. Lintongnihuta yang umumnya disebabkan adanya perbedaan kepentingan hingga berujung konflik yang berdampak kepada disentegrasi dari segi kesatuan selayaknya solidaritas masyarakat dijunjung dengan melupakan falsafah etnis Batak yaitu dalihan na tolu demi kepentingan-kepentingan tertentu, dan hal tersebut juga berdampak pada adanya ketimpangan perekonomian antar kelompok yang mengklaim pemilik Batuharang dengan non-pemilik.

Konflik agraria merupakan sudah menjadi hal yang biasa dalam masyarakat seiring dengan banyaknya kasus di berbagai wilayah terlebih didaerah Sumatera Utara, hal tersebut sudah ada sejak zaman kolonial, dimana perebutan lahan guna dikuasi oleh kaum kapitalis untuk keperluan perkebunan, fasilitas sosial dan berbagai keperluan lainnya. Bukit Batuharang merupakan sebuah deretan bukit yang memanjang dari Dolok Imun Tapanuli Utara hingga ke daerah Sipalakki Humbang Hasundutan, dengan fungsi sebagai pengambilan batu alam yang ditambang oleh


(13)

2

masyarakat Nagasaribu guna pemanfaatan pembangunan infrastruktur berupa bahan untuk bangunan, maupun pembuatan jalan raya yang memenuhi setidaknya 3 perusahaan besar yang ada di Desa Nagasaribu, maupun keluar daerah kabupaten tersebut.

Menurut berbagai sumber seperti BPS ( Badan Pusat Statistik) dan HUMA pada tahun 2015, bahwa Sumatera Utara merupakan urutan nomor 3 terbanyak kasus konflik agraria setelah Kalimantan Tengah sebanyak 67 kasus (254.671 ha), Jawa Tengah 36 kasus (1.063 ha) dan Sumatera Utara dengan 16 kasus (114.385 ha) dengan pelaku tertinggi yang berkonflik adalah seperti masyarakat dengan koperasi/ perusahaan sebanyak ,petani dengan perusahaan sebanyak , komunitas lokal dengan perhutani dan masyarakat adat dengan perusahaan serta masyarakat dengan masyarakat.

Bukit Batuharang pertama dibuka oleh warga masyarakat Nagasaribu yang ada di kaki bukit pertama dibuka oleh masyarakat untuk bahan bangunan, karena akses jalan yang lumayan susah maka masyarakat masih menggunakan pedati pada awalnya hingga pada tahun kedatangan bangsa Korea dengan tender pembangunan Jalan Lintas Sumatra dari daerah perbatasan Dairi dengan Humbang Hasundutan yang dulu masih belum mekar dari Kabupaten Tapanuli Utara sampai kedaerah Tapanuli Tengah, maka bukit Batuharang dibuka oleh orang Korea untuk menambang batu guna pembangunan jalan, pada awalnya Bukit Batuharang terabaikan begitu saja, akan tetapi dengan potensi emas yang ada dalam bukit tersebut sebagai ladang batu yang multi fungsi, sekolompok orang berlomba-lomba mengklaim itu adalah miliknya, bahkan sampai memngakibatkan keretakan hubungan antar kampung


(14)

3

bahkan ada sampai pisah adat seiring dengan pertumbuhan industri dan juga nilai ekonomis tempat tersebut.

Desa Nagasaribu mayoritas marga Sihombing Si Opat Ama yang terdiri atas 4 marga besar yakni marga Silaban, Nababan, Lumban Toruan, dan Huta Soit, dimana marga-marga ini biasanya memusat berdasarkan marga seperti Nagasaribu I mayoritas Nababan dan konflik ini terjadi karena Nagasaribu I mengatakan bahwa Dolok (bukit) tersebut adalah milik mereka dimana pada saat itu Punguan (kumpulan) marga Nababan telah mempunyai kesatuan yang kuat dengan organisasi yang dinamakan Ulang Begu, dengan adanya kumpulan ini membuat posisi kumpulan ini kuat dan melupakan kekerabatan batak yaitu Dalihan Na Tolu. Fungsi Dalihan Na Tolu juga mengatur dan mengendalikan tingkah laku seseorang dalam kehidupan sosial masyarakat Batak (Toba). Pengaturan atau pengendalian itu didasarkan pada pola perilaku terhadap tiga unsur dalihan na tolu, yakni somba marhula-hula “hormat

kepada pihak pemberi istri”, elek marboru “membujuk kepada pihak penerima istri,

dan manat mardongan tubu “hati-hati kepada teman semarga”. Hal inilah yang mengendalikan pola bertingkah laku masyarakat Batak (Toba) sehingga setiap orang Batak bertemu, dia akan mempraktekkan pola bertingkah laku itu dengan hal tersebut solidaritas sosial tercipta.

Solidaritas diambil dari kata Solider yang berarti mempunyai atau memperliatkan perasaan bersatu. Dengan demikian, bila dikaitkan dengan kelompok sosial dapat disimpulkan bahwa Solidaritas adalah: rasa kebersamaan dalam suatu kelompok tertentu yang menyangkut tentang kesetiakawanan dalam mencapai tujuan dan keinginan yang sama.


(15)

4

Manusia sebagai mahluk sosial sangat membutuhkan orang lain untuk kelangsungan hidupnya, manusia saling topang-menopang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berbagai peraturan atau kaidah-kaidah yang tertulis maupun lisan yang harus dituruti. Kesadaran terhadap kaidah-kaidah sangat penting dalam mengahadapi peluang dan tantangan yang multidimensional agar menyikapi lingkungan dengan kesadaran yang penuh kehati-hatian, karena dengan cara itulah akan menentukan harkat, martabat dan harga diri demi kelangsungan hidupnya.

Secara umum terdapat tiga cita-cita masyarakat batak yaitu hamoraon, hagabeon dan hasangapon ( kekayaan, keturunan, dan kekuasaan), demi tujuan inilah masyarakat Nagasaribu rela dan menghalalkan segala cara demi pemenuhan kebutuhan dan cita-cita tersebut, konflik yang terjadi pada masyarakat Nagasaribu dengan tujuan utama faktor nilai ekonomis Batuharang yang berpengaruh pada keretakan hubungan kekerabatan masyarakat yang masih terbilang homogen dengan satu garis keturunan yaitu Sihombing si Opat Ama, implementasi dari falsafah bangsa batak Toba yaitu Dalihan na Tolu terpinggirkan hanya karena kepentingan tertentu dan tentu mengesampingkan solidaritas sosial sebagai landasan dalam bermasyarakat. Secara historis tidak ada kepemilikan Bukit Batuharang, akan tetapi merupakan tanah adat masyarakat Nagasaribu, dimana segala potensi yang ada dalam Bukit Batuharang seluruh masyarakat Nagasaribu bebas mengolah untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat Nagasaribu, dimana ke-4 marga tersebut merupakan satu keturunan dan senasib, bahkan merupakan ke-4 marga ini sama waktu kedatangannya ke Desa Nagasaribu, akan tetapi hukum rimba telah terjadi dan melupakan tujuan bersama yang dititahkan nenek moyang pendahulu yaitu


(16)

5

menjunjung Dalihan Na Tolu sebagai pemersatu etnis batak yang erat dengan ikatan marga ataupun kekerabatan.

Sejumlah pertanyaan muncul seiring adanya sekelompok orang yang menyatakan Batu harang adalah milik mereka, apakah tanah itu memiliki surat tanah yang jelas yang sesuai dengan jalur hukum ataupun sesuai dengan undang-undang pokok agraria (UUPA). UUPA merupakan rangkaian kaidah hukum yang mengatur aneka permasalahan mengenai pertanahan.

Konflik yang terjadi mengakibatkan kebencian apalagi dengan adanya peraturan-peraturan yang tentunya menyulitkan kelompok minoritas dan makin menciptakan keretakan hubungan kekeluargaan masyarakat Nagasaribu, ke-4 marga ini merupakan dilegalkan saling menikah sehingga kekentalan kekeluargaan semakin dekat, namun hal tersebut ternodai oleh karena adanya kepentingan oknum-oknum tertentu dengan segelintir kepentingan kelompok tersebut.

Istilah hotel (hosom, elat, teal, late), dendam, iri, dengki dan tinggi hati masih sangat kental dalam masyarakat Nagasaribu yang masih streotip, masih banyak masyarakat yang tidak suka jika orang yang disampingnya lebih hebat dari dia, akan tetapi saling menjatuhkan, padahal masih ada hubungan kekeluargaan, dan orang-orang yang sudah bisa mengerakkan ekonominya seperti kalangan menengah keatas jarang mau membantu orang-orang kecil yang dibawahnya untuk berkembang, sehingga yang kaya akan tetap kaya dan yang miskin akan tetap tertindas tentunya solidaritas sosial masyarakat dengan kekerabatan yang tergolong masih dekat menipis demi kepentingan tertentu .


(17)

6

Sebagai dampak dari sebuah konflik yang terjadi dalam Masyarakat Nagasaribu inilah yang membuat disentegrasi, yang menciptakan jurang pemisah hanya karena keegoisan dan adanya segelintir perbedaan kepentingan dengan menggunakan hukum rimba, sehingga seolah-olah tidak nampak lagi kekeluargaan dan implikasi dalihan natolu yang sudah melekat dari masa kemasa masyarakat Batak serta rasa senasib sepenanggungan dalam kesejahteraan dibidang ekonomi, sesuai dengan tujuan orang batak pada umumnya, ada tiga hal yang menjadi tujuan hidup yang didambakan, yaitu hamoraon (kekayaan), hagabeon (keturunan), dan hasangapon (kekuasaan), ketiga hal ini jugalah yang membutakan banyak orang, terlalu nafsu akan pemenuhan ketiga hal tersebut, dan menganggap hal tersebut segalanya hingga meminggirkan falsafah orang batak yang bernama Dalihan na tolu.

Berdasarkan latar belakang diatas, saya sebagai penulis ingin meneliti tentang

“Dampak Konflik Agraria Batuharang Terhadap Solidaritas Sosial dan Kehidupan

Ekonomi Masyarakat Desa Nagasaribu Kecamatan Lintongnihuta”.

1.2Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang permasalahan diatas maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Latar belakang terjadinya konflik agraria Batuharang 2. Konflik agraria sebagai awal renggangnya solidaritas sosial. 3. Dampak konflik agraria terhadap solidaritas sosial dan ekonomi.


(18)

7

1.3 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah guna membatasi permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kepemilikan tanah Batuharang setelah adanya Konflik agraria? 2. Bagaimana penyebab terjadinya konflik agraria Batuharang di desa

Nagasaribu I dan Desa Nagasaribu II

3. Bagaimana dampak konflik agraria terhadap solidaritas sosial?

4. Bagaimana dampak konflik agraria terhadap kehidupan ekonomi masyarakat?

1.4Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya konflik agraria Batuharang 2. Untuk mengetahui proses terjadinya konflik agraria Batuharang.

3. Untuk mengetahui dampak konflik agraria terhadap solidaritas sosial dan kehidupan ekonomi masyarakat Nagasaribu

4. Peran Dalihan Na Tolu dalam mengatasi konflik agraria Batuharang bagi masyarakat Nagasaribu


(19)

8

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Menambah wawasan peneliti tentang daerah Nagasaribu tentang sejarah dan permasalahannya.

2. Memperkaya informasi bagi masyarakat, agar masyarakat mengetahui tentang dampak konflik terhadap kesatuan Masyarakat Nagasaribu secara khususnya. 3. Memperkaya informasi bagi akademisi UNIMED, khususnya jurusan Sejarah

untuk dapat mengetahui dan memahami tentang desa Nagasaribu dengan keadaan masyarakat dengan adanya konflik.

4. Sebagai bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya dan juga menjadi bahan perbandingan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada maupun yang akan sedang dilaksanakan.


(20)

71

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 1.1 KESIMPULAN

Bagi masyarakat Nagasaribu tanah memiliki fungsi yang sangat penting, sebagai masyarakat yang dominan bertani, tanah merupakan separuh dari nyawa masyarakat yang memberikan kehidupan bagi mereka, dengan mengolah tanah maka mereka dapat memperoleh hasil untuk pemenuhan kebutuhannya sehari-hari, maka tak jarang jika masyarakat berkonflik karena tanah.

Konflik agraria Batuharang terjadi karena faktor pengunaan lahan (land user) dan faktor kekuasaan atau kepemilikan akan tanah, dan kepentingan perusahaan dalam mendapatkan bahan baku produksi sehingga azas pemanfaatan masyarakat sebagai penambang membuat masyarakat berebut akan tanah. Proses konflik diawali ketika angka nilai batu yang tinggi setelah pembukaan akses jalan menuju daerah penambangan batu, serta dibukanya perusahaan seperti PT Kreasi Mutu Pratama (KMP) pada awal 1990-an yang membutuhkan banyak bahan baku membuat masyarakat tergerak lagi akan kekuasaan, penggunaan lahan untuk pengambilan bahan baku yang dibutuhkan perusahaan dan perusahaan yang diskriminatif akan perekrutan pekerja, sehingga menimbulkan masalah.

Konflik Agraria Batuharang ini juga berpengaruh terhadap solidaritas social masyarakat, kebersamaan dalam mewujudkan cita-cita secara umum melalui marsiadapari (gotong royong) menjadi sirna seiring akan pemenuhan

kebutuhan yang cepat dan instan dan pencapaian yang bernama “hamoraon” atau kekayaan dan “hasangapaon” atau kekuasaan, konflik tidak melihat lagi falsafah


(21)

72

kebatakan yaitu Dalihan na Tolu, dalam masyarakat konflik menimbulkan rasa benci, individualisme, bahkan ada masyarakat tidak berkomunikasi. Konflik juga berdampak pada sector perekonomian masyarakat, kehidupan ekonomi masyarakat terpengaruh akan adanya konflik ini, terjadinya ketimpangan perekonomian antara masyarakat yang dapat menambang di daerah Batuharang dan non penambang yang hanya mengharapkan hasil dari perkebunan musiman dari tanah tandus.

Setiap permasalahan atau konflik yang terjadi didaerah Nagasaribu jarang sekali melibatkan aparat yang berwajib seperti kepolisian, melalui sidng di pengadilan, masyarakat biasanya merapatkan didepan umum yang dimediatori oleh tokoh adat ataupun penetuah, ketiga elemen Dalihan na Tolu berperan penting dalam penyelesaian konflik, biasanya pihak Hula-hula sebagai penasehat, pihak dongan tubu yang menjadi pelindung dan boru sebagai penengah (netral), itulah menjadi alasan yang dapat kita lihat dalam kesehariannya masyarakat Nagasaribu walaupun ada koflik ketika ada upacara adat semua masyarakat antusias mengahadiri dengan sejenak melupakan konflik yang terjadi.


(22)

73

1.2 Saran

Sehubungan dengan konflik-konflik agraria yang terjadi di daerah Lintongnihuta terkhusus Desa Nagasaribu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guna mencegah konflik yang berkepanjangan yang merusak rasa solidaritas masyarakat dan perkembangan keadaan perekonomian masyarakat, untuk itu :

1. Diharapkan kepada masyarakat Nagasaribu supaya memperhatikan hak kepemilikan Tanah Batuharang yang merupakan tanah adat masyarakat, dimana seluruh masyarakat berhak untuk mengelolanya untuk kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

2. Diharapkan kepada masyarakat Nagasaribu untuk menata kembali solidaritas social dalam masyarakat dimana setiap tindakan selalu

berdasarkan perumpamaan “aek godang aek laut, dos ni roha sibaen

nasaut” dalam artian semua tindakan berdasarkan musyawarah untuk

mufakat bersama yang menguntungkan semua pihak.

3. Diharapkan kepada masyarakat untuk tidak mendewakan 3 tujuan umum masyarakat Batak Toba yakni; Hamoraon (kekayaan), Hasangapon (kekuasaan dan kehormatan), hagabeon (keturunan yang banyak) yang merusak Dalihan na Tolu , rasa solidaritas, dan kehidupan ekonomi masyarakat yang lemah.

4. Diharapkan kepada masyarakat selalu mengingat dan menjunjung rasa solidaritas berazaskan konsep Dalihan na Tolu sebagai pedoman dalam bermasyarakat supaya tercipta persatuan dan kesatuan dalam masyarakat Nagasaribu.


(23)

75

Daftar Pustaka

Abdurrahman. 1984. Tentang dan Sekitar UUPA. Bandung: Alumni

Agustono, Budi dkk.1997. Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia Vs PTPN II Sengketa Tanah di Sumatera Utara. Bandung : Akatiga

Bacriadi, Dianto dkk.1997. Reformasi agraria: Perubahan Politik, Sengketa, dan Agenda Pembaharuan Agraria. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Bungin, Burhan.2008.Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya.Jakarta: Prenada Media Group

Jones. 2009. Pengantar Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Obor

Marsuki. 2005. Analisis Perekonomian Nasional, dan Internasional. Jakarta: Mitra Wacana Media

Murniatmo, Gatot dkk.1989. Pola Pengusaan, Pemilikan dan Penggunaan Tanah Secara Tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta

Purba, Hasim dkk.2006. Sengketa Pertanahan dan Alternatif Pemecahan Studi Kasus di Sumatera Utara. Medan : Cahaya Ilmu

Setiawan, Usep.2012. Kembali ke Agraria.Yogyakarta: STPN Press

Simanjuntak, BA.2015. Arti dan Fungsi Tanah bagi Masyarakat Batak Toba, Karo, Simalungun.Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Simanjuntak, B. Antonius.2013. Dampak Otonomi Daerah Di Indonesia. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor

Simanjuntak, BA. 2011.Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Sjamsuddin, Helius. 2012. Metodologi Sejarah.Yogyakarta : Ombak

Sukirno, Sadono.2010. Mikroekonomi Teori Pengantar.Jakarta: Rajawali Press Supardi.2011.Dasar-Dasar Ilmu Sosial.Yogyakarta: Ombak

Tauchid ,Mochammad.2009. Masalah Agraria.Jakarta: Tjakrawala

Thalib, Hambali.2009. Sanksi Pemidanaan dalam Konflik Pertanahan (Kebijakan Alternatif Penyelesaian Konflik Pertanahan Di Luar Kodifikasi Hukum Pidana) Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Yamin, Muhammad dkk. 2004. Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria. Medan : Pustaka Bangsa Press


(1)

1.3 Perumusan Masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah guna membatasi permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kepemilikan tanah Batuharang setelah adanya Konflik agraria? 2. Bagaimana penyebab terjadinya konflik agraria Batuharang di desa

Nagasaribu I dan Desa Nagasaribu II

3. Bagaimana dampak konflik agraria terhadap solidaritas sosial?

4. Bagaimana dampak konflik agraria terhadap kehidupan ekonomi masyarakat?

1.4Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya konflik agraria Batuharang 2. Untuk mengetahui proses terjadinya konflik agraria Batuharang.

3. Untuk mengetahui dampak konflik agraria terhadap solidaritas sosial dan kehidupan ekonomi masyarakat Nagasaribu

4. Peran Dalihan Na Tolu dalam mengatasi konflik agraria Batuharang bagi masyarakat Nagasaribu


(2)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Menambah wawasan peneliti tentang daerah Nagasaribu tentang sejarah dan permasalahannya.

2. Memperkaya informasi bagi masyarakat, agar masyarakat mengetahui tentang dampak konflik terhadap kesatuan Masyarakat Nagasaribu secara khususnya. 3. Memperkaya informasi bagi akademisi UNIMED, khususnya jurusan Sejarah

untuk dapat mengetahui dan memahami tentang desa Nagasaribu dengan keadaan masyarakat dengan adanya konflik.

4. Sebagai bahan referensi dan acuan bagi peneliti berikutnya dan juga menjadi bahan perbandingan terhadap hasil-hasil penelitian yang ada maupun yang akan sedang dilaksanakan.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 KESIMPULAN

Bagi masyarakat Nagasaribu tanah memiliki fungsi yang sangat penting, sebagai masyarakat yang dominan bertani, tanah merupakan separuh dari nyawa masyarakat yang memberikan kehidupan bagi mereka, dengan mengolah tanah maka mereka dapat memperoleh hasil untuk pemenuhan kebutuhannya sehari-hari, maka tak jarang jika masyarakat berkonflik karena tanah.

Konflik agraria Batuharang terjadi karena faktor pengunaan lahan (land user) dan faktor kekuasaan atau kepemilikan akan tanah, dan kepentingan perusahaan dalam mendapatkan bahan baku produksi sehingga azas pemanfaatan masyarakat sebagai penambang membuat masyarakat berebut akan tanah. Proses konflik diawali ketika angka nilai batu yang tinggi setelah pembukaan akses jalan menuju daerah penambangan batu, serta dibukanya perusahaan seperti PT Kreasi Mutu Pratama (KMP) pada awal 1990-an yang membutuhkan banyak bahan baku membuat masyarakat tergerak lagi akan kekuasaan, penggunaan lahan untuk pengambilan bahan baku yang dibutuhkan perusahaan dan perusahaan yang diskriminatif akan perekrutan pekerja, sehingga menimbulkan masalah.

Konflik Agraria Batuharang ini juga berpengaruh terhadap solidaritas social masyarakat, kebersamaan dalam mewujudkan cita-cita secara umum melalui marsiadapari (gotong royong) menjadi sirna seiring akan pemenuhan kebutuhan yang cepat dan instan dan pencapaian yang bernama “hamoraon” atau kekayaan dan “hasangapaon” atau kekuasaan, konflik tidak melihat lagi falsafah


(4)

kebatakan yaitu Dalihan na Tolu, dalam masyarakat konflik menimbulkan rasa benci, individualisme, bahkan ada masyarakat tidak berkomunikasi. Konflik juga berdampak pada sector perekonomian masyarakat, kehidupan ekonomi masyarakat terpengaruh akan adanya konflik ini, terjadinya ketimpangan perekonomian antara masyarakat yang dapat menambang di daerah Batuharang dan non penambang yang hanya mengharapkan hasil dari perkebunan musiman dari tanah tandus.

Setiap permasalahan atau konflik yang terjadi didaerah Nagasaribu jarang sekali melibatkan aparat yang berwajib seperti kepolisian, melalui sidng di pengadilan, masyarakat biasanya merapatkan didepan umum yang dimediatori oleh tokoh adat ataupun penetuah, ketiga elemen Dalihan na Tolu berperan penting dalam penyelesaian konflik, biasanya pihak Hula-hula sebagai penasehat, pihak dongan tubu yang menjadi pelindung dan boru sebagai penengah (netral), itulah menjadi alasan yang dapat kita lihat dalam kesehariannya masyarakat Nagasaribu walaupun ada koflik ketika ada upacara adat semua masyarakat antusias mengahadiri dengan sejenak melupakan konflik yang terjadi.


(5)

1.2 Saran

Sehubungan dengan konflik-konflik agraria yang terjadi di daerah Lintongnihuta terkhusus Desa Nagasaribu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guna mencegah konflik yang berkepanjangan yang merusak rasa solidaritas masyarakat dan perkembangan keadaan perekonomian masyarakat, untuk itu :

1. Diharapkan kepada masyarakat Nagasaribu supaya memperhatikan hak kepemilikan Tanah Batuharang yang merupakan tanah adat masyarakat, dimana seluruh masyarakat berhak untuk mengelolanya untuk kehidupan sosial ekonomi masyarakat.

2. Diharapkan kepada masyarakat Nagasaribu untuk menata kembali solidaritas social dalam masyarakat dimana setiap tindakan selalu berdasarkan perumpamaan “aek godang aek laut, dos ni roha sibaen nasaut” dalam artian semua tindakan berdasarkan musyawarah untuk mufakat bersama yang menguntungkan semua pihak.

3. Diharapkan kepada masyarakat untuk tidak mendewakan 3 tujuan umum masyarakat Batak Toba yakni; Hamoraon (kekayaan), Hasangapon (kekuasaan dan kehormatan), hagabeon (keturunan yang banyak) yang merusak Dalihan na Tolu , rasa solidaritas, dan kehidupan ekonomi masyarakat yang lemah.

4. Diharapkan kepada masyarakat selalu mengingat dan menjunjung rasa solidaritas berazaskan konsep Dalihan na Tolu sebagai pedoman dalam bermasyarakat supaya tercipta persatuan dan kesatuan dalam masyarakat Nagasaribu.


(6)

Daftar Pustaka

Abdurrahman. 1984. Tentang dan Sekitar UUPA. Bandung: Alumni

Agustono, Budi dkk.1997. Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia Vs PTPN II Sengketa Tanah di Sumatera Utara. Bandung : Akatiga

Bacriadi, Dianto dkk.1997. Reformasi agraria: Perubahan Politik, Sengketa, dan Agenda Pembaharuan Agraria. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Bungin, Burhan.2008.Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya.Jakarta: Prenada Media Group

Jones. 2009. Pengantar Teori-Teori Sosial. Yogyakarta: Obor

Marsuki. 2005. Analisis Perekonomian Nasional, dan Internasional. Jakarta: Mitra Wacana Media

Murniatmo, Gatot dkk.1989. Pola Pengusaan, Pemilikan dan Penggunaan Tanah Secara Tradisional di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jakarta

Purba, Hasim dkk.2006. Sengketa Pertanahan dan Alternatif Pemecahan Studi Kasus di Sumatera Utara. Medan : Cahaya Ilmu

Setiawan, Usep.2012. Kembali ke Agraria.Yogyakarta: STPN Press

Simanjuntak, BA.2015. Arti dan Fungsi Tanah bagi Masyarakat Batak Toba, Karo, Simalungun.Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Simanjuntak, B. Antonius.2013. Dampak Otonomi Daerah Di Indonesia. Jakarta : Yayasan Pustaka Obor

Simanjuntak, BA. 2011.Konflik Status dan Kekuasaan Orang Batak Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Sjamsuddin, Helius. 2012. Metodologi Sejarah.Yogyakarta : Ombak

Sukirno, Sadono.2010. Mikroekonomi Teori Pengantar.Jakarta: Rajawali Press Supardi.2011.Dasar-Dasar Ilmu Sosial.Yogyakarta: Ombak

Tauchid ,Mochammad.2009. Masalah Agraria.Jakarta: Tjakrawala

Thalib, Hambali.2009. Sanksi Pemidanaan dalam Konflik Pertanahan (Kebijakan Alternatif Penyelesaian Konflik Pertanahan Di Luar Kodifikasi Hukum Pidana) Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Yamin, Muhammad dkk. 2004. Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria. Medan : Pustaka Bangsa Press