Filipina 3,6 persen. Sedangkan Indonesia hanya mengalokasikan sekitar 3 persen saja. Dalam beberapa waktu belakangan ini kelangkaan barang dan jasa semakin sering terjadi di
beberapa wilayah di Indonesia. Kelangkaan supply constraint yang berujung pada kenaikan harga barang dan jasa terjadi tidak hanya karena ketidaktersediaan pasokan
tetapi dalam banyak kasus karena tidak tersedianya infrastruktur ekonomi secara memadai. Kongesti di pelabuhan, kekurangan alat pengangkutan, jalan yang rusak semakin sering
menjadi penyebab terjadinya kelangkaan barang di beberapa daerah. Lebih jauh, perekonomian modern menuntut tersedianya sebuah jaringan infrastruktur
ekonomi yang terpadu, terutama jalan, air, listrik, dan sarana telekomunikasi. Keterpaduan semacam ini akan menciptakan kelancaran kegiatan ekonomi.
D. R
EKOMENDASI
D.1. Eksternal
26. Umum a. Koreksi Ketridakseimbangan Pertumbuhan
Untuk mengoreksi ketidakseimbangan pertumbuhan sektoral, diperlukan pembenahan struktur insentif yang sekaligus dapat memerangi kemiskinan dan
pengangguran. Adanya ketimpangan struktur insentif ini dapat juga terlihat secara konsisten dalam bentuk relatif rendahnya penyaluran kredit perbankan ke sektor
industri manufaktur relatif terhadap kredit perbankan ke sektor jasa-jasa modern, serta juga relatif rendahnya peningkatan harga saham perusahaan-
perusahan di sektor industri manufaktur di Bursa Efek Indonesia BEI. Jika struktur insentif lebih netral, niscaya kegiatan-kegitan yang berbasis sumber daya
alam akan semakin berkembang sesuai dengan keunggulan masing-masing daerah.
b. Menekan Inflasi
Untuk memerangi inflasi secara lebih seksama, diperlukan: •
Kebijakan moneter yang tangguh dan disiplin fiskal yang terjaga. Para pengusaha yang tergabung dalam Kadin Indonesia mengharapkan agar Bank
Indonesia dapat lebih agresif melakukan intervensi jual di pasar valuta asing guna menolong penguatan nilai tukar Rupiah, terutama sekali dengan cara
mendayagunakan hasil penerimaan valuta asing dari minyak dan gas bumi migas. Stabilitas sektor keuangan pun harus menjadi fokus utama program
sector keuangan dan moneter, terutama sekali dengan munculnya ancaman “contagious effect” dari turbulensi sektor keuangan di Amerika Serikat yang
telah memicu terjadinya “risk aversion” di kalangan para investor asing dan peluang terjadinya “unwinding” dari “carry trade”.
• Penerapan kebijakan harga yang lebih berhati-hati. Tanpa instrumen pengaman
yang ampuh, kebijakan yang menimbulkan disparitas harga akan menimbulkan dampak yang biayanya lebih mahal daripada penghematan subsidi dan
menimbulkan ketakpastian baru.
c. Kurva Imbal Hasil Obligasi
Pemerintah diharapkan dapat mencegah kenaikan yang lebih tajam lagi dari kurva imbal hasil obligasi Pemerintah, akibat ancaman “crowding out” di pasar kredit di
Indonesia, dengan cara melakukan diversifikasi jenis issuance dari obligasi pemerintah secara lebih cermat. “Credit Crunch” di Amerika Serikat dan naiknya
tekanan inflasi di Indonesia, serta sangat besarnya kebutuhan pembiayaan defisit fiskal Pemerintah, memang telah menaikkan kurva imbal hasil surat-surat
berharga di dalam negeri, termasuk harga obligasi pemerintah. Penurunan harga obligasi pemerintah yang juga disertai penurunan tajam suku bunga di Amerika
Serikat termasuk imbal hasil dari US Treasury securities telah juga menaikkan premi resiko Indonesia.
d. Inpres 6 Tahun 2007
Hasil Rapimnas Kadin 2008
-- 17
55
Kendati pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2007 tentang Percepatan Sektor Riel dan UMKM, Kadin berpendapat bahwa kebijakan ini
belum tersosialisasikan dengan baik dan dirasakan dampaknya di seluruh wilayah Indonesia. Untuk itu, Kadin merekomendasikan:
• Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada UMKM melalui linkage program,
Kadin Indonesia perlu mendorong agar pemerintah memanfaatkan Lembaga Penjamin Kredit yang telah ditambah modalnya sebesar 1,4 triliun oleh
pemerintah untuk ikut melibatkan diri pada program tersebut.
• Agar fasilitas penjaminan dapat terlaksana sampai ke daerah-daerah, Kadin
mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk secepatnya membentuk Lembaga Penjaminan Kredit yang melibatkan berbagai sumber dana.
• Dalam rangka memperkuat fungsi perbankan, terutama agar masing-masing
bank dapat menjalankan fungsinya dengan baik, maka Kadin Indonesia perlu mendesak pemerintah agar mengadakan pembidangan bank-bank BUMN yang
ada.
• Berkaitan dengan penanganan sektor UMKM, mengingat begitu banyak
persoalan yang dihadapi, hingga saat ini nampaknya upaya yang dilakukan belum mendapatkan hasil yang optimal. Untuk itu, diperlukan mekanisme
penjaminan kredit melalui Perum Sarana Penjaminan Usaha SPU dan Askrindo dan penyediaan dana sebesar Rp. 1,4 triliun untuk dua lembaga
penjamin kredit tersebut dan agar keberadaanya diperluas sampai di daerah- daerah dan melibatkan BPD, selain bank-bank pemerintah.
e. Implementasi UU 44 Tahun 2007