EFEKTIVITAS PELAYANAN PROGRAM POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU) PLUS (STUDI PADA POSYANDU MAWAR DAN POSYANDU BROTOWALI DI KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2012)

(1)

EFEKTIVITAS PELAYANAN PROGRAM POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU) PLUS (STUDI PADA POSYANDU MAWAR DAN

POSYANDU BROTOWALI DI KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2012)

Oleh

DINA ELZADITYA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA ILMU ADMINISTRASI NEGARA

Pada

Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF SERVICE PROGRAM MATERNAL AND CHILD HEALTH CENTRE (POSYANDU) PLUS

(STUDY IN POSYANDU MAWAR AND POSYANDU BROTOWALI IN TANGGAMUS REGENCY 2012)

By

DINA ELZADITYA

Posyandu plus is an special integrated service unit for children under 5 years that already exists in every village in Tanggamus Regency. The difference with posyandu in general is this posyandu was developed by adding free primary medication and as a reference. This research is aimed to know and to analyze the effectiveness of service of posyandu plus program in order to improve the quality of public health in Tanggamus Regency, to describe factors the economic problem faced by Tanggamus Local Government and the Health Office in performing service of posyandu plus program effectively. Type of research is descriptive with a qualitative approach. Data were collected by means indepth interview, documentation and observation.

The result shows that the effectiveness of service of posyandu plus program to improve the quality of public health in Tanggamus Regency is good enough. Constraints which is faced in order to increase service of posyandu plus program, effectiveness the internal and external constraint. internally they are of transportation, which influence fast response service to give health service to people any time. Because of most of the health workers in posyandu plus is a new midwife who are placed in Tanggamus Regency so they are not given official vehicle. In addition, lack of posyandu official knowledge influence their performance. External obstacles such as lack of public awareness about the importance of the prevention of disease, as well as a lack of interest people to go to posyandu plus, because people assume that health services are free of charge and services quality provided are not optimal.


(3)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS PELAYANAN PROGRAM POS PELAYANAN TERPADU (POSYANDU) PLUS (STUDI PADA POSYANDU MAWAR DAN

POSYANDU BROTOWALI DI KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2012)

Oleh

DINA ELZADITYA

Posyandu Plus merupakan Posyandu balita yang sudah ada di setiap pekon (desa) di Kabupaten Tanggamus. Perbedaannya dengan posyandu pada umumnya yaitu posyandu tersebut dikembangkan dengan menambah kegiatan Pengobatan Gratis untuk pengobatan dasar dan rujukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Efektivitas Pelayanan Program Posyandu Plus dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di Kabupaten Tanggamus, untuk mendeskripsikan dan mengetahui faktor-faktor penghambat yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Tanggamus dan Dinas Kesehatan dalam melaksanakan Pelayanan Program Posyandu Plus yang efektif. Tipe penelitian yang digunakan yaitu deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara wawancara mendalam, dokumentasi serta observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Efektivitas Pelayanan Program Posyandu Plus dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di Kabupaten Tanggamus sudah cukup baik. Kendala-kendala yang dihadapi dalam efektivitas pelayanan program posyandu plus antara lain Kendala internal dan eksternal, kendala internal yaitu penyediaan alat transportasi sehingga dapat menyebabkan kurang cepat tanggap pelayanan tenaga kesehatan kepada masyarakat jika sewaktu-waktu tenaga kesehatan diminta untuk melakukan pemeriksaan kesehatan ke rumah warga. Dikarenakan sebagian besar tenaga kesehatan di posyandu adalah bidan yang baru ditempatkan di Kabupaten Tanggamus sehingga kendaraan inventaris belum diberikan. Selain itu kurangnya pengetahuan kader posyandu sehingga kinerja mereka kurang maksimal. Kendala eksternal seperti kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pencegahan penyakit, serta kurangnya minat masyarakat untuk berobat ke posyandu plus, karena masyarakat beranggapan bahwa pelayanan kesehatan yang digratiskan maka pelayanan yang diberikan tidak maksimal.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

A. Efektivitas ... 11

B. Pelayanan Kesehatan ... 13

1. Pengertian Pelayanan ... 13

2. Pengertian Pelayanan Kesehatan... 14

3. Macam-macam Pelayanan Kesehatan ... 17

4. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan ... 18

5. Masalah Pelayanan Kesehatan ... 19

C. Posyandu Plus ... 21

D. Kualitas Kesehatan Masyarakat ... 23

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas ... 28

F. Peran Pemerintah Daerah dan Otonomi Kesehatan ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Tipe Penelitian ... 37

B. Fokus Penelitian ... 38

C. Lokasi Penelitian ... 39

D. Jenis dan Sumber Data ... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ... 42

F. Teknik Analisis Data ... 47


(8)

1. Gambaran Umum Kabupaten Tanggamus ... 53

2. Gambaran Umum Posyandu Mawar, Desa Kampung Baru, Kecamatan Kota Agung Timur Kabupaten Tanggamus ... 57

3. Gambaran Umum Posyandu Brotowali, Desa Way Ilahan, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus ... 63

B. Penyajian Data ... 68

1. Efektivitas Pelayanan Program Posyandu Plus Berdasarkan Pengukuran Jangka Pendek ... 68

a. Produktivitas ... 69

b. Efisiensi ... 78

c. Kepuasan Masyarakat ... 84

2. Faktor-faktor Penghambat Pelayanan di Posyandu Plus ... 96

a. Faktor Internal ... 96

b. Faktor Eksternal ... 98

C. Pembahasan ... 103

1. Efektivitas Pelayanan Program Posyandu Plus Berdasarkan Pengukuran Jangka Pendek ... 103

a. Produktivitas ... 104

b. Efisiensi ... 109

c. Kepuasan Masyarakat ... 111

2. Faktor-faktor Penghambat Pelayanan di Posyandu Plus ... 117

a. Faktor Internal ... 117

b. Faktor Eksternal ... 120

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 122

A. Kesimpulan ... 122

B. Saran ... 124 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Penyebab Kematian Bayi di Kabupaten Tanggamus Tahun 2011 ... 5 2. Data Pelaksanaan Wawancara Pada Informan Penelitian ... 44 3. Daftar Kegiatan Observasi ... 45 4. Daftar Dokumen-dokumen Yang Berkaitan Dengan Penelitian ... 46 5. Laporan Data Hasil Pelayanan Posyandu Plus di Posyandu

Brotowali ... 76 6. Laporan Data Hasil Pelayanan Posyandu Plus di Posyandu

Mawar ... 77 7. Rencana Pencapaian Indikator Sasaran Tahun 2010 Dinas

Kesehatan Kabupaten Tanggamus ... 91 8. Penilaian Kepuasan Masyarakat Sebagai Penerima Pelayanan di

Posyandu Brotowali ... 94 9. Penilaian Kepuasan Masyarakat Sebagai Penerima Pelayanan di

Posyandu Mawar ... 95 10.Daftar Obat di Posyandu Plus ... 102


(10)

DAFTAR GAMBAR

Tabel Halaman

1. Skema Hubungan Kerjasama Depdagri dengan Depkes ... 33 2. Struktur Organisasi Posyandu Mawar, Desa Kampung Baru,

Kecamatan Kota Agung Timur, Kabupaten Tanggamus ... 58 3. Struktur Organisasi Posyandu Brotowali, Desa Way Ilahan,

Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus ... 64 4. Grafik Trend Jumlah Posyandu Menurut Strata Di Kabupaten

Tanggamus Tahun 2007-2011 ... 79 5. Grafik Trend Cakupan Posyandu Purnama dan Mandiri di


(11)

DAFTAR SINGKATAN ISTILAH KESEHATAN

No Nama Istilah Keterangan

1 UKBM Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat

2 PMT Pemberian Makanan Tambahan

3 BCG Baccile Calmette-Guerin (Vaksin yang palin efektif untuk penyakit

Tuberculosis)

5 AKI Angka Kematian Ibu

6 AKB Angka Kematian Bayi

7 BOK Bantuan operasional kesehatan

8 P4K Program, Perencanaan, Persalinan dan Pencegahan Komplikasi

9 IMD Inisiasi Menyusu Dini

10 ASI Air Susu Ibu

11 MPS Making Pregnancy Saver

12 MDGs Millennium Development Goals

13 NKKBS Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera

14 KIA Kematian Ibu dan Anak

15 KB Keluarga berencana

16 IUD Intra Urine Device (Perangkat yang ditempatkan di dalam rahim untuk

mencegah kehamilan)

17 WUS Wanita Usia Subur

19 PHBS Penyuluhan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

21 WHO World Healt Organization

22 UNFPA United Nations Population Fund (Badan yang bernaung dibawah PBB,

bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup di seluruh dunia)

23 UNICEF United Nations Childrens Fund

24 TT Bumil Tetanus Toxid Ibu Hamil

25 LILA Lingkar Lengan Atas

26 KP-KIA Kelompok Peminat Kesehatan Ibu dan Anak

27 KIE Kespro Komunikasi Informasi dan Edukasi Kesehatan Reproduksi

28 DDTK Deteksi Dini Tumbuh Kembang

29 UPGK Upaya Perbaikan Gizi Keluarga

30 Surveylans Proses pengamatan terus menerus dan sistematik terhadap terjadinya penyebaran penyakit serta kondisi yang memperbesar resiko penularan.

Dengan melakukan pengumpulan data, analisis, interpretasi dan penyebaran serta tindak lanjut perbaikan dan perubahan.

31 CBS/EWORS Early Warning Outbreak Recognition System

32 PJB Pemantauan Jentik Berkala

33 POKMAIR Pembinaan Kelompok Pemakai Air

34 PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


(12)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan nasional adalah upaya untuk meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat yaitu aspek politik, ekonomi, sosial budaya, ketahanan, keamanan dan kesehatan secara berencana, menyeluruh, terarah, terpadu, bertahap dan berkelanjutan untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih maju. http://stiebanten.blogspot.com/2011 /05/makna-hakikat-dan-tujuan-pembangunan.html diakses Selasa 16 Agustus 2011 21:43

Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar masyarakat, maka kesehatan menjadi hak bagi setiap warga masyarakat yang dilindungi oleh Undang-undang dasar. Oleh karena itu perbaikan pelayanan kesehatan pada dasarnya merupakan suatu investasi sumber daya manusia untuk mencapai masyarakat yang sejahtera (walfare society).

Selanjutnya dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan, diamanatkan bahwa pembangunan kesehatan harus ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan


(13)

sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Berdasarkan amanat Undang-undang tersebut, kesehatan merupakan hak setiap orang dalam memperoleh akses atau sumberdaya di bidang kesehatan, dan pemerintah memiliki sejumlah tanggung jawab yang harus dilaksanakan yaitu; merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat, serta memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan.

Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya meningkatkan seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai penduduk yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Republik Indonesia. Upaya pemerintah mewujudkan pembangunan kesehatan adalah dengan melakukan berbagai upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) antara lain mulai Tahun 2010 meluncurkan Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) ke Puskesmas di kabupaten atau kota yang difokuskan pada kegiatan preventif yaitu usaha yang dilakukan individu dalam mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan dan promotif yaitu proses untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan


(14)

meningkatkan kesehatannya dalam program kesehatan ibu dan anak. Mulai tahun 2011, seluruh Puskesmas yang berjumlah 8.500 akan mendapatkan BOK. http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/ 2137494-konsep-pembangunan-kesehatan-di-indonesia diakses Senin 15 Agustus 2011 08:00.

Tingkat kesehatan masyarakat akan sangat berpengaruh terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat, karena tingkat kesejahteraan memiliki keterkaitan yang erat dengan tingkat kemiskinan. Keterkaitan tersebut dapat dilihat dari siklus lingkaran setan kemiskinan (the vicious circle of poverty). Bahwa terdapat tiga poros utama yang menyebabkan seseorang menjadi miskin, yaitu rendahnya tingkat kesehatan, rendahnya pendapatan, dan rendahnya tingkat pendidikan. Rendahnya tingkat kesehatan merupakan salah satu pemicu timbulnya kemiskinan. Hal ini dapat dijelaskan bahwa tingkat kesehatan masyarakat yang rendah akan menyebabkan tingkat produktivitas rendah. Tingkat produktivitas yang rendah menyebabkan pendapatan rendah sehinga terjadi kemiskinan. Selanjutnya, kemiskinan menyebabkan seseorang tidak dapat menjangkau pendidikan yang berkualitas serta membayar biaya pemeliharaan dan perawatan kesehatan. Oleh karena kesehatan menjadi faktor utama kesejahteraan masyarakat yang hendak diwujudkan pemerintah, maka kesehatan harus menjadi perhatian utama pemerintah sebagai penyeleggara pelayanan publik. Pemerintah harus dapat menjamin hak masyarakat untuk sehat (right for health) dengan memberikan pelayanan kesehatan secara adil, merata, memadai, terjangkau dan berkualitas. Salah satunya dengan


(15)

meningkatkan fungsi posyandu agar kesehatan masyarakat terutama untuk ibu dan anak dapat teratasi.

Menurut Pudiastuti (2011:23) Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan yang Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), dikelola dan diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Posyandu diasumsikan sebagai salah satu pendekatan yang tepat untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan balita serta dapat meningkatkan status gizi balita.

Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan dan menjadi bagian penting dari program pembangunan kesehatan oleh pemerintah yang bertujuan untuk masyarakat serta memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Hal tersebut tercantum pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131 Tahun 2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional. Walaupun posyandu bersumber daya masyarakat, pemerintah tetap ikut andil terutama dalam hal penyediaan bantuan teknis dan kebijakan karena salah satu indikator keberhasilan posyandu adalah meningkatnya status gizi anak sehingga jumlah anak yang berat badannya tidak naik semakin menurun.


(16)

Tabel 1 Penyebab Kematian Bayi di Kabupaten Tanggamus Tahun 2011

No Nama Kegiatan Persentase L+P

Laki-laki perempuan

1 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) 17 8 25

2 Aspiksia 13 5 18

3 Kelainan Kongenital 4 5 9

4 Penyakit Infeksi 5 2 7

5 Pneumoni 1 2 3

6 Tetanus Neonatarum 2 0 2

7 Kelainan Jantung 2 0 2

8 Diare 1 1 2

9 Aspirasi Air ketuban 1 0 1

10 Aspirasi ASI 0 1 1

11 Anchepallus 1 0 1

12 Down Sindrome 1 0 1

13 Meningitis 0 1 1

14 Illeus 1 0 1

15 Hisprung 1 0 1

16 Febris Disertai Kejang 1 0 1

17 Hidrochepallus 0 1 1

Jumlah Bayi Mati 52 25 77

Sumber: seleksi kesehatan keluarga (Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus).

Dari tabel di atas sejumlah 52 kasus (67,5%) bayi mati berjenis kelamin laki-laki dan 24 kasus (32,5%) bayi mati berjenis kelamin perempuan. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) menempati urutan teratas penyebab kematian bayi yaitu sejumlah 25 kasus (32,5%), diikuti dengan aspiksia 18 kasus (32,4%), kelainan konginetal 9 kasus (11,7%), penyakit infeksi 7 kasus (9,1), pneumoni 3 kasus (39,9), dan penyebab lain-lain sebanyak 15 kasus (19,4%). Angka kematian bayi adalah banyaknya bayi yang meninggal belum mencapai usia 1 tahun per 1.000 kelahiran hidup pada tahun yang sama. Indikator ini terkait langsung dengan target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. AKB cenderung lebih menggambarkan kesehatan reproduksi dari pada angka kematian bayi. Meskipun target program terkait khusus dengan kematian balita, AKB relevan dipakai untuk memonitor


(17)

pencapaian target program karena mewakili komponen penting pada kematian balita. Sehingga diadakannya Posyandu Plus sangat sesuai dengan data di atas karena salah satu tujuan dari Posyandu Plus adalah bukan hanya untuk meningkatkan fungsi pengobatan gratis tetapi juga untuk meningkatkan umur harapan hidup.

Menurut Pudiastuti (2011:10) beberapa penyebab kematian ibu yaitu karena perdarahan, tekanan darah yang tinggi saat hamil (eklampsia), infeksi, persalinan macet dan komplikasi keguguran. Sedangkan penyebab langsung kematian bayi adalah BBLR dan kekurangan oksigen (asfiksia). Penyebab tidak langsung kematian ibu dan bayi baru lahir adalah karena kondisi masyarakat seperti pendidikan, sosial ekonomi dan budaya. Kondisi geografis serta keadaan sarana pelayanan yang kurang siap ikut memperberat permasalahan ini. Upaya yang terbukti mampu meningkatkan indikator proksi (persalinan oleh tenaga kesehatan) dalam penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi adalah Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K). Program ini mendorong ibu hamil untuk memeriksakan kehamilan, bersalin, pemeriksaan nifas dan bayi yang dilahirkan oleh tenaga kesehatan terampil termasuk skrining status imunisasi tetanus lengkap pada setiap ibu hamil. Kaum ibu juga didorong untuk melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dilanjutkan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan.

Posyandu Plus adalah Posyandu balita yang sudah ada di setiap Pekon (Desa) di Kabupaten Tanggamus. Awalnya dilaksanakan pada tahun 2008, namun karena masih banyaknya kendala seperti kurangnya sarana dan prasarana yang


(18)

diberikan Pemerintah kepada Posyandu setempat sehingga pada tanggal 16 Februari 2011 diluncurkan kembali yang selanjutnya fungsi Posyandu dikembangkan dengan menambah kegiatan Pengobatan Gratis bagi seluruh masyarakat. Program ini merupakan program pertama di Indonesia. Peluncuran posyandu plus mendapatkan ranking atau prestasi yang sangat membanggakan karena dapat menjadi percontohan daerah-daerah lain yang selalu mengupayakan pelayanan kesehatan merata untuk masyarakat. (http:// bappeda.tanggamus.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=3 12:bupati-sampaikan-lkpj-amj-kepada-dprd-tanggamus&catid=50:info-utama).

Terdapat 613 Posyandu di Kabupaten Tanggamus yang terdiri dari 47 Posyandu Pratama yaitu posyandu dimana belum terlaksana secara rutin kegiatan bulanan posyandu serta jumlah kader kurang dari 5 orang. 354 Posyandu Madya yaitu posyandu yang dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 50% pertahun dengan kader sebanyak 5 orang atau lebih, tetapi cakupan utamanya kurang dari 50%. 195 Posyandu Purnama yaitu posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih. Cakupan kelima kegiatannya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK diwilayah kerja posyandu. 17 Posyandu madiri yaitu posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak 5 orang atau lebih. Cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, sumber pembiayaan dari dana sehat


(19)

yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja posyandu. Keempat jenis Posyandu tersebut ditingkatkan statusnya menjadi posyandu plus (pengobatan gratis untuk penyakit dasar dan rujukan) yang dilatarbelakangi dalam mengatasi keterbatasan sarana pelayanan kesehatan dan kondisi geografis di beberapa Daerah di Tanggamus yang masih sulit dalam menjangkau sarana pelayanan kesehatan, serta mengurangi biaya transportasi yang dikeluarkan oleh masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Tanggamus mengeluarkan kebijakan Peraturan Bupati Nomor 06 Tahun 2008 tentang diselenggarakannya pelayanan kesehatan gratis, yakni dilaksanakan program dalam mengoptimalkan fungsi posyandu balita menjadi “posyandu plus”. (http://www.radartanggamus.co.id/berita-utama/685-posyandu-plus-dilaunchi ng-16-februari: Selasa 16 Agustus 2011 00:43).

Program posyandu plus penting untuk diteliti karena sebagian besar Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Kabupaten Tanggamus terutama di pedesaan tidak berfungsi secara optimal karena sulitnya jangkauan pelayanan kesehatan disetiap desa/ pekon. Sehingga program posyandu plus dilaksanakan di Kabupaten Tanggamus terutama di pedesaan untuk mempermudah akses pelayanan kesehatan. Sedangkan pada dasarnya kesehatan merupakan kebutuhan manusia yang utama sebagai ukuran kualitas hidup yang mendasar sekali dan yang harus dipenuhi oleh setiap orang, dengan kesehatan akan memungkinkan setiap orang untuk melakukan kegiatan dalam rangka mencukupi kebutuhan hidup yang lain. (Hasil Prariset pada Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus).


(20)

Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten yang ada di Propinsi Lampung dan kabupaten ini menjadi satu-satunya daerah yang mengadakan program posyandu plus. Sesuai dengan visi pembangunan kesehatan di Kabupaten Tanggamus adalah “masyarakat Tanggamus yang mandiri untuk hidup sehat”, dan visi tersebut mengacu pada Konsep misi Kabupaten Tanggamus yaitu “terwujudnya masyarakat yang tangguh, sejahtera dan agamis dalam suasana dan tatanan daerah yang aman, tertib, lestari dan mandiri”. Sehingga diluncurkannya posyandu plus untuk menghasilkan tenaga medis professional agar tercapainya pelayanan kesehatan, karena pada umumnya permasalahan kesehatan bukan merupakan permasalahan yang biasa, bukan hanya tanggung jawab Kementerian Kesehatan atau instansi kesehatan saja, permasalahan kesehatan adalah permasalahan bangsa.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai Efektivitas Pelayanan Program Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Plus (studi pada Posyandu Mawar dan Posyandu Brotowali di Kabupaten Tanggamus tahun 2012).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka rumusan masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana efektivitas pelayanan program posyandu plus dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di Kabupaten Tanggamus?


(21)

2. Apa saja faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam perwujudan pelayanan program posyandu plus yang efektif di Kabupaten Tanggamus? C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis efektivitas pelayanan program posyandu plus dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat di Kabupaten Tanggamus.

2. Untuk mendeskripsikan dan mengetahui faktor-faktor penghambat yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Tanggamus dan Dinas Kesehatan dalam melaksanakan pelayanan program posyandu plus yang efektif.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini, diharapkan nantinya mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Untuk kepentingan akademis, penelitian ini diharapkan menjadi bahan

kajian bagi ilmu administrasi negara, khususnya mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pelayanan publik.

2. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan bagi sejumlah Posyandu di Kabupaten Tanggamus dalam rangka meningkatkan pelayanannya.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas

Suatu organisasi yang berhasil dapat diukur dengan melihat pada sejauhmana organisasi tersebut dapat mencapai tujuan yang ditetapkan. Konsep efektivitas yang dikemukakan para ahli organisasi dan manajemen memiliki makna yang berbeda, tergantung pada kerangka acuan yang dipergunakan. Efektivitas merupakan suatu keadaan tercapainya suatu tujuan yang diharapkan atau dikehendaki melalui penyelesaian pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Menurut Pasolong (2007:9) Efektivitas pada dasarnya berasal dari kata “efek” dan digunakan dalam istilah ini sebagai hubungan sebab-akibat. Efektivitas dapat dipandang sebagai suatu sebab dari variabel lain. Efektivitas berarti tujuan yang telah direncanakan sebelumnya dapat tercapai atau dengan kata sasaran tercapai karena adanya proses kegiatan.

Dunn (2000:429) menerangkan bahwa efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil atau akibat yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Efektivitas secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produksi atau layanan atau nilai moneternya. Selanjutnya, Dunn (2000:601) menambahkan


(23)

bahwa efektivitas merupakan kriteria evaluasi yang mempertanyakan apakah hasil yang diinginkan telah tercapai.

Standar pengukuran efektivitas pelayanan dalam suatu organisasi menurut Gibson (1987:32–33) dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Jangka pendek, meliputi produktifitas (productivitiness), efisiensi (efficiency), dan kepuasan (satisfaction).

2. Jangka menengah, meliputi adaptasi (adaptiveness) dan pengembangan (development).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah tercapainya hasil dan tujuan dari suatu organisasi atau program sebelumnya sudah ditentukan secara bersama-sama dengan memanfaatkan Sumber Daya Manusia (SDM) dan sarana prasarana yang tersedia. Jika dikaitkan dengan penelitian yang akan dilakukan, maka yang dimaksud efektivitas pelayanan dalam penelitian ini adalah sejauh mana pencapaian hasil kerja atau tujuan yang diharapkan pada pelayanan program Posyandu plus yang dilaksanakan di Kabupaten Tanggamus sesuai sasaran dan tujuan yaitu untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Efektivitas Pelayanan Program Posyandu Plus untuk meningkatkan kesehatan masyarakat ditentukan oleh hubungan antara pihak yang dilayani dan pihak yang melayani termasuk institusi yang berhubungan dengan program tersebut. Apabila Program Posyandu Plus kemudian dijalankan dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama kesehatan ibu dan bayi maka program ini


(24)

belum dikatakan efektif, hal tersebut merupakan masalah dalam pengukuran efektivitas.

B.Pelayanan Kesehatan 1. Pengertian Pelayanan

Secara etimologis pelayanan berasal dari kata “layan” yang berarti menolong, menyajikan, membalas, menghidangkan, menanggapi, membantu, memuaskan, menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan atau diperhatikan orang (pihak) lain. Menurut Kasmir (2006:15) Pelayanan adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau organisasi untuk memberikan kepuasan pada pelanggan atau nasabah. Tindakan yang dilakukan guna memenuhi keinginan pelanggan akan sesuatu produk atau jasa.

Pengertian Pelayanan menurut Sedarmayanti (2009:243) berarti melayani suatu jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam segala bidang. Pada dasarnya pelayanan dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok dan organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan. Menurut Kotler dalam Sampara Lukman yang dikutip oleh L.P. Sinambela (2006:4–5) Pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara menambahkan bahwa pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.


(25)

Menurut Gronroos dalam Winarsih dan Ratminto (2005:2) pelayanan adalah suatu aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi akibat adanya interaksi antara konsumen dan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan. Sedangkan menurut Albrecht dalam Lovelock (1992) dalam Sedarmayanti (2009:243) pelayanan adalah suatu pendekatan organisasi total yang menjadi kualitas pelayanan yang diterima pengguna jasa sebagai kekuatan penggerak utama dalam pengoprasian bisnis.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan adalah suatu bentuk usaha atau kegiatan untuk membantu menyiapkan dan mengurus serta melayani segala sesuatu yang dibutuhkan orang atau pihak lain dengan atau tanpa memperoleh imbalan uang ataupun jasa serta dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan. Dalam penelitian ini Penyelenggaraan pelayanan perlu memperhatikan prinsip, standar dan pola penyediaan pelayanan khususnya bagi wanita hamil dan balita dalam mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan serta memberikan akses khusus berupa kemudahan pelayanan kesehatan.

2. Pengertian Pelayanan Kesehatan

Sebelum membahas mengenai pelayanan kesehatan terlebih dahulu kita harus mengetahui definisi dari kesehatan. Kesehatan berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 bahwa kesehatan adalah keadaan sehat baik secara


(26)

fisik, mental spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Sedangkan upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.

Pelayanan kesehatan menurut Pohan (2007:28) merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu layanan kesehatan kedalam terminologi operasional, sehingga semua orang yang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem, baik pasien, penyedia layanan kesehatan, penunjang layanan kesehatan ataupun manajemen organisasi layanan kesehatan, dan akan bertanggung gugat dalam melaksanakan tugas dan perannya masing-masing.

Menurut Levey dan Loomba dalam Azwar (1996:35) pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat.

Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana atau pelayanan kesehatan (health service). Menurut Notoadmodjo (2010:5–6) bahwa pelayanan kesehatan adalah tempat atau sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Dilihat dari sifat upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan, umumnya dibedakan oleh:


(27)

a. Sarana pelayanan kesehatan primer (Primary Care)

Adalah sarana atau pelayanan kesehatan bagi kasus-kasus atau penyakit-penyakit ringan. Sarana kesehatan primer ini adalah yang paling dekat bagi masyarakat, artinya pelayanan kesehatan yang paling pertama menyentuh masalah kesehatan di masyarakat. Misalnya: Puskesmas, Poliklinik, dokter praktik swasta dan sebagainya.

b. Sarana pelayanan kesehatan tigkat dua (Secondary Care)

Adalah sarana atau pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus atau penyakit-penyakit dari pelayanan kesehatan primer, karena peralatan atau keahliannya belum ada. Misalnya: Puskesmas dengan rawat inap (Puskesmas RI), Rumah Sakit Kabupaten, Rumah Sakit tipe D dan C dan Rumah bersalin.

c. Sarana pelayanan kesehatan tingkat tiga (Tertiary Care)

Adalah sarana pelayanan kesehatan rujukan bagi kasus-kasus yang tidak dapat ditangani oleh sarana-sarana pelayanan kesehatan primer seperti disebutkan diatas. Misalnya: Rumah Sakit Provinsi, Rumah Sakit tipe B atau A.

Sedangkan Notoadmodjo (2010:109) mengemukakan bahwa pada prinsipnya ada dua kategori pelayanan kesehatan berdasarkan sasaran dan orientasinya, yakni:

a. Kategori berorientasi publik (Masyarakat)

Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kategori publik terdiri dari sanitasi lingkungan (air bersih, sarana pembuangan limbah, Imunisasi,dll), pelayanan kesehatan masyarakat lebih diarahkan langsung kearah publik


(28)

ketimbang kearah individu-individu khusus. Orientasi pelayanan publik ini adalah pencegahan dan peningkatan.

b. Kategori yang berorientasi pada perorangan (pribadi)

Pelayanan kesehatan pribadi adalah langsung kearah individu yang pada umumnya mengalami masalah kesehatan ataupun penyakit. Orientasi pelayanan individu ini adalah penyembuhan dan pengobatan, dan pemulihan ditujukan langsung pada pemakai pribadi.

3. Macam-macam Pelayanan Kesehatan

Menurut Azwar (1996:36) Sekalipun bentuk dan jenis pelayanan kesehatan banyak macamnya, namun jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Pelayanan Kedokteran (Medical Service)

Yaitu pelayanan yang termasuk dalam kelompok ini ditandai dengan cara perseorangan yang dapat bersifat sendiri, tujuan utamanya adalah mengobati penyakit dan memulihkan, serta sasaran utamanya adalah untuk perseorangan.

b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Public Healt Service)

yaitu pelayanan kesehatan dalam kelompok ini ditandai dengan cara pengorganisasiannya yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi, tujuan utamanya adalah untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit dan sasaran utamanya adalah masyarakat.


(29)

4. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

Azwar (1996:38–39) mengungkapkan sekalipun pelayanan kedokteran berbeda dengan pelayanan kesehatan masyarakat, namun dapat disebut suatu pelayanan yang baik dan keduanya haruslah memiliki berbagai persyaratan yang terdiri atas 5 macam yaitu:

a. Tersedia dan Berkesinambungan

Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan yang baik adalah pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia di masyarakat (available) serta bersifat berkesinambungan (continous). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan. b. Dapat diterima dan Wajar

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat diterima dengan wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

c. Mudah dicapai

Syarat pokok ketiga pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaian yang dimaksudkan disini terutama dari sudut lokasi, dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah perkotaan saja, dan sementara itu


(30)

tidak ditemukan di daerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

d. Mudah dijangkau

Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudah dijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan disini terutama dari sudut biaya, untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini harus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dan karena itu hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.

e. Bermutu

Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang bermutu (quality). Pengertian mutu yang dimaksudkan disini adalah menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

5. Masalah Pelayanan Kesehatan

Akibat dari perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran kelima persyaratan pokok pelayanan kesehatan sering tidak terpenuhi, terjadi beberapa perubahan dalam pelayanan kesehatan, disatu pihak memang mendatangkan banyak keuntungan seperti misalnya meningkatnya mutu pelayanan yang dapat dilihat dari makin menurunnya angka kesakitan, cacat dan kematian serta


(31)

meningkatnya umur harapan hidup rata-rata, tetapi dipihak lain perubahan seperti ini juga mendatangkan masalah.

Menurut Azwar (1996:39–40) beberapa masalah pelayanan kesehatan adalah sebagai berikut:

a. Terkotak-kotaknya pelayanan kesehatan

Timbulnya pengkotakan dalam pelayanan kesehatan (Fragmented Health Services), erat hubungannya dengan munculnya spesialisasi dan sub spesialisasi dalam pelayanan kesehatan. Dampak negatif yang ditimbulkan ialah menyulitkan masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan, yang apabila berkelanjutan pada gilirannya akan menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.

b. Berubahnya sifat pelayanan kesehatan

Perubahan ini muncul sebagai akibat telah terkotak-kotaknya pelayanan kesehatan, yang pengaruhnya terutama di temukan pada hubungan dokter pasien. Sebagai akibat munculnya spesialisasi dan sub spesialisai, menyebabkan perhatian penyelenggara pelayanan kesehatan tidak dapat lagi diberikan secara menyeluruh. Perhatian tersebut hanya tertuju pada keluhan ataupun organ tubuh yang sakit saja.

Perubahan sifat pelayanan kesehatan makin bertambah nyata, jika diketahui bahwa pada saat ini telah banyak dipergunakan pula berbagai peralatan kedokteran canggih. Ketergantungan yang kemudian muncul terhadap berbagai peralatan kedokteran canggih tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang merugikan, yakni:


(32)

1. Makin renggangnya hubungan antara dokter dan pasien. 2. Makin mahalnya biaya kesehatan

C.Posyandu Plus

Upaya untuk mengatasi keterbatasan sarana pelayanan kesehatan dan kondisi geografis dibeberapa daerah di Kabupaten Tanggamus, terutama yang masih sulit untuk menjangkau sarana pelayanan kesehatan serta mengurangi biaya transportasi yang dikeluarkan oleh masyarakat untuk menjangkau sarana pelayanan kesehatan, maka fungsi posyandu balita ditingkatkan statusnya menjadi “posyandu plus”. Adapun posyandu plus adalah posyandu balita yang sudah ada di setiap pekon, yang fungsinya dikembangkan dengan menambah kegiatan “pengobatan gratis” bagi seluruh lapisan masyarakat. Gagasan tersebut direalisasikan dengan melaksanakan “launching program posyandu plus” pada tanggal 16 Februari 2011 di Posyandu Cempaka Mekar di Pekon Gunung Kasih Kecamatan Pugung Kabupaten Tanggamus.

Pengoptimalan posyandu balita menjadi posyandu plus tersebut adalah berdasarkan Peraturan Bupati Nomor 6 Tahun 2008 yang dibentuk berdasarkan gagasan dari Bupati Kabupaten Tanggamus Bpk. Hi. Bambang Kurniawan, ST yaitu dengan meningkatkan status 613 posyandu di Kabupaten Tanggamus dengan harapan dapat memberikan pelayanan pengobatan yang merata dan terjangkau bagi seluruh masyarakat.

Posyandu plus merupakan pengembangan posyandu melalui rujukan mitra keluarga yang menghasilkan lima pelayanan di posyandu dengan penambahan


(33)

(plus) pada pelayanan kesehatan dasar untuk masyarakat. Sasaran dari posyandu plus adalah seluruh anggota keluarga yang terdiri dari:

1. Ibu hamil, melahirkan, dan menyusui. 2. Bayi dan balita.

3. Keluarga anak usia sekolah dan remaja. 4. Keluarga usia subur.

5. Keluarga usia lanjut.

Berdasarkan hasil prariset pada Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus menunjukkan bahwa keberadaan Posyandu cukup syarat dengan program-program kesehatan antara lain:

a. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Kegiatannya; pelayanan Tetanus Toxid Ibu Hamil (TT bumil), pemberian Vit A ibu nipas, Pengukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) pada ibu hamil dan Wanita Usia Subur (WUS), Pengembangan Kelompok Peminat Kesehatan Ibu dan Anak (KP-KIA), Kelas Ibu, dll.

b. Keluarga Berencana (KB)

Kegiatannya; Pemberian kontrasepsi oral, Pembinaan Kesehatan Remaja Putri (KIE Kespro), Bina Keluarga Balita, dll.

c. Perbaikan Gizi

Kegiatannya; Pemantauan Pertumbuhan Balita (Penimbangan), Pemantauan Perkembangan Balita (DDTK), Konseling Gizi (Pojok Gizi), Keluarga Sadar Gizi, Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK), dll.


(34)

d. Pencegahan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Kegiatannya; Imunisasi, Penanggulangan Diare (Pojok Oralit), Surveylans (CBS/EWORS), Pemantauan Jentik Berkala (PJB), Arisan Jamban, Pembinaan Kelompok Pemakai Air (POKMAIR), Klinik Sanitasi.

e. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

Kegiatannya; Pembentukan dan Pembinaan Kader PHBS, Kader Kesling, Kader Surveylans, Kader Gizi, Kader Penanggulangan Kegawat Daruratan, Kader Jumantik, Kader TB-Paru, dll.

f. (Plus) Pelayanan Kesehatan Dasar.

Kegiatannya; pengobatan, penanggulangan kegawat daruratan, Rujukan, dll.

Tujuan dari program posyandu plus tersebut antara lain:

1. Untuk mengatasi masalah-masalah kesehatan sedini, secepat, dan seoptimal mungkin.

2. Mendekatkan akses pelayanan pengobatan dasar kepada masyarakat dan memberikan berbagai kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh pelayanan pengobatan.

3. Pemerataan jangkauan pelayanan pengobatan kepada masyarakat. 4. Meningkatkan cakupan program di posyandu.

D.Kualitas Kesehatan Masyarakat

Mutu atau kualitas dapat ditinjau dari sudut pandang pasien, petugas kesehatan dan manajemen kesehatan. Untuk pasien mutu pelayanan berarti empati,


(35)

respek, tanggapan akan kebutuhannya dan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Beberapa pakar atau ahli memberikan pengertian tentang mutu antara lain:

Menurut Azwar (1996:39), menyatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah menunjukkan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap pasien atau pemakai jasa pelayanan, dan dipihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah di tetapkan sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk.

Menurut Pohan (2007:13) mutu layanan kesehatan dapat dilihat berdasarkan beberapa perspektif, yaitu:

1. Perspektif pasien atau masyarakat

Bahwa pasien atau masyarakat melihat layanan kesehatan yang bermutu sebagai suatu layanan kesehatan yang dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan diselenggarakan dengan cara yang sopan santun, tepat waktu, tanggap dan mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau meluasnya penyakit.

2. Perspektif pemberi layanan kesehatan

Pemberi layanan kesehatan (provider) mengaitkan layanan kesehatan yang bermutu dengan ketersediaan peralatan, prosedur kerja atau protokol, kebebasan profesi dalam melakukan layanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutahir, dan bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu.


(36)

Sedangkan secara umum yang dimaksud dengan mutu pelayanan kesehatan menurut Pohan (2007:17) adalah suatu layanan kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi layanan kesehatan, dan sekaligus diinginkan baik oleh pasien atau konsumen ataupun masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat, kaitannya dengan kualitas pelayanan Philip Kotter (1994:567) mengemukakan bahwa kualitas pelayanan merupakan suatu yang kompleks, yang selalu berfokus pada pelanggan (customer focusedquality) sehingga untuk menentukan sejauhmana kualitas dari pelayanan tersebut, dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu :

1. Reliability, kemampuan untuk memberikan secara tepat dan benar, jenis pelayanan yang telah dijanjikan kepada konsumen atau pelanggan.

2. Responsiveness, kesadaran atau keinginan untuk membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat.

3. Assurance, Pengetahuan atau wawasan, kesopan santunan, kepercayaan dari diri pribadi pelayanan, serta respek terhadap konsumen.

4. Empathy, kemauan pemberi layanan untuk melakukan pendekatan, memberikan perlindungan, serta berusaha untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen.

5. Tangible, penampilan para pegawai dan fasilitas fisik lainnya, seperti peralatannya atau perlengkapan yang menunjang pelayanan.

Standar layanan kesehatan menjadi bagian dari layanan kesehatan itu sendiri serta memainkan peranan sangat penting dalam mengatasi masalah pelayanan kesehatan. jika suatu organisasi ingin menyelenggarakan layanan kesehatan


(37)

yang bermutu secara taat-asas atau konsisten, keinginan tersebut harus dijabarkan menjadi suatu standar layanan kesehatan.

Menurut Pohan (2007:28) standar layanan kesehatan merupakan suatu alat organisasi untuk menjabarkan mutu layanan kesehatan kedalam terminologi operasional sehingga semua orang yang terlibat dalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatu sistem, baik pasien, penyedia layanan kesehatan, penunjang layanan kesehatan, ataupun manajemen organisasi layanan kesehatan, dan akan bertanggung gugat dalam melaksanakan tugas dan perannya masing-masing. Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan selanjutnya disebut SPM Kesehatan adalah tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan Daerah Kabupaten atau Kota, bahwa tujuan strategi pelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan yang erat kaitannya dengan penetapan kewenangan wajib dan SPM (Standar Pelayanan Minimal) bidang kesehatan adalah:

1. Terlindunginya kesehatan masyarakat khususnya penduduk miskin, kelompok rentan, dan daerah miskin.

2. Terwujudnya komitmen nasional dan global dalam program kesehatan.

Berdasarkan Kepmenkes Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008 tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan beserta indikator kinerja dan target Tahun 2010–2015:

a. Pelayanan Kesehatan Dasar :


(38)

2. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80% pada Tahun 2015; 3. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki

kompetensi kebidanan 90% pada Tahun 2015; 4. Cakupan pelayanan nifas 90% pada Tahun 2015;

5. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80% pada Tahun 2010;

6. Cakupan kunjungan bayi 90%, pada Tahun 2010;

7. Cakupan Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI) 100% pada Tahun 2010;

8. Cakupan pelayanan anak balita 90% pada Tahun 2010;

9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin 100 % pada Tahun 2010;

10.Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100% pada Tahun 2010; 11.Cakupan Penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100 % pada

Tahun 2010;

12.Cakupan peserta KB aktif 70% pada Tahun 2010;

13.Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100% pada Tahun 2010;

14.Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100% pada Tahun 2015.

b. Pelayanan Kesehatan Rujukan

1. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 100% pada Tahun 2015;


(39)

2. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota 100 % pada Tahun 2015.

c. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) Cakupan Desa/ Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi <24 jam 100% pada Tahun 2015.

d. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Cakupan Desa Siaga Aktif 80% pada Tahun 2015.

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Efektivitas

Menurut Dydiet Hardjito (1997:65) mengemukakan bahwa keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuannya dipengaruhi oleh komponen-komponen organisasi yang meliputi: struktur, tujuan, manusia, hukum, teknologi, lingkungan, spesialisasi, kewenangan serta pembagian tugas.

Dalam mencapai efektivitas suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang berbeda-beda tergantung pada sifat dan bidang kegiatan atau usaha suatu organisasi. Sejalan dengan hal tersebut maka Komberly dan Rottman dalam Gibson et al (1996:32) berpendapat bahwa efektivitas organisasi ditentukan oleh lingkungan, teknologi, pilihan strategi, proses dan kultur. Adapun pengaruh 4 faktor tersebut terhadap efektivitas organisasi sebagai berikut:

1) Karakteristik Organisasi

Karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi. Struktur diartikan sebagai hubungan yang relatif tetap sifatnya, merupakan cara suatu organisasi


(40)

menyusun orang-orangnya untuk menciptakan sebuah organisasi yang meliputi faktor-faktor seperti desentralisasi pengendalian, jumlah spesialisasi pekerjaan, cakupan perumusan interaksi antar pribadi dan seterusnya. Secara singkat struktur diartikan sebagai cara bagaimana orang-orang akan dikelompokkan untuk menyelesaikan pekerjaan.

Teknologi menyangkut mekanisme suatu organisasi untuk mengubah masukan mentah menjadi keluaran jadi. Teknologi dapat memiliki berbagai bentuk, termasuk variasi-variasi dalam proses mekanisme yang digunakan dalam produksi, variasi dalam pengetahuan teknis yang dipakai untuk menunjang kegiatan menuju sasaran. Ciri organisasi yang berupa struktur organisasi meliputi faktor luasnya desentralisasi. Faktor ini akan mengatur atau menentukan sampai sejauh mana para anggota organisasi dapat mengambil keputusan. Faktor lainnya yaitu spesialisasi pekerjaan yang membuka peluang bagi para pekerja untuk mengembangkan diri dalam bidang keahliannya sehingga tidak mengekang daya inovasi mereka.

2) Karakteristik Lingkungan

Karakteristik lingkungan ini mencakup dua aspek yaitu internal dan eksternal. Lingkungan internal dikenal sebagai iklim organisasi. Yang meliputi macam-macam atribut lingkungan yang mempunyai hubungan dengan segi-segi dan efektivitas khususnya atribut yang diukur pada tingkat individual.

Lingkungan eksternal adalah kekuatan yang timbul dari luar batas organisasi yang memperngaruhi keputusan serta tindakan di dalam organisasi seperti


(41)

kondisi ekonomi, pasar dan peraturan pemerintah. Hal ini mempengaruhi: derajat kestabilan yang relatif dari lingkungan, derajat kompleksitas lingkungan dan derajat kestabilan lingkungan.

3) Karakteristik Pekerja

Karakteristik pekerja berhubungan dengan peranan perbedaan individu para pekerja dalam hubungan dengan efektivitas. Para individu pekerja mempunyai pandangan yang berlainan, tujuan dan kemampuan yang berbeda-beda pula. Variasi sifat pekerja ini yang sedang menyebabkan perilaku orang yang berbeda satu sama lain. Perbedaan tersebut mempunyai pengaruh langsung terhadap efektivitas organisasi. Dua hal tersebut adalah rasa keterikatan terhadap organisasi dan prestasi kerja individu.

4) Kebijakan dan praktek manajemen

Karena manajer memainkan peranan central dalam keberhasilan suatu organisasi melalui perencanaan, koordinasi dan memperlancar kegiatan yang ditujuan kearah sasaran. Kebijakan yang baik adalah kebijakan tersebut secara jelas membawa kita kearah tujuan yang diinginkan. Kebijakan harus dipahami tidak berarti bahwa kebijakan harus ditulis

Dari keempat faktor yang mempengaruhi efektivitas organisasi tersebut dapat dijelaskan secara ringkas bahwa: 1) struktur yang dibangun dan teknologi yang digunakan dalam organisasi akan sangat berpengaruh terhadap proses dan pencapaian tujuan, 2) organisasi sebagai organisasi yang terbuka, kelangsungan hidupnya akan sangat tergantung kepada lingkungan sekitarnya baik yang berada di dalam organisasi maupun di luar organisasi, 3) bahwa


(42)

manusia sebagai unsur penting dari organisasi memiliki kemampuan, pandangan motivasi dan budaya yang berbeda, dan 4) kebijakan dan praktek manajemen yang ditetapkan oleh pimpinan dalam mengatur dan mengendalikan organisasi sangat berpengaruh bagi organisasi maupun bagi pencapaian tujuan.

F. Peran Pemerintah Daerah dan Otonomi Kesehatan

Pemerintah Indonesia telah berkomitmen menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas bagi masyarakatnya, komitmen tersebut tidak hanya bertujuan untuk mencapai target nasional tetapi juga berbagai komitmen global yang membutuhkan perbaikan kondisi kesehatan masyarakat telah menuntut para penyelenggara kesehatan di negara ini bekerja keras untuk mencapai target-target tesebut terutama dalam hal cakupan pelayanan kesehatan. Seluruh wilayah Indonesia harus memenuhi Standar Pelayanan Minimal yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan RI sebagaimana yang tertuang dalam Kepmenkes Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008.

Menurut Prasetyawati (2011:37), bahwa pembangunan kesehatan adalah proses terus-menerus dan progresif untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, yang diselenggarakan dengan mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan perorangan atau golongan. Sedangkan menurut Effendy (1998:14) Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan masyarakat baik dalam bidang promotif, preventif, kuratif dan


(43)

rehabilitatif agar setiap warga masyarakat dapat mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya baik fisik, mental dan sosial serta harapan berumur panjang.

Di Indonesia, konsep pembangunan kesehatan masyarakat (primary healt care) bukan suatu hal yang baru, karena sejak lebih dari tiga puluh tahun belakangan ini, pembangunan kesehatan terutama di pedesaan telah berlangsung lama dengan sumber daya dan swadaya masyarakat. Menurut Adisasmito (2010:222–223) diberlakukannya Otonomi Daerah pada Tahun 2000 berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, yang diperbaharui dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah beberapa peran Pemerintah Pusat dialihkan kepada Pemerintah Daerah sebagai kewenangan wajib dan tugas pembantuan, salah satunya adalah bidang pelayanan kesehatan.


(44)

Asas kerjasama antara Depkes dan Depdagri yang telah dibakukan di Indonesia:

Gambar 1. Skema Hubungan Kerjasama Depdagri dengan Depkes

Pusat Mendagri Menkes

Desentralisasi Dekonsentrasi

Propinsi Gubernur ……… Kanwil Depkes

Desentralisasi Dinkes tk I

Kabupaten Bupati

Desentralisasi Dinkes tk II

Kecamatan Camat ……….. Puskesmas

Desa Kades ……… Pustu

Dusun Posyandu/ Pos Obat Desa,

Polindes (PKMD)

Keterangan: ……. Garis koordinator

Garis komando

1. Asas Desentralisasi, sebagian tanggungjawab program kesehatan diserahkan kepada Departemen Dalam Negeri. Pelaksanaan program di tingkat Propinsi Kabupaten dan kecamatan (pengelolaan, pembinaan, dan pembiyaan) diserahkan oleh mendagri kepada Gubernur, Bupati dan Camat.

2. Asas Dekonsentrasi, sebagian tanggungjawab program kesehatan dilaksanakan di daerah masih tetap menjadi tanggungjawab Depkes. Pembinaannya di tingkat propinsi dikoordinir oleh Kanwil Depkes.


(45)

3. Asas Pembantuan, progam kesehatan di daerah dilaksanakan oleh daerah (Dinas Kesehatan Tk I dan II) tetapi biaya dan personalianya masih tetap menjadi tangungjawab Depkes Pusat.

Regulasi pelayanan kesehatan menurut Ratminto (2005:25) adalah upaya publik untuk memberikan pengaruh secara langsung atau tidak langsung terhadap perilaku dan fungsi organisasi maupun perorangan yang menyediakan pelayanan kesehatan. Diterapkan otonomi daerah bukan berarti organisasi pelayanan kesehatan di daerah dapat melakukan kegiatan pelayanan secara bebas tanpa adanya kendali. Peran pemerintah pusat dan masyarakat diperlukan sebagai pengendali melalui kegiatan regulasi. Peran pemerintah pusat tersebut tentunya juga dapat diwujudkan melalui lembaga masyarakat yang dipercaya dan mendapatkan otoritas untuk melakukan kegiatan regulasi. Pada dasarnya kegiatan regulasi diperlukan untuk mengendalikan kegiatan pelayanan kesehatan agar dilaksanakan sesuai persyaratan yang berlaku, yang dapat dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Persyaratan regulasi disusun agar organisasi pelayanan kesehatan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dengan memperhatikan nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat, antara lain akuntabilitas pelayanan publik, keragaman yang ada di masyarakat, keseimbangan dan keadilan, pilihan masyarakat terhadap pelayanan publik dan swasta, pembiayaan kesehatan kebutuhan masyarakat terhadap keterbukaan informasi, dan perlindungan terhadap lingkungan. Disamping mengendalikan mutu pelayanan kesehatan, regulasi juga dilakukan untuk melindungi masyarakat terhadap kegagalan pasar, meningkatkan efisiensi


(46)

pelayanan, dan mencegah terjadinya diskriminasi pelayanan terhadap masyarakat.

Pelaksanaan berbagai kegiatan, agar kegiatan tersebut dapat mencapai tujuan secara efektif diperlukan pengaturan yang baik. Program pengaturan kegiatan tersebut biasanya disebut dengan manajemen, sedangkan proses untuk mengatur pelayanan kesehatan masyarakat disebut manajemen pelayanan kesehatan. Tujuan dari manajemen kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Atau mencapai suatu keadaan sehat bagi individu dan kelompok-kelompok masyarakat.

Notoadmodjo (2007:82–84) menyebutkan bahwa beberapa ahli telah membuat beberapa pengertian tentang manajemen, yaitu:

a. Manajemen adalah pencapaian tujuan yang telah ditentukan dengan menggunakan orang lain (Robert. D Terry).

b. Manajemen adalah proses dimana pelaksanaan suatu tujuan diselenggarakan dan diawasi (Enciklopedia of social science).

c. Manajemen adalah membuat tujuan tercapai melalui kegiatan-kegiatan orang lain dan fungsi-fungsinya dapat dipecah sekurang-kurangnya 2 tanggungjawab utama, yakni perencanaan dan pengawasan.

d. Manajemen adalah suatu proses yang dilakukan oleh satu orang atau lebih untuk mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan orang lain guna mencapai hasil tujuan yang tidak bisa dicapai oleh hanya satu orang saja (Evancevich,1989).


(47)

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah kegiatan untuk mengatur orang lain guna mencapai tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Sedangkan manajemen kesehatan adalah penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, sehingga yang menjadi objek atau sasaran manajemen adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat.


(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini untuk mengetahui efektivitas dari program Posyandu Plus yang dilaksanakan di Kabupaten Tanggamus dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Sehingga penelitian ini tergolong pada tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Moleong (2006:5) jenis penelitian ini berupaya menggambarkan suatu fenomena atau kejadian sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, dimana data yang dihasilkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yakni prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Selain itu, data-data yang dikumpulkan di lapangan adalah data yang berbetuk kata dan perilaku, kalimat, skema, gambar dengan latar belakang alamiah, dan manusia sebagai instrumennya.


(49)

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian tidak ditulis dengan format yang baku dalam artian dapat mengalami perubahan selama proses penelitian berlangsung. Namun tetap saja fokus penelitian diperlukan pada awal penelitian untuk dijadikan sebagai bahan acuan, berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini difokuskan pada:

1. Standar pengukuran efektivitas pelayanan dalam penelitian ini menggunakan standar pengukuran jangka pendek (dalam hal ini dilihat dengan SPM) yang meliputi:

a. Produktivitas (productiveness) yaitu kemampuan serta sikap kader Posyandu dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.

b. Efisiensi (efficiency) yaitu peningkatan pelayanan yang diberikan kader Posyandu kepada pasien agar tercipta masyarakat sehat secara maksimal.

c. Kepuasan (satisfaction) yaitu kepuasan masyarakat sebagai pasien penerima pelayanan.

2. Faktor-faktor penghambat pelayanan program Posyandu Plus yang diukur dengan beberapa indikator:

a. Kendala yang berasal dari dalam Dinas Kesehatan dan Posyandu yang ada di Kabupaten Tanggamus.


(50)

C. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan penelitian. Lokasi yang menjadi tempat penelitian yaitu Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus, Posyandu Mawar di Pekon Kampung Baru Kecamatan Kota Agung Timur Kabupaten Tanggamus dan Posyandu Brotowali di Desa Way Ilahan, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus. Alasan yang menjadi dasar dalam pemilihan lokasi penelitian tersebut karena posyandu Mawar merupakan Posyandu yang letaknya dekat dengan pusat Pemerintahan Kabupaten Tanggamus, sedangkan Posyandu Brotowali menjadi sampel Posyandu yang letaknya jauh dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Tanggamus. sehingga pelayanan yang baik bukan hanya dilihat dari posyandu kepada masyarakat tetapi juga perhatian Dinas Kesehatan terhadar keseluruhan posyandu yang ada di Kabupaten Tanggamus. selain itu, Kabupaten Tanggamus adalah satu-satunya Kabupaten di Lampung yang menerapkan Program Posyandu Plus yang tidak hanya berlaku untuk pengobatan ibu dan bayi, tetapi juga pengobatan dasar untuk masyarakat secara umum sehingga memudahkan masyarakat untuk menjangkau pelayanan kesehatan. Sehingga berdasarkan alasan tersebut, peneliti tertarik untuk mengambil penelitian di Kabupaten Tanggamus.


(51)

D. Jenis dan Sumber Data

Sumber data pada peneitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan. Selebihnya hanya tambahan berupa dokumen dll. Data adalah bahan keterangan dalam suatu objek penelitian yang diperoleh. Sedangkan jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung dari lapangan. Data tersebut berupa hasil wawancara mendalam melalui tatap muka antara peneliti dan informan. Cara yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu, diantaranya adalah mengetahui informasi yang diharapkan oleh peneliti dan memudahkan peneliti memasuki situasi sosial yang diteliti. Adapun wawancara mendalam dilakukan dengan informan yang memiliki data yang berkaitan dengan proses penerapan implementasi Program Posyandu Plus di Kabupaten Tanggamus diantaranya:

1. Ibu NS. Mariyani, S.Kep. Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar di Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus

2. Ibu Tri Mulatsih, S.Kep. Staf bagian Evaluasi dan Informasi Kesehatan, Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus.

3. Ibu Tri Maheri Jayanti, Amd.Keb selaku Bidan Desa di Posyandu Mawar Desa Kampung Baru, Kecamatan Kota Agung Timur, Kabupaten Tanggamus.


(52)

4. Ibu Riska Umi Susanti, Amd.Keb selaku Bidan Desa di Posyandu Brotowali Desa Way Ilahan, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus.

5. Ibu Saidah selaku kader di Posyandu Brotowali desa Way Ilahan, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus.

6. Ibu Sukmi sebagai kader Posyandu di Posyandu Brotowali, desa Way Ilahan, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus.

7. Sudarni sebagai kader Posyandu di Posyandu Mawar, desa Kampung Baru, Kecamatan Kota Agung Timur Kabupaten Tanggamus.

8. Ibu Masiyah selaku masyarakat pengguna Posyandu Plus, Desa Kampung Baru, Kecamatan Kota Agung Timur, Kabupaten Tanggamus.

9. Ibu Lina selaku masyarakat pengguna Posyandu Plus, Desa Kampung Baru, Kecamatan Kota Agung Timur, Kabupaten Tanggamus.

10.Ibu Umiyati selaku masyarakat pengguna Posyandu Plus, Desa Way Ilahan, Kecamatan Kota Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus.

11.Bapak Agus selaku masyarakat pengguna Posyandu Plus, Desa Way Ilahan, Kecamatan Kota Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus.

12.Bapak Mursalin selaku masyarakat pengguna Posyandu Plus, Desa Kampung Baru, Kecamatan Kota Agung Timur, Kabupaten Tanggamus.


(53)

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperlukan dalam penelitian untuk melengkapi informasi yang diperoleh dari data primer. Data sekunder dapat berupa naskah, dokumen resmi, dan sebagainya yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder dalam penelitian ini berupa surat-surat keputusan, data statistik, catatan-catatan, arsip-arsip, laporan kegitan, foto-foto dilapangan, laporan kegiatan yang berkaitan dengan Evektivitas Pelayanan Posyandu Plus di Kabupaten Tanggamus.

E. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi tahap-tahap sebagai berikut:

1. Memasuki lokasi penelitian

Terlebih dahulu peneliti melapor dan memperkenalkan diri kepada Dinas Kesehatan dan dua lokasi Posyandu yang telah dipilih sebelumnya di Kabupaten Tanggamus. Dengan membawa surat izin formal penelitian dari pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung. Kemudian Peneliti mengutarakan maksud dan tujuan penelitian untuk menciptakan kepercayaan kepada masing-masing pihak, kemudian menentukan waktu bertemu dalam hal wawancara.

2. Ketika berada di lokasi penelitian (getting along)

Selanjutnya peneliti berusaha melakukan interaksi secara pribadi yang akrab dengan subjek penelitian, mencari informasi dari berbagai sumber


(54)

data yang lengkap dan berusaha menangkap makna inti dari berbagai informasi yang diterima sebagai fenomena yang diamati.

3. Pengumpulan Data (Loging Data)

Peneliti melakukan proses pengumpulan data yang telah ditetapkan berdasarkan fokus penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya. Sedangkan untuk teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Wawancara mendalam (indepht interviev)

Menurut Moleong (2006:186) wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara yaitu mengumpulkan data primer dengan jalan mewawancarai sumber-sumber data dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan pelayanan Program Posyandu Plus, kegiatan yang dilakukan Pemerintah Daerah, yaitu disini Dinas Kesehatan selaku lembaga yang mengurusi tentang pelaksanaan kebijakan dari Bupati Tanggamus serta memantau dan memberi arahan pada Posyandu-posyandu di Kabupaten Tanggamus.


(55)

Tabel 2

Data Pelaksanaan Wawancara Pada Informan Penelitian :

No Nama Jabatan Waktu

1 NS. Mariyani, S.Kep Kepala Seksi Pelayanan

Kesehatan Dasar

26 April 2013 29April 2013

2 Tri Mulatsih, S.Kep Staf bagian Evaluasi dan

Informasi Kesehatan

26April 2013

3 Tri Maheri Jayanti, Amd.Keb Bidan Desa di Posyandu

Mawar Desa Kampung Baru, Kecamatan Kota Agung Timur, Kabupaten Tanggamus.

28 April 2013 8 Mei 2013

4 Riska Umi Susanti, Amd.Keb Bidan Desa di Posyandu

Brotowali Desa Way Ilahan, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus.

27 April 2013 5 Mei 2013

5 Saidah kader di Posyandu Brotowali

desa Way Ilahan, Kecamatan Pulau Panggung.

27 April 2013

6 Sukmi kader Posyandu di Posyandu

Brotowali, desa Way Ilahan, Kecamatan Pulau Panggung.

27 April 2013

7 Sudarni kader Posyandu di Posyandu

Mawar, desa Kampung Baru, Kecamatan Kota Agung Timur.

28 April 2013

8 Masiyah masyarakat pengguna

Posyandu Plus, Desa Kampung Baru, Kecamatan Kota Agung Timur, Kabupaten Tanggamus.

28 April 2013

9 Lina masyarakat pengguna

Posyandu Plus, Desa Kampung Baru, Kecamatan Kota Agung Timur, Kabupaten Tanggamus.

28 April 2013

10 Umiyati masyarakat pengguna

Posyandu Plus, Desa Way Ilahan, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus.

287April 2013

11 Agus masyarakat pengguna

Posyandu Plus, Desa Way Ilahan, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus.

27 April 2013

12 Mursalin masyarakat pengguna

Posyandu Plus, Desa Kampung Baru, Kecamatan Kota Agung Timur, Kabupaten Tanggamus.


(56)

b. Observasi

Observasi merupakan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data primer yang diperlukan dengan melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek penelitian. Menurut Nasution (1998) (dalam Sugiyono, 2009:226) bahwa observasi sebagai dasar bagi semua ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui observasi. Dalam penelitian ini, peneliti mengamati Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus dan melihat langsung pelayanan yang diberikan Posyandu kepada masyarakat.

Tabel 3 Daftar kegiatan Observasi

No Objek Pengamatan Waktu

Pengamatan 1. Posyandu Brotowali di Desa Way Ilahan, Kecamatan Pulau

Panggung, Kabupaten Tanggamus sebagai tempat dilaksanakannya Program Posyandu Plus

27 April 2013 5 April 2013

2. Posyandu Mawar di Desa Kampung Baru, Kecamatan Kota

Agung Timur, Kabupaten Tanggamus sebagai tempat dilaksanakannya Program Posyandu Plus

28 April 2013 8 April 2013

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen berguna karena dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian, dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data dan merupakan bahan utama dalam penelitian.


(57)

Dokumen ini dapat berupa data-data penting termasuk gambar atau foto yang berkaitan dengan Efektivitas Pelayanan Program Posyandu Plus.

Tabel 4 Daftar Dokumen-Dokumen yang Berkaitan Dengan Penelitian

No Dokumen-dokumen Substansi

1. Gambaran umum Posyandu Mawar dan

Posyandu Brotowali Kabupaten Tanggamus

Menggambarkan secara keseluruhan mengenai Posyandu Mawar di Desa Kampung Baru dan Posyandu Brotowali

di Desa Way Ilahan

2. Data kunjungan masyarakat Posyandu

Mawar dan Posyandu Brotowali Kabupaten Tanggamus

Memberikan informasi mengenai banyaknya masyarakat yang berkunjung

ke Posyandu.

3. Undang-undang praktek kedokteran

Nomor 29 Tahun 2004 bahwa dalam kondisi tidak ada tenaga medis dan darurat, maka perawat dan bidan dapat

memberikan pertolongan medis

Memberikan informasi dan keterangan secara yuridis mengenai pertolongan

medis bagi bidan dan perawat.

4. Undang -undang Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan.

Memberikan informasi dan keterangan secara yuridis mengenai kesehatan di

Indonesia.

5. Peraturan Bupati Tanggamus No. 6

Tahun 2008 tentang pelayanan kesehatan gratis di sarana pelayanan

kesehatan.

Memberikan informasi dan keterangan secara yuridis mengenai pelayanan

kesehatan gratis.

6. KEP-25/M.PAN/2/2004 tanggal 24

Februari 2004

Memberikan informasi maupun petunjuk pedoman penyusunan indeks kepuasan

masyarakat unit pelayanan instansi pemerintah, bahwa untuk menilai kepuasan masyarakat meliputi 14

indikator

7. Kepmenkes Nomor

828/Menkes/SK/IX/2008

Memberikan informasi tentang standar pelayanan minimum bidang kesehatan

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis yang dapat digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisa kualitatif, yaitu menganalisis data dengan cara menjelaskan dalam bentuk kalimat logis. Bogdan dalam Sugiyono (2009:244) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari


(58)

hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Kemudian Patton dalam Moleong (2006:287) menyatakan bahwa analisis data adalah proses mengatur ukuran data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satu untaian dasar. Kemudian analisa data dilakukan secara bersama dengan jalan penelitian, analisa data akan dilakukan melalui tiga kegiatan analisa data:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Reduksi data mencakup kegiatan mengikhtiarkan pengumpulan data selengkap mungkin, memilah-milahnya kedalam suatu konsep tertentu, kategori tertentu, atau tema tertentu. Reduksi data merupakan suatu analisa yang menajamkan, menggolongkan dan mengarahkan, membuang yang tidak perlu mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga kesimpulan finalnya dapat ditarik.

Pada penelitian kali ini peneliti melakukan pereduksian data seperti ketika penulis melakukan interviev dengan informan, banyak informasi yang diperoleh yang tidak berkaitan dengan proses penelitian seperti ketika informan menceritakan masa-masa ketika mereka menjadi mahasiswa, dalam reduksi data, hasil wawancara yang tidak mengena dengan fokus penelitian seperti tersebut dibuang, untuk selanjutnya data diklasifikasikan.


(59)

2. Penyajian data(Data Display)

Alur kedua dari kegiatan analisa atau penelitian adalah penyajian data, penyajian sering digunakan pada analisa data kualitatif adalah bentuk teks naratif (peristiwa-peristiwa ditampilkan dengan cara berurutan). Data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam dikumpulkan untuk diambil kesimpulan-kesimpulan sehingga bisa disajikan dalam bentuk teks deskriptif. 3. Menarik kesimpulan(Conclusion Drawing)

Kegiatan analisa ketiga menarik kesimpulan dari verifikasi. Setelah proses pengumpulan, dan penyajian data dilakukan, langkah selanjutnya yaitu menarik kesimpulan dan verifikasi data, yang dimaksud verifikasi dalam kegiatan ini yaitu kegiatan peninjauan ulang pada catatan-catatan lapangan. Dengan kata lain menguji ulang kebenaran-kebenaran data yang ada (uji validitas). Hasil wawancara dari informan kemudian ditarik kesimpulan sesuai dengan masalah dan tujuan peneliti.

G. Teknik Keabsahan Data

Menentukan keabsahan data dalam penelitian kualitatif harus memenuhi beberapa persyaratan sebagaimana dikemukakan oleh Moleong (2006:324) yang dalam pemeriksaan data menggunakan empat kriteria:

1. Derajat Kepercayaan (Credibility)

Penerapan derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari nonkualitatif. Kriteria ini berfungsi untuk melaksanakan inquiri


(60)

sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai dan mempertunjukkan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Kriteria ini menggunakan teknik pemeriksaan, ketekunan, pengamatan, triangulasi, pengecekan dengan pihak-pihak yang terlibat, memperbanyak referensi dan juga menganalisis kasus negatif sebagai pembanding. Apapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipercaya antara lain:

a) Triangulasi

Denzim dalam Moleong (2006:330) mengatakan triangulasi data berarti menggunakan data dari sumber, metode penyidik dan teori. Triangulasi digunakan, karena merupakan cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan-kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Untuk memeriksa keabsahan data, peneliti melakukan wawancara lebih dari satu pihak informan yang berasal dari unsur-unsur yang berbeda

Sugiyono (2009:241) dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data


(1)

49

sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuan dapat dicapai dan mempertunjukkan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Kriteria ini menggunakan teknik pemeriksaan, ketekunan, pengamatan, triangulasi, pengecekan dengan pihak-pihak yang terlibat, memperbanyak referensi dan juga menganalisis kasus negatif sebagai pembanding. Apapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan agar hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan dan dapat dipercaya antara lain:

a) Triangulasi

Denzim dalam Moleong (2006:330) mengatakan triangulasi data berarti menggunakan data dari sumber, metode penyidik dan teori. Triangulasi digunakan, karena merupakan cara terbaik untuk menghilangkan perbedaan-perbedaan konstruksi kenyataan-kenyataan yang ada dalam konteks suatu studi sewaktu mengumpulkan data tentang berbagai kejadian dan hubungan dari berbagai pandangan. Untuk memeriksa keabsahan data, peneliti melakukan wawancara lebih dari satu pihak informan yang berasal dari unsur-unsur yang berbeda

Sugiyono (2009:241) dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data


(2)

50

yaitu mengecek kredibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data.

b) Perpanjangan Waktu Pengamatan

Perpanjangan waktu pengamatan dilakukan guna meningkatkan kepercayaan. Dengan perpanjangan pengamatan seperti ini peneliti kembali ke lapangan, melakukan pengamatan, wawancara lain dengan sumber data yang pernah ditemui maupun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini berarti hubungan peneliti dengan narasumber akan semakin akrab (tidak ada jarak lagi, semakin terbuka, saling mempercayai) sehingga tidak ada hal yang disembunyikan lagi. Dalam penelitian ini peneliti melakukan perpanjangan pengamatan karena data yang diperoleh oleh peneliti pada saat penelitian terjun ke lapangan dirasa kurang mendukung untuk menjawab masalah yang ada sehingga peneliti memutuskan untuk memperpanjang pengamatan yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus, Posyandu Brotowali dan Posyandu Mawar Kabupaten Tanggamus.

2. Keteralihan (Transferability)

Keteralihan sebagai persoalan empiris tergantung pada kesamaan antara konteks pengirim dan penerima peneliti. Untuk melakukan keteralihan tersebut maka peneliti mencari dan mengumpulkan kejadian empiris tentang kesamaan konteks, peneliti bertanggungjawab untuk menyediakan data deskriptif secukupnya.


(3)

51

3. Ketergantungan (Depenability)

Merupakan substitusi istilah reabilitas dalam penelitian nonkualitatif. pada acara nonkualitataif, reabilitas ditunjukkan dengan jalan mengadakan replikasi studi. Kondisi yang sama dan hasilnya secara esensial sama maka dapat dikatakan reabilitasnya tercapai. Dalam penelitian kualitatif, konsep kebergantungan lebih luas dari reabilitas. Hal tersebut disebabkan oleh peninjauannya dari segi bahwa konsep itu memperhitungkan segalanya, yaitu yang ada pada reabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor yang terkait. Untuk mengetahui, mengecek hasil penelitian benar atau salah, peneliti mendiskusikannya dengan dosen pembimbing secara bertahap mengenai konsep yang dihasilkan dilapangan setelah penelitian ini dianggap benar baru diadakan terbuka dengan mengundang teman-teman mahasiswa, pembimbing dan dosen pembahas.

4. Kepastian (Confirmability)

Kepastian berasal dari konsep objektivitas menurut nonkualitatif. Pemastian objektifitas atau tidak bergantung pada persetujuan beberapa orang terhadap pandangan, pendapat, dan penemuan seseorang. Jika sesuatu itu objektif berarti dapat dipercaya, faktual dan dapat dipastikan. Pada penelitian ini ditekankan pada data kepastian melalui suatu audit kepastian.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmito, Wiku. 2010. Sistem Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

A.Graeff, Judith dkk.1996.Komunikasi untuk Kesehatan dan Perubahan Perilaku. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Atep, Adya Barata. 2004. Dasar-dasar Pelayanan Primai. Jakarta:Elek Media Komputindo Azwar, Azrul.1996.Pengantar Administrasi Kesehatan Edisi Ketiga.Jakarta:Binarupa Aksara

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus. 2011. Tanggamus Dalam Angka 2011

Batinggi, Achmad. 2004. Buku Materi Pokok Manajemen Pelayanan Umum. Jakarta: Universitas Terbuka

Fida & Maya. 2012. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: D.Medika Kasmir. 2006. Etika Costumer Service. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada

Moenir, H.A.S. 2006. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian kualitatif. Jakarta: Remaja Rosdkarya

N. Dunn, William. 2000. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta. Rineka Cipta

——————,———.———. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

——————,———.———..Promosi Kesehatan Teori & Aplikasi Edisi Revisi 2010. Jakarta:

Rineka Cipta.

——————,———. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta.


(5)

Pohan, Imbalo. S. 2007. Jaminan Mutu Layanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Prasetyawati, Arsita Eka.2011.Ilmu Kesehatan Masyarakat untuk kebidanan holistik. Yogyakarta: Nuha Medika.

Pudiastuti, Ratna Dewi. 2011. Buku Ajar Kebidanan Komunitas Teori dan Aplikasi dilengkapi contoh Askeb. Yogyakarta: Nuha Medika

Ratminto dan Winarsih. 2005. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Royston, Erica.1994. Pencegahan Kematian Ibu Hamil. Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Sedarmayanti.2009. Reformasi Administrasi Publik, Reformasi Birokrasi, dan Kepemimpinan Masa Depan (Mewujudkan Pelayanan Prima dan Kepemerintahan yang Baik). Bandung: PT. Refika Aditama.

Sinambela, Lijan Poltak. 2006. Reformasi Pelayanan Publik Teori, Kebijakan dan Implementasi.Jakarta: Bumi Aksara.

Slamet, juli Soemirat. 2000. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Internet

Depkes RI tahun 2008: diakses jumat 29 april2011 23:39

http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2137494-konsep-pembangunan-kesehatan-di-indonesia/

http://stiebanten.blogspot.com/2011/05/makna-hakikat-dan-tujuan-pembangunan.html

(http://www.radartanggamus.co.id/berita-utama/685-posyan du-plus-di-launching-16-februari: Selasa 16 Agustus 2011 00:43).

Launching Posyandu Plus Pertama di Indonesia, Radar Tanggamus.co.id. Sabtu, 27 Juli 2012. http://www.radartanggamus.co.id/berita-utama/827-launching-posyandu-plus-pertama-di-indonesia

Posyandu Plus Pertama di Indonesia, Lampung Post, Minggu 29 Juli 2012. Http://www.lampungpost.com/index.php/pertanian/6368-posyandu-plus-pertama-di-indonesia.html

Posyandu Plus Pertama di Indonesia, Posyandu Indonesia. 16 agustus 2011. http://posyandu.org/warta-posyandu/471-posyandu-plus-pertama-di-indonesia.html


(6)

Sumber-sumber lain

Dokumentasi Dinas Kesehatan Kabupaten Tanggamus tahun 2011.

Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 131 tahun 2004 tentang sistem kesehatan nasional Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/Menkes/Sk/IX/2008

Peraturan Bupati Nomor 6 Tahun 2008 tentang pengoptimalan posyandu balita menjadi posyandu plus.