PENGARUH VARIETAS SINGKONG DAN MINYAK GORENG TERHADAP KANDUNGAN MINYAK DAN MUTU SENSORIK KELANTING

(1)

Judul Skripsi : PENGARUH VARIETAS SINGKONG DAN MINYAK GORENG TERHADAP

KANDUNGAN MINYAK DAN MUTU SENSORIK KELANTING

Nama Mahasiswa : AGUSTINA FIDIASARI

Nomor Pokok Mahasiswa : 0714051029

Jurusan : Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Drs. Azhari Rangga, M.App.Sc. Ir. Marniza, M.Si.

NIP. 19550804 198112 1 001 NIP. 19650705 199003 2 001

2. Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian

Dr. Eng. Ir. Udin Hasanuddin, M.T. NIP. 19640106 198803 1 002


(2)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Drs. Azhari Rangga, M.App.Sc. ____________ Sekretaris : Ir. Marniza, M.Si. ____________ Penguji

Bukan Pembimbing : Dra. Maria Erna Kustyawati, M.Sc. ____________

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 19610826 198702 1 001


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang dan Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 2

C. Kerangka Pemikiran ... 2

D. Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

A. Singkong ... 5

B. Minyak goreng ... 7

C. Minyak kelapa sawit ... 14

D. Kelanting ... 18

E. Bumbu – bumbu dalam proses pembuatan kelanting ... 19

F. Pengukusan ... 20

G. Penggorengan ... 21

H. Pati ... 25

III. BAHAN DAN METODE ... 29


(4)

B. Bahan dan Alat ... 29

C. Metode Penelitian ... 30

D. Pelaksanaan Penelitian ... 30

D.1. Analisis singkong dan minyak goreng ... 31

1.1. Kadar Lemak ... 31

1.2. Kadar Air ... 31

1.3. Kadar Protein ... 32

1.4. Kadar Abu ... 33

1.5. Kadar Karbohidrat ... 33

1.6. Kadar Pati ... 33

1.7. Titik Asap ... 35

D.2. Pembuatan adonan dan kelanting ... 35

E. Pengamatan ... 38

E.a. Kandungan minyak ... 39

E.b. Uji organoleptik ... 39

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

A. Hasil analisis singkong dan minyak goreng ... 41

B. Hasil pengamatan terhadap kelanting ... 42

1. Kandungan Lemak ... 42

C. Uji Organoleptik ... 46

1. Warna ... 46

2. Kerenyahan ... 48

3. Rasa ... 50

4. Penerimaan keseluruhan ... 52

D. Pemilihan Perlakuan Terbaik ... 52

V. SIMPULAN DAN SARAN ... 55

A. Simpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 59


(5)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Pohon dan umbi singkong... ... 5

2. Rumus bangun trigliserida ... ... 8

3. Rumus bangun amilopektin ...………….………... 27

4. Prosedur pembuatan kelanting ...………….………... 38

5. Penyerapan minyak pada kelanting ...………….………... 45

6. Singkong Manalagi ... ... 84

7. Singkong Thailand ... ... 84

8. Singkong Kasesart ... ... 84

9. Penggilingan singkong ... ... 85

10.Pengepresan singkong parut ...……….. 85

11.Hasil pengayakan ... ... 85

12.Pengukusan adonan ... ... 86

13.Pencetakan adonan ... ... 86

14.Penjemuran kelanting ... ... 86

15.Kelanting varietas Manalagi ... ... 87

16.Kelanting varietas Thailand ... ... 87

17.Kelanting varietas Kasesart ... ... 87


(6)

THE EFFECTS OF CASSAVA VARIETIES AND COOKING OIL ON OIL THE CONTENT AND THE ORGANOLEPTIC QUALITY OF

KELANTING CRACKER By

AGUSTINA FIDIASARI

Cassava is the main raw material of kelanting cracker making. The high starch content is assumed to influence a plenty of oil absorption when kelanting cracker is fried. Besides this, palm oil used in frying kelanting cracker becomes one of important factors of oil content for kelanting cracker. In common, fatty acid and smoke point are the main components of oil that affect the oil quality.

This research objective was to find out the cassava variety and the cooking oil that were able to produce kelanting cracker with relative lower oil content and best organoleptic quality. The research design used completely randomized design consisting of two treatment factors with three replications. The first factor was cassava variety consisting of three kinds; Manalagi cassava (S1), Thailand cassava (S2), and Kasesart cassava (S3). The second factor was the brands of palm oil; Bulan Sabit (M1), Madina (M2), and Sania (M3). The homogeneity was tested by homogeneity test and data addition was tested by additivity test. The analysis of variance test was used to predict error variance and to find out the differences amongst treatments. Then, data were analyzed by using Orthogobal comparison in 5% and 1 % levels. The observed parameters were water, ash, fat, protein, carbohydrate, starch contents and the smoke point of the palm oil. The organoleptic test includes color, crunchiness, taste, and acceptance as a whole. The results showed that treatments of variety of cassava and the cooking oil were significantly influenced the oil content, color, crunchiness, taste and acceptance as a whole of kelanting cracker. There were interactions of varities of cassava and cooking oil to the parameters of fat content and color of kelanting cracker. The best kelanting based on oil content and organoleptic quality were derived from the treatments from Manalagi cassava and Sania palm oil (S1M3), and Kasesat cassava and Sania palm oil (S3M3). These kelanting crackers had 8%-8.3% oil content, white in color (score 3.62 – 3.65), crunchiness texture (score 3.12), savory taste (score 3.13 - 3.2), and had more acceptance as a whole by panelist (score 3.07 – 3.2).


(7)

ABSTRAK

PENGARUH VARIETAS SINGKONG DAN MINYAK GORENG TERHADAP KANDUNGAN MINYAK DAN MUTU SENSORIK

KELANTING

Oleh

AGUSTINA FIDIASARI

Singkong merupakan bahan baku utama dalam proses pembuatan kelanting. Adanya kandungan pati pada singkong yang cukup tinggi, diduga akan mempengaruhi banyaknya absorbsi minyak pada saat kelanting digoreng. Selain itu minyak goreng yang digunakan pada proses penggorengan menjadi salah satu faktor penting terhadap kandungan minyak yang dihasilkan pada kelanting. Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemak dan titik asapnya.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh varietas singkong dan minyak goreng yang dapat menghasilkan produk kelanting dengan kandungan minyak goreng relatif rendah dan mutu sensorik yang terbaik. Rancangan percobaan menggunakan faktorial dalam Rancangan Kelompok Acak Lengkap (RKAL) yang terdiri atas dua faktor dan tiga ulangan. Faktor pertama adalah varietas singkong yang terdiri dari tiga jenis yaitu Singkong Manalagi (S1), Singkong Thailand (S2), dan Singkong Kasesart (S3). Faktor kedua adalah merk minyak goreng yang terdiri dari Minyak Bulan Sabit (M1), Minyak Madina (M2), dan Minyak Sania (M3). Kesamaan ragam diuji dengan uji homogenitas dan kemenambahan data diuji dengan uji additivitas. Selanjutnya data dianalisis sidik ragam untuk mendapatkan pendugaan ragam galat dan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antar perlakuan dan selanjutnya data dianalisis menggunakan Perbandingan Orthogonal (OC) pada taraf 1%. Parameter yang diamati adalah kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar pati, titik asap minyak goreng, dan uji organoleptik yang meliputi warna, kerenyahan, rasa, dan penerimaan keseluruhan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan varietas singkong dan minyak yang digunakan masing-masing berpengaruh nyata terhadap kandungan minyak, warna, kerenyahan, rasa dan penerimaan keseluruhan kelanting. Terdapat interaksi antara varietas singkong dan minyak goreng terhadap parameter kadar lemak dan warna kelanting. Kelanting terbaik berdasarkan kandungan minyak dan organoleptik diperoleh pada perlakuan antara varietas singkong manalagi dengan minyak sania (S1M3) dan singkong Kasesat dengan minyak goreng Sania (S3M3). Kelanting ini memiliki kandungan minyak 8%-8,3%, warna relatif putih


(8)

Kata kunci : Kelanting, Singkong, Minyak goreng, Kandungan minyak, Mutu sensorik


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kelanting merupakan salah satu olahan pangan yang terbuat dari singkong yang dihancurkan, dibumbui dan digoreng. Kelanting digemari oleh banyak kalangan sebagai makanan camilan karena kelanting memiliki rasa yang enak dan gurih, tekstur yang renyah, aroma yang khas dan warna serta bentuk yang menarik. Selain harganya yang murah adanya kandungan pati pada singkong menjadikan kelanting kaya sebagai sumber karbohidrat. Namun, pada umumnya kelanting yang dibuat masih memiliki kandungan minyak yang cukup tinggi. Apabila kelanting disimpan dalam jangka waktu tertentu maka akan menyebabkan oksidasi lemak yang menimbulkan bau dan rasa tengik. Selain itu konsumsi minyak berlebih juga dapat menimbulkan beberapa penyakit seperti jantung koroner, radang tenggorokan dan obesitas (Rusdy, 2008).

Singkong merupakan bahan baku utama dalam proses pembuatan kelanting. Adanya kandungan pati pada singkong yang cukup tinggi, diduga akan mempengaruhi banyaknya resapan minyak pada saat kelanting digoreng sehingga akan mempengaruhi pula kandungan minyak pada kelanting. Selain itu minyak goreng yang digunakan pada proses penggoreng menjadi salah satu faktor penting terhadap kandungan minyak pada kelanting. Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah titik asap.


(10)

Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada saat pemanasan. Titik asap adalah kriteria mutu utama minyak goreng (Ketaren, 1986). Minyak goreng yang baik memiliki titik asap yang tinggi, yaitu di atas 2500C . Minyak goreng yang memiliki titik asap rendah akan mudah mengalami hidrolisis sehingga bahan pangan yang digoreng lebih banyak menyerap minyak (Winarno, 2002).

Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh varietas singkong dan minyak goreng yang dapat menghasilkan kelanting dengan kandungan minyak goreng relatif rendah dan mutu sensorik yang baik.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh varietas singkong dan minyak goreng yang dapat menghasilkan produk kelanting dengan kandungan minyak goreng relatif rendah dan mutu sensorik yang baik.

C. Kerangka Pemikiran

Kelanting pada umumnya dibuat dari varietas singkong seperti singkong Manalagi, Thailand dan Kasesat. Masing-masing varietas ini memiliki kandungan pati yang berbeda-beda, diketahui varietas Manalagi memiliki kandungan pati sebesar 66,5%, Thailand 69,8% dan Kasesart sebesar 70,6%. Perbedaan kandungan pati ini diduga akan memberikan pengaruh terhadap kandungan minyak goreng pada kelanting.


(11)

Minyak goreng merupakan bahan terpenting dalam proses pembuatan kelanting. Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Penggunaan minyak goreng dalam proses penggorengan bertujuan untuk menjadikan bahan pangan yang masih mentah menjadi bahan pangan yang siap untuk dikonsumsi dengan rasa yang renyah dan gurih (Anonim, 2011). Komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah titik asap. Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap tipis berwarna kebiru-biruan pada saat pemanasan (Ketaren, 1986).

Pada proses penggorengan berlangsung, kelanting akan mengalami proses pengembangan, karena adanya gelatinisasi pada saat pengukusan. Gelatinisasi merupakan fenomena pembentukan gel yang diawali dengan pembengkakan granula pati akibat penyerapan air. Proses pengukusan adonan kelanting akan menyebabkan granula semakin membengkak karena adanya penyerapan air dan pemanasan. (Widjanarko, 2011).

Menurut Nurdjanah (2010), semakin tinggi kandungan pati singkong maka akan mempercepat proses pembesaran granula pati sehingga bagian bahan yang tergelatinisasi akan semakin luas (tergelatinisasi sempurna). Gelatinisasi akan menyisakan rongga kosong pada bahan jika bahan tersebut dikeringkan sehingga pada saat kelanting digoreng rongga kosong tersebut akan mengembang, bagian kelanting yang dapat menyerap minyak adalah bagian atau ruang antar rongga-rongga granula, jika proses gelatinisasi pati berjalan dengan sempurna maka rongga kosong yang terbentuk akan semakin banyak dan menyisakan sedikit


(12)

ruang antar rongga, dengan begitu minyak yang masuk kedalam kelanting relatif lebih sedikit. Selain itu, proses pengukusan juga bertujuan untuk mengurangi kandungan air bebas pada bahan sehingga dapat menurunkan penyerapan minyak (Leni, 2010).

Selain kandungan pati pada singkong titik asap minyak goreng juga berpengaruh terhadap kandungan minyak pada kelanting. Menurut Winarno (2002), minyak yang memiliki titik asap rendah akan mudah mengalami hidrolisi, sehingga bahan pangan yang digoreng akan cenderung lebih banyak menyerap minyak.

Penggunaan varietas singkong dengan perbedaan komposisi karbonhidrat (pati) sebagai bahan baku utama dan titik asap minyak goreng yang berbeda diduga dapat menyebabkan residu minyak yang berbeda pula serta mempengaruhi mutu sensorik kelanting. Kombinasi antara varietas singkong dengan kandungan pati yang tinggi dan minyak goreng dengan titik asap yang tinggi diharapkan akan menghasilkan kelanting dengan kandungan minyak yang rendah dan mutu sensorik relatif baik.

D. Hipotesis

1. Varietas singkong berpengaruh terhadap kandungan minyak goreng dan mutu sensorik kelanting.

2. Ragam minyak goreng berpengaruh terhadap kandungan minyak goreng dan mutu sensorik kelanting

3. Terdapat kombinasi antara varietas singkong dan ragam minyak goreng yang dapat menghasilkan kelanting dengan kandungan minyak goreng relatif rendah dan mutu sensorik relatif baik.


(13)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Singkong

Singkong yang juga dikenal sebagai ketela pohon atau ubi kayu, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae yang merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang bersifat racun bagi manusia.

(a) (b)


(14)

Umbi singkong merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin. Umbi akar singkong banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Rasanya sedikit manis, ada pula yang pahit tergantung pada kandungan racun glukosida yang dapat membentuk asam sianida. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih segar, dan 50 kali lebih banyak pada umbi yang rasanya pahit. Pada jenis singkong yang pahit, proses pemasakan sangat diperlukan untuk menurunkan kadar sianidanya. Selain itu singkong juga dapat dibuat menjadi tepung tapioka dengan cara mengekstrak patinya (Anonim, 2011) Singkong memiliki berbagai macam varietas diantaranya adalah

1. Singkong Manalagi

Umur panen 7-10 bulan, bentuk daun menjari agak lonjong, warna pucuk daun coklat, warna tangkai daun merah bagian atas dan merah muda bagian bawah, warna batang muda hijau muda, warna batang tua coklat, warna kulit umbi coklat bagian luar dan putih bagian dalam, warna daging umbi putih, kualitas rebus baik dan memiliki rasa yang enak, kadar pati 66,5%, kadar protein 0,5% (basah), kadar HCN 19,5 mg (Atman, 2011)

2. Singkong Thailand

Umur panen 8-12 bulan, bentuk daun menjari agak lonjong dan gemuk, warna pucuk dun hijau kekuningan, warna tangkai daun hijau atas dan hijau kekuningan bagian bawah, warna batang muda hijau, warna batang tua putih kekuningan, warna kulit umbi putih kekuningan, warna daging umbi kuning, kualitas rebus


(15)

baik dengan rasa pahit, kadar pati 69,8%, kadar protein 0,7% (basah), kadar HCN 124 mg/kg (Atman, 2011)

3. Singkong Kasesart

Umur panen 8-12 bulan, bentuk daun menjari agak lonjong dan gemuk, warna pucuk daun ungu, warna tangkai daun merah muda bagian atas dan hijau muda bagian bawah, warna batang muda hijau muda, warna batang tua putih coklat, warna kulit umbi kuning kecoklatan bagian luar, warna daging umbi putih, kualitas rebus baik dengan rasa pahit, kadar pati 70,6%, kadar protein 0,7% (basah), kadar HCN 120 mg/kg (Atman, 2011)

B. Minyak Goreng

Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan kandungan yang berbeda-beda. Dalam pengolahan bahan pangan lemak dan minyak berfungsi sebagai media penghantar panas, seperti minyak goreng, lemak (gajih), mentega dan margarin. Lemak hewani mengadung banyak sterol yang disebut kolesterol, sedangkan lemak nabati mengadung fitosterol dan lebih banyak mengandung asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair (Ketaren, 2005)

Lemak dan minyak merupakan senyawa trigliserida dari gliserol dan asam lemak. Dalam pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dan tiga molekul asam lemak (umumnya ketiga asam lemak tersebut berbeda –beda), yang membentuk satu molekul trigliserida dan satu molekul air (Herliana, 2011)


(16)

Gambar 2. Rumus bangun Trigliserida

Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, hal ini tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat, atau asam linolenat dengam titik cair yang rendah. Lemak hewani pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung asam lemak jenuh

seperti asam palmitat, dan stearat yang mempunyai titik cair lebih tinggi ( Ketaren, 2005)

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanyadigunakan untuk menggoreng bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai pengantar panas,

penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Semua minyak tersusun atas unit-unit asam lemak. Jumlah asam-asam lemak alami yang telah diketahui ada dua puluh jenis asam lemak yang berbeda. Tidak ada satu pun minyak atau lemak tersusun atas satu jenis asam lemak, jadi selalu dalam bentuk campuran dari berbagai asam lemak. Proporsi campuran dan perbedaan asam-asam lemak


(17)

tersebut menyebabkan lemak dapat berbentuk cair atau padat, bersifat sehat atau membahayakan kesehatan, tahan simpan, atau mudah tengik (Anonim, 2011).

Minyak goreng dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa golongan (Ketaren, 2005) yaitu :

A. Berdasarkan sifat fisiknya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Minyak tidak mengering (non drying oil)

a. Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, minyak buah persik, inti peach dan minyak kacang.

b. Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape, dan minyak biji mustard.

c. Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi, minyak ikan paus, salmon, sarden, menhaden jap, herring, shark, dog fish, ikan lumba-lumba, dan minyak purpoise.

2. Minyak nabati setengah mengering (semi drying oil), misalnya minyak biji kapas, minyak biji bunga matahari, kapok, gandum, croton, jagung, dan urgen. 3. Minyak nabati mengering (drying oil), misalnya minyak kacang kedelai, biji

karet, safflower, argemone, hemp, walnut, biji poppy, biji karet, perilla, tung, linseed dan candle nut.

B. Berdasarkan sumbernya dari tanaman, diklasifikasikan sebagai berikut : 1. Biji-bijian palawija, yaitu minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen,

kedelai, dan bunga matahari.

2. Kulit buah tanaman tahunan, yaitu minyak zaitun dan kelapa sawit.


(18)

C. Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan ganda dalam struktur molekulnya, yakni :

1. Minyak dengan asam lemak jenuh (saturated fatty acids)

Asam lemak jenuh antara lain terdapat pada air susu ibu (asam laurat) dan minyak kelapa. Sifatnya stabil dan tidak mudah bereaksi/berubah menjadi asam lemak jenis lain.

2. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal (mono-unsaturated fatty acids/MUFA) maupun majemuk (poly-unsaturated fatty acids).

Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan atom karbon rangkap yang mudah terurai dan bereaksi dengan senyawa lain, sampai mendapatkan komposisi yang stabil berupa asam lemak jenuh. Semakin banyak jumlah ikatan rangkap itu (poly-unsaturated), semakin mudah bereaksi/berubah minyak tersebut. 3. Minyak dengan asam lemak trans (trans fatty acid)

Asam lemak trans banyak terdapat pada lemak hewan, margarin, mentega, minyak terhidrogenasi, dan terbentuk dari proses penggorengan. Lemak trans meningkatkan kadar kolesterol LDL, menurunkan kadar kolesterol HDL, dan menyebabkan bayi-bayi lahir premature.

Sifat-sifat minyak goreng dibagi atas sifat fisik dan sifat kimia (Ketaren, 2005), yakni:

A. Sifat Fisik

1. Warna, terdiri dari 2 golongan, golongan pertama yaitu zat warna alamiah, yaitu secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstrasi. Zat warna tersebut antara lain


(19)

klorofil (berwarna kehijauan) dan antosyanin(berwarna kemerahan). Golongan kedua yaitu zat warna dari hasil degradasi zat warna alamiah, yaitu warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E), warna cokelat disebabkan oleh bahan untuk membuat minyak yang telah busuk atau rusak, warna kuning umumnya terjadi pada minyak tidak jenuh.

2. Odor dan flavor, terdapat secara alami dalam minyak dan juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek.

3. Kelarutan, minyak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil), dan minyak sedikit larut dalam alcohol,etil eter, karbon disulfide dan pelarut-pelarut halogen.

4. Titik cair dan polymorphism, minyak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperature tertentu. Polymorphism adalah keadaan dimana terdapat lebih dari satu bentuk Kristal.

5. Titik didih (boiling point), titik didih akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.

6. Titik lunak (softening point), dimaksudkan untuk identifikasi minyak tersebut. 7. Sliping point, digunakan untuk pengenalan minyak serta pengaruh kehadiran

komponen-komponenya.

8. Shot melting point, yaitu temperature pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak atau lemak.

9. Bobot jenis, biasanya ditentukan pada temperature 250C , dan juga perlu dilakukan

pengukuran pada temperature 400C.

10.Titik asap, titik nyala dan titik api, dapat dilakukan apabila minyak dipanaskan. Merupakan kriteria mutu yang penting dalam hubungannya dengan minyak yang akan digunakan untuk menggoreng.


(20)

11. Titik kekeruhan (turbidity point), ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak dengan pelarut lemak.

B. Sifat Kimia

1. Hidrolisa, dalam reaksi hidrolisa, minyak akan diubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat menyebabkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak tersebut.

2. Oksidasi, proses oksidasi berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak. Terjadinya reaksi oksidasi akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak.

3. Hidrogenasi, proses hidrogenasi bertujuan untuk menumbuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak.

4. Esterifikasi, proses esterifikasi bertujuan untuk mengubah asam-asam lemak dari trigliserida dalam bentuk ester. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yan bersifat tidak menguap.

Proses pembuatan minyak goreng dari kelapa sawit memiliki dua fase yang berbeda, yaitu fase padat dan fase cair. Jenis yang padat disebut stearin dengan nama asam lemak yaitu stearat. Sementara, bagian dari minyak yang berbentuk cair disebut olein dan nama asam lemak yaitu asam oleat atau omega 9. (Kukuh, 2010). Proses penyaringan dua kali adalah sebutan untuk menjelaskan pemisahan minyak fase padat dari fase cair tadi. Jadi agar stearinnya tidak terbawa, dilakukanlah double fractination atau penyaringan dua kali.


(21)

Jika hanya dilakukan satu kali penyaringan, terkadang minyak tersebut masih bisa membeku (biasanya disebut dengan minyak goreng curah). Sedangkan dengan dua kali penyaringan, minyak goreng 'tidur' tidak akan terjadi, meski disimpan di lemari es sekalipun. Minyak goreng yang membeku atau tidur tidaklah berbahaya dan sama sekali tidak berpengaruh pada kesehatan. Justru minyak goreng yang mengalami dua kali penyaring akan lebih mahal harganya karena biaya produksinya menjadi berlipat. (Kukuh, 2010).

Setiap minyak goreng tidak boleh berbau dan sebaiknya beraroma netral. Berbeda dengan lemak yang padat, dalam bentuk cair minyak merupakan penghantar panas yang baik. Makanan yang digoreng tidak hanya menjadi matang, tetapi menjadi cukup tinggi panasnya sehingga menjadi cokelat. Suhu penggorengan yang dianjurkan biasanya berkisar antara 1770C - 2010C (kukuh,2010).

Secara umum komponen utama minyak yang sangat menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya karena asam lemak menentukan sifat kimia dan stabilitas minyak. Menurut Winarno (2002), jika suatu lemak dipanaskan, pada suhu tertentu timbul asap tipis kebiruan. Titik ini disebut titik asap (smoke point). Bila pemanasan diteruskan akan tercapai flash point, yaitu minyak mulai terbakar (terlihat nyala). Jika minyak sudah terbakar secara tetap disebut fire point. Suhu terjadinya smoke point ini bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah asam lemak bebas. Jika asam lemak bebas banyak, ketiga suhu tersebut akan turun. Demikian juga bila berat molekul rendah, ketiga suhu itu lebih rendah. Ketiga sifat ini penting dalam penentuan mutu lemak yang digunakan sebagai minyak goreng. Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan tersebut. Titik asap, titik nyala dan titik api


(22)

adalah kriteria mutu yang terutama penting dalam hubungannya dengan minyak yang digunakan untuk menggoreng (Ketaren, 1986).

Menurut Saridian Satrix, ahli gizi dari RSU Bekasi menyatakan jika pada saat menggoreng terlihat minyaknya berasap maka itu menandakan titik lemak jenuhnya sudah sangat tinggi dan menimbulkan akrolein. Minyak goreng yang baik memiliki titik asap yang cukup tinggi, yaitu di atas 2500C . Namun bila minyak tersebut digunakan secara berulang-ulang, titik asapnya akan menurun sehingga akrolein semakin cepat terbentuk (Satrik, 2010).

Minyak yang telah terhirolisis titik asapnya akan menurun, bahan-bahan menjadi coklat, dan lebih banyak menyerap minyak. Selama penyimpanan dan pengolahan minyak atau lemak, asam lemak bebas bertambah dan harus dihilangkan dengan proses pemurnian dan deodorisasi untuk menghasilkan minyak yang lebih baik mutunya (Winarno, 2002).

C. Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit. Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti (kernel). Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan luar atau kulit buah yang disebut pericarp, lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp dan lapisan paling dalam disebut endocarp. Inti kelapa sawit terdiri dari lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio. Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak mengandung minyak. Minyak kelapa sawit seperti umumnya minyak nabati lainnya adalah merupakan senyawa yang tidak larut dalam air. sedangkan


(23)

komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida (Nurhaida, 2011).

Seperti halnya lemak dan minyak lainnya, minyak kelapa sawit terdiri atas trigliserida yang merupakan ester dari gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Apabila ketiga asam lemak penyusunnya sama maka trigliserida ini disebut trigliserida sederhana, dan apabila salah satu atau lebih asam lemak penyusunnya tidak sama maka disebut trigliserida campuran. Asam lemak merupakan rantai hidrokarbon yang setiap atom karbonnya mengikat satu atau dua atom hidrogen kecuali atom karbon terminal mengikat tiga atom hidrogen, sedangkan atom karbon terminal lainnya mengikat gugus karboksil. Asam lemak yang pada rantai hidrokarbonnya terdapat ikatan rangkap disebut asam lemak tidak jenuh, dan apabila tidak terdapat ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya karbonnya disebut dengan asam lemak jenuh. Semakin jenuh molekul asam lemak dalam molekul trigliserida maka akan semakin tinggi titik beku atau titik cair minyak tersebut .Sehingga pada suhu kamar biasanya berada pada fase padat. Sebaliknya semakin tidak jenuh asam lemak dalam molekul trigliserida maka makin rendah titik helm atau titik.cair minyak tersebut sehingga pada suhu kamar berada pada fase cair. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap (Nurhaida, 2011).

Selain trigliserida masih terdapat senyawa non trigliserida dalam jumlah kecil. Yang termasuk senyawa non trigliserida ini antara lain motibgliserida, diglisrida, fosfatida, karbohidrat, turunan karbonidrat., protein, beberapa mesin dan bahan-bahan berlendir atau getah (gum) serta zat-zat berwarna yang memberikan warna


(24)

serta rasa dan bau yang tidak diinginkan. Dalam proses pemurnian dengan penambahan alkali (biasanya disebut dengan proses penyabunan) beberapa senyawa non trigliserida ini dapat dihilangkan (Netti, 2011)

Warna pada minyak kelapa sawit merupakan salah satu faktor yang mendapat perhatian khusus, karena minyak kelapa sawit mengandung warna-warna yang tidak disukai oleh konsumen. Menurut Ketaren. S, zat warna dalam minyak kelapa sawit terdiri dari dua golongan yaitu :

1. Zat warna alamiah.

Yang termasuk golongan zat warna alamiah, ini adalah zat warna yang terdapat secara alamiah didalam kelapa Sawit, dan ikut terekstraksi bersama minyak pada

proses ekstraksi. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α-ka-roten, β-karoten, xanthopil, kloropil dan antosianin. Zat- zat warna tersebut menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah - merahan. Pigmen berwarna kuning disebabkan oleh karoten yang larut didalam minyak. Karoten merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga berikut terhidrogenasi sehingga intensitas warna kuning berkurang. Karetonoid bersifat tidak stabil pada asam, dan suhu tinggi dan jika minyak dialiri uap panas, maka Warna kuning akan hilang, dan karetonoid juga bersifat asseptor proton (Nurhaida, 2011) 2. Zat warna dari hasil degradasi zat warna almiah.

a. Warna gelap

Warna gelap ini disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat kloroifil yang berwarna hijau turut terekstraksi bersama minyak, dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari


(25)

minyak. Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan beberapa faktor yaitu :

1. Suhu pemanasan Yang terlalu tinggi pada waktu pengesan dengan cara hidrolik atau ekspeller, sehingga sebahagian minyak teroksidasi. Disamping itu minyak yang terdapat dalam suatu bahan dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat warna yang terdapat dalam bahan tersebut. 2. Pengapresan bahan yang mengandung minyak dengan tenan dan suhu

yang tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap. 3. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu , misalnya

campuran pelarut petroleum - ben, zen akan menghasilkan minyak dengan. warna lebih merah dibandingkan dengan minyak yang diekstraksi dengan pelarut triklor etilen , benzol dan heksan.

4. Logam seperti Fe , Cu dan Mn akan menimbulkan warna- yang tidak diingini dalam minyak.

5. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak, terutama oksidasi tokoperol dan ,chroman qoinon menghasilkan warna kecoklat - coklatan.

b. Warna Coklat

Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar. Hal ini dapat terjadi karena reaksi molekul karbohidrat dengan gugus pereduksi seperti aldehid serta gugus amin dari molekul protein dan yang disebabkan oleh karena aktivitas enzim-enzim seperti phenol oxidase, poliphenol oxidase dan sebagainya.


(26)

c. Warna kuning

Warna kuning selain disebabkan oleh adanya karoten yaitu zat warna alamiah juga dapat terjadi akibat proes absorbsi dalam minyak tidak jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah merahan. Umumnya warna yang timbul akibat degradasi zat warna alamiah amat sulitdihilangkan, timbulnya warna ini dapat diindentifikasikan bahwa telah terjadi kerusakan pada minyak. Maka untuk mencegah hal ini, pada proses umumnya ditambahkan zat anti oksidan sedangkan minyak kelapa sawit itu sendiri telah mengandung zat anti oksidan walaupun dalam jumlah sedikit (Nurhaida, 2011).

D. Kelanting

Kelanting merupakan salah satu makanan yang terbuat dari singkong yang diparut lalu diperas untuk dipisahkan dengan airnya dan didiamkan selama satu malam. Tujuan dari pemerasan adalah untuk mengurangi kadar air dan HCN dalam singkong. Air hasil pemerasan masih mengandung pati oleh karena itu air ini harus diendapkan untuk diambil patinya yang nantinya akan dicampur kembali dengan ampas singkong.

Selanjutnya ampas singkong diberi bumbu-bumbu seperti, garam, penyedap rasa, bawang putih dll. Penambahan bumbu berfungsi untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan serta memantapkan bentuk dan rupa produk. Selanjutnya ampas singkong diayak dengan tujuan untuk mendapatkan ampas singkong yang halus dan bersih. Kemudian ampas singkong


(27)

dikukus sampai matang (± 45 menit). Tujuan dari pengukusan ini adalah untuk mengurangi kadar air pada ampas singkong dan agar terjadi proses gelatinisasi. Adonan singkong yang telah matang kemudian diangkat dan didinginkan, adonan yang sudah dingin selanjutnya dicetak dan dibentuk seperti lingkaran. Adonan yang telah dibentuk ini disebut juga dengan kelanting. Untuk mempermudah proses penggorengan dan mengurangi kadar air, kelanting dijemur dibawah sinar matahari. Setelah kering kelanting digoreng dengan minyak panas, kelanting yang sudah matang selanjutnya dikemas.

Kelanting memiliki rasa khas singkong yang gurih dan renyah. Kelanting memiliki banyak motif desain produknya, ada yang berbentuk seperti cincin, ada yang seperti gelang, ada yang berbentuk angka delapan, dan ada yang berbentuk delapan ditumpuk simetris, dan mungkin suatu saat nanti bisa didapati kelanting berbentuk bintang, segitiga, binatang, dll. Dari kesemua bentuk yang ada, yang paling sering kita jumpai adalah kelanting yang berbentuk lingkaran. Selain itu, kelanting juga tidak hanya memiliki rasa gurih saja akan tetapi belakangan ini rasa kelanting sudah banyak memiliki variasi seperti rasa balado, manis, pedas, coklat dll. Namun umumnya masyarakat lebih banyak menyukai kelanting dengan rasa yang gurih dibanding dengan kelanting yang memiliki variasi rasa tersebut.

E. Bumbu – bumbu dalam proses pembuatan kelanting

Bumbu-bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan dan berguna untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan serta memantapkan bentuk dan rupa produk. Pembuatan kelanting memerlukan bahan pembantu yaitu garam, gula, bawang putih dan merica. Garam


(28)

merupakan komponen bahan makanan yang ditambahkan dan digunakan sebagai penegas cita rasa dan bahan pengawet. Penggunaan garam tidak boleh terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan (salting out) dan rasa produk menjadi asin. Garam bisa terdapat secara alamiah dalam makanan atau ditambahkan pada waktu pengolahan dan penyajian makanan. Makanan yang mengandung kurang dari 0,3% garam akan terasa hambar dan tidak disukai (Cahyadi, 2005).

Pemakaian gula dan bumbu dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan. Bawang putih (Allium sativum L.) berfungsi sebagai penambah aroma serta untuk meningkatkan cita rasa produk. Bawang putih merupakan bahan alami yang ditambahkan ke dalam bahan makanan guna meningkatkan selera makan serta untuk meningkatkan daya awet bahan makanan (bersifat fungistatik dan fungisidal). Bau yang khas dari bawang putih berasal dari minyak volatil yang mengandung komponen sulfur. Merica atau lada (Paperningrum) termasuk bumbu yang sering ditambahkan dalam bahan pangan (Cahyadi, 2005).

Tujuan penambahan merica adalah sebagai penyedap masakan dan memperpanjang daya awet makanan. Lada sangat digemari karena memiliki dua sifat penting indrawi yaitu rasa pedas dan aroma khas. Rasa pedas merica disebabkan oleh adanya zat piperin dan piperanin, serta chavicia yang merupakan persenyawaan dari piperin dengan alkaloida.

F. Pengukusan

Pengukusan adalah proses pemanasan yang sering diterapkan pada sistem jaringan sebelum pembekuan, pengeringan ataupun pengalengan. Pengukusan berfungsi


(29)

untuk menginaktifkan enzim yang akan menyebabkan perubahan warna, cita rasa atau nilai gizi yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Tujuan utama pengukusan adalah mengurangi kadar air dalam bahan baku sehingga tekstur bahan menjadi kompak. Pengukusan dapat menyebabkan terjadinya pengem-bangan granula-granula pati yang biasa disebut gelatinisasi.

Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula. Mekanisme gelatinisasi diawali oleh granula pati akan menyerap air yang akan memecah kristal amilosa dan akan memutuskan ikatan-ikatan struktur heliks dari molekul tersebut. Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula, sehingga granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel (Andang, 2009).

G. Penggorengan

Penggorengan merupakan pengolahan pangan yang umum dilakukan untuk mempersiapkan makanan dengan jalan memanaskan makanan dalam pan yang berisi minyak. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan produk yang meng-embang dan renyah, selain itu untuk meningkatkan citarasa, warna, gizi dan daya awet produk akhir. Penggorengan dapat mengubah eating quality suatu makanan dan memberikan efek preservasi akibat dekstruksi termal mikro-organisme dan enzim serta mengurangi kadar air sehingga daya simpan menjadi lebih baik (Ketaren, 1986).


(30)

Perlakuan penggorengan merupakan proses penting dalam pembuatan french fries. sebagian air akan menguap dan ruang kosong yang semula diisi air akan diisi minyak. penggorengan adalah suatu operasi mengubah eating quality suatu makanan, memberikan efek preservasi akibat destruksi termal pada mikro- organisme dan enzim, serta mengurangi aktivitas air (aw). Shelf life makanan goreng hampir semuanya ditentukan oleh kadar air setelah penggorengan dan kandungan minyaknya (Suyitno, 1991).

Proses utama yang terjadi selama penggorengan adalah perpindahan panas dan masa, dengan minyak yang berfungsi sebagai media penghantar panas. Panas yang diterima bahan dipergunakan untuk berbagi proses dalam bahan, antara lain untuk penguapan air, gelatinisasi pati, denaturasi protein, reaksi pencoklatan dan karamelisasi. Proses yang beragam ini harus dikendalikan sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu produk. Salah satu pengendaliannya adalah dengan mengatur waktu dan suhu penggorengan (Suyitno, 1991).

Proses penggorengan suatu produk pada umumnya terdiri dari empat tahap, (tursilawati, 1999) sebagai berikut :

1. Tahap pemanasan awal (initial heating) Selama tahap ini bahan terendam dalam minyak panas hingga suhunya sama dengan titik didih minyak. Perpindahan panas yang terjadi antara minyak dengan bahan selama penggorengan ini merupakan perpindahan panas konveksi dan tidak terjadi penguapan air dalam bahan

2. Tahap pendidihan permukaan (surface boilling)Tahap ini dimulai dengan proses penguapan air permukaan.Perpindahan panas konveksi alami


(31)

berubah menjadi konveksi paksakarena adanya turbulensi minyak di sekitar bahan. Selama proses ini mulai terbentuk lapisan crust di permukaan.

3. Tahap laju menurun (falling rate)Tahap laju menurun ditandai dengan adanya penguapan lebih lanjut dan kenaikan suhu pusat sehingga mendekati titik didih minyak.Pada tahap ini terjadi perubahan fisika kimia seperti gelatinisasi pati dan pemasakan. Lapisan crust yang terbentuk menjadi lebih tebal danpenguapan air permukaan semakin menurun. 4. Titik akhir gelembung (bubble end point). Apabila bahan digoreng dalam

waktu yang relatif lama, maka laju pengurangan kadar air akan semakin menurun dan tidak ada lagi gelembung udara di permukaan bahan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas french fries kentang yaitu warna, kenampakan, rasa, tekstur, kandungan minyak, kandungan air dan nilai gizi. Adapun faktor yang mempengaruhi kandungan minyaknya adalah suhu minyak goreng, lama penggorengan, jenis minyak, ketebalan irisan serta sifat fisik permukaan irisan (Haryanti, 2010).

Menurut Ketaren (1986), metode penggorengan yang umum digunakan adalah penggorengan gangsa (pan frying) dan penggorengan rendam (deep frying). Metode penggorengan dalam pembuatan french fries adalah deep fat frying. Sistem menggoreng deep fat frying adalah yaitu bahan terendam seluruhnya dalam minyak sehingga penetrasi panas dari minyak dapat masuk secara bersamaan pada seluruh permukaan bahan yang digoreng sehingga kematangan bahan yang digoreng dapat merata. Deep fat frying merupakan metode


(32)

penggorengan yang penting karena prosesnya cepat, tepat dan menghasilkan makanan dengan tekstur dan flavor yang disukai. Deep fat frying juga hanya memerlukan unit peralatan yang sederhana serta menghasilkan limbah gas yang jumlahnya kecil ( Haryanti, 2010).

Metode penggorengan deep fat frying merupakan proses pemasakan makanan dengan menggunakan kontak langsung dengan minyak panas, dalam cara ini terjadi perpindahan panas dan massa. Perpindahan panas selama penggorengan berjalan cepat karena seluruh permukaan bahan berinteraksi langsung dengan minyak goreng sehingga akan menghasilkan warna dan penampakan produk yang seragam. Metode penggorengan ini cocok untuk semua bentuk makanan, tetapi bahan makanan dengan bentuk yang tidak teratur cenderung mengangkat minyak dalam volume besar ketika diangkat dari alat penggoreng.

Makanan gorengan hendaknya memiliki warna coklat yang baik dan absorbsi minyak yang minimal. Faktor paling penting yang mempengaruhi sifa-tsifat ini adalah temperatur minyak goreng. Penggunaan temperatur minyak yang terlalu tinggi menyebabkan pembentukan warna coklat dan crust pada permukaan bahan makanan tidak sempurna. Apabila temperatur yang digunakan terlalu rendah, bahan makanan perlu waktu lebih lama untuk mencapai warna coklat yang dikehendaki dan semakin lama bahan dalam minyak goreng maka semakin banyak minyak yang terabsorbsi. Kisaran suhu yang dianggap secara ekonomis masih layak adalah antara 163-199 °C (Haryanti, 2010).


(33)

H. Pati

Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Sumber pati utama di Indonesia adalah beras disamping itu dijumpai beberapa sumber pati lainnya yaitu jagung, kentang, tapioka, sagu, gandum, dan lain-lain. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Pati tersusun dari dua macam karbohidrat, amilosa dan amilopektin, dalam komposisi yang berbeda-beda. Amilosa memberikan sifat keras sedangkan amilopektin menyebabkan sifat lengket. Amilosa memberikan warna ungu pekat pada tes iodin sedangkan amilopektin tidak bereaksi (Nurfida, 2010)

Pati digunakan sebagai bahan yang digunakan untuk memekatkan makanan cair seperti sup dan sebagainya. Dalam industri, pati dipakai sebagai komponen perekat, campuran kertas dan tekstil, dan pada industri kosmetika. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin dan material antara seperti, protein dan lemak. Umumnya pati mengandung 15 – 30% amilosa, 70 – 85% amilopektin dan 5 – 10% material antara.


(34)

Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat dikatakan bahwa pati biji-bijian mengandung bahan antara yang lebih besar dibandingkan pati batang dan pati umbi. Sifat birefringence dari granula pati adalah sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat hitam-putih. Pada waktu granula mulai pecah sifat birefringence ini akan hilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90% butir pati dalam air panas membengkak sedemikian rupa

sehingga tidak kembali ke bentuk normalnya disebut “Birefringence End Point

Temperature” atau disingkat BEPT (Winarno, 1984).

Secara mikroskopik terlihat bahwa granula pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat. Granula pati bervariasi dalam bentuk dan ukuran, ada yang berbentuk bulat, oval, atau bentuk tak beraturan demikian juga ukurannya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron ini tergantung sumber patinya. Sifat-sifat pati sangat tergantung dari sumber pati itu sendiri. Bentuk butiran pati secara fisik berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf. Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan enzim. Bagian amorf dapat menyerap air dingin sampai 30% tanpa merusak struktur pati secara keseluruhan. Sampai saat ini diduga bahwa amilopektin merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap sifat-sifat kristal dari granula pati. Pemeriksaan dengan polirizing microscope memper-lihatkan bahwa pati dengan amilopektin tinggi tetap mempermemper-lihatkan pola birefringen-nya seperti pati normal, sementara pati dengan kandungan amilosa yang tidak tinggi dan tidak memperlihatkan pola seperti dari normal ( Nurfida, 2010).


(35)

1. Amilosa

Amilosa merupakan polisakarida, polimer yang tersusun dari glukosa sebagai monomernya. Tiap-tiap monomer terhubung dengan ikatan 1,4- glikosidik. Amilosa merupakan polimer tidak bercabang yang bersama-sama dengan amilopektin menjadi komponen penyusun pati. Dalam masakan, amilosa memberi efek keras bagi pati atau tepung.

Gambar 3. Rumus bangun amilosa

2. Amilopektin

Amilopektin merupakan polisakarida yang tersusun dari monomer G-glukosa. Amilopektin merupakan molekul raksasa dan mudah ditemukan karena menjadi satu dari dua senyawa penyusun pati, bersama-sama dengan amilosa. Walaupun tersusun dari monomer yang sama, amilopektin berbeda dengan amilosa, yang terlihat dari karakteristik fisiknya. Secara struktural, amilopektin terbentuk dari rantai glukosa yang terikat dengan ikatan 1,4-glikosidik, sama dengan amilosa. Namun demikian, pada amilopektin terbentuk cabang-cabang (sekitar tiap 20 mata rantai glukosa) dengan ikatan 1,6-glikosidik.


(36)

Amilopektin tidak larut dalam air. Dalam produk makanan amilopektin bersifat merangsang terjadinya proses mekar (puffing) dimana produk makan yang berasal dari pati yang kandungan amilopektinnya tinggi akan bersifat ringan, porus, garing dan renyah. Kebalikannya pati dengan kandungan amilosa tinggi, cenderung menghasilkan produk yang keras, pejal, karena proses mekarnya terjadi secara terbatas (Nurfida, 2010).


(37)

III. BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Industri Rumah Tangga Produksi Kelanting MT, Gantiwarno, Pekalongan, Lampung Timur, dan Laboratorium Politeknik Negeri Lampung serta Laboratorium Pengawasan Mutu Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Desember 2011.

B. Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah singkong Kasesart, singkong Manalagi dan singkong Thailand, minyak goreng merk Bulan Sabit, Madinah, Sania yang umumnya dipakai produsen kelanting di Pekalongan, Lampung Timur, Lampung. Bahan lain yang digunakan, garam, gula, bawang putih, penyedap rasa dll. Bahan kimia untuk analisis adalah Hexan, H2SO4 pekat, H2SO4 1,25%, NaOH 1,25%, HCl 0,02 N, NaOH 50%, H2BO2 , Na2S2O3, dan alcohol.

Alat-alat yang digunakan terdiri dari kompor, alat penggoreng, baskom, pisau, gilingan singkong, para-para, kemasan PP 0,8, soxhlet, desikator, furnace, cawan porselin, corong Buchner, gelas ukur, oven, cawan logam, labu Kjeldahl,


(38)

erlenmeyer, kertas saring, pipet tetes, timbangan analitik, alat-alat gelas penunjang serta seperangkat alat uji organoleptik.

C. Metode penelitian

Rancangan perlakuan disusun secara faktorial dalam Rancangan Kelompok Acak Lengkap (RKAL) dengan 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor pertama adalah varietas singkong yang terdiri dari Singkong Manalagi (S1), Singkong Thailand (S2), dan Singkong Kasesat (S3). Faktor kedua adalah minyak goreng yang terdiri dari Minyak Bulan sabit (M1), Minyak Madinah (M2), dan Minyak Sania (M3). Kesamaan ragam diuji dengan uji homogenitas dan kemenambahan data diuji dengan uji additivitas. Selanjutnya data dianalisis sidik ragam untuk mendapatkan pendugaan ragam galat dan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan antar perlakuan. Apabila terdapat pengaruh yang nyata, data dianalisis lebih lanjut menggunakan Perbandingan Orthogonal (OC) pada taraf 1%.

D. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yang meliputi :

(1) Analisis bahan baku singkong yang terdiri dari analisis lemak, analisis protein, kadar air, kadar abu, karbohidrat, kadar pati dan titik asap minyak goreng yang digunakan (2) Pembuatan adonan dan kelanting.


(39)

1. Analisis Singkong Dan Minyak Goreng 1. Kadar Lemak

Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1990). Sampel yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 2,5-5 g, lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam labu soxlet yang telah diketahui berat keringnya. Sampel diekstrak dalam larutan heksan selama 6 jam. Sisa pelarut dalam labu diuapkan dalam oven pada suhu 105o C, kemudian berat labu berisi lemak terekstrak ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus:

Kadar lemak (%) = Berat labu akhir (g) – Berat labu awal (g) x 100 % Berat sampel (g)

2. Kadar Air

Pengamatan terhadap kadar air dilakukan dengan metode oven (AOAC, 1990). Cawan porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 g sampel dalam cawan porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110o C selama 3 jam, didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Setelah diperoleh hasil penimbangan pertama, cawan yang berisi sampel tersebut dikeringkan kembali dalam oven selama 30 menit, setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Bila penimbangan kedua mencapai pengurangan bobot tidak lebih dari 0,001 g dari penimbangan pertama maka dianggap konstan. Akan tetapi bila tidak, dilakukan penimbangan kembali sampai diperoleh


(40)

pengurangan bobot tidak lebih dari 0,001 g. Kadar air dapat dihitung dengan rumus:

Kadar air (%) = Berat awal sampel(g) – Berat akhir sampel (g) x 100% Beratawal sampel (g)

3. Kadar Protein

Penentuan kadar protein dilakukan dengan cara makro Kjeldahl (AOAC, 1990). Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam labu Kjedahl, kemudian ditambahkan 5 g katalis selenium dan 25 ml H2SO4 pekat. Destruksi selama 1 jam hingga diperoleh larutan berwarna hijau jernih. Larutan didinginkan dan ditambah dengan 250 ml air suling, kemudian sebanyak 50 ml larutan tersebut dimasukkan dalam tabung destilasi. Destilat ditampung dengan erlenmeyer 250 ml yang berisi 15 ml H2SO4 0,25 N dan dua tetes indikator merah dan biru. Selanjutnya, pada alat destilasi ditambahkan 30 ml larutan NaOH 30 %. Proses destilasi dilakukan sampai 2/3 cairan tersuling. Destilat dititrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N sampai warna berubah dari hijau menjadi biru. Prosedur ini dilakukan juga untuk larutan blanko. Kadar protein dapat dihitung dengan rumus :

(ml blanko–ml peniter) x 0,10 x pengenceran x 14 x 6,25

Kadar protein = x 100 % Bobot sampel


(41)

4. Kadar Abu

Cawan porselin dikeringkan dalam oven 105°C selama 1 jam, kemudian dinginkan dalam deksikator dan berat awal ditimbang (x). 5 gram sampel (y) di-masukkan ke dalam cawan porselin. Sampel tersebut dipijarkan di atas nyala api pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dimasukkan ke dalam tanur listrik (furnace) dengan suhu 400 - 600°C. Sesudah sampel abu berwarna putih, seluruh sampel diangkat dan didinginkan dalam eksikator. Setelah kira-kira 1 jam sampel ditimbang kembali (z). Kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

( z – x )

Kadar Abu = ______ x 100% y

5. Kadar karbohidrat

Penentuan kadar karbohidrat dengan cara perhitungan kasar disebut juga Carbohydrate by difference yaitu penentuan karbohidrat dengan menggunakan perhitungan dan bukan analisis (AOAC, 1990).

Karbohidrat (%) = 100% - % (air + abu + lemak + protein )

6. Kadar Pati

Singkong yang telah di haluskan, ditiimbang 2 – 5 gr, dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, ditambahkan 50 ml aquades dan diaduk selama 1 Jam. Suspensi disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan aquades sampai volume filtrate 250 ml. filtrate ini mengandung karbohidrat yang terlarut dan dibuang. Untuk bahan yang mengandung lemak, maka pati yang terdapat sebagai residu pada


(42)

kertas saring dicuci 5 kali dengan 10 ml ether, biarkan ether menguap dari residu, kemudian dicuci lagi dengan 150 ml alcohol 10% untuk membebaskan lebih lanjut karbohidrat yang terlarut. Residu dipindahkan secara kuantitatif dari kertas saring ke dalam Erlenmeyer dengan pencucian 200 ml aquades dan tambahkan 20 ml HCl 25% tutup dengan pendingin balik dan panaskan pada penangas air mendidih selama 2,5 jam. Setelah dingin netralkan dengan larutan NaOH 40% dan encerkan hingga volume 500 ml, kemudian saring. Ambil 25 ml larutan dan masukkan ke dalam Erlenmeyer, tambahkan 25 ml larutan Luff –Schoorl. Dibuat perlakuan blanko yaitu 25 ml larutan Luff-Schoorl ditambah 25 ml aquades. Setelah ditambah beberapa butir batu didih, Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik dan didihkan selama 10 menit. Kemudian didinginkan, tambahkan 15 ml KI 20% dan tambahkan 25 ml H2SO4 26,5%. Yodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan Na-Thiosulfat 0,1 N memakai indicator pati 1% sebanyak 2-3%. (Titrasi diahiri setelah timbul warna krem susu).

Perhitungan :

(Titrasi Blanko – Titrasi sample* ) X Fakt. Pengenceran

--- X 100 Mg Sampel

Ket : * Dimasukkan ke dalam tabel

Dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dan titrasi contoh kadar gula reduksi dalam bahan dapat dicari dengan menggunakan table 4. Berat Glukosa dikalikan 0,9 merupakan berat pati.


(43)

Tabel 1. Penentuan Glukosa, Fruktosa dan Gula Invert dalam suatu bahan dengan Metoda Luff Schoorl.

Ml 0,1 N Na- Thiosulfat

Glukosa, fruktosa, gula invert mg

C6H12O6

Ml 0,1 N Na- Thiosulfat

Glukosa, fruktosa, gula invert mg

C6H12O6 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 2,4 4,8 7,2 9,7 12,2 14,7 17,2 19,8 22,4 25,0 27,6 30,3 Δ 2,4 2,4 2,5 2,5 2,5 2,5 2,6 2,6 2,6 2,6 2,7 2,7 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 33,0 35,7 38,5 41,3 44,2 47,3 50,0 53,0 56,0 59,1 62,2 - Δ 2,7 2,8 2,8 2,9 2,9 2,9 3,0 3,0 3,1 3,1 - - 7. Titik Asap

Sebanyak 10 – 15 ml sample minyak dimasukkan kedalam beker gelas 50 ml. Letakkan thermometer suhu tinggi ( 300oC ) kemudian panaskan beker gelas diatas hot plate pada suhu 300oC. Melakukan pengamatan hingga terlihat asap putih tipis dari permukaan minyak.Catat suhu pada saat mulai timbul asap putih tipis dari permukaan minyak.

2. Pembuatan adonan dan kelanting

a. Pembuatan Adonan

Singkong Kasesart dikupas kulitnya. Kemudian singkong dicuci, pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran berupa tanah yang melekat pada singkong. Singkong ditimbang sebanyak 10 kg, yang kemudian dilakukan penghancuran atau penggilingan singkong dengan menggunakan mesin parut.


(44)

Pemarutan atau penggilingan dilakukan dengan cara memasukkan dan menekan singkong pada corong pemarut sehingga masuk pada pemarut berputar.

Singkong yang telah halus ditampung di kantung karung plastik untuk selanjutnya dilakukan pemerasan. Singkong yang telah diperas hanya memiliki rendemen sekitar 60% dari berat awal bahan, jadi dari 10 kg singkong yang dihaluskan hanya didapat 6 kg singkong setelah pemerasan. Setelah diperas adonan singkong diayak menggunakan pengayak dan diberi bumbu yang terdiri dari bawang putih 200 g, garam 100 g, siklamat 5 g, dan penyedap rasa 30 g. Selanjutnya adonan yang telah dibumbui dikukus selama 45 menit atau sampai matang. Pengukusan dilakukan dengan menempatkan rak yang berisi tempat-tempat adonan diatas air dalam wajan yang mendidih.

b. Pembuatan Kelanting

Adonan yang telah matang selanjutnya didinginkan kurang lebih selama 30 menit. Adonan didinginkan memiliki tujuan mengurangi kelengketan antar serat-serat pati yang tergelatinisasi. Bila adonan digiling pada keadaan panas akan menyebabkan pilinan bentuk akan saling merekat sehingga akan sulit dipisahkan untuk membentuk menjadi kelanting. Namun Pendinginan juga tidak boleh sampai terlalu dingin karena akan menyebabkan kelanting sulit untuk dicetak. Setelah dingin adonan digiling dan dicetak.Pencetakan terbagai menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah tahap pencetakan adonan menggunakan mesin penggiling untuk membentuk lempengan-lempengan adonan. Kedua adalah pemisahan dan pemiwilan membentuk lingkaran-lingkaran kelanting. Pembuatan lempengan ini dilakukan dengan memasukkan adonan yang sudah dingin ke


(45)

dalam mesin pencetak, dari mesin tersebut adonan keluar dalam bentuk seperti mie, selanjutnya dipotong-potong menggunakan gunting kurang-lebih sepanjang 15 cm. Pemiwilan bentuk dilakukan secara manual dengan cara memisahkan tiap bulir lalu menyambungkan antara ujung yang satu dengan yang lain sehingga membentuk kelanting.

Setelah adonan dibentuk menjadi lingkaran selanjutnya dilakukan pengeringan di bawah sinar matahari dengan menggunakan para-para. Penjemuran dilakukan satu hari bila sinar matahari terik. Kelanting mentah yang sudah kering memiliki ciri-ciri warna kekuningan dan tekstur yang keras.

Kelanting yang sudah kering di bagi menjadi tiga bagian untuk selanjutnya digoreng dengan masing- masing minyak yang berbeda. Penggorengan kelanting dilakukan dengan cara memasukkan kelanting mentah kering ke dalam minyak goreng panas (T = 1600-1800C). Kelanting dengan varietas Kasesat, pertama digoreng dengan menggunakan minyak Bulan Sabit, waktu penggorengan kelanting berkisar ± 1 menit, penggorengan kedua dilanjutkan dengan menggunakan minyak Madinah dengan waktu penggorengan yang sama dan yang terakhir kelanting digoreng dengan menggunakan minyak Sania. Minyak yang digunakan untuk menggoreng hanya digunakan sekali pakai saja. Perlakuan yang sama juga dilakukan untuk varietas singkong Thailand dan Manalagi dan dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Kelanting yang sudah digoreng selanjutnya dimasukkan dalam plastik PP dan dilakukan pengamatan. Diagram alir pembuatan kelanting dapat dilihat pada Gambar 2.


(46)

Gambar 4. Prosedur pembuatan Kelanting

E. Pengamatan

Pengamatan terhadap kelanting terdiri dari kandungan minyak (AOAC,1990), dan uji organoleptik yang meliputi warna, kerenyahan, rasa, dan penerimaan keseluruhan (Soekarto, 1985).

10 kg Singkong Dihaluskan

Diperas Diayak Dikukus T=800, t=45

menit Didingin anginkan Penggiling cetakan Pendingin anginkan Pembentukan lingkaran

Penjemuran

Penggorengan dengan minyak Bulan sabit (S1), Madinah (S2) dan Sania (S3). T= 160-1800C , t= 1 menit,

Pengemasan Kelanting Bawang putih 200 g,

garam 100 g, siklamat 5 g, penyedap rasa 30

g, terigu 250 g

Dihaluskan

Air dan sebagian pati


(47)

1. Kandungan Minyak

Penentuan kadar lemak dilakukan dengan metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1990). Sampel yang telah dihancurkan ditimbang sebanyak 2,5-5 g, lalu dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam labu soxlet yang telah diketahui berat keringnya. Sampel diekstrak dalam larutan heksan selama 6 jam. Sisa pelarut dalam labu diuapkan dalam oven pada suhu 105o C, kemudian berat labu berisi lemak terekstrak ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus:

Kadar lemak (%) = Berat labu akhir (g) – Berat labu awal (g) x 100 % Berat sampel (g)

2. Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan terhadap produk kelanting yang meliputi kerenyahan, warna, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan. Penerimaan keseluruhan menggunakan uji kesukaan (hedonik), sedangkan warna, kerenyahan, rasa, dan tekstur menggunakan uji skoring. Skor penilaian yang digunakan adalah 1, 2, 3, dan 4. Sampel diberi kode tiga angka secara acak dan disajikan kepada 15 panelis untuk uji skoring, sedangkan uji hedonik menggunakan 20 panelis sebanyak tiga ulangan. Panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap parameter kelanting dengan memberikan skor sesuai dengan kesan masing-masing

(warna, kerenyahan, rasa, dan penerimaan keseluruhan). Panelis diminta pendapatnya secara tertulis pada blanko atau formulir yang disediakan. Blanko tersebut berisi nama, tanggal, petunjuk, skor penilaian, dan kode sampel (Soekarto, 1985).


(48)

Skor penilaian organoleptik warna disajikan pada Tabel 2, kerenyahan pada Tabel 3, rasa pada Tabel 4, dan penerimaan keseluruhan disajikan pada Tabel 5.

Tabel 2. Skor penilaian organoleptik warna

Kriteria Nilai

Putih 4

Putih kekuningan 3

Kuning 2

Kuning kecoklatan 1

Tabel 3 Skor penilaian organoleptik kerenyahan Kriteria Nilai Sangat Renyah 4

Renyah 3

Agak renyah 2

Tidak renyah 1

Tabel 4. Skor penilaian organoleptik rasa Kriteria Nilai Sangat Gurih 4

Gurih 3

Agak gurih 2

Tidak gurih 1

Tabel 5. Skor penilaian organoleptik penerimaan keseluruhan Kriteria Nilai Sangat suka 4

Suka 3

Agak suka 2


(49)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Kesimpulan dari hasil penelitian adalah:

1. Varietas singkong dan minyak goreng yang digunakan masing-masing berpengaruh nyata terhadap kandungan minyak, warna, kerenyahan, rasa dan penerimaan keseluruhan kelanting.

2. Terdapat interaksi antara varietas singkong dan minyak goreng terhadap kadar lemak dan warna kelanting

3. Kelanting terbaik berdasarkan kandungan minyak terendah dan organoleptik terbaik diperoleh pada perlakuan varietas singkong Manalagi dengan minyak Sania (S1M3), dan singkong Kasesat dengan minyak goreng Sania (S3M3). Kelanting ini memiliki kandungan minyak 8%-8,3%, warna relatif putih (skor 3,62-3,65), tekstur renyah (skor 3,12), rasa gurih (skor 3,13-3,2) dan

penerimaan keseluruhan relatif disukai panelis (skor 3,07-3,2). B.Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan hal lain yang perlu diteliti adalah terkait dengan residu minyak dengan keamanan produk dan penggunaan minyak goreng beberapa kali pengulangan pada produk kelanting yang masih


(50)

PENGARUH VARIETAS SINGKONG DAN MINYAK GORENG

TERHADAP KANDUNGAN MINYAK DAN MUTU SENSORIK

KELANTING

(Skripsi)

Oleh

AGUSTINA FIDIASARI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anonima .2011 http://www.radarlamteng.com/mod.php?mod=publisher&op-mviewarticle&cid=4&artid=7140. Diakses tanggal 26 April 2011.

Anonim. 2010. Berbagai varietas singkong http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/13943/1/09E00382.pdf. Diakses tanggal 26 April 2011.

Anonimb. 2011. Oksidasi Lemak http://www.scribd.com/doc/27853650/ TUGAS-OKSIDASI-LEMAK. Diakses 26 April 2011

Anonimc. 2011. Minyak goreng kelapa sawit merah. http://www.docstoc.com/ docs/ 27646939/Minyak-Goreng-Kelapa-Sawit-Merah. Diakses 26 Januari 2011

AOAC. 1990. Official Method of Analisis of the Associates of Official Analytical Chemist. AOAC. Inc, New York 1141 pp.

Atman R. 2011. Varietas dan Teknologi Ubi Kayu. BPTP: Sumatra Barat

Fardiaz, Dedi, 1992. Petunjuk Laboratorium Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. Farida, Mutia Kemala. 2008. Minyak Kelapa Sawit.

http://mutiakemalafarida.blog.com/2699199/. Diakses pada tanggal 15 Desember 2011.

Haryanti, 2010. Pembuatan kentang goreng http://digilib.unimus.ac.id/files/ disk1/107/jtptunimus-gdl-fajarrosyi-5308-1-bab1.pdf. Diakses 26 Januari 2012.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta.

Kukuh. 2011. Penggorengan. http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/ 8207103109_1411-5131.pdf. Diakses 26 Januari 2011

Moorty, S.N. 2002. Physicochemical and Function Properties of Tropical.

Netti, 2011. Proses pembuatan minyak kelapa sawit. http://repository.usu.ac.id/ bitstream/123456789/1320/1/tkimia-Netti.pdf. Diakses 10 Mei 2012


(52)

Nurdjanah, siti. 2010. Panduan Praktikum Teknologi Pati dan Gula Unila: Bandar Lampung.

Nurfida. 2010. Kandungan amilosa dan amilopektin pada pati singkong http://eprints.undip.ac.id/13402/1/Laporan_ penelian.pdf. Diakses 26 Januari 2012.

Nurhaida. 2011. Minyak buah kelapa sawit. http://library.usu.ac.id/download/ fmipa/kimia-nurhaida.pdf. Diakses 10 Mei 2012

P. Soebiyanto T A. 1986. High Fruktose Syrup dan Olahan Ubi Kayu lainnya. Gramedia : Jakarta

Redant. 2008. Kerusakan Lemak. http://redant04.blogspot.com/2008/09 /kerusakan-lemak.html. Diakses 26 Januari 2012

Rubatzky, V.E dan Yamaguchi.1988.Sayuran Dunia; Prinsip Produksi dan Gizi Jilid 1. Institut Teknologi Bandung. Bandung 163-177.

Rohman, Abdul dan Soemantri, 2007. Analisis Makanan, UGM Press, Yogyakarta Roja . 2008.

http://.wordpress.com/2008/06/17/ubi-kayu-mannihot-esculenta- sebagai-bahan-alternatif-pengganti-bensin-bioetanol-yang-ramah-lingkungan/. Diakses 22 Januari 2012

Rusdy, Ekmal. 2008. Dioxin dan Jelantah Sang Pembunuh. http://www.riaupos.com/v2/content/view/4862/30/. Diakses pada tanggal 15 Desember 2011.

Saridian Satrix. 2010. Minyak Goreng Sehat Berdasarkan Tingginya Titik Asap. Dalam Batavias.co.id. Diakses pada tanggal 15 Desember 2011.

Sediaoetama, A. D. 1993. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi. Dian Rakyat. Jakarta. 67 hlm

Soekarto. 1985. Penilaian Organoleptik Untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta

Sofyan. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/107/jtptunimus-gdl-fajarrosyi-5308-1-bab1.pdf. Diakses tanggal 17 Januari 2012

Sudarmadji, Slamet, et. al. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.


(53)

Suyitno, 1991. Perubahaan Granula Pati http://ilmupangan.blogspot.com/ 2009/09/perubahan-granula-pati-selama_5717.html. Diakses 26 Januari 2012

Tursilawati. 2010. Penggorengn frying. http://rewisa.files.wordpress.com/2010/ 10/penggorengan-frying.pdf. Diakses 26 Januari 2012


(54)

PENGARUH VARIETAS SINGKONG DAN MINYAK

GORENG TERHADAP KANDUNGAN MINYAK DAN MUTU

SENSORIK KELANTING

Oleh

AGUSTINA FIDIASARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(55)

Alhamdulillahirabbil alamin….

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT,

kupersembahkan karya kecilku untuk :

Ibunda tercinta yang membesarkanku dengan

limpahan kasih sayang, kakak dan tetehku tersayang.

Keluarga besar, sahabat, pendidik dan almamater

tercinta....


(56)

Jangan pernah ragu untuk bermimpi, impikan apa

yang kamu ingin impikan, karena sesuatu yang

besar berawal dari sebuah mimpi yang kecil...

(Agustina Fidiasari)

“Allah mengangkat orang

-orang yang berilmu dan

orang-orang yang mendapatkan ilmu beberapa

derajat.

(QS. Al-Mujadilah : 11)

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu

ada kemudahan

(QS. Al-insyirah :5-6)

Teruslah belajar dan jangan pernah menyerah

dalam hidup. Ketika segala sesuatu telah

dilakukan serahkanlah semuanya dengan sepenuh

jiwa pada Allah SWT, karena sesungguhnya Dia

adalah Sebaik

baiknya penolong dan Pemberi

Perlindungan


(57)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 15 Agustus 1990. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara buah hati dari pasangan Bapak Supa’at dan Ibu Herawati. Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Tanjung Iman diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Abung Semuli diselesaikan pada tahun 2004, dan pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh pada SMA Negeri 1 Kotabumi diselesaikan pada tahun 2007.

Tahun 2007, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SPMB. Tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum di PT. Gunung Sawit Bina Lestari Palm Oil Mill (GSBL. POM) Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung dengan

judul “Studi Penanganan Limbah Kelapa Sawit Di Perusahaan Perseroan (Persero)

”. Selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif diorganisasi kemahasiswaan pada UKM Birohmah dan BP. Puskomnas daerah Sumbagsel sebagai bendahara umum.


(58)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan mengucap Alhamdulillahirabbill’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan Hadirat Allah SWT yang telah meridhoi dan melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penyelesaian skripsi ini, tentunya penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibunda tercinta terimakasih atas doa dan semangat yang senantiasa diberikan, teteh-teteh ku ( teh ani dan teh eis) dan kakak-kakak ku (kak ujang dan kak andi) terimakasih banyak atas doa dan semangatnya, dan semua keponakan aku (rafli, sabrinah,azzah dan si hamzah cute) yang selalu menghibur disaat – saat penulis merasa jenuh. Serta keluarga besar ku yang senantiasa mendoakan untuk keberhasilanku.

2. Bapak Drs. Azhari Rangga, M.App.Sc. selaku pembimbing pertama yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memotivasi penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Ir. Marniza, M. Si. selaku pembimbing kedua yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memotivasi penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.


(59)

skripsi ini.

5. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung atas bimbingannya selama ini.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen THP FP Unila yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa THP FP unila. 7. Para staf dan karyawan THP Ibu Untari, Bapak Joko, Bapak Midi, Bapak

Hanafi, dan Ibu Desi atas bantuan yang telah diberikan.

8. Sahabat-sahabatku Afnita Sari, Cinggi Shela Nendela, Dewi Herliana, Mirna Wati, Mulidya Oktaviani dan Rizkita lingga Wulandari atas semua perhatian, semangat, kebersamaan dan kebahagiaan yang kalian berikan selama ini. 9. Teman-teman angkatan 2007, Tiara, Dwi, Acik, Utiy, Iema, Inuy, Rini, Nastri,

Erli, Niken, Tria, Nopena, Tika, Shanti, Eponk, Andri, Ahmad, Suhendrik, Artha, Ardi, Dias, Iqbal, Adit, Yuga, Satriyo, Mora, Adven, dan Setiawan. Terima kasih untuk seluruh kebersamaan dan tawa selama beberapa tahun ini. 10.Sahabat ku mb devi, mb fitri, ermayanti sutiyo, retno fitri, syah amelia,

fitri,terimakasih atas semangat dan kebersamaannya, semoga akan terus berlanjut sampai kekehidupan selanjutnya.

Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak dalam upaya peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Bandar Lampung, April 2012

Agustina Fidiasari


(1)

PENGARUH VARIETAS SINGKONG DAN MINYAK

GORENG TERHADAP KANDUNGAN MINYAK DAN MUTU

SENSORIK KELANTING

Oleh

AGUSTINA FIDIASARI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2012


(2)

Alhamdulillahirabbil alamin….

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT,

kupersembahkan karya kecilku untuk :

Ibunda tercinta yang membesarkanku dengan

limpahan kasih sayang, kakak dan tetehku tersayang.

Keluarga besar, sahabat, pendidik dan almamater

tercinta....


(3)

Jangan pernah ragu untuk bermimpi, impikan apa

yang kamu ingin impikan, karena sesuatu yang

besar berawal dari sebuah mimpi yang kecil...

(Agustina Fidiasari)

“Allah mengangkat orang-orang yang berilmu dan

orang-orang yang mendapatkan ilmu beberapa

derajat.

(QS. Al-Mujadilah : 11)

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada

kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu

ada kemudahan

(QS. Al-insyirah :5-6)

Teruslah belajar dan jangan pernah menyerah

dalam hidup. Ketika segala sesuatu telah

dilakukan serahkanlah semuanya dengan sepenuh

jiwa pada Allah SWT, karena sesungguhnya Dia

adalah Sebaik – baiknya penolong dan Pemberi

Perlindungan


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kotabumi pada tanggal 15 Agustus 1990. Penulis merupakan anak kelima dari lima bersaudara buah hati dari pasangan Bapak Supa’at dan Ibu Herawati. Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 1 Tanjung Iman diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Abung Semuli diselesaikan pada tahun 2004, dan pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh pada SMA Negeri 1 Kotabumi diselesaikan pada tahun 2007.

Tahun 2007, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SPMB. Tahun 2010 penulis melaksanakan Praktik Umum di PT. Gunung Sawit Bina Lestari Palm Oil Mill (GSBL. POM) Bangka Barat Provinsi Bangka Belitung dengan

judul “Studi Penanganan Limbah Kelapa Sawit Di Perusahaan Perseroan (Persero)

”. Selama menjadi mahasiswa penulis juga aktif diorganisasi kemahasiswaan pada UKM Birohmah dan BP. Puskomnas daerah Sumbagsel sebagai bendahara umum.


(5)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan mengucap Alhamdulillahirabbill’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan Hadirat Allah SWT yang telah meridhoi dan melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penyelesaian skripsi ini, tentunya penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibunda tercinta terimakasih atas doa dan semangat yang senantiasa diberikan, teteh-teteh ku ( teh ani dan teh eis) dan kakak-kakak ku (kak ujang dan kak andi) terimakasih banyak atas doa dan semangatnya, dan semua keponakan aku (rafli, sabrinah,azzah dan si hamzah cute) yang selalu menghibur disaat – saat penulis merasa jenuh. Serta keluarga besar ku yang senantiasa mendoakan untuk keberhasilanku.

2. Bapak Drs. Azhari Rangga, M.App.Sc. selaku pembimbing pertama yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memotivasi penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Ir. Marniza, M. Si.selaku pembimbing kedua yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memotivasi penulis selama proses penyelesaian skripsi ini.


(6)

4. Dra. Maria Erna Kustyawati, M.Sc. selaku pembahas atas kesediannya menjadi penguji, serta atas nasehat dan saran perbaikan dalam penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Eng. Ir. Udin Hasanudin, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung atas bimbingannya selama ini.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen THP FP Unila yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis selama menjadi mahasiswa THP FP unila. 7. Para staf dan karyawan THP Ibu Untari, Bapak Joko, Bapak Midi, Bapak

Hanafi, dan Ibu Desi atas bantuan yang telah diberikan.

8. Sahabat-sahabatku Afnita Sari, Cinggi Shela Nendela, Dewi Herliana, Mirna Wati, Mulidya Oktaviani dan Rizkita lingga Wulandari atas semua perhatian, semangat, kebersamaan dan kebahagiaan yang kalian berikan selama ini. 9. Teman-teman angkatan 2007, Tiara, Dwi, Acik, Utiy, Iema, Inuy, Rini, Nastri,

Erli, Niken, Tria, Nopena, Tika, Shanti, Eponk, Andri, Ahmad, Suhendrik, Artha, Ardi, Dias, Iqbal, Adit, Yuga, Satriyo, Mora, Adven, dan Setiawan. Terima kasih untuk seluruh kebersamaan dan tawa selama beberapa tahun ini. 10.Sahabat ku mb devi, mb fitri, ermayanti sutiyo, retno fitri, syah amelia,

fitri,terimakasih atas semangat dan kebersamaannya, semoga akan terus berlanjut sampai kekehidupan selanjutnya.

Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna bagi semua pihak dalam upaya peningkatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Bandar Lampung, April 2012