BCMV dapat ditularkan secara mekanis melalui beberapa spesies kutu daun secara non persisten dan melalui benih. Adapun beberapa spesies kutu daun yang dapat
menjadi vektor BCMV antara lain Aphis gossypii, A. craccivora, A. medicanigis, A. rumicis, Hyalopterus atriplicis, Macrosiphum ambrosiae, M. pisi dan M. solanifolii
Morales Bos, 1988. Kutu daun menularkan virus ini secara non persisten, dimana kutu daun mendapat virus dengan mengisap tanaman yang terinfeksi hanya dengan waktu
beberapa detik, kemudian kutu daun akan menularkan virus dengan cepat, setelah itu dia akan kehilangan virus dan tidak mampu lagi menularkan virus. virus ini juga ditularkan
melalui penggunaan alat budidaya yang tidak steril sehingga ketika melukai tanaman lain dapat terinfeksi virus Millah, 2007.
Tanaman yang terinfeksi secara sistemik menunjukkan gejala daun dengan pola mosaik, daun menggulung dan malformasi daun pada daun-daun muda. Secara umum
tanaman yang diinokulasi dengan virus biasanya gejala akan muncul pada 7-10 hari setelah inokulasi Djikstra De Jager, 1998. Kisaran inang dari BCMV yaitu
kalopogoniumkacang asu Jawa Calopogonium mucuniodes, kacang ercis Pisum sativum, buncis Phaseolus vulgaris L. dan kacang tolo Vigna unguiculata CABI,
2007. Pengendalian BCMV dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa ekstrak tanaman. BCMV dilaporkan dapat ditekan dengan menggunakan ekstrak bunga
Clerodendrum japonicum bunga pagoda, Mirabilis jalapa bunga pukul empat, dan Andrographis paniculata sambiloto. Ekstrak bunga pagoda dan ekstrak bunga pukul
empat mampu menghambat infeksi virus hingga 90 Kurnianingsih, 2010. Penyemprotan kitosan pada daun mampu menghambat BCMV dan menekan persentase
penyakit masing-masing sebesar 84.8 dan 62.1 Haryanto, 2010. Pengendalian yang lain yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan benih sehat, menghilangkan
tanaman terinfeksi, menggunakan varietas tahan, dan penyemprotan insektisida untuk mengendalikan serangga vektor Saleh, 1997.
2.4 Deteksi BCMV
Deteksi BCMV dapat dilakukan berdasarkan karakter biologi dan molekuler. Deteksi berdasarkan karakter biologi dapat dilakukan melalui pengujian kisaran inang
dan tanaman indikator. Sedangkan deteksi menggunakan karakter molekuler umumnya dilakukan dengan dua cara yaitu berdasarkan sifat asam nukleat dengan PCR
Polymerase chain reactionRT-PCR Reverse Transcription Polymerase chain
reaction dan berdasarkan sifat protein dengan uji serologi yaitu DIBA Dot Immunobinding assay dan ELISA Enzyme-linked immunosorbent assay Foster and
Taylor, 1998. Deteksi berdasarkan karakter biologi yaitu dengan pengujian kisaran inang dan
tanaman indikator yaitu dilakukan dengan mengamati gejala penyakit yang muncul. Namun pengamatan terhadap gejala saja tidak cukup untuk menditeksi virus pada
tanaman, karena beberapa virus dapat menimbulkan gejala yang sama pada tanaman yang sama, satu virus dapat menghasilkan variasi gejala tergantung strain virusnya. Selain itu
suatu virus dapat menimbulkan gejala yang berbeda pada tanaman yang berbeda. Kondisi lingkungan dan iklim dapat berpengaruh terhadap tipe gejala yang muncul Hull, 2002.
Oleh karena itu perlu dilakukan cara mendeteksi virus secara akurat. Deteksi yang umum
digunakan yaitu deteksi secara serologi yaitu dengan uji ELISA.
ELISA Enzyme-linked immunosorbent assay merupakan uji serologi yang umum digunakan di berbagai laboratorium imunologi. Uji ini memiliki beberapa
keunggulan seperti teknik pengerjaan yang relatif sederhana, ekonomis, dan memiliki sensitivitas yang cukup tinggi. ELISA diperkenalkan pada tahun 1971 oleh Peter
Perlmann dan Eva Engvall untuk menganalisis adanya interaksi antigen dengan antibodi di dalam suatu sampel dengan menggunakan enzim sebagai pelapor. Prinsip serologi
adalah mereaksikan antara antigen dan antiserum pada lubang plat mikrotiter yang terbuat dari bahan polystyrene. Zat-zat yang dapat mengindikasi terbentuknya antibodi di
dalam serum disebut antigen. Antigen umumnya adalah protein. Serum yang mengandung antibodi disebut antiserum. Interaksi antara antigen dan antiserum bersifat
spesifik, artinya antiserum hanya mengenali satu jenis epitop pada antigen. Epitop merupakan bagian dari antigen yang dapat dikenali oleh antibody atau bagian dari antigen
yang dapat berinteraksi dengan antibody Crowther, 1996. ELISA memiliki 2 metode, yaitu direct ELISA ELISA langsung salah satunya
adalah DAS-ELISA direct double antibody sandwich, dan indirect ELISA ELISA tidak langsung. Perbedaan metode ELISA tersebut yaitu pada direct ELISA enzim
konjugat terdapat pada molekul immunoglobulin pertama yang langsung bereaksi dengan antigen. Sedangkan pada metode indirect ELISA enzim konjugat terdapat pada molekul
immunoglobulin kedua yang bereaksi dengan antivirus. Untuk metode DAS-ELISA
dalam satu sumuran plat terdapat dua antibody yang mengapit antigen yang berada ditengah Crowther, 1996
Beberapa kelebihan ELISA dibandingkan dengan uji serologi yang lain yaitu konsentrasi virus yang diperlukan untuk pendeteksian sangat rendah, antiserum yang diperlukan
sedikit, sehingga sesuai untuk pengujian sampel skala besar dan hasil pengujiannya bersifat kuantitatif Dijkstra and De jagger, 1998
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat