commit to user objeknya. Pada pajak objektif dimulai dengan obyeknya seperti
keadaan, peristiwa, perbuatan, dan lainnya, baru kemudian dicari orangnya yang harus membayar pajaknya yaitu subyeknya. Dalam
pemungutan pajak obyektif harus ada hubungan antara negara pemungut pajak dan obyek pajak. Pajak obyektif selalu dipungut
berdasarkan asas sumber, sedangkan pajak subyektif selalu dipungut berdasarkan asas domosili dan asas nasionalitas.
C. Etika
Secara etimologis etika berasal dari kata Yunani ethos, yang dalam bentuk jamaknya ta etha berarti adat istiadat atau kebiasaan. Dalam
pengertian ini etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik, baik pada diri seseorang maupun pada suatu masyarakat atau kelompok masyarakat. Ini
berarti , etika berkaitan dengan nilai-nilai , tata cara hidup yang baik, aturan hidup yang baik, dan segala kebiasaan yang dianut dan diwariskan dari satu
orang ke orang lain atau dari satu generasi ke generasi yang lain. Keraf, 1998: 14
Etika didefisinisikan sebagai A set of rules that define right and wrong conducts. Seperangkat aturan undang-undang yang menentukan pada
perilaku benar dan salah Muclis, 2004 :1 Etika adalah seperangkat prinsip moral yang membedakan yang
baik dari yang buruk. Etika adalah bidang ilmu yang bersifat normatif karena
commit to user ia berperan menentukan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh
dilakukan oleh seorang individu Beekun, 2004 : 3
D. Wajib Pajak
Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2007 mengenai Ketentuan Umum Perpajakan KUP, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan,
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. 1. Kewajiban Wajib Pajak
Sesuai dengan sistem self assessment, Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri, melakukan sendiri penghitungan
pembayaran dan pelaporan pajak terutangnya. Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan Nomor Pokok
Wajib Pajak NPWP, Wajib Pajak Orang Pribadi yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP adalah:
a. Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas. b. Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
yang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan
berikutnya.
commit to user c. Wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah, karena hidup
terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
d. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu yang mempunyai tempat usaha berbeda dengan tempat tinggal, selain wajib
mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggalnya, juga diwajibkan mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah
kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha dilakukan. Setelah melakukan pendaftaran dan mendapatkan NPWP, wajib
pajak mempunyai kewajiban untuk menghitung dan membayar pajak, yang selanjutnya melaporkan pajak terutangnya dalam bentuk Surat
Pemberitahuan SPT. Selain kewajiban pendaftaran, pembayaran dan pelaporan wajib
pajak juga mempunyai kewajiban pembukuan. Kewajiban pembukuan telah diatur dalam Undang- Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan no. 28 tahun 2007 pasal 28. Pada prinsipnya Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan
Wajib Badan di Indonesia, wajib menyelenggarakan pembukuan. Namun, Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan norma
penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, dikecualikan dari
commit to user kewajiban menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib melakukan
pencatatan. Pencatatan terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran bruto dan atau penerimaan penghasilan sebagai dasar
untuk menghitung jumlah pajak yang terutang. Syarat pembukuan atau pencatatan:
a. Diselenggarakan dengan memerhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
b. Diselengarakan di Indonesia. c. Menggunakan huruf latin dan angka Arab.
d. Menggunakan satuan mata uang rupiah dan mata uang asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
e. Disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
f. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan dasar akrual accrual basis atau dasar kas cash basis.
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan
pembelian, sehingga dapat dihitung besarnya pajak terutang. Sedangkan pencatatan terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto. Sedangkan kewajiban pencatatan diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan nomor 197 PMK03 2007. pengaturan tersebut meliputi:
commit to user a. Wajib Pajak Orang Pribadi yang dikecualikan dari kewajiban
menyelenggarakan pembukuan tetapi wajib menyelenggarakan pencatatan adalah:
b. Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dan
c. Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak melakukan usaha atau pekerjaan bebas.
d. Pencatatan harus diselenggarakan secara teratur dan mencerminkan keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan huruf latin, angka
Arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia. e. Pencatatan dalam suatu tahun harus diselenggarakan secara kronologis.
f. Catatan dan dokumen yang menjadi dasar pencatatan harus disimpan di tempat tinggal Wajib Pajak atau tempat kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas selama 10 sepuluh tahun. g. Pencatatan harus dapat menggambarkan antara lain:
1 Peredaran atau penerimaan bruto danatau jumlah penghasilan bruto yang diterima danatau diperoleh.
2 Penghasilan yang bukan objek pajak danatau penghasilan yang pajaknya bersifat final.
h. Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan atau tempat usaha, pencatatan harus dapat menggambarkan secara jelas
commit to user untuk masing-masing jenis usaha danatau tempat usaha yang
bersangkutan. i. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan Wajib Pajak
Orang Pribadi harus menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.
2. Hak Wajib Pajak Wajib Pajak selain mempunyai kewajiban juga mempunyai hak
untuk mendapatkan kerahasiaan atas seluruh informasi yang telah disampaikan pada Derektorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan
ketentuan perpajakan. Berkaitan dengan pembayaran pajak terutang, wajib pajak berhak memperoleh:
a. Pengangsuran pembayaran, apabila wajib pajak mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak mampu membayar pajak sekaligus.
b. Pengurangan PPh pasal 25, apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan keuangan dikarenakan usahanya mengalami kesulitan sehingga tidak
mampu membayar angsuran yang sudah ditetapkan sebelumnya. c. Pengurangan PBB, pemberian keringanan pajak yang terutang atas
objek pajak. d. Pembebasan pajak, apabila wajib pajak mengalami musibah
dikarenakan force mayeur seperti bencana alam. Dalam hal ini DJP akan mengeluarkan suatu kebijakan.
e. Pajak Ditanggung Pemerintah. Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri
commit to user PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor,
konsultan dan supplier utama ditanggung pemerintah. f. Insentif Perusahaan, untuk merangsang investasi.
g. Penundaan Pelaporan SPT Tahunan, apabila Wajib Pajak tidak dapat menyelesaikan atau menyiapkan laporan keuangan tahunan untuk
memenuhi batas waktu penyelesaian, Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan Pajak
Penghasilan paling lama 6 enam bulan. h. Restitusi pengembalian kelebihan pembayaran pajak, apabila wajib
pajak merasa bahwa jumlah pajak atau kredit pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang atau telah dilakukan
pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang, dengan catatan Wajib Pajak tidak punya hutang pajak lain.
i. Keberatan, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan DJP. Apabila dalam
pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan
perpajakan kemungkinan terjadi bahwa Wajib Pajak WP merasa kurang atau tidak puas atas suatu ketetapan pajak dikarenakan
kepadanya atau atas pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga. j. Banding. Apabila hasil proses keberatan dirasa masih belum
memuaskan Wajib Pajak dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak.
k. Peninjauan Kembali, apabila Wajib Pajak tidak atau belum puas dengan putusan Pengadilan Pajak, maka pihak yang bersengketa dapat
commit to user mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung melalui
Pengadilan Pajak dan hanya dapat diajukan satu kali.
E. Penggelapan Pajak