Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, dan Kemungkinan terdeteksi Kecurangan terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

(1)

PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI, DAN KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK

(TAX EVASION)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Disusun oleh:

IRMA SURYANI RAHMAN NIM: 208082000026

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI, DAN KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK

(TAX EVASION)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Irma Suryani Rahman NIM: 208082000026

Di Bawah Bimbingan

Pembimbing I

Prof. Dr. Ahmad Rodoni NIP. 19690203 2001121 1 003

Pembimbing II

Reskino, SE., Ak., M.Si NIP. 19740928 200801 2 004

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(3)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

Hari ini Selasa, 04 Desember 2012 telah dilakukan Ujian Komprehensif atas mahasiswa:

1. Nama : Irma Suryani Rahman

2. NIM : 208082000026

3. Jurusan : Akuntansi

4. Judul skripsi : Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian komprehensif, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut diatas dinyatakan lulus dan diberi kesempatan untuk melanjutkan ke tahap Ujian Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univeritas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 04 Desember 2012

1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS ( ______________________ )

NIP. 19570617 1985 03 1 002 Ketua

2. Rahmawati, SE., MM ( ______________________ )

NIP. 19770814 200604 2 003 Sekretaris


(4)

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI

Hari ini Selasa, 23 Juli 2013 telah dilakukan Ujian Skripsi atas mahasiswa: 1. Nama : Irma Suryani Rahman

2. NIM : 208082000026

3. Jurusan : Akuntansi

4. Judul skripsi : Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Setelah mencermati dan memperhatikan penampilan dan kemampuan yang bersangkutan selama proses ujian Skripsi, maka diputuskan bahwa mahasiswa tersebut di atas dinyatakan lulus dan skripsi ini diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 Juli 2013

1. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS ( ______________________ )

NIP. 19570617 198503 1 002 Ketua

2. Dr. Rini, SE, Ak., M.Si ( ______________________ )

NIP. 19760315 200501 2 002 Sekretaris

3. Fitri Damayanti, SE, M.Si ( ______________________ )

NIP. 19810731 200604 2 003 Penguji Ahli

4. Prof. Dr. Ahmad Rodoni ( ______________________ )

NIP. 19690203 2001121 1 003 Pembimbing I

5. Reskino, SE., Ak., M.Si ( ______________________ )


(5)

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Irma Suryani Rahman

NIM : 208082000026

Fakultas : Ekonomi Dan Bisnis (FEB) Jurusan : Akuntansi (Pajak)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan analisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang lain.

Apabila terbukti skripsi ini plagiat atau replikasi, maka skripsi ini dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjadi tanggung jawab saya.

Jakarta, 01 Juli 2013 Yang Menyatakan


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

1. Nama : Irma Suryani Rahman

2. Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 19 Juli 1990

3. Alamat : Perumahan Villa Cinere Mas, Kawasan Matahari, Jl. Matahari 1 L3 No.36 Tangerang Selatan 15419

4. Agama : Islam

5. Nama Ayah : H. Abdurahman Sidik 6. Nama Ibu : Rochilah Abdurasyid, S.Sos 7. Nomor Telepon : 085780677575

8. E-mail : irmasurya.rahman@ymail.com

II. Data Pendidikan Formal

1. 1994 - 1996 : TK Seruni 407 Adiwerna Tegal 2. 1996 - 2002 : SDN 1 Kalikangkung Tegal 3. 2002- 2005 : SMPI Hasyim Asy’ari Tegal 4. 2005 - 2008 : SMAN 1 Pangkah Tegal

5. 2008 - 2012 : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Akuntansi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (Perpajakan).


(7)

THE EFFECT OF FAIRNESS, TAX SYSTEM, DISCRIMINATION AND PROBABILITY OF CHEAT DETACT AGAINTS TAXPAYER

PERCEPTIONS ABOUT ETHICAL OF TAX EVASION

ABSTRACT

This study examines to the influence of fairness, tax system, discrimination and the probability of cheat detact against the taxpayer perceptions about the ethical of tax evasion. The population was KPP Jakarta. The sample in this study is determined by sampling convinience method, the data collected with the distribution of questionnaires. The method of analysis used is multiple linear regression. Based on the results of the analysis indicate that the fairness positive and significant impact on taxpayer perceptions about the ethical of tax evasion, tax system has negative and significant on taxpayer perceptions about ethical of tax evasion, discrimination positive and significant impact on taxpayer perceptions about the ethical of tax evasion and the probability of cheat detact significantly and negatively impact on taxpayer perceptions about the ethical of tax evasion. The most dominant variable influencing taxpayer perceptions about the ethical of tax evasion is discriminatory because it has a beta value of 0.587 standard coefficient

Keyword: Fairness, Tax System, Discrimination, Tax Audit, Ethical Perceptions of Taxpayers, Tax Evasion.


(8)

PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI DAN KECENDERUNGAN PERSONAL TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK

MENGENAI ETIKA PENGGELAPAN PAJAK (TAX EVASION)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Populasi penelitian ini adalah KPP wilayah Jakarta. Sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan metode convinience sampling, data di kumpulkan dengan pembagian kuesioner. Metode analisis penelitian yang digunakan adalah regresi linier berganda. Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa keadilan berpengaruh positif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak, sistem perpajakan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak, diskriminasi berpengaruh postif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak dan kemungkinan terdeteksi kecurangan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak. Variabel yang paling dominan mempengaruhi persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak adalah diskriminasi karena memiliki nilai standard coeficient beta 0,587

Kata Kunci : Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, Pemeriksaan Pajak, Persepsi Etika Wajib Pajak, Penggelapan Pajak


(9)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas nikmat iman, islam dan karunia-Nya yang telah diberikan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan terhadap Persepsi Wajib Pajak Mengenai Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)”. Shalawat beserta salam semoga terus tercurah kepada Junjungan Nabi besar Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga dan Para Sahabat. Peneliti sangat bersyukur atas selesainya penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama proses penyusunan skripsi ini peneliti banyak mendapatkan bimbingan, arahan, bantuan, dan dukungan serta do’a dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya serta selalu menuntun peneliti dalam proses penyusunan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

2. Ibunda, Almarhum Ayahanda tercinta, adik ku tersayang Almarhumah Andriyani Rahman, Kak Era Umbra Sari dan Kak Rima Fatima yang selalu memberikan limpahan kasih sayang, perhatian, dan do’a yang tak pernah putus - putusnya untuk peneliti, serta seluruh keluarga yang telah memberikan semangat, do’a dan kebahagiaan untuk terus berusaha memberikan yang terbaik.


(10)

3. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS, selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberi bimbingan, arahan, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti dalam penyusunan skripsi, hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

5. Ibu Reskino, SE., M.Si, Ak., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu, tenaga dan fikiran untuk memberi bimbingan, arahan, dan ilmu pengetahuannya kepada peneliti dalam penyusunan skripsi hingga akhirnya skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

6. Seluruh Dosen beserta Asisten Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada peneliti selama perkuliahan, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan menjadi amal kebaikan bagi kita semua.

7. Seluruh Staff Tata Usaha Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, untuk mas heri, mas ajiz, mas alfred, mpok heni, mba ani, bu siska dll yang telah membantu peneliti dalam mengurus segala kebutuhan administrasi dan lainnya.

8. Ibu Wahyu Suminarsasi, SE., M.Si., selaku Dosen UGM Yogyakarta yang telah memberikan referensi penelitian kepada peneliti sehingga skripsi ini bisa terselesaikan dengan baik.

9. KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru II (Bapak Pri), KPP Pratama Jakarta Pancoran (Bapak Frandi), KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk II (Ibu Ela dan Bapak Sembodo) dan KPP Pratama Jakarta Tamansari II (Bapak Soni dan Bapak Supandi) yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk diperkenankan riset dengan menyebarkan kuesioner penelitian.

10.Teman-teman seperjuangan fazlun, jodi, shandy, helmi, maulana, nawang, soim, aya, anjani, nike, silvy, putri, tika, ani, iis, sam, eka, alifah, dian, otha dll khususnya Akuntansi A angkatan 2008 yang sama-sama berjuang dan saling membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas akhir kuliah. Seluruh sahabat, terima kasih atas bantuan, semangat dan do’anya.


(11)

11.Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah banyak membantu dan memberi masukan serta inspirasi bagi peneliti, suatu kebahagiaan telah dipertemukan dengan kalian semua, terima kasih banyak. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu kritik dan saran sangat peneliti harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan pengetahuan bagi semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 01 Juli 2013


(12)

DAFTAR ISI

Cover Dalam ... i

Lembar Pengesahan Skripsi ... ii

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif ... iii

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi ... iv

Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... v

Daftar Riwayat Hidup ... vi

Abstract ... vii

Abstrak ... viii

Kata Pengantar ... ix

Daftar Isi ... xi

Daftar Tabel ... xvi

Daftar Gambar ... xvii

Daftar Lampiran ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang ... 1

B.Perumusan Masalah ... 15

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 15

1. Tujuan Penelitian ... 15

2. Manfaat Penelitian ... 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 18

A.Tinjauan Umum Tentang Pajak ... 18

1. Pengertian Pajak ... 18

2. Fungsi Pajak ... 20

3. Jenis Pajak ... 22

4. Tata Cara Pemungutan Pajak ... 23

5. Tarif Pajak ... 27


(13)

B.Etika ... 30

1. Pengertian Etika ... 30

2. Jenis-Jenis Etika ... 30

C.Penggelapan Pajak (Tax Evasion) ... 33

1. Pengertian Penggelapan Pajak ... 33

2. Dampak Penggelapan Pajak ... 34

D.Keadilan ... 37

1. Jenis Keadilan Pajak ... 37

2. Cara Mewujudkan Keadilan Pajak ... 41

E.Sistem Perpajakan ... .. 45

1. Asas Perpajakan ... 45

2. Sistem Perpajakan di Indonesia ... 46

F. Diskriminasi ... 53

G.Pemeriksaan Pajak ... 54

1. Pengertian Pemeriksaan Pajak ... 54

2. Kriteria Pemeriksaan Pajak ... 55

3. Tujuan Pemeriksaan Pajak ... 57

4. Wewenang Pemeriksaan Pajak ... 58

5. Standar Pemeriksaan Pajak ... 58

6. Jenis-Jenis Pemeriksaan Pajak ... 59

7. Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak... 66

H.Penelitian Terdahulu ... 67

I. Keterkaitan Antar Variabel dan Hipotesis ... 72

1. Keadilan dengan Etika Penggelapan Pajak ... 72

2. Sistem Perpajakan dengan Etika Penggelapan Pajak ... 73

3. Diskriminasi dengan Etika Penggelapan Pajak ... 75

4. Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan dengan Etika Penggelapan Pajak ... 77


(14)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 79

A. Ruang Lingkup Penelitian ... 79

B.Metode Penentuan Sampel ... 79

C.Metode Pengumpulan Data ... 80

D.Metode Analisis Data ... 81

1. Statistik Deskriptif ... 81

2. Uji Kualitas Data ... 81

3. Uji Asumsi Klasik ... 83

4. Uji Hipotesis Penelitian ... 85

E.Operasionalisasi Variabel Penelitian ... 88

1. Variabel Independen (X) ... 88

2. Variabel Dependen (Y): Etika Penggelapan Pajak ... 92

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 96

A.Gambaran Umum Objek Penelitian ... 96

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 96

2. Data Responden ... 97

B.Hasil dan Pembahasan ... 101

1. Hasil Uji Kualitas Data ... 101

a. Hasil Statistik Deskriptif ... 101

b. Hasil Uji Validitas ... 102

c. Hasil Uji Reliabilitas ... 105

2. Hasil Uji Asumsi Klasik ... 106

a. Hasil Uji Normalitas ... 106

b. Hasil Uji Multikolinearitas ... 107

c. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 108

3. Hasil Uji Hipotesis ... 109

a. Hasil Uji t (parsial) ... 109

b. Hasil Uji F (Simultan) ... 116

c. Hasil Uji Koefisien Regresi Linier Berganda ... 117

d. Hasil Uji Adjusted R2 (Koefisien Determinasi) ... 118


(15)

BAB V Kesimpulan Dan Saran ... 124

A.Kesimpulan ... 124

B.Implikasi ... 125

C.Saran ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 127


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak ... 4

1.2 Kasus Penggelapan Pajak ... 7

2.1 Penelitian Terdahulu ... 68

3.1 Operasional Variabel Penelitian ... 93

4.1 Data Distribusi Sampel Penelitian ... 97

4.2 Sampel Penelitian ... 97

4.3 Data Statistik Responden ... 98

4.4 Hasil Statistik Deskriptif ... 102

4.5 Hasil Uji Validitas Variabel Keadilan ... 103

4.6 Hasil Uji Validitas Variabel Sistem Perpajakan ... 103

4.7 Hasil Uji Validitas Variabel Diskriminasi ... 104

4.8 Hasil Uji Validitas Variabel Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan ... 104

4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Penggelapan Pajak ... 105

4.10 Hasil Uji Reliabilitas ... 105

4.11 Hasil Uji Multikolinearitas ... 108

4.12 Hasil Uji t (Parsial) ... 110

4.13 Hasil Uji Statistik F (Simultan) ... 116

4.14 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 117

4.15 Hasil Uji Determinasi R2 ... 118


(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 78

4.1 Data Statistik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 99

4.2 Data Statistik Responden Berdasarkan Umur Responden ... 99

4.3 Data Statistik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 100

4.4 Data Statistik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 101

4.5 Hasil Uji Normalitas Data ... 107


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1 Kuesioner Penelitian ... 130

2 Data Mentah hasil Jawaban Responden ... 136

3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 151

4 Hasil Uji Regresi Linier Berganda ... 156


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam rangka membiayai pelaksanaan pembangunan nasional, Pemerintah terus berusaha meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri khususnya sektor non migas. Dari sektor ini, Pemerintah terus meningkatkan penerimaan Negara dimana yang menjadi andalan adalah penerimaan dari sektor pajak. Menurut Soemitro (2003:1) pajak merupakan iuran wajib bagi seluruh rakyat yang harus dibayarkan kepada kas negara menurut ketentuan undang-undang yang belaku sehingga dapat dipaksakan dan tanpa adanya imbal jasa (kontraprestasi) secara langsung, yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum negara. Oleh karena itu, semua rakyat yang menurut undang-undang termasuk sebagai wajib pajak harus membayar pajak sesuai dengan kewajibannya (Suminarsasi, 2011:1).

Ciri-ciri yang yang melekat pada pengertian pajak adalah: 1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaan yang sifatnya dapat dipaksakan; 2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah; 3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah; 4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment dan; 5) Pajak mempunyai tujuan selain budgetair, yaitu mengatur (Waluyo, 2010:5).


(20)

Sistem pemungutan pajak merupakan salah satu elemen penting yang menunjang keberhasilan pemungutan pajak suatu negara. Secara umum terdapat tiga sistem pemungutan pajak, yaitu official assessment system, self assessment system, dan withholding system. Seiring dengan berjalannya waktu, sejak adanya reformasi di bidang pajak tahun 1983, Indonesia mulai menerapkan self assessment system. Dalam sistem ini, wajib pajak dituntut untuk berperan aktif, mulai dari mendaftar diri sebagai wajib pajak, mengisi SPT (Surat Pemberitahuan), menghitung besarnya pajak yang terutang, dan menyetorkan kewajibannya. Sedangkan aparatur perpajakan berperan sebagai pembina, pembimbing, dan pengawas pelaksanaan kewajiban yang dilakukan oleh wajib pajak. Oleh karena itu, sistem ini akan berjalan dengan baik apabila masyarakat memiliki tingkat kesadaran perpajakan secara sukarela (voluntary tax compliance) yang tinggi (Suminarsasi, 2011:1).

Dengan menganut prinsip self assessment system tersebut pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakan atas kesadaran dan rasa tanggung jawab, serta dengan menegakan keadilan hukum dan kepastian hukum juga perbaikan mutu pelayanan yang prima diharapkan dapat meningkatkan kesadaran, pemahaman dan penghayatan Wajib Pajak akan kewajibannya dibidang perpajakan dan ikut serta berperan dalam mensukseskan pembangunan nasional (Setiawan, 2008:174).


(21)

Seperti yang diketahui, belum optimalnya penerimaan pajak di negara berkembang, khususnya Indonesia salah satunya dipengaruhi oleh masih buruknya administrasi perpajakan. Administrasi perpajakan berkorelasi langsung dengan tingkat penghindaran pajak (tax avoidance), penggelapan pajak (tax evasion), dan korupsi pajak. Hal ini dapat dilihat dari besarnya tax gap, yaitu selisih antara kewajiban pajak yang seharusnya dengan pajak yang dibayar. Tax gap dibedakan menjadi tiga: non-filing gap yaitu tax gap yang terjadi karena pajak yang terutang tidak dibayar dan wajib pajak tidak menyampaikan SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan), underreporting gap yaitu pajak yang dilaporkan dalam SPT dan berada di bawah yang seharusnya, underpayment gap yaitu potensi pajak yang hilang akibat wajib pajak menyampaikan SPT tetapi tidak membayar pajak yang seharusnya terutang. Seperti yang dikemukakan oleh Adams bahwa orang-orang telah menggelapkan pajak sejak pemerintah mulai mengumpulkan pajak. Mereka melakukan hal tersebut dikarenakan bahwa pajak dipandang sebagai suatu beban yang akan mengurangi kemampuan ekonomisnya. Mereka harus menyisihkan sebagian penghasilannya untuk membayar pajak. Padahal, apabila tidak ada kewajiban pajak tersebut, uang yang dibayarkan untuk pajak bisa dipergunakan untuk menambah pemenuhan keperluan hidupnya (Nickerson, et al, 2009:1).

Fakta di lapangan menunjukkan dengan fenomena dimana sampai saat ini pendapatan pemerintah dari sektor pajak belumlah maksimal, bisa dilihat dari penjelasan dari Direktur Jenderal (Ditjen) Pajak A. Fuad Rachmany yang


(22)

memaparkan bahwa realisasi penerimaan pajak cenderung mengalami penurunan, berikut peneliti tampilkan target dan realisasi penerimaan pajak ke dalam format tabel pada lima tahun terakhir:

Tabel 1.1

Target dan Realisasi Penerimaan Pajak

Tahun Target

Penerimaan Pajak

Realisasi Penerimaan Pajak

Persentase Penerimaan Pajak

2007 395 triliun 382,22 triliun 96,7 %

2008 480,9 triliun 494,1 triliun 102,7 %

2009 528 triliun 515,73 triliun 97,61 %

2010 661,4 triliun 649,042 triliun 98,12 %

2011 878,7 triliun 873,9 triliun 99,3 %

2012 1.016,2 triliun 1.021,8 triliun 100,5 % Sumber: Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Republik Indonesia

dan Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (Dirjen pajak, 2013) Dilihat dari gambaran tabel diatas menunjukan adanya pendapatan pemerintah dari sektor pajak belumlah maksimal, hanya pada tahun 2008 dan 2012 target penerimaan pajak dapat tercapai, namun seiring dengan berkembangnya waktu penerimaan pajak yang fluktuatif dari tahun ke tahun yang dapat kita lihat dari realisasi penerimaan pajak pada tahun 2007 (96,7%) 2009 (97,61%), 2010 (98,12%), 2011 (99,3%) tidak mencapai target penerimaan pajak yang telah ditentukan.

Salah satu indikasi tidak tercapainya target penerimaan pajak, yaitu adanya praktek penggelapan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Dari tiap tahunnya realisasi penerimaan pajak, terutama PPh tidak mencapai target. Seperti yang dikatakan oleh Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak M. Iqbal Alamsjah dalam surat kabar elektronik ANTARA, dalam keterangannya dia mengatakan bahwa penerimaan pajak tahun 2010 meningkat sebesar 19,2% dibandingkan dengan tahun 2009. Akan tetapi penerimaan


(23)

tersebut tidak mencapai jumlah yang sudah ditargetkan, yaitu hanya mencapai 97,4 persen dari target yang ditetapkan dalam APBN 2010. Berbagai macam statemen bermunculan, diantaranya masih ada wajib pajak yang tidak melaporkan semua penghasilannya, serta kasus kerjasama penggelapan pajak antara petugas pajak dengan wajib pajak (Suminarsasi, 2011:1).

Pada umumnya baik Wajib Pajak pribadi maupun badan cenderung mengupayakan untuk membayar pajak serendah-rendahnya, bahkan jika memungkinkan akan berusaha untuk menghindarinya. Sesuai dengan undang-undang pajak yang berlaku, bahwa setiap Perusahaan yang didirikan di Indonesia atau melakukan kegiatan di Indonesia merupakan Wajib Pajak, dimana sebagai Wajib pajak Perusahaan dituntut untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya terdapat banyak hambatan, dimana Wajib pajak menganggap bahwa pajak merupakan momok yang dapat mengurangi pendapatan sehingga beban pajak harus ditekan seminimal mungkin bahkan dengan menghindari pajak tersebut.

Berbagai cara dilakukan oleh Wajib Pajak untuk menghindari kewajibannya, baik menggunakan cara yang diperbolehkan oleh undang-undang maupun cara yang melanggar peraturan undang-undang-undang-undang yang berlaku. Cara yang digunakan oleh Wajib Pajak dengan melanggar dan menentang peraturan undang-undang (unlawful) yang berlaku disebut Tax Evasion yang akan merugikan Negara dan tentunya akan dikenakan sanksi administrasi dan pidana bagi pihak-pihak yang melakukan cara tersebut. Sedangkan upaya dalam meminimalkan beban pajak sepanjang masih menggunakan peraturan yang berlaku (lawful) diperbolehkan dengan penanganan dan pengelolaan yang


(24)

Pengertian–pengertian pajak menurut para ahli menunjukan bahwa pajak mempunyai karakteristik hubungan searah, di mana pihak yang satu mempunyai kewajiban membayar, namun pihak yang lain tidak mempunyai kewajiban apapun secara langsung terhadap pihak yang membayarnya tersebut. Hal ini menyebabkan munculnya kesenjangan kepentingan antara pemungut pajak yang kemudian menimbulkan pertentangan diametral (Suminarsasi, 2011:2).

Pertentangan diametral disini berarti bahwa fiskus sebagai pihak yang diuntungkan dalam proses penerimaan pajak, akan selalu berusaha untuk mencapai target pemasukan ke dalam kas negara sebesar–besarnya. Di lain pihak, masyarakat pembayar pajak sebagai pihak yang harus membayar pajak tanpa mendapatkan pengembalian jasa secara langsung akibat pembayaran yang dilakukannya, akan berupaya sebaliknya, yaitu mencari cara agar dapat mengurangi pajak terutang yang harus dibayar kepada kas Negara. Hal ini terjadi karena dari sudut pandang pembayar pajak, pajak merupakan biaya yang akan mengurangi laba atau kenikmatan yang diperolehnya. Pandangan inilah yang kemudian mendorong munculnya perencanaan pengurangan pajak yang harus dibayar (Ayu, 2009:2).

Perencanaan Pajak (Tax Planning) yang bertujuan untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak dapat dilakukan dengan Tax Avoidance maupun dengan Tax Evasion. Meskipun keduanya mempunyai tujuan yang sama, namun karakteristik keduanya sangatlah berebeda. Tax Avoidance diartikan sebagai kegiatan penghindaran pajak dengan memanfaatkan celah–celah (loophole) dari peraturan–peraturan dan perundang–undangan perpajakan yang


(25)

berlaku di negara tempat masyarakat pembayar pajak berada. Sulitnya penerapan tax avoidance membuat seorang wajib pajak cenderung untuk melakukan tax evasion, yaitu melakukan penghematan pajak dengan menggunakan cara-cara yang melanggar ketentuan pajak (Ayu, 2009:2).

Berbagai macam kasus adanya tindak penggelapan pajak yang marak terjadi di Indonesia pada khususnya dijelaskan dalam tabel berikut:

Tabel 1.2

Fenomena Kasus Tindak Penggelapan dan Mafia Pajak Di Indonesia

No. Tersangka Dugaan Kasus Penggelapan dan Mafia Pajak (Tahun) Tuduhan Kasus Kecurangan KPP/Perusahaan yang Terlibat Sanksi Bagi Fiskus/Wajib Pajak

1. Gayus Halomoan Tambunan (2009) Penggelapan pajak, Suap pajak dan hakim , Mafia pajak,

Pemalsuan paspor, gratifikasi

PT Mega Cipta Jaya Garmindo, PT Metropolitan Retailermart, PT Megah Citra Raya, PT Surya Alam, Bakrie Group

Vonis hukuman penjara total 28 tahun, dan masih ada beberapa kasus dengan tahap banding. 2. Suwir Laut

(2011) Penggelapan pajak, penyampaian surat pemberitahuan dan keterangan palsu

PT Asian Agri Goup

Denda dua kali lipat tagihan pajak yakni sebesar Rp 2,5 triliun plus sanksi denda 48% dari tagihan pajak. Bersambung ke halaman berikutnya


(26)

Tabel 1.2 (Lanjutan)

Fenomena Kasus Tindak Penggelapan dan Mafia Pajak Di Indonesia No. Tersangka

Dugaan Kasus Penggelapan dan Mafia Pajak (Tahun) Tuduhan Kasus Kecurangan KPP/Perusahaan yang Terlibat Sanksi Bagi Fiskus/Wajib Pajak

3. Bahasyim Assifie (2011) Menerima suap dari Wajib Pajak yang melakukan keberatan dan banding, pencucian uang Kepala KPP Jakarta VII, KPP Koja dan KPP Palmerah

Hukuman enam tahun penjara dan denda Rp. 500 juta

4. Johnny Basuki (2012)

Kasus suap kepada

pegawai pajak

PT Mutiara Virgo (MV)

Hukuman penjara dua tahun dan denda Rp 100 juta

5. Herly Isdiharsono (2012) Menerima suap untuk mengurangi pajak PT Mutiara Virgo dan pencucian uang KPP Pratama Jakarta Palmerah, Jakarta Barat dan PT Mutiara Virgo

Penjara selama enam tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan 6. Dhana

Widyatmika (2012) Penggelapan pajak, Pencucian uang, suap pajak, pemerasan pajak KPP Pratama Jakarta Pancoran, PT Kornet Trans Utama dan PT Mutiara Virgo

Hukuman sepuluh tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider tiga bulan kurungan penjara Sumber: Diolah dari berbagai referensi, 2013


(27)

Banyaknya skandal dan kekacauan yang terjadi di institusi dan individu dalam bidang perpajakan merupakan akibat dari kegagalan etis/ethical failure (Hartman, 2008:27). Dimana semua orang (pada posisi manapun) di sebuah institusi selalu menemui masalah yang menuntut keputusan yang bersifat etis. Dalam hal ini tindak penggelapan pajak akan dianggap menjadi suatu perbuatan yang etis dikarenakan buruknya birokrasi yang ada dan minimnya kesadaran hukum Wajib Pajak terhadap tindakan tersebut, seperti halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh McGee (2006) menjelaskan bahwa penggelapan pajak dianggap suatu hal yang etis dikarenakan oleh minimnya keadilan dalam penggunaan uang yang bersumber dari pajak, korupsi pemerintah, dan tidak mendapat imbalan/pengaruh atas pajak yang telah dibayarkan, yang berakibat kurangnya tingkat pendapatan penerimaan pajak Negara dan menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat kepada institusi terkait dalam membayarkan pajaknya.

Tax evasion adalah perbuatan melanggar UUP, dengan menyampaikan di dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) jumlah penghasilan yang lebih rendah daripada yang sebenarnya (understatement of income) di satu pihak dan atau melaporkan biaya yang lebih besar daripada yang sebenarnya (overstatement of the deductions) di lain pihak. Bentuk tax evasion yang lebih parah adalah apabila Wajib Pajak (WP) sama sekali tidak melaporkan penghasilannya (non-reporting of income). Adanya perlakuan tax evasion dipengaruhi oleh berbagai hal seperti tarif pajak terlalu tinggi, kurang informasinya fiskus kepada WP tentang hak dan kewajibannya dalam


(28)

membayar pajak, kurangnya ketegasan pemerintah dalam menanggapi kecurangan dalam pembayaran pajak sehingga WP mempunyai peluang untuk melakukan tax evasion (Izzah, 2008:3).

Berdasarkan literatur Islam menunjukkan bahwa penggelapan pajak mungkin etis jika pengaruh pajak adalah untuk menaikkan harga atau jika pendapatan menyebabkan kenaikan pajak. Dengan demikian, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan tarif pajak dapat di lihat dari segi moral pemerintahan termasuk pejabat pajak yang tidak baik sehingga menimbulkan persepsi tidak perlunya membayar pajak. Namun, percakapan pribadi dengan ulama mendapatkan kesimpulan, setidak-tidaknya beberapa sarjana Muslim berpendapat bahwa penggelapan pajak tidak selalu etis. Ulama dan sarjana Muslim mengutip dari segi perspektif Quran untuk membenarkan pendapatnya. Cara berpikir, bersikap, dan bertindak seseorang pastilah diwarnai oleh ajaran agama yang dianutnya, jika ia sungguh-sungguh dalam kehidupan beragama. Dengan demikian, jikalau ajaran agama itu mengandung nilai-nilai yang dapat memacu pembangunan, jelaslah bahwa agama akan turut menentukan jalannya pembangunan atau modernisasi. Pajak hanyalah sebuah sistem yang dijalankan dan dikendalikan oleh manusia (fiskus dan WP). Bagaimanapun tampilan pemungutan pajak tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai etika dan religi yang dianut oleh manusia pelaksananya. Dengan kata lain, etika fiskus dan Wajib Pajak merupakan faktor yang mempengaruhi kesuksesan pemungutan pajak. Bila nilai etika tersebut dijunjung tinggi, maka aparat pajak maupun Wajib Pajak tentunya sebisa mungkin akan bersikap


(29)

profesional dan menjalankan perannya dengan baik, demikian juga sebaliknya (Nickerson, et al, 2009:3).

Salah satu upaya pemerintah dalam menangani kecurangan dalam perpajakan yaitu dengan melaksanakan pemeriksaan pajak, karena pada masa sekarang ini banyak sekali terjadi kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, diantaranya adalah memanipulasi pendapatan atau penyelewengan dana pajak. Pemeriksaan pajak ini dimaksudkan untuk menguji sejauhmana kepatuhan Wajib Pajak di dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya (Aritonang, 2010:2).

Pemeriksaan pajak yang telah di laksanakan dapat memberikan pengaruh positif terhadap kepatuhan Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, yaitu dapat mencegah terjadinya penyelundupan pajak oleh WP yang diperiksa. Pendapat tersebut menunjukan bahwa pemeriksaan pajak merupakan bagian vital dari fungsi pengawasan dalam self assessment, karena tujuan pemeriksaan adalah menguji kebenaran pajak terutang yang dilaporkan WP berdasarkan data, informasi dan bukti pendukung. Dalam meningkatkan kepatuhan sukarela dari WP diperlukan keadilan dan keterbukaan dalam menerapkan ketentuan perpajakan, dan prosedur perpajakan dengan pelayanan prima terhadap WP yang melaksanakan kewajiban perpajakan, disamping pengawasan dan penegakan hukum (Salip, 2006:3).

Mayoritas literatur yang meneliti penggelapan pajak dari perspektif etika menyimpulkan bahwa penggelapan pajak dapat dibenarkan dalam situasi tertentu, meskipun alasan berbeda-beda. Menurut literatur katolik memberikan


(30)

hal yang etis, termasuk kemampuan untuk membayar pajak dan korupsi pemerintah dalam pengelolaan dana yang didapatkan dari pajak (Nickerson, et al, 2009:3), sedangkan menurut literatur Yahudi menyimpulkan bahwa penggelapan pajak selalu tidak etis. Salah satu alasan untuk kesimpulan ini karena ada tekanan pemikiran di dalam literatur Yahudi bahwa terdapat kewajiban untuk tidak meremehkan orang Yahudi lain. Jika seorang Yahudi melakukan penggelapan pajak, hal itu akan membuat semua orang Yahudi lainnya terlihat buruk (McGee, 2008:5).

Nickerson, et al, (2009:4) membahas tentang dimensionalitas skala etika tentang penggelapan pajak. Mereka mensurvei sekitar seribu seratus orang di enam negara. Sebuah skala pertanyaan sebanyak delapan belas item disajikan, dianalisis, dan dibahas. Temuan menunjukkan bahwa penggelapan pajak (tax evasion) secara keseluruhan memiliki tiga dimensi persepsi skala etis dari item-item yang diuji, yaitu: 1) keadilan, yang terkait dengan kegunaan positif dari uang, 2) sistem perpajakan, yang terkait dengan tarif pajak dan kegunaan negatif atas uang, dan 3) diskriminasi, yang terkait dengan penggelapan pajak dalam kondisi tertentu.

Determinan - determinan atas kecenderungan untuk melakukan penghindaran pajak dengan menggunakan studi kasus di Argentina. Dengan menggunakan lima indikator, yaitu: 1) persepsi menjadi cemas, 2) persepsi tentang seberapa adil sistem pajak, 3) persepsi tentang seberapa baik pengeluaran pemerintah, 4) persepsi tentang informasi dan teknologi yang dimiliki pemerintah, 5) kecenderungan untuk menghindari pajak (Ayu, 2009:2).


(31)

Penelitian ini selanjutnya mengacu pada variabel-variabel seperti yang dilakukan oleh Andres dengan penyesuaian terhadap kondisi yang berlaku di Indonesia. Adapun dalam penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi (2011) menghasilkan bahwa keadilan berpengaruh positif, sistem perpajakan berpengaruh negatif dan diskriminasi berpengaruh positif terhadap etika penggelapan pajak yang dilakukan oleh wajib pajak di Yogyakarta.

Berdasarkan paparan penelitian mengenai perilaku wajib pajak (dalam berbagai aspek) yang telah dikemukakan diatas, pada dasarnya wajib pajak akan memandang pajak sebagai beban, dan sudah menjadi sifat dasar manusia untuk selalu mengurangi beban seminimal mungkin. Secara umum ada tiga tahapan yang akan dilakukan oleh seorang wajib pajak dalam melakukan penghindaran kewajibannya dalam membayar pajak, langkah pertama yaitu dengan melakukan penghindaran pajak secara legal ataupun illegal. Apabila upaya penghindaran ini tidak dapat dilakukan, maka wajib pajak akan mulai menerima bahwa pajak itu merupakan kewajiban dengan tetap melakukan usaha meminimalkan beban pajaknya. Dan ternyata jika hal tersebut telah dilakukan (atau ternyata tidak dapat dilakukan secara maksimal), maka barulah wajib pajak akan membayar kewajiban pajaknya tersebut.

Dari penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa dengan menunjukan sikap pemerintahan yang baik, jujur dan adil dalam menggunakan dan mendistribusikan dana yang bersumber dari pajak serta memberikan pemahaman yang menyeluruh seberapa pentingnya dana pajak untuk kemaslahatan masyarakat umum dan meningkatkan pengawasan dari berbagai


(32)

kemudahan sistem perpajakan yang ada diharapkan untuk menjadikan masayarakat/WP bisa membayarkan pajaknya dengan benar sehinggga tujuan dapat tercapai dan penerimaan pajak dapat mencapai target yang diinginkan.

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, peneliti tertarik untuk penelitian ini merupakan implikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Suminarsasi (2011). Adapun perbedaan penelitian saat ini dengan penelitian sebelumnya yaitu:

1. Adanya penambahan variabel independen. Penelitian ini menggunakan variabel independen keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksi kecurangan. Sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan variabel independen keadilan, sistem perpajakan, dan diskriminasi.

2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Wajib Pajak Pribadi Kantor Pelayanan Pajak di Jakarta, sedangkan penelitian sebelumnya adalah Wajib Pajak pribadi yang berada di Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Selain itu, penelitian ini dilakukan pada tahun 2013 sedangkan penelitian sebelumnya pada tahun 2011.

Dari berbagai uraian di atas, peneliti termotivasi untuk melakukan penelitian ini karena maraknya tindak penggelapan pajak yang terungkap akhir-akhir ini yang banyak dilakukan oleh Wajib Pajak beserta fiskus. Selain itu, dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan bisa mengukur sejauh mana keberhasilan suatu Negara dalam mengoptimalkan pendistribusian dana pajak secara adil dan merata, serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh


(33)

variabel-variabel terkait terhadap persepsi dari wajib pajak terhadap tindakan penggelapan pajak. Untuk itu peneliti melakukan penelitian ini dengan judul “Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, dan Kemungkinan Terdeteksi Kecurangan terhadap Persepsi Wajib Pajak dalam Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion)”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan Latar Belakang penelitian diatas penulis merumuskan masalah sbb:

1. Bagaimana keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan berpengaruh terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak ?

2. Manakah variabel independen (keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan) yang paling dominan mempengaruhi variabel dependen (persepsi mengenai etika penggelapan pajak) ?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah, Penelitian ini bertujuan untuk menemukan bukti empiris atas hal-hal sebagai berikut:

a. Untuk menganalisis pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi Wajib Pajak mengenai etika penggelapan pajak


(34)

b. Untuk menganalisis variabel independen (keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan) yang paling dominan mempengaruhi variabel dependen (persepsi mengenai etika penggelapan pajak)

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, adapun manfaat penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:

a. Kantor Pelayanan Pajak

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi Kantor Pelayanan Pajak, sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memahami pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.

b.Bagi Akademisi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para akademisi sebagai referensi untuk menambah pengetahuan para akademisi mengenai pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.


(35)

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini semoga dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya, dalam menambah pengetahuan dan memberikan keyakinan mengenai pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.

d.Pembaca

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan pengaruh keadilan, sistem perpajakan, diskriminasi dan kemungkinan terdeteksinya kecurangan terhadap persepsi wajib pajak mengenai etika penggelapan pajak.


(36)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang pajak 1. Pengertian Pajak

Dalam ilmu perpajakan yang mendasari adalah peraturan yang tercantum dalam undang-undang yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak. Terdapat beberapa pendapat mengenai definisi pajak, diantaranya:

Definisi pajak menurut Undang-undang No.28 tahun 2007, pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut Soemitro, pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang yang berlaku dan dapat dipaksakan dan tanpa adanya timbal jasa (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membiayai pengeluaran umum Negara (Suminarsasi, 2011:1).

Menurut Feldmann, pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkan secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Resmi, 2009:2).


(37)

Menurut Djayaningrat, pajak sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagaian dari kekayaan ke kas Negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari Negara secara langsung, untuk memelihara kesejahteraan umum (Resmi, 2009:1)

Dari definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur - unsur:

a. Pajak dipungut berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya, dan sifatnya dapat dipaksakan.

b. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

c. Pajak merupakan peralihan kekayaan dari orang atau badan ke negara (pemerintah)

d. Pajak dapat dipungut baik langsung maupun tidak langsung.

e. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah (fungsi budgetair), yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, digunakan untuk membiayai investasi publik.

f. Pajak untuk melaksankan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi (fungsi regulerend). Contoh: dikenakan pajak yang tinggi terhadap minuman keras sehingga konsumsi minuman keras dapat ditekan.


(38)

Berdasarkan definisi diatas, pengertian pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan, dimana pemerintah dapat memaksa Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan surat paksa dan sita. Setiap Wajib Pajak yang membayar iuran atau pajak kepada negara tidak akan mendapat balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan. Tetapi imbalan yang secara tidak langsung diperoleh Wajib Pajak berupa pelayanan pemerintah yang ditujukan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan sarana irigasi, jalan, sekolah, dan sebagainya.

2. Fungsi Pajak

Menurut Resmi (2009:3) fungsi pajak dalam masyarakat suatu negara terbagi dalam 2 (dua) fungsi, yaitu:

a. Fungsi Budgetair (sumber dana bagi pemerintah) fungsi ini bertujuan untuk memasukan penerimaan uang untuk kas negara sebanyak-banyaknya antara lain mengisi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (APBN) sesuai dengan target penerimaan pajak yang telah ditetapkan, sehingga posisi anggaran pendapatan dan pengeluaran yang berimbang tercapai.

b. Fungsi Regulerend (mengatur) fungsi pajak yang secara tidak langsung dapat mengatur dan menggerakan perkembangan sarana perekonomian nasional yang produktif. Adanya pertumbuhan perekonomian yang demikian maka akan dapat menumbuhkan objek pajak dan subjek pajak yang baru yang lebih banyak lagi, sehingga basis pajak lebih meningkat lagi. Beberapa contoh penerapan pajak sebagai fungsi regulerend adalah:


(39)

1) Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba-lomba untuk mengonsumsi barang mewah (mengurangi gaya hidup mewah).

2) Tarif pajak progresif dikenakan atas penghasilan: dimaksudkan agar pihak yang memperoleh penghasilan tinggi memberikan kontribusi (membayar pajak) yang tinggi pula, sehingga terjadi pemerataan pendapatan.

3) Tarif pajak ekspor sebesar 0%, dimaksudkan agar para pengusaha terdorong mengekspor hasil produksinya dipasar dunia sehingga dapat memperbesar devisa Negara.

4) Pajak penghasilan dikenakan atas penyerahan hasil barang industri tertentu, seperti industri semen, rokok, baja dan lain-lain: dimaksudkan agar terdapat penekanan terhadap produksi tersebut karena dapat mengganggu lingkungan atau polusi (membahayakan kesehatan).

5) Pemebebasan pajak penghasilan atas sisa hasil usaha koperasi: dimaksudkan untuk mendorong perkembangan koperasi di Indonesia. 6) Pemberlakuan tax holiday, dimaksudkan untuk menarik investor asing


(40)

Berdasarkan fungsi pajak diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi budgetair merupakan suatu alat untuk mengisi kas negara atau daerah sebanyak-banyaknya dalam rangka membiayai pengeluaran rutin dan pembangunan pemerintah pusat maupun daerah, sedangkan fungsi regulerend yaitu bersifat mengatur dalam bidang sosial, politik, ekonomi dan budaya.

3. Jenis Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:5) terdapat berbagai jenis pajak yang dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu penggolongan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut lembaga pemungutnya.

a. Menurut golongannya, jenis pajak terdiri:

1) Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain.

2) Pajak tidak langsung, adalah pajak yang akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.

b. Menurut sifatnya, jenis pajak terdiri dari:

1) Pajak subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperlihatkan pada keadaan pribadi Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan pada subjeknya.

2) Pajak objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan peristiwa yang mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (Wajib Pajak) maupun tempat tinggal.


(41)

c. Menurut lembaga pemungutannya, jenis pajak terdiri dari:

1) Pajak Negara atau Pajak Pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.

2) Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah baik Daerah Tingkat I maupun Daerah Tingkat II dan digunakan untuk membiayai rumah tangga masing-masing

Berdasarkan definisi di atas terlihat jelas bahwa jenis-jenis dari pajak daerah pada hakekatnya sama dengan pajak pusat, yaitu dalam pemungutannya pajak pusat maupun pajak daerah sama harus berdasarkan peraturan perundang-undangan begitu juga dengan hasil penerimaannya dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan, baik pembangunan pusat maupun pembangunan daerah, dan yang membedakannya hanyalah pelaksana pemungutnya.

4. Tata Cara Pemungutan Pajak

Menurut Waluyo (2009:16) tata cara pemungutan pajak terdiri atas stelsel pajak, asas pemungutan pajak, dan sistem pemungutan pajak.

a. Stelsel Pajak

1) Stelsel nyata (rill), stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan banyak didasarkan objek yang sesungguhnya terjadi (untuk pajak penghasilan maka objeknya adalah pajak penghasilan). Oleh karena itu, pemungutan pajaknya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yaitu setelah semua penghasilan yang sesungguhnya dalam suatu tahun pajak diketahui.


(42)

2) Stelsel anggapan, stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. 3) Stelsel campuran, stelsel ini menyatakan bahwa pengenaan pajak

didasarkan pada kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Dianutnya suatu stelsel pajak tertentu dalam suatu negara membawa adanya sistem pemungutan tertentu juga di dalamnya, seperti yang telah di uraikan di atas stelsel dibagi menjadi tiga, dan ketiganya juga memiliki kelebihan maupun kelemahan masing-masing.

b. Asas Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:7) dalam era globalisasi sekarang ini, batas negara menjadi tidak jelas bagi Wajib Pajak dalam mencari dan memperoleh penghasilan, sehingga penentuan cara pemungutan pajak ini penting untuk menentukan negara mana yang berhak memungut pajak. Dalam pemungutan pajak penghasilan ada tiga macam cara yang biasa dilakukan sebagai berikut:

1) Asas domisili (asas tempat tinggal)

Dalam asas ini, pemungutan pajak berdasarkan domisili atau tempat tinggal wajib pajak dalam suatu negara. Negara di mana Wajib Pajak bertempat tinggal berhak memungut pajak terhadap Wajib Pajak tanpa melihat dari mana pendapatan atau penghasilan tersebut diperoleh, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dan tanpa melihat kebangsaan atau kewarganegaraan Wajib Pajak tersebut.


(43)

2) Asas sumber

Dalam asas ini pemungutan pajak didasarkan pada sumber pendapatan atau penghasilan dalam suatu negara. Menurut asas ini, negara yang menjadi sumber pendapatan atau penghasilan tersebut berhak memungut pajak tanpa memerhatikan domisili dan kewarganegaraan Wajib Pajak.

3) Asas kebangsaan

Dalam asas ini, pemungutan pajak didasarkan pada kebangsaan atau kewarganegaraan dari Wajib Pajak, tanpa melihat dari mana sumber pendapatan tersebut maupun di negara mana tempat tinggal (domisili) dari Wajib Pajak yang bersangkutan.

Di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara. Seperti yang telah di uraikan di atas merupakan asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai asas dalam menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk pengenaan pajak penghasilan.

c. Sistem Pemungutan Pajak

Menurut Mardiasmo (2009:9) sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, With Holding System.


(44)

1) Official Assessment System

Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus.

2) Self Assessment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya adalah wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. Wajib Pajak aktif mulai dari, menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang, Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.

3)With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan Fiskus atau bukan Wajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain Fiskus dan Wajib Pajak.

Di Indonesia, menerapkan ketiga sistem tersebut: (1) Official assessment system diterapkan dalam hal pelunasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dimana KPP akan mengeluarkan surat ketetapan pajak mengenai besarnya PBB yang terhutang setiap tahun. Jadi Wajib Pajak tidak perlu menghitung sendiri, tapi cukup membayar PBB berdasarkan


(45)

Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP dimana tempat objek pajak tersebut terdaftar. (2) Self assessment system contohnya diterapkan dalam penyampaian SPT Tahunan PPh (baik untuk Wajib Pajak Badan maupun Wajib Pajak Orang Pribadi), dan SPT Masa PPN. PBB juga menganut system self assessment dimana Wajib Pajak diberikan kepercayaan dengan memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak untuk mendaftarkan dan melaporkan sendiri objek pajak yang dikuasai dimiliki atau dimanfaatkan (self declaration) dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP). (3) With

Holding System diterapkan dalam mekanisme pemotongan atau

pemungutan sesuai PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Final Pasal 4 Ayat (2), PPh Pasal 15, dan PPN. Sebagai bukti atas pelunasan pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut. Dalam kasus tertentu ada juga yang berupa Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti-bukti pemotongan ini nanti dilampirkan dalam SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN dari Wajib Pajak yang bersangkutan.

5. Tarif Pajak

Menururt Mardiasmo (2009:9) pajak dipungut berdasarkan tarif. Ada empat macam tarif pajak, yaitu tarif proposional, tarif tetap, tarif progresif, dan tarif degresif.


(46)

a. Tarif Proposional

Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenakan pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang proposional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.

b. Tarif Tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak, sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

c. Tarif Progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

d. Tarif Degresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah dikenai pajak semakin besar.

Tarif pajak merupakan ukuran atau standar pemungutan pajak, dalam hubungannya dengan pajak penghasilan sebagaimana diatur dalam UU PPh maka tarif yang diterapkan adalah tarif progresif sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat (1) UU PPh. Sedangkan untuk pajak pertambahan nilai berlaku tarif pajak proporsional yaitu 10%.

6. Pengertian Wajib Pajak (WP)

Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 pengertian wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.


(47)

Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. Kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan maupun perseorangan sesuai dengan undang-undang KUP antara lain:

a. Wajib mendaftarkan diri kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat untuk mendapatkan NPWP.

b. Wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar, lengkap dan jelas.

c. Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang melalui Kantor Pos atau Bank persepsi yang ditunjuk.

Jadi dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak ini terdiri dari dua jenis yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak badan yang memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pajak yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.


(48)

B. Etika

1. Pengertian Etika

Secara etimologi kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu "Ethos" yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat dengan moral yang merupakan istilah dari bahasa latin, yaitu "mos" yang dalam bentuk melakukan perbuatan baik dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk. Menurut seorang muslim etika adalah cara manusia berprilaku yang didasarkan pada aturan-aturan agama dan masyarakat (Izza, 2008:4).

2. Jenis - Jenis Etika

Untuk menganalisis arti etika, menurut Bertens etika dibedakan menjadi dua, yaitu (Syopiansyah, 2009:4):

a. Etika Sebagai Praktis

1) Nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh yang dipraktekkan atau justru tidak diparktekkan walaupun seharusnya dipraktekkan.

2) Apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sejauh dengan nilai dan norma moral.

b. Etika Sebagai Refleksi

1) Pemikiran moral berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan.

2) Berbicara tentang etika sebagai praktis atau mengambil praktis etik sebagai objeknya.


(49)

Menurut Sidik (2007), etika dapat dikelompokan menjadi dua definisi yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Etika merupakan karakter individu, dalam hal ini termasuk bahwa orang yang beretika adalah orang yang baik, dan

b. Etika merupakan hukum sosial. Sifat dasar etika adalah sifat kritis, etika bertugas:

1) Untuk mempersoalkan norma yang dianggap berlaku; 2) Etika mengajukan pertanyaan tentang legitimasinya;

3) Etika mempersoalkan pula hak setiap lembaga seperti orangtua, sekolah, negara dan agama untuk memberikan perintah atau larangan yang harus ditaati;

4) Etika dapat mengantarkan manusia pada sifat kritis dan rasional; 5) Etika menjadi alat pemikiran yang rasional dan bertanggung jawab

bagi seorang ahli dan bagi siapa saja yang tidak mau diombang-ambingkan oleh norma-norma yang ada.

Objek etika menurut Zubair (1987) adalah pernyataan moral, apabila diperiksa segala macam moral, pada dasarnya hanya dua macam, yaitu pernyataan tentang tindakan manusia dan pernyataan tentang manusia sendiri atau tentang unsur-unsur kepribadian manusia seperti motif-motif, maksud, dan watak (Syopiansyah, 2009:6). Etika berhubungan dengan empat hal yaitu:

a. Dilihat dari segi objek pembahasannya, etika berupaya membahas perbuatan yang dilakukan oleh manusia.


(50)

b. Dilihat dari segi sumbernya, etika bersumber pada akal pikiran atau filsafat. Sebagai hasil pemikiran, maka etika tidak bersifat mutlak, absolut dan tidak pula universal. Ia terbatas, dapat berubah, memiliki kekurangan, kelebihan dan sebagainya.

c. Dilihat dari segi fungsinya, etika berfungsi sebagai penilai, penentu dan penetap terhadap sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia, yaitu apakah perbuatan tersebut akan dinilai baik, buruk, mulia, terhormat, hina dan sebagainya. Jamaknya “Mores” yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang.

Etika mempunyai beragam makna yang berbeda, salah satu maknanya adalah: “prinsip tingkah laku yang mengatur individu atau kelompok”. Seperti penggunaan istilah etika personal, yaitu mengacu pada aturan-aturan dalam lingkup dimana orang per orang menjalani kehidupan pribadinya. Selain itu, kita menggunakan istilah akuntansi ketika mengacu pada seperangkat aturan yang mengatur tindakan professional akuntan. Untuk makna yang kedua, etika adalah “kajian moralitas.” Hal ini berarti etika berkaitan dengan moralitas. Meskipun berkaitan, etika tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah semacam penelaahan (baik aktivitas penelaahan maupun hasil-hasil penelaahan itu sendiri), sedangkan moralitas merupakan pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar dan salah, atau baik dan jahat (Suminarsasi, 2011:4).

Setelah mengaitkan dengan moralitas, Velasquez mengembangkan pengertian etika sebagai ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral masyarakat. Merujuk pada uraian di atas dapat diambil


(51)

pengertian bahwa etika pajak adalah peraturan dalam lingkup dimana orang per orang atau kelompok orang yang menjalani kehidupan dalam lingkup perpajakan, bagaimana mereka melaksanakan kewajiban perpajakannya, apakah sudah benar, salah, baik ataukah jahat (Suminarsasi, 2011:4).

C. Penggelapan Pajak (Tax Evasion) 1. Pengertian Penggelapan Pajak

Penggelapan pajak mengacu pada tindakan yang tidak benar yang dilakukan oleh wajib pajak mengenai kewajibannya dalam perpajakan.

Mardiasmo (2009) mendefinisikan penggelapan pajak (tax evasion) “Adalah usaha yang dilakukan oleh wajib pajak untuk meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang. Dikarenakan melanggar undang-undang, penggelapan pajak ini dilakukan dengan menggunakan cara yang tidak legal. Para wajib pajak sama sekali mengabaikan ketentuan formal perpajakan yang menjadi kewajibannya, memalsukan dokumen, atau mengisi data dengan tidak lengkap dan tidak benar”.

Menurut Siahaan (2010:110) mengatakan bahwa penggelapan pajak “adalah usaha yang digunakan oleh wajib pajak untuk mengelak dari kewajiban pajak yang sesungguhnya dan merupakan perbuatan yang melanggar undang-undang pajak, sehingga membawa berbagai macam akibat, meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain bidang keuangan, ekonomi, dan psikologi”.

Masri (2012:5), menjelaskan pembahasan mengenai penggelapan pajak (tax evasion) adalah sebagai berikut:

“Usaha-usaha memperkecil jumlah pajak dengan melanggar ketentuan-ketentuan pajak yang berlaku. Pelaku tax evasion dapat dikenakan sanksi administratif maupun sanksi pidana.”


(52)

Menurut Setiawan (2008:181) tax evasion yaitu

“cara menghindari pajak dengan cara-cara yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Bila diketemukan dalam pemeriksaan pajak, maka Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi dan pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku”.

Menurut Wallschutzki beberapa alasan yang menjadi pertimbangan Wajib Pajak untuk melakukan penghindaran pajak (Nurmantu, 2004:26), adalah sebagai berikut:

a. Ada peluang untuk melakukan penghindaran pajak karena ketentuan perpajakan yang ada belum mengatur secara jelas mengenai ketentuan-ketentuan tertentu

b. Kemungkinan perbuatannya diketahui relatif kecil

c. Manfaat yang diperoleh relatif besar daripada resikonya d. Sanksi perpajakan yang tidak terlalu berat

e.Ketentuan perpajakan tidak berlaku sama terhadap seluruh Wajib Pajak f. Pelaksanaan penegakan hukum yang bervariasi

2. Dampak Penggelapan Pajak (Tax Evasion)

Menurut Siahaan (2010:110) penggelapan pajak membawa akibat pada pada perekonomian secara makro. Akibat dari pengelakan pajak sangat beragam dan meliputi berbagai bidang kehidupan masyarakat, antara lain sebagai berikut:

a. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dalam Bidang Keuangan

Penggelapan/pengelakan pajak (sebagaimana juga halnya dengan penghindaran diri dari pajak) berarti pos kerugian yang penting bagi


(53)

Negara, yaitu dapat menyebabkan ketidakseimbangan anggaran dan konsekuensi-konsekuensi lain yang berhubungan dengan penaikan tarif pajak, inflasi, dan sebagainya. Untuk menjamin pemungutan pajak secara tepat, sering dikemukakan falsafah sebagai berikut, “Wajib Pajak yang mengelakan pajak mungkin mengira bahwa Negara mengambil sejumlah yang telah ada dikantungnya. Pada hakikatnya dialah yang mengambil uang dari warga-warga yang oleh Negara harus diminta pengorbanan lain (untuk mengimbangi kekurangan yang ditimbulkan oleh Wajib Pajak yang tidak menunaikan kewajibannya itu)”.

b. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dibidang Ekonomi

Menurut Siahaan (2010:110), adapun akibat dari penggelapan pajak dalam bidang ekonomi adalah sebagai berikut

1. Pengelakan/penggelapan pajak sangat mempengaruhi persaingan sehat diantara para pengusaha, sebab suatu perusahaan yang menggelapkan pajaknya dengan menekan menekan biaya secara tidak legal, mereka mempunyai posisi yang lebih menguntungkan daripada saingan-saingan yang tidak berbuat demikian.

2. Pengelakan/penggelapan pajak tersebut merupakan penyebab stagnasi perputaran roda ekonomi yang apabila perusahaan bersangkutan berusaha untuk mencapai tambahan dari keuntungannya dengan penggelapan pajak, dan tidak mengusahakan dengan jalan perluasan aktivitas atau peningkatan usaha. Untuk menutup-nutupinya agar jangan sampai terlihat oleh fiskus.


(54)

3. Pengelakan/penggelapan pajak termaksud juga menyebabkan langkanya modal karena para wajib pajak yang menyembunyikan keuntungannya terpaksa berusaha keras untuk menutupinya agar tidak sampai terdeteksi oleh fiskus.

Oleh karena itu pengelakan/penggelapan pajak yang dilakukan oleh para WP pada hakikatnya menimbulkan dampak yang secara tidak langsung menghambat pertumbuhan dan perluasan usahanya, dengan mencoba sedemikian rupa untuk meminimalkan jumlah beban pajak yang dilaporkan di SPT. Hal ini juga mengakibatkan ruang lingkup perputaran modal suatu usaha menjadi tidak leluasa dikarenakan WP berusaha menyembunyikan laba/keuntungannya sedemikian rupa agar tidak sampai terdeteksi oleh fiskus.

c. Akibat Pengelakan / Penggelapan Pajak Dalam Bidang Psikologi

Akibat dari penggelapan pajak itu juga dirasakan dalam bidang psikologi, sebab penggelapan pajak membiasakan Wajib Pajak untuk melanggar undang-undang. Apabila Wajib Pajak sampai hati melakukan penipuan dalam bidang fiskal, lambat laun Wajib Pajak tidak akan segan-segan berbuat sama dalam hal ini. Akibat dari komplikasi-komplikasi ini pasti menimbulkan dampak yang mengancam sehubungan dengan tindak penggelapan pajak, seperti: kemungkinan terungkapnya praktek penipuan tersebut dengan konsekuensi pembayaran pajak yang berlipat ganda karena meliputi utang pajak dalam waktu tertentu, ditambah dengan denda dan kenaikan pajak yang harus dibayarnya. Hal demikian


(55)

kadang-kadang terjadi pada saat yang kurang tepat seperti dalam keadaan kekurangan uang, sakit ataupun mengalami kebangkrutan. Akhirnya tindakan penggelapan pajak mempunyai pengaruh yang berbahaya terhadap Wajib Pajak, dengan tidak menyadari akan konsekuensinya, dan mengira bahwa perbuatan curang semacam itu akan menguntungkannya secara jangka panjang (Siahaan, 2010:111).

Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengelakan/penggelapan pajak yang dilakukan oleh WP memiliki konsekuensi yang sangat beresiko secara materil dan non materil. Secara materil bahwa WP akan menganggap perbuatan penggelapan pajak itu akan menguntungkannya secara jangka panjang, akan tetapi konsekuensi yang terjadi jika terungkapnya tindak penggelapan pajak tersebut, maka WP akan membayar dengan kerugian berkali-kali lipat disertai dengan dengan denda dan kurungan pidana dalam jangka waktu tertentu, ditambah pula jika WP tidak mempunyai cukup dana untuk menutup denda yang diputuskan, sejumlah asset akan disita dan bisa berdampak pada kebangkrutan bahkan resiko kejiwaan.

D. Keadilan

1. Keadilan Pajak

Asas keadilan pemungutan pajak dibedakan menjadi dua (Rosdiana, 2008:18), yaitu:

a. Benefit Principle

Wajib pajak harus membayar pajak sejalan dengan manfaat yang dinikmatinya yang disediakan oleh pemerintah.


(56)

b. Ability Principle

Pajak dibedakan kepada Wajib Pajak atas dasar kemampuan membayar dan penghasilannya.

Keadilan oleh Siahaan (2010:112) dibagi dalam tiga pendekatan aliran pemikiran, yaitu:

a. Prinsip Manfaat (Benefit Principle)

Seperti teori yang diperkenalkan oleh Adam Smith serta beberapa ahli perpajakan lain tentang keadilan, mereka mengatakan bahwa keadilan harus didasarkan pada prinsip manfaat. Prinsip ini menyatakan bahwa suatu sistem pajak dikatakan adil apabila kontribusi yang diberikan oleh setiap wajib pajak sesuai dengan manfaat yang diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah. Jasa pemerintah ini meliputi berbagai sarana yang disediakan oleh pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan prinsip ini maka sistem pajak yang benar-benar adil akan sangat berbeda tergantung pada struktur pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, prinsip manfaat tidak hanya menyangkut kebijakan pajak saja, tetapi juga kebijakan pengeluaran pemerintah yang dibiayai oleh pajak.

b. Prinsip Kemampuan Untuk Membayar (Ability To Pay)

Dalam pendekatan ini, masalah pajak hanya dilihat dari sisi pajak itu sendiri, terlepas dari sisi pengeluaran publik (pengeluaran pemerintah untuk membiayai pengeluaran bagi kepentingan publik). Menurut prinsip ini, perekonomian memerlukan suatu jumlah penerimaan pajak tertentu, dan setiap wajib pajak diminta untuk membayar sesuai dengan kemampuannya.


(57)

Prinsip kemampuan membayar secara luas digunakan sebagai pembebanan pajak. Pendekatan prinsip kemampuan membayar dipandang lebih baik dalam mengatasi masalah redistribusi dalam pendapatan masyarakat, tetapi mengabaikan masalah yang berkaitan dengan penyediaan jasa-jasa publik (Siahaan, 2010:113).

c. Keadilan Horizontal Dan Keadilan Vertikal

Mengacu pada prinsip kemampuan untuk membayar, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat dua kelompok besar keadilan pajak, yaitu:

1) Keadilan Horizontal

Suatu pemungutan pajak memenuhi keadilan horizontal apabila Wajib Pajak yang berada dalam kondisi yang sama diperlakukan sama (equal treatment for equals) dalam hal sebagai berikut (Andria, 2008:18): a) Definisi penghasilan

Apabila beban pajaknya sama atas semua Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan yang sama dengan jumlah tanggungan yang sama, tanpa membedakan jenis atau sumber penghasilan.

b) Globality

Seluruh tambahan kemampuan ekonomis merupakan ukuran membayar (The Global Ability to Pay) karena itu harus dijumlahkan menjadi satu sebagai objek pajak.

c) Net Income

Yang menjadi Ability to pay yaitu jumlah neto setelah dikurangi semua biaya yang tergolong dalam biaya untuk mendapatkan,


(58)

menagih dan memelihara penghasilan. Sebab penerimaan atau perolehan yang dipakai untuk mendapatkan penghasilan, tidak dapat dipakai lagi untuk memenuhi kebutuhan Wajib Pajak. Jadi yang dipakai untuk biaya tersebut bukan merupakan tambahan dari kemampuan ekonomis.

d) Personal Exemption

Pengurangan yang diberikan kepada Wajib Pajak orang pribadi yang berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

e) Equal Treatment for The Equals

Seluruh penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang sama tanpa membebankan jenis atau sumber penghasilan.

Prinsip keadilan horizontal ini diberlakukan kepada WP dengan maksud dan tujuan terhadap tingkat kesetaraan dalam perolehan penghasilan. WP yang memiliki tingkat penghasilan yang setara, akan dikenakan pajak yang setara pula. Tentunya disertai dengan berapa besar PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) masing-masing WP yang menjadi pengurang beban pajaknya.

2) Keadilan Vertikal

Sedangkan pemungutan pajak diakatakan adil secara vertikal apabila orang-orang dengan tambahan kemampuan ekonomis yang berbeda dikenakan pajak penghasilan yang berbeda setara dengan perbedaannya atau yang sering disebut dengan unequal treatment for the unequals (Adrian, 2008:19 (Mansyuri, 1996:10)). Syarat-syarat keadilan vertikal adalah sebagai berikut:


(59)

a) Unequal Treatment for The Unequals

Besarnya tarif dibedakan oleh jumlah seluruh penghasilan atau jumlah seluruh tambahan kemampuan ekonomis (bukan perbedaan jenis atau sumber penghasilan).

b) Progression

Wajib Pajak yang penghasilannya besar, harus membayar pajak yang besar dengan presentase tarif yang besar.

Dalam hal ini keadilan vertikal dapat kita jumpai pada WP yang memilki profesi dibidang keahlian pribadi, contohnya adalah seorang dokter. Dimana seorang dokter memiliki tambahan penghasilan lain diluar pekerjaannya di rumah sakit dengan membuka praktek secara pribadi ditempat yang berbeda, maka dokter ini akan dikenakan tarif penghasilan progresif, dan masih banyak lagi jenis pekerjaan yang dikenakan tarif progresif.

2. Cara Mewujudkan Keadilan Pajak

Masalah yang sangat mendasar yang selalu dijumpai dalam pemungutran pajak adalah bagaimanakah cara mewujudkan keadilan pajak, hal ini tidak mudah dijawab karena keadilan memiliki perspektif yang sangat luas, dimana keadilan antara masing-masing individu berbeda-beda. Walaupun demikian, Negara dalam menerapkan pajak sebagai sumber penerimaan harus berusaha untuk mencapai kondisi dimana masyarakat secara makro dapat merasakan keadilan dalam penerapan undang-undang pajak. Setidaknya ada tiga aspek keadilan yang perlu diperhatikan dalam


(60)

penerapan pajak, sebagai berikut (Siahaan, 2010:114-116 (pembahasan ini diambil dari makalah kuliah perpajakan yang digunakan di STAN, tidak dipublikasikan):

a. Keadilan Dalam Penyusunan Undang - Undang Pajak

Keadilan dalam penyusunan undang-undang merupakan salah satu penentu dalam mewujudkan keadilan perpajakan, karena dengan melihat proses dan hasil akhir pembuatan undang-undang pajak yang kemudian diberlakukan masyarakat akan dapat melihat apakah pemerintah juga mengakomodasi kepentingan WP dalam penetapan peraturan perpajakan, seperti ketentuan tentang siapa yang menjadi objek pajak, apa yang menjadi objek pajak, bagaimana cara pembayaran pajak, tindakan yang dapat diberlakukan oleh fiskus kepada WP, sanksi yang mungkin dikenakan kepada WP yang tidak melaksanakan kewajibannya secara tidak benar, hak WP, perlindungan WP dari tindakan fiskus yang dianggapnya tidak sesuai dengan ketentuan, keringanan pajak yang yang dapat diberikan kepada WP, dan hal lainnya.

Undang - undang pajak yang disusun dengan mengakomodasi perkembangan yang terjadi di masyarakat akan lebih mengakomodir perkembangan yang terjadi dalam masyarakat yang akan lebih mudah diterima oleh masyarakat yang akan membayar pajak, karena mereka diperlakukan secara adil oleh pemerintah dalam penetapan pungutan wajib yang akan membebani WP. Untuk menilai apakah suatu undang-undang pajak mewakili fungsi dan tujuan dari hukum pajak dapat


(61)

dilakukan dengan cara melihat sejauh mana asas-asas dalam pemungutan pajak dimasukkan ke dalam pasal-pasal dalam undang-undang pajak yang bersangkutan. Untuk memenuhi keadilan perpajakan, maka seharusnya pemerintah bersama dengan DPR mengikuti syarat pembuatan undang-undang pajak, yaitu syarat yuridis, ekonomi dan finansial.

b. Keadilan Dalam Penerapan Ketentuan Perpajakan

Keadilan dalam penerapan ketentuan perpajakan merupakan hal yang harus diperhatikan benar oleh Negara/pemerintah sebagai pihak yang diberi kewenangan oleh hukum pajak untuk menarik/memungut pajak dari masyarakat. Dalam mencapai keadilan ini, Negara/pemerintah melalui fiskus harus memahami dan menerapkan asas-asas pemungutan pajak dengan baik.

Pada dasarnya salah satu bentuk keadilan didalam penerapan hukum pajak adalah terjadinya keseimbangan antara pelaksanaan kewajiban perpajakan dan perpajakan dari WP. Karena itu dalam asas pemungutan pajak yang baik, fiskus harus konsisten dalam menerapkan ketentuan yang telah diatur dalam undang-undang pajak dengan juga memperhatikan kepentingan WP, hal ini dapat dilihat dari contoh sebagai berikut: Dalam pasal 27A ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dinyatakan bahwa apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar


(62)

sebagaimana dimaksud dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), Surat Ketetapan Lebih Bayar (SKPLB) yang telah dibayar menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, kelebihan pembayaran pajak tersebut akan dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Apabila fiskus dengan sengaja berlarut-larut waktu dalam melakukan pengembalian kelebihan karena tidak diatur dalam batang tubuh undang-undang KUP kapan paling lambatnya pengembalian ini harus dilakukan, dan di lain pihak kapanpun pengembalian dilakukan kepada WP diberikan bunga yang jumlah maksimalnya tidak berubah karena telah ditentukan dalam sistem hukum (yaitu maksimal 24 bulan). Terlebih jika sengaja tidak menerbitkan imbalan bunga; hal tersebut tentulah akan menimbulkan ketidakadilan bagi WP. kelebihan pembayaran pajak tersebut adalah hak sepenuhnya milik WP yang harus dikembalikan. Dalam kasus tersebut timbul pengikraran keadilan dalam pelaksanaan hukum pajak yang berdampak pada ketidak puasan masyarakat/WP dan mungkin berakibat menurunnya kepatuhan atau menghilangnya kepatuhan WP dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

c. Keadilan Dalam Penggunaan Uang Pajak

Keadilan dalam penggunaan uang pajak merupakan aspek ketiga yang menjadi tolok ukur penerapan keadilan perpajakan, berkaitan


(63)

dengan harapan sampai dimana manfaat dari pemungutan pajak tersebut dipergunakan untuk kepentingan masyarakat banyak. Keadilan yang bersumber pada penggunaan uang pajak sangat penting karena membayar pajak tidak menerima kontra prestasi secara langsung yang “dapat” ditunjuk atau yang seimbang pada saat membayar pajak. Sehingga manfaat pajak untuk pelayanan umum dan kesejahteraan umum harus benar-benar mendapatkan perhatian dan dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat yang menjadi pembayar pajak. Pendekatan manfaat adalah fundamental dalam menilai keadilan di dalam penggunaan uang pajak oleh pemerintah.

E. Sistem Perpajakan 1. Asas Perpajakan

Banyak pendapat ahli yang mengemukakan tentang asas-asas perpajakan yang harus ditegakan dalam membangun suatu sistem perpajakan, Tjahjono mengemukakan dari Adam Smith dalam buku Wealth of Nations, menyatakan bahwa pemungutan pajak hendaknya didasarkan oleh empat asas, equality/equity, certainly, convenience of payment dan economy (Andria 2008:14):

Tjahjono (2005:16) menjelaskan ke empat asas tersebut sebagai berikut:

a. Equality dan equity

Equality atau kesamaan mengandung arti bahwa keadaan yang sama atau orang dalam keadaaan yang sama harus dikenakan pajak yang sama.


(64)

b. Certainly

Kepastian hukum merupakan tujuan dari Undang-undang, dalam pembuatannya, harus diupayakan supaya ketentuan yang dimuat didalam undang-undang harus jelas, tegas, tidak mengandung arti ganda atau memberikan peluang untuk ditafsirkan lain. Kepastian hukum banyak tergantung pada susunan kalimat, susunan kata, dan penggunaan istilah yang sudah dibakukan. Untuk mencapai tujuan tersebut penggunaan bahasa hukum sangat mutlak dibutuhkan.

c. Convinience of Payment

Pajak yang dipungut harus sesuai waktu yang tepat, yaitu ketika Wajib Pajak mempunyai uang. Tidak semua Wajib Pajak mempunyai saat Convinience yang sama, yang mengenakannya untuk membayar pajak. Seseorang yang menerima gaji akan lebih mudah membayar gaji pada saat menerima gaji.

d. Economics of Collection

Dalam pembuatan undang-undang pajak perlu dipertimbangkan bahwa biaya pemungutan harus lebih kecil dari uang pajak yang masuk. Tidak ada artinya pengenaan pajak jika pemasukan pajaknya hanya untuk biaya pemungutan saja (Adrian, 2005:21 (Tjahjono dan Husein, 2005:16-17)).

2. Sistem Perpajakan di Indonesia

Menurut Mardiasmo (2009:9) sistem pemungutan pajak dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu Official Assessment System, Self Assessment System, With Holding System.


(65)

a. Official Assessment System

Suatu sistem pemungutan yang memberikan wewenang kepada pemerintah (Fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Fiskus, Wajib Pajak bersifat pasif. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh Fiskus (Mardiasmo, 2009:9).

Menurut Siahaan (2010:178-179) sistem perpajakan yang telah diterapkan pada perundang-undangan perpajakan atas penghasilan dan kekayaan adalah sistem penetapan pajak oleh instansi pajak (official assessment). Oleh karena itu berlaku hal-hal sebagai berikut:

1) Pemungutan pajak dibebankan kepada administrasi pajak, sehingga berhasil atau tidaknya pemungutan pajak bergantung pada aktivitas aparatur perpajakan, baik dalam mencari subjek pajak maupun dalam menetukan besarnya pajak terutang.

2) WP dalam memenuhi kewajibannya mengisi dan memasukan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) tergantung pada aktivitas aparatur perpajakan untuk mengirimkan SPT tersebut kepada WP. Meskipun ditentukan, apabila sampai akhir bulan Maret tahun berikutnya masih belum bisa menerima pengiriman SPT, WP diwajibkan mengambil sendiri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

3) Fungsi SPT adalah sebagai dasar administrasi perpajakan untuk menetapkan besarnya pajak yang terutang. Hasil penghitungan dan penetapan pajak tersebut tertuang pada Surat Ketetapan Pajak (SKP)


(1)

Coefficientsa

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized Coefficients

t Sig. Collinearity Statistics

B Std. Error Beta Tolerance VIF

1

(Constant) 2.780 .364 7.640 .000

KP .251 .076 .263 3.310 .001 .376 2.660

SP -.159 .075 -.112 -2.115 .036 .852 1.174

DP .548 .075 .587 7.350 .000 .372 2.688

KTK -.329 .073 -.231 -4.490 .000 .896 1.117


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

PENGARUH KEADILAN, SELF ASSESSMENT SYSTEM, DISKRIMINASI, PEMAHAMAN PERPAJAKAN, PELAYANAN APARAT PAJAK, DAN KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP TINDAKAN TAX EVASION

6 48 147

Pengaruh Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan, Keadilan Pajak, Ketepatan Pengalokasian Pajak, Teknologi Sistem Perpajakan, dan Tax Morale Terhadap Tax Evasion

3 29 215

PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI, DAN KEMUNGKINAN TERDETEKSI KECURANGAN TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK MENGENAI KETIDAKETISAN PENGGELAPAN PAJAK (Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Bantul dan Sleman)

4 42 124

Pengaruh Keadilan, Sistem Perpajakan, Diskriminasi, dan Kemungkinan Terdeteksinya Kecurangan Terhadap Persepsi Wajib Pajak Orang Pribadi Mengenai Perilaku Tax Evasion

4 21 8

PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, TARIF PAJAK, DISKRIMINASI, KECURANGAN, KETEPATAN Pengaruh Keadilan Sistem Perpajakan Tarif Pajak Diskriminasi Kecurangan Ketepatan Pengalokasian Dan Money Ethics Mengenai Persepsi Wajib Pajak Terhadap Etika Penggelap

0 3 15

PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, TARIF PAJAK, DISKRIMINASI, KECURANGAN, KETEPATAN Pengaruh Keadilan Sistem Perpajakan Tarif Pajak Diskriminasi Kecurangan Ketepatan Pengalokasian Dan Money Ethics Mengenai Persepsi Wajib Pajak Terhadap Etika Penggelap

0 6 16

PENDAHULUAN Pengaruh Keadilan Sistem Perpajakan Tarif Pajak Diskriminasi Kecurangan Ketepatan Pengalokasian Dan Money Ethics Mengenai Persepsi Wajib Pajak Terhadap Etika Penggelapan Pajak (Tax Evasion).

0 3 10

Pengaruh Persepsi Keadilan dan Sistem Perpajakan Terhadap Penggelapan Pajak (Tax Evasion).

15 61 43

persepsi mengenai etika atas penggelapan pajak (tax evasion).

0 2 3

PENGARUH KEADILAN, SISTEM PERPAJAKAN, DISKRIMINASI DAN TARIF PAJAK TERHADAP PERSEPSI WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI MENGENAI PERILAKU PENGGELAPAN PAJAK

1 6 16