70
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perguruan Tinggi Agama Islam
STAIN adalah salah satu bentuk perguruan tinggi agama Islam, oleh karena itu, agar STAIN bisa dipahami secara utuh akan kedudukan dan
fungsinya dalam pertumbuhan dan perkembanganya, maka akan lebih lengkap bila profil lembaga perguruan tinggi agama Islam PTAI di Indonesia
mendapatkan uraian secukupnya. Bila dilihat dari sudut kelembagaan, PTAI adalah bagian dari sistem pendidikan tinggi di Indonesia. Sekarang ada empat
bentuk lembaga Pendidikan Tinggi Agama Islam di Indonesia, yaitu Institut Agama Islam Negeri IAIN, Universitas Islam Negeri UIN, Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri STAIN dan Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta PTAIS. Dari keempat bentuk lembaga Pendidikan Tinggi Agama Islam
tersebut berada di bawah pembinaan dan pembiayaan Departeman Agama DEPAG terkecuali PTAIS. Konsekuensinya adalah bahwa anggaran yang
dipakai untuk pelaksanaan pendidikan di lembaga PTAIN tersebut dibebankan kepada APBN sektor agama. Sektor pendidikan agama di DEPAG adalah
subsektor di samping sektor-sektor lain seperti sektor haji, majelis Ta’lim dan masjid dan sektor lain di bawah wewenang dan tanggung jawab Depatemen
Agama. Sehingga muncul berbagai pertanyaan dari masyarakat, apakah PTAIN ini lembaga da’wah dan layanan sosial keagamaan ataukah lembaga
akademik sebagai sebagai lembaga pengembangan ilmu.
71
71 Secara legal aspect, di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun
1990 dan Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 1999, PTAI memiliki kedudukan yang sama dengan Perguruan Tinggi Umum PTU. Sekalipun
PTAI memiliki kedudukan yang sama dengan PTU, tetapi PTAI yang dalam bentuk PTAIN memiliki sejarah yang berbeda dengan sejarah berdirinya PTU.
Karena PTAI di samping sebagai lembaga akademik, juga sebagai lembaga yang memiliki kepentingan agama, idiologi bahkan politik. Ini bisa dilihat
sampai saat ini, PTAI dengan segala bentuk lembaganya berada di bawah Departemen Agama dan bukan di bawah Departemen Pendidikan nasional,
sebagaimana lemabga Pendidikan Tinggi Umum PTU Komaruddin Hidayat, xxxiii: 2000
Zamacshsari Dhofier 2000:87 mengelompokkan visi dan misi PTAIN ke dalam empat rumusan , yaitu 1 bahwa umat Islam di Indonesia
masih sangat lemah dalam berbagai tingkat dan bidang kehidupannya, oleh karena itu dengan adanya PTAIN akan menambah para akademisi yang
memiliki kekuatan untuk meningkatkan kualitas hidup umat Islam Indonesia dan ikut pula meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia secara lebih luas,
karena mayoritas rakyat Indonesia adalah memeluk agama Islam. 2 Bahwa umat Islam yang jumlahnya cukup besar di Indonesia tidak terbelah ke dalam
kelompok putihan dan abangan, yang berpotensi untuk disintegrasi bangsa. 3 Dengan adanya kehadiran PTAIN diharapkan umat Islam Islam di
Indonesia mendapatkan wawasan keilmuan yang luas sehingga umat Islam di Indonesia tidak terkungkung kepada pengetahuan keagamaan yang sempit dan
72
72 sanggup memahami simbol-simbol agama yang sering dimainkan dalam
panggung politik. 4 Kehadiran PTAIN diharapkan akan berfungsi sebagai kontrol dan penyeimbang terhadap perkembangan sains. Dengan cara seperti
ini diharapkan akan tercipta umat yang selain menguasai sains juga sebagai pribadi yang taqwa sehingga akan terbangun sebuah tatanan hidup yang
madani, berperadaban dan berbudaya. Mengikuti sejarah perkembangan PTAIN adalah Keputusan
Presiden Nomor 11 tahun 1960 tentang pembentukan Institut Agama Islam Negeri IAIN. Embrio IAIN ini adalah penggabungan antara PTAIN di
Yogyakarta dan ADIA di Jakarta. Berdasarkan dokumen yang ada, penggabungan ini diberi nama Institut agama Islam Negeri IAIN – al-
Jami’ah al Islamiyah al Hukumiyah- Sunan Kalijaga yang berlokasi di Yogyakarta. Sedangkan ADIA yang ada di Jakarta dalam format baru tersebut
menjadi fakultas cabang dari IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Peresmian IAIN ini diresikan oleh Menteri Agama RI pada tanggal 24 Agustus 1960.
Sehingga dalam perkembanganya dalam tahun 1970 jumlah IAIN di Indonesia berjumlah menjadi 14 buah yang lokasinya rata-rata berada di ibu kota
propinsi di seluruh Indonesia. Empat belas IAIN tersebut berturut-turut adalah 1 IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta tahun 1960 2 IAIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta, tahun 1963. 3 IAIN an-Raniry Banda Aceh, tahun 1964. 4 IAIN Raden Fatah, Palembang tahun 1964. 5 IAIN Antarsari,
Banjarmasin, trahun 1964, 6 IAIN Sunan Ampel, Surabaya tahun 1965, 7 IAIN Alauddin, Ujung pandang 1965, 8 IAIN Imam Bonjol Padang, tahun
73
73 1966, 9 IAIN Sunan Thoha Syaifuddin, Jambi, tahun 1967, 10 IAIN Sunan
Gunung Jati, Bandung, tahun 1968, 11 IAIN Raden Intan Tanjung Karang Bandar Lampung, tahun 1968, 12 IAIN Walisongo Semarang, tahun 1970,
13 IAIN sultan Syarif Qasim Pekan Baru, tahun 1970 dan 14 IAIN Sumatera Utara Medan tahun 1973.
IAIN di Indonesia memiliki perkembangan yang sangat dinamis seiring dengan perkembangan sosial politik di Indonesia. Demi efektifitas
birokrasi dan lebih kepada untuk memberdayakan fakultas-fakultas cabang di daerah dari 14 IAIN di Indonesia, yang jumlahnya terdiri dari 33 fakultas,
maka keluarlah Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1997 yang merubah status fakultas-fakultas di daerah menjadi Sekolah Tinggi agama Islam Negeri
STAIN. Sehingga di samping ada 14 IAIN di Indonesia, ada 33 STAIN yang tadinya adalah fakultas-fakultas cabang di daerah. STAIN Kudus adalah salah
satu dari 33 STAIN di Indonesia, yang tadinya adalah fakultas Ushuluddin, fakultas cabang dari IAIN Walisongo Semarang di Kudus.
Karena tuntutan terhadap pengembangan ilmu yang merupakan watak dasar dari tujuan penyelenggaran pendidikan tinggi, ada beberapa IAIN
maupun STAIN yang memperlus disiplin ilmu yang dikembangkan dalam bentuk menambah beberapa fakultas interdisipliner ilmu. Karena inilah IAIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta dan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan STAIN Malang merubah status kelembagaan dirinya menjadi UIN universitas Islam
Negeri.
74
74
4.2 Sejarah Singkat STAIN Kudus