Persamaan unsur pokok pada merek gudang garam dan gudang baru (analisis putusan ma nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014)

(1)

PADA MEREK GUDANG GARAM DAN GUDANG BARU (Analisis Putusan MA Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh:

DANDY HERNADY PAHUSA NIM: 1111048000027

KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAN STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HJIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

iii


(4)

(5)

v

Dandy Hernady Pahusa. NIM 1111048000027. Persamaan Unsur Pokok Pada Merek Gudang Garam dan Gudang Baru (Analisis Putusan MA Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014). Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. x + 82 halaman + 40 halaman lapiran.

Penjelasaan Pasal 6 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek menjelaskan persamaan pada pokoknya sebagai kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan, atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut. Tujuan dari skripsi ini untuk mengetahui cara menentukan kriteria persamaan unsur pokok pada suatu merek terkenal dan dampak pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memutuskan sengketa antara merek Gudang Baru dan Gudang Garam pada Putusan MA Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang merek. Sedangkan Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah suatu kasus yang telah menjadi putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, kriteria penentuan persamaan unsur pokok pada suatu merek terkenal yaitu adanya kemiripan gambar, bunyi, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut, baik terhadap barang atau jasa yang sejenis maupun tidak sejenis yang didasarkan pada pengetahuan umum masyarakat, reputasi merek yang diperoleh karena promosi besar-besaran, dan disertai bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara. Dampak dari putusan Mahkamah Agung Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014 yaitu bagi pemilik merek yang telah terdaftar dan terkenal agar selalu melindungi mereknya yaitu dengan memperhatikan adanya itikad tidak baik dari pemilik merek lain. Apabila terdapat merek lain yang telah terdaftar di Dirjen HKI dan diumumkan dalam Berita Umum Merek, maka pemilik merek yang telah terdaftar terlebih dahulu segera mengajukan keberatan dan pembatalan merek tersebut. Gugatan pembatalan merek hendaknya tidak melebihi 5 (lima) tahun sejak tanggal pendaftaran merek tersebut. Hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 69 UU Merek No. 15 Tahun 2001.


(6)

vi

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Melihat lagi Maha Mendengar, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW.

Penyusunan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu baik materil maupun immateril, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH., dan Arip Purkon, MA., Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum.

3. Drs. Abu Tamrin, SH, M.Hum., dan Nurrohim Yunus, LL.M., dosen pembimbing skripsi yang telah banyak meluangkan waktu disela-sela kesibukan dalam memberikan nasihat, kritik dan saran untuk membangun penulis dalam penyusunan skripsi ini.

4. Dedy Nursamsi SH., M.Hum, dosen penasihat akademik yang telah memberikan nasihat dan arahan.

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah ikhlas berbagi ilmu pengetahuan dan pengalamanya kepada penulis.

6. Ucapan terimakasih yang tak terhingga atas pengorbanan kedua orang tuaku tercinta H. Azis Pahusa M.Si dan Hj. Niswa, yang telah memberikan segala dukungan baik materil maupun immateril serta doanya sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studi S1.


(7)

vii

7. Kakak dan Adikku tersayang Ziswandy Pahusa dan Wenny Aztriyani Pahusa yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan studi S1.

8. Seluruh keluarga besar PSM UIN Jakarta, khususnya Otung, Apis, Abbando, Onike, Shenai, Temus, Fong, Uncle Odoy, Subito, Ardito, Lullaby, Tira, Parda, Laja, dan lain-lain, terima kasih atas dukungan dan pengalaman yang telah diberikan selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

9. Seluruh teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Hukum angkatan 2011, khususnya Endang, Azmi, Afwan, Fadilah, Shinta, Ica, Uut, Ida, dan lain-lain, terimakasih atas segala bantuan dan dukungan yang diberikan selama ini.

10. Seluruh teman-teman Hipmaja yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama kuliah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

11. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga Allah SWT memberikan berkah dan karunia-Nya serta membalas kebaikan mereka. Amin.

Demikian ini penulis ucapkan terimakasih dan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam penulisan skripsi ini yang kurang berkenan bagi pihak-pihak tertentu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

Jakarta, Maret 2015 Penulis


(8)

viii

PESETUJUAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Batasan dan Rumusan Masalah ... 5

C.Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6

D.Tinjauan Kajian Terdahulu ... 7

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

F. Metode Penelitian ... 12

G.Sistematika Penulisan ... 15

BAB II MEREK SEBAGAI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) A.Hak Kekayaan Intelektual ... 17

B.Merek ... 20

BAB III KRITERIA PERSAMAAN UNSUR POKOK PADA MEREK TERKENAL A.Profil PT Gudang Garam tbk dan Gudang Baru ... ... 38

B.Persamaan Unsur Pokok Merek ... 45

C.Merek Terkenal ... 50

D.Penentuan Kriteria Persamaan Unsur Pokok Pada Merek Terkenal ... 52

BAB IV DATA PENELITIAN DAN ANALISA DATA A.Posisi Kasus ... 59


(9)

ix

B.Motif atau Alasan Pertimbangan Hakim MA dalam Memutuskan

Perkara antara Merek Gudang Baru dengan Gudang Garam ... 68

C.Dampak Pertimbangan Hakim Agung dalam Penyelesaian Sengketa antara Merek Gudang Baru dan Gudang Garam ... 71

BAB V PENUTUP A.Kesimpulan ... 77

B.Saran ... 78

DAFTAR PUSTAKA ... 80


(10)

x

Gambar 2 ... 48

Gambar 3 ... 48

Gambar 4 ... 48

Gambar 5 ... 48

Gambar 6 ... 49

Gambar 7 ... 73


(11)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Seiring perkembangan industri dan perdagangan, merek menjadi sangat

penting dalam dunia periklanan dan pemasaran karena publik sering mengaitkan

suatu image, kualitas atau reputasi barang dan jasa dengan merek tertentu.

Konsumen membeli suatu produk tertentu dengan melihat mereknya karena

menurut mereka, merek tersebut berkualitas tinggi atau aman untuk dikonsumsi

dikerenakan reputasi dari merek tersebut.1

Merek merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual yang diatur

dalam Undang-Undang Nomor 15 tentang Merek, untuk selanjutnya ditulis UU

No. 15 Tahun 2001. Pasal 1 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 menjelaskan merek

adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,

susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya

pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Kebutuhan untuk melindungi merek dari peniruan atau persaingan yang

curang, maka merek tersebut harus didaftarkan di Direktoral Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual. Di Indonesia telah dibuat undang-undang yang mengatur

secara khusus tentang merek, yaitu UU No. 15 Tahun 2001. Selain peraturan

1Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: P.T. Alumni, 2005), h.


(12)

perundang-undangan nasional tentang merek, ada juga peraturan merek yang

bersifat internasional seperti Konvensi Paris Union yang khusus diadakan untuk

memberikan perlindungan pada hak milik perindustrian (Paris Convention for

the Protection of Industrial Property). Indonesia merupakan peserta pada Paris

Convention, oleh karena itu Indonesia juga turut serta dalam International Union

for the Protection of Industrial Property yaitu organisasi Uni Internasional

khusus untuk memberikan perlindungan pada Hak Milik Perindustrian, yang

sekarang ini sekretariatnya turut diatur oleh Sekretariat Internasional WIPO

(World Intelectual Property Organization).2

Pemilik merek baru akan diakui atas kepemilikan mereknya setelah

melakukan pendaftaran. Untuk memenuhi persayatan pendaftaran, merek harus

memiliki daya pembeda yang cukup, artinya memiliki kekuatan untuk

membedakan antara merek yang dimiliki dengan merek milik pihak lain yang

sejenis. Agar memiliki daya pembeda, merek harus dapat memberikan penentuan

pada barang atau jasa yang bersangkutan.3 Oleh karena itu, merek yang tidak memiliki daya pembeda tidak dapat didaftarkan di Direktoral Jenderal Hak

Kekayaan Intelektual dan secara otomatis tidak akan mendapatkan perlindungan

hukum.

2 OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004),

h. 338.

3 Budi Agus Riswandi dan Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, (Jakarta:


(13)

Selain tidak memiliki daya pembeda, pendaftaran merek juga dapat

ditolak sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 15 Tahun

2001 yaitu pendaftaran merek dapat ditolak apabila mengandung persamaan

pokok atau keseluruhan dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dulu

untuk barang dan/jasa sejenis, dengan merek yang sudah terkenal milik pihak

lain untuk barang dan/jasa sejenis, dan juga dengan indikasi-geografis yang

sudah dikenal.

Penjelasan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU No. 15 Tahun 2001 mengenai

persamaan pada pokoknya adalah merupakan kemiripan yang disebabkan oleh

adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan yang lain,

yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan mengenai bentuk, cara

penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun

persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut.

Salah satu kesulitan yang timbul dari ketentuan UU No. 15 Tahun 2001

yaitu kurangnya pedoman yang jelas untuk menetukan kriteria merek terkenal,

dengan kata lain Undang-Undang merek Indonesia tidak mengatur secara rinci

tentang merek terkenal ini. Namun dalam ketentuan Pasal 6 UU No. 15 Tahun

2001 dalam penjelasannya tentang penolakan permohonan yang mempunyai

persamaan pada pokoknya atau keseluruhan dengan merek terkenal untuk barang

dan/atau jasa yang sejenis dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum

masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan. Selain


(14)

yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang

dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti pendaftaran merek tersebut di

beberapa negara.

Perlindungan merek terkenal merupakan salah satu aspek penting dalam

hukum merek. Perlindungan yang diberikan oleh undang-undang merek terhadap

merek terkenal merupakan pengakuan terhadap keberhasilan pemilik merek

dalam menciptakan image ekslusif dari produknya yang diperoleh melalui

pengiklanan atau penjualan produk-produknya secara langsung.4 Adanya peniruan merek terkenal pada dasarnya dilandasi iktikad tidak baik, yaitu

mengambil kesempatan dari ketenaran merek orang lain. Sehingga dapat

menimbulkan kerugian bagi pemilik merek terkenal disebabkan ada

kemungkinan berkurangnya penjualan produk akibat dari sebagian konsumennya

beralih ke merek yang menyerupainya.

Salah satu sengketa persamaan pokok pada suatu merek terkenal untuk

dua jenis produk barang dan kelas yang sama telah ditangani oleh Mahkamah

Agung dan diputus dalam putusan MA Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014. Dalam

putusan tersebut diselesaikan sengketa antara H. Ali Khosin, SE selaku pemilik

merek Gudang Baru dengan PT Gudang Garam, tbk.

Putusan MA Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014 permohonan kasasi oleh H.

Ali Khosin, SE dikabulkan oleh Mahkamah Agung dikarenakan mereknya

4Tim Lindsey, Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, (Bandung: P.T. Alumni, 2005), h.


(15)

ternyata tidak mempunyai persamaan pada pokoknya dengan merek Gudang

Garam dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri

Surabaya Nomor 04/HKI-MEREK/2013/PN-NIAGA.SBY., dalam perkara ini

tidak sesuai dengan hukum dan/atau undang-undang, sehingga permohonan

kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi H. Ali Khosin, SE tersebut

dikabulkan.

Kurangnya aturan secara rinci tentang merek terkenal dan batasan

mengenai kriteria persamaan pada pokoknya dalam UU No. 15 Tahun 2001,

sehingga hakim memiliki penafsiran yang berbeda dalam menyelesaikan

sengketa antara H. Ali Khosin, SE selaku pemilik merek Gudang Baru dengan

PT Gudang Garam, tbk. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menganalisis

putusan tersebut dalam sebuah karya ilmiah dengan judul PERSAMAAN UNSUR POKOK PADA MEREK GUDANG GARAM DAN GUDANG BARU (Analisis Putusan MA Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014).

B. Batasan dan Rumusan Masalah

1. Batasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan Hak Kekayaan Inetelektual yang

meliputi hak cipta, paten, merek, varietas tanaman, rahasia dagang, desain

industri, dan desain tata letak sirkuit terpadu, maka skripsi ini hanya


(16)

dengan merek Gudang Baru pada Putusan MA Nomor 162

K/Pdt.Sus-HKI/2014.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah

diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana menentukan kriteria persamaan unsur pokok pada suatu

merek terkenal?

b. Apakah dampak pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam

memutuskan sengketa antara merek Gudang Garam dan Gudang Baru

pada Putusan MA Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014?

C. Tujuan dan Mafaat Penelitian

Berdasarkan pada permasalahan di atas, maka tujuan dan manfaat

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui cara menentukan kriteria persamaan unsur pokok

pada suatu merek terkenal.

b. Untuk mengetahui dampak pertimbangan hakim MA dalam

memutuskan sengketa antara merek Gudang Garam dan Gudang Baru


(17)

2. Manfaat Penelitian

a. Secara teoritis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

HKI terutama mengenai merek dagang dalam hal persamaan unsur

pokok pada suatu merek terkenal.

b. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi penegak

hukum yang ingin memahami lebih jauh dalam penyelesaian sengketa

persamaan unsur pokok suatu merek terhadap merek terkenal. Selain

itu, dapat digunakan sebagai tambahan pemikiran dalam bentuk data

sekunder terhadap permasalahan yang sama.

D. Tinjauan (Riview) Kajian Terdahulu

Untuk menghindari kesamaan judul dalam skripsi ini, penulis telah

melakukan penelusuran studi terlebih dahulu yang berkaitan dengan penelitian

ini di beberapa perpustakaan, di antaranya sebagai berikut:

1. Skripsi konsentrasi Hukum Bisnis program Studi Ilmu Hukum, Fakultas

Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, disusun oleh Dwi

Anto, NIM 109048000032 pada tahun 2013, dengan judul Tinjauan Yuridis

Terhadap Peniruan Merek Helm “INK” oleh Merek Helm “INX”.

Penulis di atas hanya menjelaskan mengenai peniruan merek helm “INK” dan oleh merek “INX”. Sedangkan skripsi ini menjelasakan tentang

persamaan unsur pokok pada suatu merek terkenal yaitu antara merek


(18)

2. Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 2003, disusun oleh

Primastuti, Nim 0598231528, dengan judul Perlindungan Merek Terkenal Berdasarkan Peratutan Perundang-undangan Nasional, Termasuk Konvensi internasional. Penulis di atas menjelaskan mengenai perlindungan merek terkenal berdasarkan perundang-undangan nasional dan

konvensi internasional. Sedangkan skripsi ini menjelaskan tentang

persamaan unsur pokok suatu merek terkenal yaitu antara merek Gudang

Garam dan Gudang Baru.

3. Buku Ahmadi Miru, yang diterbitkan oleh PT. Raja Grafindo Persada pada

tahun 2005 di Jakarta dengan judul Hukum Merek. Buku ini menjelaskan tentang merek secara umum. Sedangkan skripsi ini lebih menjelasakan

tentang persamaan unsur pokok suatu merek terkenal yaitu antara merek

Gudang Garam dan Gudang Baru.

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Landasan pengaturan dan perlindungan merek terdapat dalam UU

No. 15 Tahun 2001. Pendaftaran merek merupakan hal yang sangat penting

karena dengan mendaftarkan merek, pemilik merek dapat memperoleh

perlindungan hukum. Agar dapat diterima sebagai merek, sebuah merek

haruslah memiliki daya pembeda. Daya pembeda adalah kemampuan suatu


(19)

yang diproduksi oleh pihak lainnya.5 Jadi merek harus menggunakan tanda yang sedemikian rupa sehingga mempunyai cukup kekutan untuk

membedakan dengan merek lainnya.

Sudarta Gautama mengemukakan bahwa:6

“Merek ini harus merupakan suatu tanda. Tanda ini dapat

dicantumkan pada barang bersangkutan atau bungkusan dari barang itu. Jika suatu barang hasil produksi suatu perusahaan tidak mempunyai kekuatan pembeda dianggap sebagai tidak cukup mempunyai kekuatan pembedaan dan karenanya bukan merupakan merek. Misalnya: Bentuk, warna atau ciri lain dari barang atau pembungkusnya. Bentuk yang khas atau warna, warna dari sepotong sabun atau suatu doos, tube, dan botol. Semua ini tidak cukup mempunyai daya pembedaan untuk dianggap sebagi suatu merek, tetapi dalam praktiknya kita disaksikan bahwa warna-warni tertentu dipakai

dengan suatu kombinasi yang khusus dapat dianggap sebagai suatu merek”.

Merek yang tidak memiliki daya pembeda, dalam artian memiliki

persamaan pada pokoknya terhadap merek terkenal pada dasarnya dilandasi

iktikad tidak baik, yaitu mengambil kesempatan dari ketenaran merek orang

lain. Penjelasan Pasal 4 UU No. 15 Tahun 2001 menerangkan bahwa

pemohon yang beriktikad baik adalah pemohon yang mendaftarkan

mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng,

meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan

usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan

kondisi persaingan curang, mengecoh atau menyesatkan konsumen.

5 Syopiansyah Jaya Putra dan Yusuf Durachman, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual,

(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 186

6 OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004),


(20)

Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001 memuat ketentuan mengenai

penolakan pendaftaran merek yaitu pemohon harus ditolak oleh Direktur

Jenderal apabila merek tersebut mengandung persamaan pokok atau

keseluruhan dengan merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dulu untuk

barang dan/jasa sejenis, dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain

untuk barang dan/jasa sejenis, dan dengan indikasi-geografis yang sudah

dikenal.

2. Kerangka Konseptual

Suatu kerangka konsepsi merupakan kerangka yang menggambarkan

hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau yang akan diteliti.7 Salah satu cara untuk menjelaskan konsep adalah definisi. Definisi

merupakan suatu pengertian yang relatif lengkap tentang suatu istilah, dan

biasanya definisi beritik tolak pada referensi. Dengan demikian, definisi

harus mempunyai ruang lingkup yang tegas,8 sehingga dalam pengertian tidak boleh ada kurang atau dilebih-lebihkan.

Untuk menghindari terjadinya salah pengertian dan pemahaman yang

berbeda tentang tujuan yang akan dicapai dalam skripsi ini, maka perlu

dikemukakan konsepsi dalam bentuk defenisi sebagai berikut:

a. Merek pada Pasal 1 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 adalah ”Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 2010), h. 132.

8 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja


(21)

angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang

memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan

barang atau jasa”.

b. Hak atas Merek pada Pasal 3 UU No. 15 tahun 2001 adalah “Hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang

terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu

dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau memberikan izin

kepada pihak lain untuk menggunakannya”.

c. Persamaan pada pokoknya dalam penjelasaan Pasal 6 ayat (1) huruf a

UU No. 15 tahun 2001 adalah “Kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dan merek yang lain,

yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai

bentuk, cara penempatan, cara penulisan, atau kombinasi antara

unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam

merek-merek tersebut”.

d. Merek terkenal didefinisikan sebagai merek yang memiliki reputasi

tinggi. Merek yang demikian itu memiliki kekuatan pancaran yang

memukau dan menarik, sehingga jenis barang apa saja yang berada di

bawah merek itu langsung menimbulkan sentuhan keakraban dan ikatan

mitos kepada segala lapisan. Ketentuan Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001

dalam penjelasannya tentang penolakan permohonan merek terkenal


(22)

promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di

dunia yang dilakukan oleh pemiliknya, dan disertai bukti-bukti

pendaftaran merek tersebut di beberapa negara.9

F. Metode Penelitian

Soerjono Soekanto mengatakan “Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika tertentu yang

bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan

jalan menganalisanya. Kecuali itu, maka juga diadakan pemeriksaan yang

mendalam terhadap fakta hukum tersebut, untuk kemudian mengusahakan suatu

pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul di dalam gejala yang

bersangkutan”.10 Metode penelitian ini disistematikakan dalam suatu format

sebagai berikut:

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode jenis penelitian

yuridis normatif. Dimana penulis mencari fakta-fakta yang akurat dan valid

tentang sebuah peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian. Penelitian

ini juga dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertulis dan

bahan-bahan lain, serta menelaah peraturan perundang-undang yang berhubungan

9 Budi Agus Riswandi dan Syamsudin, Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya Hukum, (Jakarta:

PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 87.


(23)

dengan penulisan penelitian ini. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah

deskriptif yaitu tipe penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin

tentang suatu gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam

memperkuat teori-teori yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori

baru.

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum

adalah pendekatan undang-undang (statute approach), pendekatan kasus

(case approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan

komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual

approach).11

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan perundang-undangan

(statue approach), dan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan

perundang-undangan mengacu kepada UU No. 15 tahun 2001. Sedangkan

Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah

suatu kasus yang telah menjadi putusan pengadilan berkekuatan hukum

tetap, dalam hal ini yaitu putusan Mahkamah Agung Nomor 162

K/Pdt.Sus-HKI/2014.

3. Data dan Sumber Data

Berdasarkan jenis penelitian di atas, maka data yang dikumpulkan

berasal dari data sekunder. Data sekunder yang dimaksudkan antara lain:


(24)

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer diperoleh dari UU No. 15 tahun 2001 dan

Putusan Mahkamah Agung Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014 yang

bertujuan untuk melengkapi dan mendukung data-data ini, agar

penelitian menjadi lebih sempurna.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian

kepustakaan (library research) yang diperoleh dari berbagai literatur

yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil

penelitian yang mempunyai hubungan erat terhadap permasalahan yang

diteliti.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan

petunjuk dan juga penjelasan terhadap data primer dan data sekunder

yang berupa kamus.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) yakni upaya untuk

memperoleh data dari penelusuran literatur kepustakaan, peraturan

perundang-undangan, dan sumber lainnya yang relevan dengan penelitian


(25)

5. Teknik Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kualitatif. Analisis

kualitatif adalah dari data yang diedit dan dipilih menurut kategori

masing-masing dan kemudian dihubungkan satu sama lain atau ditafsirkan dalam

usaha mencari jawaban atas masalah penelitian.

6. Metode penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode

penulisan Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Fakultas Syariah dan Hukum,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah penulisan atau penyajiannya, penulis menjabarkan

materi atau isi dari penelitian ini menjadi lima bab dengan sistematika yang

terdiri dari:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini memuat secara keseluruhan mengenai latar belakang

masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

kerangka teoritis dan konseptual, tinjauan (riview) kajian terdahulu,

metode penelitian dan sistematika penuliusan.

BAB II MEREK SEBAGAI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)

Pada bab ini akan dibahas secara umum mengenai Hak Kekayaan


(26)

BAB III KRITERIA PERSAMAAN UNSUR POKOK PADA MEREK

TERKENAL

Pada bab ini akan dibahas mengenai profil PT Gudang Garam, tbk dan

Gudang Baru, persamaan unsur pokok, merek terkenal dan penentuan

kriteria persamaan unsur pokok pada merek terkenal.

BAB IV DATA PENELITIAN DAN ANALISA DATA

Pada bab ini akan dibahas mengenai posisi kasus, motif atau alasan

pertimbangan hakim agung dalam memutuskan perkara antara merek

Gudang Baru dan Gudang Garam, dampak pertimbangan hakim dalam

memutuskan sengketa antara merek Gudang Baru dan Gudang Garam

pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014.

BAB V PENUTUP


(27)

BAB II

MEREK SEBAGAI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI)

A. Hak Kekayaan Intelektual (HKI)

Pemahaman teori akan diuraikan dalam konsepsi Hak Kekayaan

Intelektual dari unsur-unsur yang ada dalam istilah HKI yaitu hak, kekayaan, dan

intelektual. Ketiga unsur ini merupakan kesatuan yang tidak dipisahkan.1

1. Unsur Hak. Unsur ini diartikan hak yang diberikan negara kepada para

intelektual yang mempunyai hasil karya yang eksklusif. Eksklusif artinya

hasil karyanya baru, atau pengembangan dari yang sudah ada, mempunyai

nilai ekonomi, bisa diterapkan di dunia industri, mempunyai nilai komersial

dan dapat dijadikan aset.

2. Unsur Kekayaan. Menurut Paul Scholten dalam Zaakenrecht kekayaan adalah

sesuatu yang dapat dinilai dengan uang, dapat diperdagangkan dan dapat

diwariskan atau dapat dialihkan. Hal ini berarti unsur kekayaan pada HKI

mempunyai sifat ekonomi, yaitu mempunyai nilai uang, dapat dimiliki dengan

hak yang absolut dan dapat dialihkan secara komersial.

3. Unsur Inteketual. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

intelektual adalah cerdas, orang yang berpikiran jernih berdasarkan ilmu

pengetahuan, atau yang mempunyai kecerdasan tinggi.

1 Syopiansyah Jaya Putra dan Yusuf Durrachman, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual,

(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 113.


(28)

Dari ketiga unsur pemahaman tersebut dapat diartikan Hak Kekayaan

Intelektual (HKI) adalah sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang

lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu

pengetahuan dan teknologi. Karya-karya tersebut merupakan kebendaan tidak

terwujud yang merupakan hasil kemampuan intelektualitas manusia dalam

bidang ilmu pengetahuan dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa dan

karyanya, yang memiliki nilai-nilai moral, praktis dan ekonomi.2

HKI pada umumnya berhubungan dengan perlindungan penerapan ide

dan informasi yang memiliki nilai komersial. HKI mempunyai tujuh cabang,

yaitu:3

1. Hak Cipta, melindungi ciptaan manusia di bidang seni, sastra, dan ilmu

pengetahuan. Ciptaan tersebut seperti program komputer, musik, buku,

novel, karya arsitektur, tari, seni, dan lain-lain. Hak cipta diatur dalam UU

No. 19 Tahun 2002.

2. Merek, merupakan tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf,

angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang

membedakan barang atau jasa dari satu perusahaan dengan barang atau jasa

yang sejenis yang diproduksi oleh perusahaan lain. Merek diatur dalam UU

No. 15 Tahun 2001.

2 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: P.T. Alumni, 2003), h.

2.

3 Tomi Suryo Utomo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, (Yogyakarta: Graha


(29)

3. Paten, melindungi invensi di bidang teknologi dan berisi pemecahan

masalah. Paten dapat berupa produk, proses maupun pengembangan atau

penyempurnaan paten produk atau proses. Paten diatur dalam UU No. 14

Tahun 2001.

4. Desain Industri, melindungi tampilan luar dari kreasi bernilai artistik berupa

bentuk, konfigurasi, kompusisi garis atau warna, garis dan warna, gabungan

dari unsur-unsur tersebut. Desain Industri diatur dalam UU No. 31 Tahun

2000.

5. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, melindungi kreasi berupa rancangan

peletakan tiga dimensi dari berbagai elemen dalam sebuah sirkuit terpadu.

Cabang ini diatur dalam UU No. 32 Tahun 2000.

6. Rahasia Dagang, melindungi informasi yang tidak diketahui oleh umum di

bidang teknologi dan bisnis seperti metode produksi, metode pengolahan,

metode penjualan, dan informasi lainnya. Rahasia dagang diatur dalam UU

No. 30 Tahun 2000.

7. Perlindungan Varietas Tanaman, melindumgi varietas tanaman baru berupa

sekelompok tanaman, jenis atau spesies, bentuk, pertumbunhan, daun,

bunga, biji dan ekspresi karakteristik genotif atau kombinasi genotif. Cabang

ini di ataur dalam UU No. 29 tahun 2009.

Perlindungan HKI dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan

meratifikasi beberapa konvensi internasional antara lain tentang pembentukan


(30)

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Ada dua lembaga multilateral yang berhubungan

dengan HKI yaitu WIPO (World Intelectual Property Organization) dan TRIPs

(Trade Related Aspect Of Intellectual Property Rights). WIPO berada di bawah

lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan TRIPs yang lahir dalam Putaran

Uruguay diakomodasi oleh WTO.4

Pengaturan internasional tentang merek sebagai salah satu bagian dari

sistem pengaturan tentang HKI telah dicakup kedalam peraturan internasional

yang sangat komprehensif dalam perjanjian TRIPs. Perjanjian TRIPs merupakan

salah satu bagian dari WTO. Indonesia menjadi negara WTO pada tahun 1994,

secara otomatis Indonesia merupakan pihak pula dalam perjanjian TRIPs.

Keikutsertaan Indonesia dalam perjanjian TRIPs menimbulkan kewajiban

internasional bagi Indonesia yang menuntut komitmen penuh pelaksanaannya,

yaitu kewajiban-kewajiban dalam rangka perlindungan HKI.5

B. Merek

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, merek merupakan salah satu

cabang dalam Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang diatur dalam UU No. 15

Tahun 2001.

Gambaran umum merek akan dijelaskan sebagai berikut:

4 Syopiansyah Jaya Putra dan Yusuf Durrachman, Etika Bisnis dan Hak Kekayaan Intelektual,

(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 113.

5 Titon Slamet Kurnia, Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia Pasca


(31)

1. Pengertian Merek

Pengertian merek dalam UU No. 15 tahun 2001 adalah tanda yang

berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau

kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan

digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

Dari rumusan tersebut, dapat diketahui bahwa merek:6

a. Tanda berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna tersebut.

b. Memiliki daya pembeda (distinctive) dengan merek lain yang sejenis. c. Digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis.

Dengan demikian, merek merupakan suatu tanda pengenal dalam

kegiatan perdagangan barang atau jasa yang sejenis dan sekaligus

merupakan jaminan mutunya bila dibandingkan dengan produk barang atau

jasa sejenis yang dibuat pihak lain.

Sedangkan menurut beberapa ahli mengemukakan pengertian dari

merek itu sendiri, yaitu:7 a. H.M.N. Purwo Sutjipto

“Merek adalah suatu tanda, dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan, sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang

sejenis”.

b. Prof. R. Soekardono

“Merek adalah sebuah tanda (Jawa: ciri atau tengger) dengan mana

dipribadikan sebuah barang tertentu, dimana perlu juga dipribadikan asalnya barang dalam perbandingan dengan barang-barang sejenis yang

6 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: P.T. Alumni, 2003), h.

321.

7OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004),


(32)

dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau badan-badan

perusahaan lain”.

c. Mr. Tirtaamidjaya yang mensitir pendapat Proff. Vollmar

“Suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang

dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya, gunanya membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya”.

Berdasarkan pengertian merek dari beberapa ahli di atas, penulis

menyimpulkan merek adalah suatu tanda pengenal dalam bidang

perdagangan barang atau jasa guna membedakan dengan barang atau jasa

yang sejenis lainnya.

2. Fungsi Merek

Merek berfungsi untuk memberi identitas pada barang atau jasa dan

berfungsi menjamin kualitas suatu barang dan jasa bagi konsumen. Bagi

orang yang sudah membeli suatu produk dengan merek tertentu dan merasa

puas akan kualitas produk barang atau jasa tersebut akan mencari produk

dengan merek yang sama di lain waktu. Merek juga dapat menjadi

adversiting tool untuk membantu periklanan dan promosi suatu produk.8 Selain itu, merek juga berfungsi sebagai pembeda dari produk barang

atau jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum dengan produk

barang atau jasa yang dibuat oleh seseorang atau badan hukum lain. Barang

atau jasa yang dibuat tersebut merupakan barang atau jasa yang sejenis,

sehingga perlu diberi tanda pengenal untuk membedakannya. Sejenis di sini,

8 Emmy Yuhassarie, Hak Kekayaan Intelektual dan Perkembangannya, (Jakarta: Pusat


(33)

bahwa barang atau jasa yang di perdagangkan tersebut harus termasuk dalam

kelas barang atau jasa yang sama pula.9

Menurut P.D.D. Dermawan , fungsi merek itu ada tiga, yaitu:10

a. Fungsi indikator sumber, artinya merek berfungsi untuk menunjukkan bahwa suatu produk bersumber sacara sah pada suatu unit usaha dan karenanya juga berfungsi untuk memberi indikasi bahwa produk itu dibuat secara profesional;

b. Fungsi indikator kualitas, artinya merek berfungsi sebagai jaminan kualitas khususnya dalam kaitan dengan produk-produk bergengsi; c. Fungsi sugestif, artinya merek memberikan kesan akan menjadi kolektor

produk tersebut.

3. Jenis-Jenis Merek

Jenis merek dijelaskan dalam Pasal 2 UU No. 15 Tahun 2001, yaitu

“Merek sebagaimana diatur dalam undang-undang ini meliputi Merek

Dagang dan Merek Jasa”. Merek dagang adalah merek yang digunakan pada

barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara

bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan barang-barang sejenis

lainnya. Sedangkan merek jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang

diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama

atau badan hukum untuk membedakan jasa-jasa sejenis lainnya.

Selain jenis merek di atas, UU No. 15 Tahun 2001 juga mengenal

jenis merek lainnya, yaitu Merek Kolektif. Pasal 1 angka 4 UU No. 15

9 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: P.T. Alumni, 2003), h.

322.

10 OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004),


(34)

Tahun 2001 mendefinisikan merek kolektif sebagai merek yang digunakan

pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang

diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara

bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya.

4. Persyaratan Merek Yang Dapat Didaftar

Agar suatu merek dapat diterima dan dipakai sebagai merek atau cap

dagang, maka syarat mutlak yang harus dipenuhi yaitu mempunyai daya

pembedaan yang cukup. Dengan kata lain, tanda yang dipakai ini haruslah

sedemikian rupa, sehingga mempunyai cukup kekuatan untuk membedakan

barang hasil produksi suatu perusahaan atau jasa dari produksi seseorang

dengan barang-barang atau jasa yang diproduksi oleh orang lain.11 Selain itu, tidak semua yang memenuhi daya pembeda dapat didaftarkan sebagai

sebuah merek. Pasal 4 UU No. 15 Tahun 2001 menyatakan bahwa merek

tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon

yang beriktikad tidak baik.

Penjelasan Pasal 4 UU No. 15 Tahun 2001 menyakan bahwa

pemohon yang beritikad baik adalah pemohon yang mendaftarkan mereknya

secara layak dan jujur tanpa ada niat apapun untuk membonceng, meniru

atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang

11OK. Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2004),


(35)

berakibat kerugian pada pihak lain itu atau menimbulkan kondisi persaingan

curang, mengecoh atau menyesatkan konsumen.

Selain itu, ketentuan UU No. 15 Tahun 2001 mengatur lebih lanjut

apa saja yang tidak dapat dijadikan atau didaftarkan sebagai suatu merek.

Berdasarkan Pasal 5 UU No. 15 Tahun 2001, merek tidak dapat didaftarkan

apabila mengandung salah satu unsur: bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau

ketertiban umum; tidak memiliki daya pembeda; telah menjadi milik umum;

dan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang

dimohonkan pendaftarannya.

Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2001 memuat juga ketentuan mengenai

penolakan pendaftaran merek yaitu permohonan harus ditolak oleh

Direktorat Jenderal HKI apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada

pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah

terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis, merek yang

sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis, dan

indikasi-geografis yang sudah dikenal. Penolakan dapat pula diberlakukan

terhadap barang dan/atau jasa yang tidak sejenis sepanjang memenuhi

persyaratan tertentu yang akan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan

Pemerintah.

Permohonan juga harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila


(36)

nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis

dari yang berhak, merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan

nama, bendera, lambang atau simbol atau emblem negara atau lembaga

nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak

yang berwenang, dan merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau

stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga Pemerintah, kecuali

atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang. Dengan demikian, tidak

semua tanda dapat didaftar sebagai merek. Tanda-tanda yang memenuhi

syarat yang dapat didaftar sebagai merek, yaitu: 12 a. Mempunyai daya pembeda.

b. Merupakan tanda-tanda pada barang dagang atau jasa yang dapat berupa gambar (lukisan), nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.

c. Tanda tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan, atau ketertiban umum, bukan tanda yang bersifat umun dan tidak menjadi milik umum, atau bukan merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

d. Tanda tersebut juga tidak mempunyai persamaan dengan merek lain yang terdaftar lebih dulu, merek terkenal, atau indikasi geografis yang sudak dikenal.

e. Tidak merupakan, menyerupai atau tiruan tanda lainnya yang dimiliki oleh suatu lembaga atau negara tertentu.

5. Permohonanan Pendaftaran Merek

Tentang syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek di

Indonesia diatur dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 17 UU No. 15 Tahun

12 Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: P.T. Alumni, 2003), h.


(37)

2001. Pasal 7 ayat (1) menyatakan permohonan pendaftaran merek diajukan

secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan

mencantumkan:

a. tanggal, bulan, dan tahun;

b. nama lengkap, kewarganegaraan, dan alamat Pemohon;

c. nama lengkap dan alamat Kuasa apabila Permohonan diajukan melalui

Kuasa;

d. warna-warna apabila merek yang dimohonkan pendaftarannya

menggunakan unsur-unsur warna;

e. nama negara dan tanggal permintaan Merek yang pertama kali dalam

hal Permohonan diajukan dengan Hak Prioritas.

Permohonan ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya. Pemohon

di sini dapat terdiri dari satu orang atau beberapa orang secara bersama, atau

badan hukum. Permohonan yang diajukan lebih dari satu Pemohon secara

bersama-sama berhak atas merek tersebut, semua nama pemohon

dicantumkan dengan memilih salah satu alamat sebagai alamat mereka.

Namun, permohonan yang diajukan bersama ditanda tangani oleh salah satu

dari pemohon yang berhak atas merek tersebut, maka harus melampirkan

persetujuan tertulis dari para pemohon yang mewakilkan. Sedangkan

permohonan merek yang diajukan melalui kuasanya (Konsultan Hak

Kekayaan Intelektual), surat kuasa untuk itu ditandatangani oleh semua


(38)

untuk dapat diangkat sebagai Konsultan HKI diatur dengan Peraturan

Pemerintah, sedangkan tata cara pengangkatannya diatur dengan Keputusan

Presiden. Hai ini berdasarkan Pasal 7 ayat (2) - (9) UU No. 15 Tahun 2001.

Permohonan pendaftaran merek dengan hak prioritas. Hak prioritas

adalah hak permohonan untuk mengajukan permohonan yang berasal dari

negara yang tegabung dalam Paris Convention for Protection of industial

property atau Agreement Establishing the World trade organization untuk

memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal

merupakan tanggal prioritas di negara tujuan yang juga anggota perjanjian

tersebut dan dilakukan dalam kurun waktu tertentu.13

Permohonan pendaftaran merek dengan hak prioritas ini diatur

dalam Pasal 11 dan 12 UU No. 15 Tahun 2001. Pasal 11 dikatakan bahwa:

”Permohonan dengan menggunakan Hak Prioritas harus diajukan dalam

waktu paling lama 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan

permohonan pendaftaran Merek yang pertama kali diterima di negara lain,

yang merupakan anggota Paris Convention for the Protection of Industrial

Property atau anggota Agreement Establishing the World Trade

Organization.”

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menampung kepentingan negara

yang hanya menjadi salah satu anggota dari Paris Convention for the


(39)

Protection of Industrial Property atau anggota persetujuan WTO. Paris

Convention memuat beberapa ketentuan mengenai hal prioritas ini, yaitu:14

a. Jangka waktu untuk mengajukan permohonan pendaftaran merek dengan menggunakan hak prioritas adalah 6 (enam) bulan;

b. Jangka waktu 6 (enam) bulan tersebut sejak tanggal pengajuan permohonan pertama di negara asal atau salah satu negara anggota Konvensi Paris;

c. Tanggal pengajuan tidak termasuk dalam perhitungan jangka waktu 6 (enam) bulan;

d. Dalam hal jangka waktu berakhir adalah hari libur atau hari pada saat Kantor Pendaftaran Merek tertutup, pengajuan permohonan pendaftaran merek dimana perlindungan dimohonkan, jangka waktu diperpanjang sampai pada permulaan hari kerja berikutnya.

Sedangkan dalam Pasal 12 UU No. 15 Tahun 2001 dikatakan pula

bahwa selain harus memenuhi ketentuan persyaratan permohonan

pendaftaran merek, permohonan dengan menggunakan hak prioritas wajib

dilengkapi dengan bukti tentang penerimaan permohonan pendaftaran merek

yang pertama kali yang menimbulkan hak prioritas tersebut. Bukti hak

prioritas tersebut diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, yang

perjemahannya dilakukan oleh penerjemah yang disumpah.

Penjelasan Pasal 12 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 menyatakan

Bukti Hak Prioritas berupa surat permohonan pendaftaran beserta tanda

penerimaan permohonan tersebut yang juga memberikan penegasan tentang

tanggal penerimaan permohonan. Dalam hal yang disampaikan berupa

salinan atau fotokopi surat atau tanda penerimaan, pengesahan atas salinan

14Rachmadi Usman, Hukum Hak atas Kekayaan Intelektual, (Bandung: P.T. Alumni, 2003), h.


(40)

atau fotokopi surat atau tanda penerimaan tersebut diberikan oleh Direktorat

Jenderal apabila permohonan diajukan untuk pertama kali.15

Apabila ketentuan tersebut tidak dipenuhi dalam waktu paling lama 3

(tiga) bulan setelah berakhirnya hak mengajukan permohonan dengan

menggunakan hak prioritas, maka permohonan tersebut tetap diproses,

namun tanpa menggunakan hak prioritas. Hal ini berdasarkan ketentuan

Pasal 12 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2001.

Setelah persyaratan administrasi yang disebutkan pada Pasal 7

sampai dengan 12 UU No. 15 Tahun 2001, Direktorat Jenderal HKI akan

melakukan pemeriksaan kelengkapan persyaratan pendaftaran merek,

apabila terdapat kekurangan dalam kelengkapan persyaratan administrasi

sebagaimana dimaksudkan di atas, Direktorat Jenderal meminta agar

kelengkapan persyaratan tersebut dipenuhi dalam waktu paling lama 2 (dua)

bulan terhitung sejak tanggal pengiriman surat permintaan untuk memenuhi

kelengkapan persyaratan tersebut. Sedangkan dalam hal kekurangan tersebut

menyangkut persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 UU No. 15

Tahun 2001, jangka waktu pemenuhan kekurangan persyaratan tersebut

paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak berakhirnya jangka waktu

pengajuan permohonan dengan menggunakan hak prioritas. Hal ini

berdasarkan ketentuan Pasal 12 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2001.


(41)

Berdasarkan Pasal 14 UU No. 15 Tahun 2001, apabila kelengkapan

persyaratan di atas tidak dipenuhi dalam jangka waktu yang telah ditentukan,

maka Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pemohon

atau kuasanya bahwa permohonannya dianggap ditarik kembali. Terhadap

hal ini, biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat

ditarik kembali. Sebaliknya, apabila seluruh persyaratan administrasi telah

tepenuhi, maka terhadap permohonannya diberikan tanggal penerimaan

(filing date), yang dicatat oleh Direktorat Jenderal HKI. Hal ini berdasarkan

ketentuan Pasal 15 UU No. 15 Tahun 2001.

6. Pelaksanaan Pendaftaran Merek

Setelah pemeriksaan kelengkapan administrasi terhadap suatu

permohonan pendaftaran merek dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)

hari terhitung sejak tanggal penerimaan, Direktorat Jenderal akan melakukan

pemeriksaan substantif sebagaimana diatur dalam Pasal 18 sampai dengan

Pasal 20 UU No. 15 Tahun 2001. Pemeriksaaan substantif tersebut

dilaksanakan untuk menentukan dapat atau tidak dapatnya merek yang

bersangkutan didaftarkan berdasarkan ketentuan Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6

UU No. 15 Tahun 2001. Pemeriksaan ini diselesaikan dalam waktu paling

lama 9 (sembilan) bulan.

Berdasarkan Pasal 20 ayat (1) - (3) UU No. 15 Tahun 2001, apabila


(42)

dapat disetujui untuk didaftar, atas persetujuan Direktur Jenderal, maka

permohonan tersebut diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Namun,

apabila pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan substantif bahwa

permohonan tidak dapat didaftar atau ditolak, atas persetujuan Direktur

Jenderal, maka hal tersebut diberitahukan secara tertulis kepada pemohon

atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya.

Pemohon atau kuasanya dapat menyampaikan keberatan atau

tanggapannya dengan waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak

tanggal penerimaan surat pemberitahuan tersebut. Apabila setelah 30 (tiga

puluh) hari pemohon atau kuasanya tidak menyampaikan keberatan atau

tanggapannya, maka Direktorat Jenderal akan menetapkan keputusan tentang

penolakan permohonan tersebut. Dalam hal Permohonan ditolak, segala

biaya yang telah dibayarkan kepada Direktorat Jenderal tidak dapat ditarik

kembali. Namun, apabila pemohon atau kuasanya menyampaikan keberatan

atau tanggapannya kemudian pemeriksa melaporkan bahwa tanggapan

tersebut dapat diterima, maka atas persetujuan Direktur Jenderal,

permohonan itu diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Hal ini berdasarkan

Pasal 20 ayat (4), (5), dan (8) UU No. 15 Tahun 2001.

Berdasarkan Pasal 21 UU No. 15 Tahun 2001, setelah suatu

permohonan disetujui untuk didaftar, maka dalam waktu paling lama 10

(sepuluh) hari terhitung sejak tanggal disetujuinya permohonan untuk


(43)

Berita Resmi Merek. Pengumuman berlangsung selama 3 (tiga) bulan dan

dilakukan dengan menempatkannya dalam Berita Resmi Merek yang

diterbitkan secara berkala oleh Direktorat Jenderal dan/atau

menempatkannya pada sarana khusus yang dengan mudah serta jelas dapat

dilihat oleh masyarakat.

Selama jangka waktu pengumuman 3 (tiga) bulan tersebut, setiap

pihak dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal

atas permohonan yang bersangkutan dengan dikenai biaya. Keberatan hanya

dapat diajukan apabila terdapat alasan yang cukup disertai bukti bahwa

merek yang dimohonkan pendaftarannya adalah merek yang berdasarkan

Undang-Undang ini tidak dapat didaftar atau ditolak. Direktorat Jenderal

dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari terhitung sejak tanggal

penerimaan keberatan mengirimkan salinan surat yang berisikan keberatan

tersebut kepada pemohon atau kuasanya. Hal ini tertuang dalam Pasal 24 UU

No. 15 Tahun 2001.

Berdasarkan Pasal 25 UU No. 15 Tahun 2001, pemohon atau

kuasanya berhak mengajukan sanggahan terhadap keberatan yang diajukan

oleh pihak lain. Sanggahan tersebut diajukan secara tertulis dalam waktu

paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak tanggal penerimaan salinan

keberatan yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal. Pasal 26 UU No. 15

Tahun 2001, Direktorat Jenderal menggunakan keberatan dan/atau


(44)

terhadap permohonan yang telah selesai diumumkan. Hal ini diselesaikan

dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak berakhirnya

jangka waktu pengumuman.

Direktorat Jenderal memberitahukan secara tertulis kepada pihak

yang mengajukan keberatan mengenai hasil pemeriksaan kembali yang

dimaksud. Apabila pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan bahwa

keberatan dapat diterima, maka Direktorat Jenderal memberitahukan secara

tertulis kepada pemohon bahwa permohonan tidak dapat didaftar atau

ditolak. Dalam hal ini, pemohon atau kuasanya dapat mengajukan banding.

Namun, apabila pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan bahwa keberatan

tidak dapat diterima, maka atas persetujuan Direktur Jenderal, permohonan

dinyatakan dapat disetujui untuk didaftar dalam Daftar Umum Merek. Hal

ini berdasarkan Pasal 26 ayat (3) – (5) UU Merek No. 15 Tahun 2001.

Berdasarkan Pasal 27 UU No. 15 Tahun 2001, Direktorat Jenderal

akan menerbitkan dan memberikan sertifikat merek kepada pemohon atau

kuasanya dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak

tanggal berakhirnya jangka waktu pengumuman. Demikian pula jika

keberatan tidak dapat diterima, maka Direktorat Jenderal akan menerbitkan

dan memberikan sertifikat merek kepada pemohon atau kuasanya dalam

waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan


(45)

7. Jangka Waktu Perlindungan Merek Terdaftar

Perlindungan hukum diberikan kepada merek terdaftar untuk jangka

waktu 10 (sepuluh) tahun sejak tanggal penerimaan dan dapat diperpanjang,

hal ini di atur dalam Pasal 28 UU No. 15 Tahun 2001. Pasal 35 UU No. 15

Tahun 2001, pemilik merek terdaftar setiap kali dapat mengajukan

permohonan perpanjangan untuk jangka waktu yang sama. Permohonan

perpanjangan diajukan kepada Direktorat Jenderal HKI secara tertulis oleh

pemilik merek atau kuasanya dalam jangka waktu 12 bulan sebelum

berakhirnya jangka waktu perlindungan bagi merek terdaftar tersebut.

Berdasarkan Pasal 36 UU No. 15 Tahun 2001, permohonan

perpanjangan ini disetujui apabila merek yang bersangkutan masih

digunakan pada barang atau jasa sebagaimana disebut dalam sertifikat merek

tersebut dan barang atau jasa tersebut masih diproduksi dan diperdagangkan.

Permohonan perpanjangan dapat ditolak oleh Direktorat Jenderal,

apabila permohonan tersebut tidak memenuhi ketentuan di atas atau merek

tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan

merek terkenal milik orang lain. Penolakan permohonan perpanjangan

diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan

menyebutkan alasannya. Dalam hal penolakan permohonan perpanjangan,

pemilik merek atau kuasanya dapat mengajukan keberatan kepada

Pengadilan Niaga. Putusan Pengadilan Niaga hanya dapat diajukan kasasi.


(46)

Berdasarkan Pasal 28 UU No. 15 Tahun 2001, perpanjangan jangka

waktu perlindungan merek terdaftar dicatat dalam Daftar Umum Merek dan

diumumkan dalam Berita Resmi Merek serta diberitahukan secara tertulis

kepada pemilik merek atau kuasanya. Sedangkan permohonan pencatatan

perubahan nama dan/atau alamat pemilik merek terdaftar diajukan kepada

Direktorat Jenderal HKI dengan dikenai biaya untuk dicatat dalam Daftar

Umum merek dengan disertai salinan yang sah mengenai bukti perubahan

tersebut. Hal ini berdasarkan Pasal 27 UU No. 15 Tahun 2001.

8. Penghapusan dan Pembatalan Pendaftaran Merek

Penghapusan dan pembatalan pendaftaran merek diatur dalam Pasal

61 sampai dengan 72 UU tahun 2001. Pasal 61 ayat (1), pengapusan

pendaftaran merek dapat dilakukan atas prakarsa Direktorat Jenderal HKI

atau berdasarkan permohonan pemilik merek yang bersangkutan.

Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Direktorat Jenderal dapat

dilakukan jika merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturut-turut

dalam perdagangan barang dan/atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau

pemakaian terakhir, kecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh

Direktorat Jenderal atau merek digunakan untuk jenis barang dan/atau jasa

yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan

pendaftaran, termasuk pemakaian merek yang tidak sesuai dengan merek


(47)

Pembatalan merek diatur dalam Pasal 68 ayat (1) UU No. 15 Tahun

2001 yang menyebutkan alasan-alasan tentang pengajuan pembatalan merek.

Alasan-alasan itu ditentukan dalam Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 UU No. 15

Tahun 2001. Pemilik merek yang tidak terdaftar dapat mengajukan gugatan

tersebut setelah mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal.

Gugatan pembatan tersebut diajukan kepada Pengadilan Niaga.

Berdasarkan Pasal 69 UU No. 15 Tahun 2001, gugatan pembatalan

pendaftaran merek hanya dapat diajukan dalam jangka waktu 5 tahun sejak

tanggal pendaftaran merek. Gugatan pembatalan dapat diajukan tanpa batas

waktu apabila merek yang bersangkutan bertentangan dengan moralitas,

agama, kesusilaan dan ketertiban umum.

Pembatalan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal

dengan mencoret merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek

dengan memeberi catatan tentang alasan dan tanggal pembatalan tersebut.

Pembatalan pendaftaran itu diberitahukan secara tertulis kepada pemilik

merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasan pembatalan dan penegasan

bahwa sejak tanggal pencoretan dari Daftar Umum Merek, Sertifikat Merek

yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pencoretan pendaftaran

suatu Merek dari Daftar Umum Merek diumumkan dalam Berita Resmi

Merek. Pembatalan dan pencoretan pendaftran merek mengakibatkan

berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan. Hal ini


(48)

BAB III

KRITERIA PERSAMAAN UNSUR POKOK PADA MEREK TERKENAL

A. Profil PT Gudang Garam tbk dan Gudang Baru

1. PT Gudang Garam

a. Sejarah1

PT Gudang Garam tbk adalah sebuah perusahaan produsen

rokok popular asal Indonesia. Perusahaan ini didirikan pada 26

Juni 1958 di Kediri, Jawa Timur oleh Surya Wonowidjojo. Titik awal

berdirinya bermula dari sebuah industri rumahan kemudian berubah

menjadi Firma pada tahun 1969. Gudang Garam kembali mengubah

status dari Firma menjadi Perseroan Terbatas (PT) pada tahun 1971.

Pada tahun yang sama, terbit bantuan fasilitas dari pemerintah berupa

Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), yang semakin mendukung

perkembangan usaha. Gudang Garam mengembangkan jenis produk

Sigaret Kretek Mesin (SKM) pada tahun 1979 dan tahun 1990

mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya,

yang mengubah statusnya menjadi Perusahaan Terbuka.

Gudang Garam memproduksi jenis rokok baru, yaitu kretek mild

yang ditandai dengan berdirinya Direktorat Produksi Gempol di

Pasuruan Jawa Timur pada tahun 2002. Tahun 2013 memperluas daerah

1http://www.gudanggaramtbk.com/tentang_kami/perjalanan diakses pada tanggal 03 April 2015.


(49)

produksinya, yaitu areal perusahaan yang semula hanya seluas 1000 m2 kini telah berkembang menjadi sekitar 208 hektar yang terletak di

wilayah Kabupaten dan Kota Kediri serta di wilayah Pasuruan.

b. Lokasi2

c. Tata Kelola Perusahaan3

1) Komite Audit, adalah komite independen yang anggotanya ditunjuk

oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris. Tugasnya

membantu Dewan Komisaris dalam memastikan berjalan dan

terpeliharanya praktik tata kelola perusahaan serta pengawasan dan

pengelolaan risiko yang memadai.

2) Audit Internal. Kebijakan mengenai fungsi, tugas, serta cakupan

kerja Audit Internal ditetapkan oleh Direksi. Di dalamnya termasuk

2

https://maps.google.co.id/maps?q=alamat+gudang+garam&ie=UTF-8&ei=3vcfVf-mItiRuAS-qIDoBA&ved=0CAgQ_AUoAw&output=classic&dg=brw diakses pada tanggal 03 April 2015.

3http://www.gudanggaramtbk.com/tentang_kami/perusahaan_kami/tata_kelola_perusahaan

diakses pada tanggal 03 April 2015.


(50)

tugas untuk menguji mutu serta kehandalan laporan keuangan,

kebijakan dan prosedur yang ada, memastikan sistem kontrol

internal berjalan dengan efektif di setiap unit kerja, serta

pengamanan aset dan pemeriksaan rutin atas tingkat efisiensi

operasional perusahaan.

3) Sekretaris Perusahaan, bertugas memastikan agar Gudang Garam

senantiasa mematuhi peraturan dan perundangan yang dikeluarkan

oleh badan otoritas pasar modal dan memberi masukan kepada

Direksi serta Dewan Komisaris terkait hal tersebut. Sekretaris

Perusahaan juga menginformasikan badan otoritas pasar modal dan

para pemegang saham mengenai kinerja bisnis Perseroan melalui

antara lain, publikasi laporan keuangan, pertemuan yang

dijadwalkan dari waktu ke waktu serta paparan publik tahunan.

d. Manajemen4

1) Dewan Komisaris

a) Juni Setiawati Wonowidjojo, diangkat menjadi Presiden

Komisaris Perseroan pada bulan Juni 2009, dan menjabat

sebagai Komisaris sejak tahun 1983.

b) Frank W.van Gelder, diangkat menjadi Komisaris Independen

Perseroan pada bulan Maret 2002.

4 http://www.gudanggaramtbk.com/tentang_kami/perusahaan_kami/manajemen diakses pada


(51)

c) Lucas Mulia Sahardja, diangkat menjadi Komisaris pada bulan

Juni 2009.

d) Gotama Hengdratsonata, diangkat menjadi Komisaris

Independen Perseroan pada bulan Juni tahun 2014.

2) Direksi

a) Susilo Wonowidjojo, diangkat menjadi Presiden Direktur pada

bulan Juni 2009, dan sebelumnya menjabat sebagai Wakil

Presiden Direktur sejak 1990 dan sebagai Direktur Perseroan

sejak 1976 membidangi pengadaan/pengelolaan bahan baku

dan manajemen produksi.

b) Heru Budiman, ditunjuk sebagai Direktur pada tahun 2000,

diusulkan dan diangkat menjadi Sekretaris Perseroan pada

tahun 1996, mulai bekerja di Gudang Garam pada tahun 1990

di bidang Treasury dan Hubungan Investor.

c) Fajar Sumeru, diangkat sebagai Direktur yang bertanggung

jawab untuk Produksi SKM tahun 2007. Sebelumnya menjabat

sebagai Wakil Direktur divisi yang sama dari tahun 2005

hingga 2007 dan menjabat sebagai Kepala Divisi Teknik sejak

tahun 2003. Beliau bergabung di Perseroan pada tahun 1987.

d) Herry Susianto, diangkat menjadi Direktur yang membidangi

Keuangan pada tahun 2007. Sebelumnya beliau menjabat


(52)

dan Kepala Divisi Akuntansi antara 2001 dan 2002. Ketika

pertama kali masuk Perseroan pada tahun 1983 beliau bekerja

di Divisi Akuntansi.

e) Buana Susilo, diangkat sebagai Direktur dengan tanggung

jawab urusan teknologi manufaktur pada tahun 2008.

Berpengalaman menangani urusan desain peralatan,

perencanaan proses dan konfigurasi. Sebelum itu beliau adalah

Wakil Direktur yang membidangi Teknik sejak tahun 1991, dan

pada awal tahun 2000 bertanggung jawab untuk pembangunan

dan pengembangan fasilitas produksi kedua di Gempol. Mulai

bekerja di Perseroan sejak 1981 dan bertanggung jawab untuk

modernisasi pengolahan primer.

f) Istata Taswin Siddharta, diangkat sebagai Direktur yang

menangani terutama bidang Teknologi Informasi pada tahun

2012. Mulai bekerja di Perseroan sejak tahun 2008 dan

menjabat sebagai Wakil Direktur urusan Pemasaran dari tahun

2008 hingga 2010.

g) Sony Sasono Rahmadi, diangkat sebagai Direktur yang

membidangi percetakan kemasan rokok (Grafika) pada tahun

2012. Bergabung dengan Perseroan pada tahun 1988 dan

menjabat sebagai General Manager dalam pengelolaan pasokan


(53)

2. Gudang Baru

a. Sejarah5

Tahun 1967 berawal dari tujuan mulia seorang putra pribumi

bernama Saman Hoedi (Almarhum) untuk membantu masyarakat sekitar

dalam hal pemenuhan sandang pangan serta lapangan pekerjaan, beliau

mendirikan perusahaan rokok Bintang Sayap Insan dengan jenis rokok

SKT saja dengan merek rokok INSAN, yang mampu mempekerjakan

kurang lebih 125 orang yang berasal dari masyarakat sekitar. Sadar

dengan kebutuhan pasar yang semakin meningkat pada decade 1980 an

beliau mulai mempersiapan genarasi penerus perusahaan ini ke putra

sulungnya yang bernama Ali Kosin. Sepuluh tahun kemudian tepatnya

pada tahun 1992 perusahaan ini mengalami perkembangan pesat

sehingga mampu mendirikan 2 anak perusahaan rokok yang bernama

PR. Jaya Makmur dengan direktur utamanya adalah H.Ali Kosin, SE

dan PR. Putra Jaya dengan direktur utamanya adalah H.Ali Usman, SE.

Kemudian menyatukan perusahaan rokok (Bintang Sayap Insan, Jaya

Makmur, Putra Jaya) dalam manajemen Gudang baru.

Pengolahan manajemen pun mulai di kelola secara profesional

pula, di bawah manajemen Gudang Baru perusahaan ini selalu berusaha

menggali kemampuan untuk menciptakan hasil karya seni rokok becita

rasa tinggi dengan harga terjangkau, beberapa merk rokok nya adalah


(54)

Gudang Baru Internasional, Gudang Baru Putih maka dengan

kemurahan Tuhan yang maha ESA empat tahun kemudian, pada tahun

1995 perusahaan ini mulai memproduksi jenis rokok SKM (Sigaret

Kretek Mesin). Tahun 2009, sadar dengan pesatnya berkembangan

perusahaan dan tingginya permintaan pasar terhadap semua produk

Gudang Baru, sehingga menuntut seorang H.Ali Kosin, SE untuk

mengembangkan strategi perusahaan dan marketing dengan memulai

memperluas distribusi rokok ke seluruh wilayah Indonesia dan ekspor

ke luar negeri. Seiring dengan berjalannya waktu telah banyak

kontribusi yang diberikan perusahaan terhadap pendapatan negara dalam

hal pembayaran pita cukai dan pembayaran pajak serta membuka

lapangan kerja bagi putra putri Indonesia, sekarang dengan jumlah

karyawan lebih dari 2.583 orang.

b. Alamat dan Kontak6

JL.Probolinggo No.168 Penarukan Kepanjen Malang Jawa Timur.

Phone : +62 341 397234, 341 396006

Fax : +62 341 397207

Email : office@gudang-baru.com.


(1)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

GUDANG GARAM

Bukti P–4.2, Bukti P–3.60, Bukti P – 3.64 dan Bukti P – 3.71

Bukti T–1 dan Bukti

Gambar/Lukisan :

GUDANG berderet berjumlah LIMA di depannya ada REL KERETA dengan bentuk melengkung; ATAP GUDANG berbentuk SEGITIGA; terdapat GARIS–GARIS TIPIS horisontal di atas Atap Rumah.

Gambar/Lukisan : GUDANG berderet berjumlah DUA di depannya ada JALAN dengan MARKA JALAN; ATAP GUDANG berbentuk SETENGAH

LINGKARAN; di atas ATAP GUDANG TID ADA garis–garis horisontal hanya berlatar WARNA PUTIH.

Bentuk, komposisi huruf :

ada tulisan huruf kecil dengan ejaan lama “tjap”; tulisan GUDANG dalam bentuk huruf KAPITAL; tulisan GARAM dalam bentuk huruf LATIN; dengan komposisi huruf tulisan GUDANG diletakkan di atas tulisan GARAM, dan tulisan GARAM lebih besar bentuknya dari tulisan GUDANG.

Bentuk, komposisi huruf:

Tidak ada tulisan hu kecil dengan ejaan lama “tjap”; tulisan GUDANG BARUdala bentuk huruf KAPITAL dengan komposisi hu tulisan GUDANG diletakkan di atas tulisan BARU, dan bentuk dari tulisan GUDANG lebih besa dari tulisan BARU (Bukti T-1); tulisan

Hal.35 dari 40 hal. Put. Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id


(2)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

GUDANG BARUdala bentuk huruf LATIN dengan komposisi hu tulisan GUDANG diletakkan di atas tulisan BARU, dan bentuk dari tulisan GUDANG dan tulisa BARU komposisinya berimbang. (Bukti T-2

Cara penempatan/peletakan gambar :

Gambar/Lukisan yang diuraikan di atas, dibingkai dengan bentuk PERSEGI PANJANG, yang penempatan atau peletakannya di atas tulisan huruf “Tjap GUDANG GARAM”

Cara penempatan/ peletakan gambar:

Gambar/Lukisan yan diuraikan di atas penempatan/

peletakannya di atas tulisan huruf GUDAN BARUyang dibingka masuk dalam LINGKARAN (Bukti T 1)

Gambar/Lukisan yan diuraikan di atas dibingkai dengan bentuk JAJARAN GENJANG yang keempat sisinya sama panjang, yang penempatan/

peletakannya di atas tulisan huruf GUDAN

Hal.36 dari 40 hal. Put. Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id


(3)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

BARU(Bukti T – 2) Nama :

secara jelas kasat mata merek yang terdaftar dalam daftar umum merek milik TERGUGAT adalah GUDANG

BARUsedangkan merek milik PENGGUGAT adalah Gudang Garam.

Nama :

secara jelas kasat ma merek yang terdaftar dalam daftar umum merek milik

TERGUGAT adalah GUDANG

BARUsedangkan merek milik

PENGGUGAT adala Gudang Garam. Kata :

Kata GUDANG GARAMjelas-jelas dari morfologi bahasa baik berupa pengucapan tentunya sangat berbeda dengan kata GUDANG BARU.

Kata :

Kata GUDANG BARUjelas-jelas dari morfologi bahasa ba berupa pengucapan tentunya sangat berbeda dengan kata GUDANG GARAM. Angka – angka :

Pada merek GUDANG GARAM tidak ada huruf yang ditampilkan berupa angka 12

Angka – angka : Pada merek GUDAN BARUhuruf yang ditampilkan berupa angka 12 dalam ben miring sedang pada merek milik

PENGGUGAT tidak ada.

Komposisi warna : Merah, biru tua, putih.

Komposisi warna : merah, biru, hitam, kuning emas, putih.

Hal.37 dari 40 hal. Put. Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id


(4)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

4. Bahwa oleh karena itu cukup alasan dan dasar hukumnya bagi Pemohon Kasasi/Tergugat memohon kepada Ketua Mahkamah Agung Rl atau Majelis Hakim Agung Pemeriksa Kasasi ini untuk membatalkan Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor 04/HKI–Merek/2013/PN Niaga Sby, tanggal 12 September 2013, dan mengadili sendiri;

Menimbang, bahwa terhadap keberatan-keberatan tersebut, Mahkamah Agung berpendapat:

Bahwa keberatan Pemohon Kasasi dapat dibenarkan oleh karena Judex Facti/Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya telah keliru dalam menerapkan hukum yaitu terkait dengan pertimbangan :

• Tentang adanya itikad tidak baik:

Dalam kaitan ini Judex Facti telah tidak cermat dalam menyatakan tentang adanya itikad baik sebagai berikut sebagaimana dikemukakan oleh Turut Tergugat, bahwa mengenai hal itu sudah dipertimbangkan saat pemeriksaan administratif, pemeriksaan substantif/sesuai kewenangan Dirjen HKI, Pasal 3 dan Penggugat/Termohon Kasasi tidak memiliki data hasil penelitian tentang adanya itikad tidak baik;

Bahwa merek Tergugat/Pemohon Kasasi -Gudang Baru sudah terdaftarkan dalam Daftar Umum Merek dan berita resmi Merek;

• Tentang adanya persamaan pada pokoknya:

Bahwa pertimbangan Judex Facti tentang adanya persamaan pada pokoknya sangat tidak tepat sebagai berikut bila dicermati merek dan gambar yang digunakan Tergugat/Pemohon Kasasi ternyata tidak ada persamaan bentuk, cara penempatan dan persamaan bunyi (similarity in sound) yang dapat menimbulkan adanya kerancauan;

• Mengenai putusan pidana yang dikemukakan Penggugat/Termohon

Kasasi tidak jelas apakah putusan tersebut sudah berkekuatan hukum tetap;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, Mahkamah Agung berpendapat, terdapat cukup alasan untuk mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi H. ALI KHOSIN, SE., tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, Nomor 04/HKI-MEREK/2013/PN-NIAGA.SBY., tanggal 12 September 2013,

Hal.38 dari 40 hal. Put. Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id


(5)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri dengan amar sebagaimana yang akan disebutkan di bawah ini;

Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi dikabulkan, maka Termohon Kasasi harus dihukum untuk membayar biaya perkara pada semua tingkat peradilan;

Memperhatikan, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;

M E N G A D I L I

Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi H. ALI KHOSIN, SE., tersebut;

Membatalkan putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Surabaya, Nomor 04/HKI-MEREK/2013/PN-NIAGA.SBY., tanggal 12 September 2013;

MENGADILI SENDIRI

DALAM EKSEPSI:

• Menolak eksepsi Tergugat I;

DALAM POKOK PERKARA :

• Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

Menghukum Termohon Kasasi/Penggugat untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan, yang dalam tingkat kasasi sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada Mahkamah Agung pada hari Selasa tanggal 22 April 2014 oleh Prof. Dr. VALERINE J.L. KRIEKHOFF, SH., MA., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, Prof. Dr. ABDURRAHMAN, SH., MH., dan H. SOLTONI MOHDALLY, SH., MH., Hakim-Hakim Agung, masing-masing sebagai Anggota, putusan tersebut diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua dengan dihadiri oleh Anggota - Anggota tersebut dan oleh NAWANGSARI, SH., MH., Panitera

Hal.39 dari 40 hal. Put. Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id


(6)

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Pengganti tanpa dihadiri oleh para pihak.

Anggota-Anggota, K e t u a,

Ttd/ Prof. Dr. VALERINE J.L. KRIEKHOFF, SH., MA. Ttd/ Prof. Dr. ABDURRAHMAN, SH., MH.,

Ttd/ H. SOLTONI MOHDALLY, SH., MH.

Panitera Pengganti Biaya-biaya: Ttd/ NAWANGSARI, SH., MH.

1. Meterai : Rp 6.000,00 2. Redaksi : Rp 5.000,00 3. Administrasi

Kasasi : Rp 4.989.000,00 + Jumlah : Rp 5.000.000,00

Untuk Salinan Mahkamah Agung R.I. a.n. Panitera Panitera Perdata Khusus

Rahmi Mulyati, SH.MH NIP : 19591207 1985 12 2 002

Hal.40 dari 40 hal. Put. Nomor 162 K/Pdt.Sus-HKI/2014

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id