Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai

(1)

PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA

GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

OLEH

KAMALLUZZAMAN NASUTION

117004003/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI

DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG

BAYU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

T E S I S

Diajukan Sebagai Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

KAMALLUZZAMAN NASUTION 117004003/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : PEMANFAATAN HUTAN

KEMASYARAKATAN DI DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Nama Mahasiswa : Kamalluzaman Nasution Nomor Induk Mahasiswa : 117004003

Program Studi : Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS. Ketua

)

(Dr. Delvian, SP., MP. Anggota

)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS

(

)

Dr. R. Hamdani Harahap, MSi. Anggota

)

Direktur

(Prof. Dr. Erman Munir, M, Sc)


(4)

Telah Diuji pada Tanggal : 29 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS. Anggota : 1. Dr. Delvian, SP., MP.

2. Dr. R. Hamdani Harahap, MSi 3. Prof. Dr. Badaruddin, MS. 4. Dr. Budi Utomo, SP., MP.


(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA

GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Juli 2013 Penulis


(6)

PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ABSTRAK

Pemanfaatan hutan kemasyarakatan (HKm) sebagai partisipasi aktif masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam memanfaatkan hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraannya serta meningkatkan kelestarian fungsi hutan. Masyarakat secara langsung dilibatkan dalam sistem pemanfaatan hutan, memberikan kontribusi secara real bagi kesejahteraan masyarakat, secara teknis mampu meningkatkan produktivitas sumberdaya hutan dan secara ekologis mampu menjamin kelestarian fungsi hutan. Menteri Kehutanan telah menetapkan areal kerja hutan kemasyarakatan di desa Gudang Garam Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai. Metode yang digunakan dalam penelitian pendekatan survai dengan jenis penelitian adalah deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, daftar pertanyaan dan studi dokumentasi. Metode analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu menjawab perumusan masalah dalam penelitian dan mengetahui kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai baik dan sangat baik. Dengan memanfaatkan hutan kemasyarakatan dapat meningkatkan penghasilan peserta HKm, mengubah kebiasaan dalam mengelola hutan, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peserta dalam hal memelihara, melindungi dan memulihkan sumberdaya alam serta memberikan manfaat dalam pemanfaatan hutan. Tingkat pemberdayaan partisipatif membantu kreatifitas peserta HKm dalam kelompok, meningkatkan kemampuan dan kemandirian peserta, meningkatkan kesadaran peserta dalam membudidayakan hutan serta memahami aturan dan norma-norma yang berlaku dalam pemanfaatan HKm. Persepsi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan menerangkan bahwa pemanfaatan HKm sangat dibutuhkan peserta HKm, peserta HKm dapat mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku, pembagian lahan telah sesuai dengan kemampuan peserta, program pemanfaatan HKm memberikan manfaat bagi kelestarian hutan dan menjaga fungsi hutan. Partisipasi masyarakat (perencanaan, implementasi, evaluasi, pemanfaatan, menjaga hutan dan membudidayakan hutan) dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan dilakukan dengan baik, dimana lahan yang terlanjur terbuka bisa tertutup kembali oleh tanaman serbaguna (multi purpose trees species) dan tanaman kayu-kayuan serta kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan melalui pemanfaatan hasil tanaman serbaguna dan kayu-kayuan.

Kata Kunci : Kondisi Sosial Ekonomi, Pemberdayaan Partisipatif, Persepsi Masyarakat, Partisipasi Masyarakat dan Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan.


(7)

THE USE OF COMMUNITY FOREST AT GUDANG GARAM

VILLAGE, BINTANG BAYU SUBDISTRICT

SERDANG BEDAGAI DISTRICT

ABSTRACT

The use of community forest (Hkm) is people’s active participation in and around the forest area in using forest to increase their welfare and to increase the conservation of the forest itself. People are directly involved in the use of forest system, really contribute to their welfare, technically are capable of increasing the productivity of forest resources, and ecologically are capable of guaranteeing forest conservation. The Forest Minister has stipulated the work area of community forest at Gudang Garam Village, Serdang Bedagai District, North Sumatera Province. The objective of the research was to know and to analyze the social-economic condition, participative empowerment, public perception, and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayu Subdistrict, Serdang Bedagai District. The research used a descriptive survey method. The data were gathered by conducting interviews, questionnaires, and documentary study and analyzed descriptively, by answering the formulation of the problems and knowing the social-economic condition, participative empowerment, public perception and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayub Subdistrict, Serdang Bedagai District. The result of the research showed that the social-economic condition, participative empowerment, public perception and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayu Subdistrict, Serdang Bedagai District, were good and very good. The use of community forest could increase the income of Hkm participants, change the habit of managing forest, increase the participants’ knowledge and capability in looking after, protecting, and restore natural resources, and understand the regulations and the norms in the use of Hkm. Public perception in using community forest indicated that the use of Hkm was urgently needed by Hkm participants who could follow and comply with the prevailing rules, the distributing of land was in line with the participants’ need, the program of using Hkm gave benefit to forest conservation, and took care of the forest. Public participation (planning, implementation, evaluation, usage, taking care of the forest, and empowering forest) in using community forest was done properly, where the open land could be covered by planting multi purpose trees species) and other trees, and people’s social welfare could be increased through the use of the multi purpose plants and trees.

Keywords: Social-Economic Condition, Participative Empowerment, Public


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan Di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai”.

Penulis menyadari bahwa selama tahap penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapat masukan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :

1. Orang tua Penulis, Ayahanda Zulkarnain Nasution dan Ibunda Almh. Syamsidar Siregar yang senantiasa memberikan doa, kasih sayang dan semangat untuk keberhasilan penulis.

2. Direktur dan Wakil Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan, yang telah menerima penulis untuk mengikuti Program Studi ini.

3. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan bagi penulis untuk menyelesaikan program perkuliahan sampai penyelesaian tesis ini.

4. Drs. Chairuddin, MSc selaku Sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., MS selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah memberikan masukan, bimbingan dan arahan yang berguna bagi penulis dalam melengkapi dan penyempurnaan tesis ini.

6. Dr. Delvian, SP., MP selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membantu penulis menyelesaikan tesis ini.

7. Dr. R. Hamdani Harahap, M.Si selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan tesis ini.

8. Istri tercinta Rina Wiharti Lubis, AMKeb dan Ananda tersayang Kaisa Ananda Nasution yang selalu menunggu dengan kesabaran dan penuh pengertian serta memberikan doa selama penulis menempuh pendidikan. 9. Rekan-rekan Sekolah Pascasarjana Program Studi Pengelolaan Sumberdaya

Alam dan Lingkungan (PSL) Angkatan 2011 dan semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Akhir kata, penulis berharap kiranya tesis ini berkenan dan bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan.

Medan, Juli 2013 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Kamalluzzaman Nasution lahir di Medan, pada tanggal 26 Pebruari 1977, dari pasangan Ayahanda Zulkarnain Nasution dan Ibunda Almh. Syamsidar Siregar. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri No. 064972 Medan. Setelah lulus SD tahun 1989 melanjutkan pendidikan di Sekolah Teknik Adiguna Medan, lulus pada tahun 1992. Penulis masuk Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) Pekanbaru tahun 1992, lulus pada tahun 1995. Pendidikan S1 pada Universitas Medan Area (Fakultas Pertanian), lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan Pendidikan S2 pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) tahun 2011.

Penulis bekerja pada :

1. Kantor Wilayah Departemen Kehutanan Propinsi Sumatera Utara tahun 1996 s/d 2001.

2. Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Utara tahun 2001 s/d 2002.

3. Balai Pengendalian Peredaran Hasil Hutan Wilayah I Medan pada tahun 2002 s/d 2008.

4. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai tahun 2008 s/d sekarang. Bulan April 2009 menjabat sebagai Kepala Seksi Tertib Peredaran Hasil Hutan dan Pelaporan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai sampai sekarang.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... iv

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR GAMBAR... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

BAB I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah... 6

1.3. Tujuan Penelitian... 7

1.4. Kerangka Berfikir... 7

1.5. Manfaat Penelitian... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 9

2.1. Pengertian Hutan... 9

2.1.1. Sifat-sifat Hutan... 10

2.1.2. Fungsi Hutan... 10

2.2. Hutan Kemasyarakatan... 11

2.2.1. Pengertian Hutan Kemasyarakatan... 11

2.2.2. Faktor-faktor Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan………... 15

2.2.3. Perijinan dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan... 16

2.3. Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan... 17

2.3.1. Pemanfaatan Kawasan... 18

2.3.2. Pemanfaatan Jasa Lingkungan ... 18

2.3.3. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu... 19

2.3.4. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu... 19

2.3.5. Pemungutan Hasil Hutan Kayu………... 19

2.3.6. Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu... 20

2.4. Kondisi Sosial Ekonomi... 20

2.5. Pemberdayaan Partisipatif...………... 22

2.6. Persepsi Masyarakat…... 24


(11)

BAB III. METODE PENELITIAN... 34

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian... 34

3.2. Populasi dan Sampel... 34

3.3. Jenis Penelitian... 35

3.4. Metode Pengumpulan Data... 35

3.5. Variabel Penelitian... 36

3.6. Analisis Data... 38

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 39

4.1. Hasil…………... 39

4.1.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian... 39

4.1.2. Karakteristik Responden... 45

4.1.2.1. Karakteristik responden berdasarkan usia... 45

4.1.2.2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin……… 47

4.1.2.3.Karakteristik responden berdasarkan pendidikan……….……….. 48

4.1.2.4.Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan... 49

4.1.2.5.Karakteristik responden berdasarkan lama menetap………. 50

4.1.3. Potensi Tegakan Hutan Kemasyarakatan... 51

4.1.4. Pendapatan Peserta HKm………... 51

4.1.5. Analisis Deskriptif………... 53

4.1.5.1. Kondisi sosial ekonomi…... 53

4.1.5.2. Pemberdayaan partisipatif……….. 59

4.1.5.3. Persepsi masyarakat……… 63

4.1.5.4. Partisipasi masyarakat……… 68

4.1.5.5. Pemanfaatan HKm.………. 80

4.2. Pembahasan... 87

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 109

5.1. Kesimpulan... 109

5.2. Saran... 110


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

3.1. Operasionalisasi Variabel Penelitian………... 37

4.1. Karakteristik responden berdasarkan usia………... 45

4.2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin………... 47

4.3. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan………... 48

4.4. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan………... 49

4.5. Karakteristik responden berdasarkan lama menetap………... 50

4.6. Pendapatan peserta HKm yang diperoleh dari pemanfaatan hasil hutan bulan Januari 2012 s/d Desember 2012... 52

4.7. Kondisi sosial ekonomi... 54

4.8. Pemberdayaan partisipatif... 59

4.9. Persepsi masyarakat…... 63

4.10.Perencanaan…….……... 69

4.11.Implementasi………... 71

4.12.Evaluasi……….………..…………... 73

4.13.Pemanfaatan hasil hutan………..…...…... 75

4.14.Menjaga hutan………...……... 76

4.15.Membudidayakan hutan..………..…...…... 78


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman

1.1. Kerangka Berpikir... 7 4.1. Peta Penunjukan Kawasan Hutan Kabupaten Serdang Bedagai... 42 4.2. Peta Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan (HKm)... 44


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman

1. Kuesioner... 114 2. Data Responden Kondisi Sosial Ekonomi, Pemberdayaan Partisipatif,

Persepsi Masyarakat, Partisipasi Masyarakat dan Pemanfaatan HKm... 120 3. Potensi tegakan hutan kemasyarakatan kelompok tani Berkah Lestari….. 131 4. Potensi tegakan hutan kemasyarakatan kelompok tani Hutan Lestari….... 133 5. Potensi tegakan hutan kemasyarakatan kelompok tani Makmur Lestari… 135 6. Foto-Foto Peserta HKm... 136 7. Foto-Foto Areal Kerja HKm... 137 8. Foto-Foto Penelitian... 138


(15)

PEMANFAATAN HUTAN KEMASYARAKATAN DI DESA GUDANG GARAM KECAMATAN BINTANG BAYU

KABUPATEN SERDANG BEDAGAI ABSTRAK

Pemanfaatan hutan kemasyarakatan (HKm) sebagai partisipasi aktif masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam memanfaatkan hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraannya serta meningkatkan kelestarian fungsi hutan. Masyarakat secara langsung dilibatkan dalam sistem pemanfaatan hutan, memberikan kontribusi secara real bagi kesejahteraan masyarakat, secara teknis mampu meningkatkan produktivitas sumberdaya hutan dan secara ekologis mampu menjamin kelestarian fungsi hutan. Menteri Kehutanan telah menetapkan areal kerja hutan kemasyarakatan di desa Gudang Garam Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai. Metode yang digunakan dalam penelitian pendekatan survai dengan jenis penelitian adalah deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, daftar pertanyaan dan studi dokumentasi. Metode analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu menjawab perumusan masalah dalam penelitian dan mengetahui kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai baik dan sangat baik. Dengan memanfaatkan hutan kemasyarakatan dapat meningkatkan penghasilan peserta HKm, mengubah kebiasaan dalam mengelola hutan, meningkatkan pengetahuan dan kemampuan peserta dalam hal memelihara, melindungi dan memulihkan sumberdaya alam serta memberikan manfaat dalam pemanfaatan hutan. Tingkat pemberdayaan partisipatif membantu kreatifitas peserta HKm dalam kelompok, meningkatkan kemampuan dan kemandirian peserta, meningkatkan kesadaran peserta dalam membudidayakan hutan serta memahami aturan dan norma-norma yang berlaku dalam pemanfaatan HKm. Persepsi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan menerangkan bahwa pemanfaatan HKm sangat dibutuhkan peserta HKm, peserta HKm dapat mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku, pembagian lahan telah sesuai dengan kemampuan peserta, program pemanfaatan HKm memberikan manfaat bagi kelestarian hutan dan menjaga fungsi hutan. Partisipasi masyarakat (perencanaan, implementasi, evaluasi, pemanfaatan, menjaga hutan dan membudidayakan hutan) dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan dilakukan dengan baik, dimana lahan yang terlanjur terbuka bisa tertutup kembali oleh tanaman serbaguna (multi purpose trees species) dan tanaman kayu-kayuan serta kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan melalui pemanfaatan hasil tanaman serbaguna dan kayu-kayuan.

Kata Kunci : Kondisi Sosial Ekonomi, Pemberdayaan Partisipatif, Persepsi Masyarakat, Partisipasi Masyarakat dan Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan.


(16)

THE USE OF COMMUNITY FOREST AT GUDANG GARAM

VILLAGE, BINTANG BAYU SUBDISTRICT

SERDANG BEDAGAI DISTRICT

ABSTRACT

The use of community forest (Hkm) is people’s active participation in and around the forest area in using forest to increase their welfare and to increase the conservation of the forest itself. People are directly involved in the use of forest system, really contribute to their welfare, technically are capable of increasing the productivity of forest resources, and ecologically are capable of guaranteeing forest conservation. The Forest Minister has stipulated the work area of community forest at Gudang Garam Village, Serdang Bedagai District, North Sumatera Province. The objective of the research was to know and to analyze the social-economic condition, participative empowerment, public perception, and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayu Subdistrict, Serdang Bedagai District. The research used a descriptive survey method. The data were gathered by conducting interviews, questionnaires, and documentary study and analyzed descriptively, by answering the formulation of the problems and knowing the social-economic condition, participative empowerment, public perception and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayub Subdistrict, Serdang Bedagai District. The result of the research showed that the social-economic condition, participative empowerment, public perception and public participation in using community forest at Gudang Garam village, Bintang Bayu Subdistrict, Serdang Bedagai District, were good and very good. The use of community forest could increase the income of Hkm participants, change the habit of managing forest, increase the participants’ knowledge and capability in looking after, protecting, and restore natural resources, and understand the regulations and the norms in the use of Hkm. Public perception in using community forest indicated that the use of Hkm was urgently needed by Hkm participants who could follow and comply with the prevailing rules, the distributing of land was in line with the participants’ need, the program of using Hkm gave benefit to forest conservation, and took care of the forest. Public participation (planning, implementation, evaluation, usage, taking care of the forest, and empowering forest) in using community forest was done properly, where the open land could be covered by planting multi purpose trees species) and other trees, and people’s social welfare could be increased through the use of the multi purpose plants and trees.

Keywords: Social-Economic Condition, Participative Empowerment, Public


(17)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hutan mempunyai arti strategis bagi pembangunan semua sektor, baik dalam lingkup daerah, nasional maupun internasional. Hutan Indonesia merupakan salah satu paru-paru dunia yang merupakan barang publik, sehingga Indonesia terikat dengan berbagai komitmen-komitmen internasional tentang pengelolaan hutan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Pengelolaan hutan Indonesia pada era reformasi mendesak untuk berubah paradigma dari “Timber and Comodity Management” yang berorientasi pada

devisa dan pertumbuhan ekonomi menjadi “Resources Based Management” yang

memperdulikan keseimbangan manfaat hutan baik secara ekonomis, ekologis dan sosial masyarakat. Dalam era reformasi, melalui kebijakan pemberian otonomi daerah, peranserta masyarakat dalam proses pembangunan nasional, khususnya pembangunan di bidang kehutanan terbuka lebar melalui upaya kemitraan dalam bentuk koperasi maupun pemberdayaan usaha kecil dan menengah guna kegiatan pengusahaan di bidang kehutanan (Iwanuddin, 2003).

Pembangunan kehutanan di Indonesia selama ini lebih berorientasi kepada penerimaan sebesar-besarnya bagi negara dengan prinsip-prinsip kelestarian (melalui azas sustainable yield). Kesejahteraan masyarakat sekitar hutan sendiri

sebagai “pemilik” relatif terabaikan dengan digusurnya peran masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan. Adanya fenomena bahwa masyarakat sekitar hutan yang selama ini identik dengan kemiskinan tetap saja pada predikat semula, miskin, adalah bukti yang lebih konkrit lagi. Perkembangan tingkat pendidikan


(18)

yang terjadi tidaklah menampakkan perbedaan yang berarti antara ada dan tidak adanya kegiatan pengusahaan hutan. Sementara hasil dan eksploitasi hutan menumpuk di pemerintah pusat dengan alokasi penggunaan yang seringkali disinyalir lari dari sektor kehutanan dan sering beririsan sama sekali dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan (Purwoko, 2002).

Pada awal dekade 90-an (Pelita V) berkembanglah suatu sistem pengelolaan lahan yang mengintegrasikan kepentingan peningkatan kelestarian fungsi hutan dan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan atau yang dikenal dengan hutan kemasyarakatan. Konsep dasar yang dikembangkan dalam hutan kemasyarakatan adalah partisipasi aktif masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan dalam mengelola hutan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraannya serta meningkatkan kelestarian fungsi hutan (Dephut, 1996).

Hutan Kemasyarakatan sebagai sebuah konsepsi yang mempertemukan semua kepentingan (kesejahteraan masyarakat, produktifitas sumberdaya hutan dan kelestarian fungsi hutan) merupakan pendekatan yang diharapkan mampu menjadi alternatif solusi dalam kegiatan pengelolaan hutan. Melalui konsep ini bisa lebih luas dijabarkan dalam pola-pola managemen lahan hutan yang mampu secara efektif melibatkan masyarakat secara langsung dalam sistem pengelolaan hutan, memberikan kontribusi secara real bagi kesejahteraan masyarakat, secara teknis mampu meningkatkan produktivitas sumberdaya hutan dan secara ekologis mampu menjamin kelestarian fungsi hutan. Pelaksanaan hutan kemasyarakatan pada kawasan hutan produksi dapat dilakukan dengan memanfaatkan hasil hutan kayu dan non kayu dan atau jasa lingkungan rekreasi melalui model agroforestry


(19)

(agrosilviculture, silvopastoral, silvofishery, sericulture dan lain-lain), baik untuk

tujuan bisnis maupun keperluan sendiri.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tanggal 07 September 2007 tentang Hutan Kemasyarakatan menyebutkan bahwa Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat. Pemberdayaan masyarakat setempat adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan atau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan atau di sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitas yang dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan, sedangkan kelompok masyarakat setempat adalah kumpulan dari sejumlah individu dari masyarakat setempat yang memenuhi ketentuan kriteria sebagai kelompok masyarakat.

Pemberian hak atas lahan dalam kebijakan Hutan Kemasyarakatan (HKm) merupakan salah satu bentuk imbalan jasa lingkungan. Hak ini bukan merupakan hak milik tetapi hanya berupa hak pakai atau hak kelola untuk periode tertentu. Hak ini dapat dibatalkan apabila petani tidak melakukan kewajiban dan prasyarat yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Pemberian imbalan jasa lingkungan berupa hak kelola atas lahan (land right) kepada petani miskin tidak hanya akan


(20)

mengurangi kemiskinan tetapi juga akan meningkatkan pemerataan pendapatan dan penguasaan lahan (Suyanto dan Khususiyah, 2006).

Menurut Partnership Policy Paper No. 4/2011, implementasi program

HKm di lapangan memang tidak pernah mencapai target 500.000 ha/tahun. Dari catatan yang ada di Kementerian Kehutanan, sampai dengan tahun 2010, luas calon areal HKm yang sudah dilakukan evaluasi dan verifikasi baru mencapai 236.276 ha. Dari luasan itu, Menteri Kehutanan baru menetapkan sekitar 80.395 ha areal kerja HKm. Sementara itu, areal kerja HKm yang sudah diterbitkan ijinnya baru seluas 34.615 ha.

Pengelolaan hutan yang bersifat sentralistik selama ini telah membawa dampak sangat merugikan bagi kelestarian alam dan lingkungan serta sistem sosial di tengah masyarakat daerah. Sejalan dengan semangat otonomi daerah yang telah mulai dilaksanakan dalam penyelenggaraan pemerintahan saat ini maka diperlukan juga adanya desentralisasi pengelolaan kehutanan. Dengan desentralisasi kehutanan diharapkan dapat dijawab berbagai permasalahan dalam pengelolaan hutan yang dialami selama ini. Melalui desentralisasi kehutanan dapat dilakukan perencanaan dan penetapan regulasi pengelolaan hutan secara spesifik sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah. Hal ini dimungkinkan dengan dilibatkan dan diberikannya kewenangan yang memadai bagi daerah (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) dalam perencanaan, penetapan regulasi dan pengelolaan hutan tersebut (Herwanto, 2009).

Pemanfaatan hutan atau sumberdaya hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat yang optimal bagi kesejahteraan seluruh masyarakat secara berkeadilan dengan tetap menjaga kelestariannya (Pasal 15 PP No.34/2002). Hutan produksi


(21)

yang didefinisikan sebagai kawasan yang diperuntukkan guna memproduksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri dan ekspor, jenis pemanfaatannya dapat berupa pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu, serta pemungutan hasil hutan kayu dan non kayu.

Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan demi berhasilnya pembangunan (Slamet, 1985 dalam Tambunan, et. al. 2005), tanpa partisipasi masyarakat maka

setiap kegiatan pembangunan akan kurang berhasil. Banyak pendapat mengatakan bahwa partisipasi berkaitan dengan bagaimana upaya memberikan dukungan terhadap kegiatan-kegiatan pembangunan yang datang dari pemerintah. Menurut Conyer (1994) peran masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.

Pemanfaatan hutan bersama masyarakat adat/lokal melalui program hutan kemasyarakatan secara sungguh-sungguh dapat memberikan hasil yang lebih baik dan efektif. Melalui program ini lahan yang terlanjur terbuka bisa tertutup kembali oleh tanaman serbaguna (multi purpose trees species) dan tanaman

kayu-kayuan serta kehidupan masyarakat dapat ditingkatkan melalui pemanfaatan hasil tanaman serbaguna dan kayu-kayuan tersebut (Waznah, 2009).

Pada Tahun Anggaran 1997/1998 terdapat kegiatan Hutan Kemasyarakatan pada Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah yang sekarang Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Wampu Sei Ular. Lokasi Hutan Kemasyarakatan berada di dalam Kawasan Hutan Produksi dengan luas + 200 ha dan berada di wilayah administratif Desa Gudang Garam


(22)

Kecamatan Kotarih Kabupaten Deli Serdang dan setelah terbentuknya Kabupaten Serdang Bedagai maka Hutan Kemasyarakatan berada di wilayah administratif Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai.

Menteri Kehutanan telah menetapkan Areal Kerja Hutan Kemasyarakatan sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.589/Menhut-II/2010 tanggal 18 Oktober 2010 tentang Penetapan Kawasan Hutan Produksi Seluas + 200 (dua ratus) hektar sebagai areal kerja Hutan Kemasyarakatan Desa Gudang Garam di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.

Bertitik tolak dari berbagai penjelasan uraian latar belakang sebelumnya, maka dalam hal ini peneliti ingin menganalisis kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai.

1.2. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai.


(23)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai.

1.4. Kerangka Berpikir

Penelitian ini untuk menganalisis kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai, peneliti mengambil 5 (lima) topik analisis, yaitu :

1. Kondisi sosial ekonomi 2. Pemberdayaan partisipatif 3. Persepsi masyarakat 4. Partisipasi masyarakat 5. Pemanfaatan HKm

Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.1 berikut ini:

Gambar 1.1. Kerangka Berpikir

Pemanfaatan HKm

Partisipasi masyarakat Kondisi Sosial Ekonomi Pemberdayaan Partisipatif


(24)

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Instansi

Bahan masukan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Serdang Bedagai khususnya, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara umumnya serta Kementerian Kehutanan dalam upaya meningkatkan kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan.

2. Bagi Peneliti

Untuk menambah pengetahuan bagi kalangan akademis tentang kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai.

3. Bagi Pihak Lain

Dapat digunakan sebagai referensi penelitian selanjutnya untuk bahan masukan dan pertimbangan.


(25)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Hutan

Hutan dapat didefinisikan sebagai asosiasi masyarakat tumbuh-tumbuhan dan hewan yang didominasi oleh pohon-pohonan dengan luasan tertentu sehingga dapat membentuk iklim mikro dan kondisi ekologi tertentu. Air merupakan produk penting dari hutan. Tanah di hutan merupakan busa raksasa yang mampu

menahan air hutan sehingga air meresap perlahan-lahan ke dalam tanah. Tetapi bila pohon-pohon di hutan ditebang, maka tanah langsung terbuka sehingga

bila turun hujan, air hujan langsung mengalir ke sungai dan menyebabkan erosi maupun banjir (Suparmoko, 1997).

Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Undang-Undang Nomor 41, 1999). Pasal 6 angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 menerangkan bahwa hutan mempunyai tiga fungsi yaitu : fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Pemerintah menetapkan hutan berdasarkan fungsi pokok yaitu : hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi.

Hutan Konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara


(26)

kesuburan tanah. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.

2.1.1. Sifat-Sifat Hutan

Sifat-sifat hutan di antaranya ialah sebagai berikut (Suparmoko, 1997) : a. Hutan merupakan tipe tumbuhan yang terluas distribusinya dan

mempunyai produktivitas biologis tertinggi.

b. Hutan mencakup kehidupan seperti tumbuhan dan hewan, serta bukan kehidupan seperti sinar, air, panas, tanah, dan sebagainya yang bersama-sama membentuk struktur biologis dan fungsi kehidupan.

c. Regenerasi hutan sangat cepat dan kuat dibanding dengan sumber daya alam lainnya. Permudaan hutan dapat secara alami atau campur tangan manusia.

d. Hutan disamping menyediakan bahan mentah bagi industri dan bangunan, juga melindungi dan memperbaiki kondisi lingkungan dan ekologi.

2.1.2. Fungsi Hutan

Fungsi hutan di antaranya ialah sebagai berikut (Suparmoko, 1997) :

a. Mengatur tata air, mencegah dan membatasi banjir, erosi, serta memelihara kesuburan tanah.

b. Menyediakan hasil hutan untuk keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk keperluan pembangunan industri dan ekspor sehingga menunjang pembangunan ekonomi.


(27)

d. Memberikan keindahan alam pada umumnya dan khususnya dalam bentuk cagar alam, suaka margasatwa, taman perburuan, taman wisata dan sebagai laboratorium untuk ilmu pengetahuan serta pendidikan dan pariwisata.

e. Merupakan salah satu unsur strategi pembangunan nasional.

2.2. Hutan Kemasyarakatan

2.2.1. Pengertian Hutan Kemasyarakatan

Hutan Kemasyarakatan adalah hutan negara yang pemanfaatan utamanya ditujukan untuk memberdayakan masyarakat setempat (Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007). Penyelengaraan hutan kemasyarakatan dimaksudkan untuk pengembangan kapasitas dan pemberian akses terhadap masyarakat setempat dalam mengelola hutan secara lestari guna menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi masyarakat setempat untuk memecahkan persoalan ekonomi dan sosial yang terjadi di masyarakat.

Hutan kemasyarakatan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat melalui pemanfaatan sumberdaya hutan secara optimal, adil dan berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian fungsi hutan dan lingkungan hidup. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan Hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Kawasan hutan lindung dan hutan produksi dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan dengan ketentuan belum dibebani hak atau ijin dalam


(28)

pemanfaatan hasil hutan dan menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat.

Pemberdayaan masyarakat setempat merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat setempat untuk mendapatkan manfaat sumberdaya hutan secara optimal dan adil melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Masyarakat setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga Negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam dan atau di sekitar hutan, yang bermukim di dalam dan atau di sekitar kawasan hutan yang memiliki komunitas sosial dengan kesamaan mata pencaharian yang bergantung pada hutan dan aktivitasnya dapat berpengaruh terhadap ekosistem hutan.

Ada tiga hal pokok yang harus diperhatikan dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang melibatkan masyarakat dalam rangka membangun hutan yaitu:

a. Upaya ini harus terarah (targeted), artinya upaya yang dilakukan ditujukan

secara langsung kepada yang memerlukan, yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai dengan kebutuhannya.

b. Harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang menjadi sasaran, dengan tujuan sesuai dengan kehendak dan mengenali kemampuan serta kebutuhan mereka. Selain dari pada itu, untuk terus meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat dengan pengalaman

dan merancang, melaksanakan, mengelola hutan agar berkelanjutan, mempertanggung jawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya.


(29)

c. Menggunakan pendekatan kelompok, karena apabila secara sendiri-sendiri masyarakat sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya (Pierre, 2001).

Program pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang melibatkan masyarakat akan berdampak pada dua aspek yaitu:

a. Aspek ekonomi, yaitu kesejahteraan masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan hutan meningkat dan hasil produksi hutan khususnya kayu akan meningkat pula.

b. Aspek ekologi yaitu terwujudnya kelestarian dan fungsi hutan.

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan Pasal 13 dan 14 menerangkan bahwa :

a. Ijin Usaha Pemanfataan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) bukan merupakan hak kepemilikan atas kawasan hutan.

b. IUPHKm dilarang dipindahtangankan, diagunkan, atau digunakan untuk kepentingan lain di luar rencana pengelolaan yang telah disahkan, serta dilarang merubah status dan fungsi kawasan hutan.

c. IUPHKm dapat diberikan kepada kelompok masyarakat setempat yang telah mendapat fasilitas pada kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan dengan surat Keputusan Menteri.

Fasilitasi terhadap pembentukan kelembagaan Kelompok Tani Hutan Kemasyarakatan di Desa Gudang Garam telah dilaksanakan antara lain :

a. Pembentukan Kelompok Tani Pengelola Hutan Kemasyarakatan sesuai dengan Surat Keterangan Kepala Desa Gudang Garam tentang Penetapan Kelompok Tani Pengelola Hutan Kemasyarakatan (HKm) Desa Gudang


(30)

Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai Nomor: 522/255/2015/XII/2010 Tanggal 23 Desember 2010 dengan data sebagai berikut :

1. Kelompok Tani Berkah Lestari, jumlah anggota sebanyak 33 orang dengan luas areal kerja HKm seluas + 70 Ha.

2. Kelompok Tani Hutan Lestari, jumlah anggota sebanyak 31 orang dengan luas areal kerja HKm seluas + 67 Ha.

3. Kelompok Tani Makmur Lestari, jumlah anggota sebanyak 35 orang dengan luas areal kerja HKm seluas + 63 Ha.

b. Pembagian luas areal kerja hutan kemasyarakatan dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai sesuai dengan Surat Perintah Tugas Nomor : 800/4806/DISHUTBUN/SEK/2010 tanggal 15 Desember 2010.

c. Berdasarkan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan oleh Menteri Kehutanan dan fasilitasi, maka Bupati/Walikota pada areal kerja hutan kemasyarakatan yang ada dalam wilayah kewenangannya memberikan IUPHKm dengan tembusan kepada Menteri Kehutanan cq. Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial serta Gubernur” (sesuai Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 pasal 19).

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.18/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan pasal 23 ayat 2 menerangkan bahwa pada hutan produksi, pemegang IUPHKm berhak:


(31)

a. Mendapat fasilitas.

b. Melakukan kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan. c. Melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan.

d. Melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu (HHBK). e. Melakukan kegiatan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK). f. Melakukan kegiatan pemungutan hasil hutan kayu.

Pemegang IUPHKm wajib :

a. Melakukan penataan batas areal kerja. b. Menyusun rencana kerja.

c. Melakukan penanaman, pemeliharaan dan pengamanan. d. Membayar provisi sumberdaya hutan sesuai ketentuan.

e. Menyampaikan laporan kegiatan pemanfaatan hutan kemasyarakatan kepada pemberi ijin.

2.2.2. Faktor-Faktor Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan

Menurut Ritchie, et al. (2001) faktor-faktor pengelolaan dan pemanfaatan

hutan kemasyarakatan meliputi:

1. Keanggotaan masyarakat yang jelas. 2. Batas sumberdaya hutan yang jelas.

3. Kewenangan pengelolaan (kemantapan status kepemilikan, de facto atau

de jure).

4. Saling berbagi ilmu pengetahuan tentang nilai sumberdaya hutan. 5. Saling berbagi ilmu pengetahuan tentang fungsi hutan.


(32)

6. Ketergantungan yang lebih tinggi terhadap lembaga internal dibandingkan terhadap lembaga eksternal.

7. Peraturan yang disusun secara realistis.

8. Kemampuan untuk memantau dan menegakkan peraturan. 9. Mekanisme penyelesaian konflik dengan biaya rendah. 10. Kemampuan untuk memantau kondisi sumberdaya hutan dan 11. Teknologi tepat guna untuk kelayakan/peruntukan hasil hutan.

2.2.3. Perijinan dalam Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan

Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan menyebutkan bahwa dalam proses pemberian ijin jangka panjang pengelolaan Hutan Kemasyarakatan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu dilakukan penetapan areal kerja Hutan Kemasyarakatan oleh Menteri Kehutanan, setelah ada usulan dari Bupati. Ada dua jenis perijinan dalam pengelolaan Hutan Kemasyarakatan yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Kehutanan ini, yaitu: 1. Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) dikeluarkan

oleh Bupati atau Gubernur untuk lintas kabupaten. IUPHKm merupakan ijin usaha yang diberikan untuk memanfaatan sumberdaya hutan pada kawasan hutan lindung dan/atau kawasan hutan produksi. IUPHKm diberikan untuk jangka waktu 35 (tiga puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan hasil evaluasi setiap 5 (lima) tahun.

2. Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Kemasyarakatan (IUPHHK HKm) diberikan oleh Menteri Kehutanan dan Menteri Kehutanan dapat mendelegasikan pemberian ijin itu kepada Gubernur.


(33)

IUPHHK HKm merupakan ijin usaha yang diberikan untuk memanfaatan hasil hutan berupa kayu dalam areal kerja IUPHKm pada hutan produksi.

2.3. Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan

Pemanfaatan hutan kemasyarakatan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.

Pemanfaatan hutan kemasyarakatan dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Tidak mengubah status dan fungsi kawasan hutan.

2. Pemanfaatan hasil hutan kayu hanya dapat dilakukan dari hasil kegiatan penanaman.

3. Mempertimbangkan keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya. 4. Menumbuhkembangkan keanekaragaman komoditas dan jasa.

5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan. 6. Memerankan masyarakat sebagai pelaku utama.

7. Adanya kepastian hukum.

8. Transparansi dan akuntabilitas publik. 9. Partisipatif dalam pengambilan keputusan.

Kegiatan pemanfaatan hasil hutan dalam hutan kemasyarakatan dilakukan secara terintegrasi dalam pola wanatani (agroforestry) dengan stratifikasi tajuk untuk mejamin kesinambungan manfaat dan kelestarian fungsi hutan.


(34)

2.3.1. Pemanfaatan Kawasan

Pemanfaatan kawasan adalah kegiatan untuk memanfaatkan ruang tumbuh yang membentuk strata tajuk lengkap sehingga diperoleh manfaat lingkungan, manfaat sosial dan manfaat ekonomi secara optimal dengan tidak mengurangi fungsi utamanya. Pemanfaatan kawasan pada hutan produksi dilakukan melalui kegiatan :

a. Budidaya tanaman obat. b. Budidaya tanaman hias. c. Budidaya jamur.

d. Budidaya lebah.

e. Penangkaran satwa, dan

f. Budidaya sarang burung wallet.

2.3.2. Pemanfaatan Jasa Lingkungan

Pemanfaatan jasa lingkungan adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan produksi dilakukan melalui kegiatan :

a. Pemanfaatan jasa aliran air. b. Pemanfaatan air.

c. Wisata alam.

d. Perlindungan keanekaragaman hayati.

e. Penyelamatan dan perlindungan lingkungan, dan f. Penyerapan dan/atau penyimpanan karbon.


(35)

2.3.3. Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu

Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa kayu hasil penanaman dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Penanaman tanaman hutan berkayu yang dihasilkan merupakan tanaman sejenis dan tanaman berbagai jenis.

2.3.4. Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu

Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu hasil penanaman dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi yaitu berupa pemanfaatan :

a. Rotan, sagu, nipah, bambu, yang meliputi kegiatan penanaman, pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil.

b. Getah, kulit kayu, buah atau biji, gaharu yang meliputi kegiatan pemanenan, pengayaan, pemeliharaan, pengamanan dan pemasaran hasil.

2.3.5. Pemungutan Hasil Hutan Kayu

Pemungutan hasil hutan kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan berupa kayu di hutan produksi dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu yang tersedia secara alami. Pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi diberikan hanya untuk memenuhi kebutuhan pembangunan fasilitas umum kelompok masyarakat setempat dengan ketentuan paling banyak 50 (lima puluh) meter kubik dan tidak untuk diperdagangkan, dan dikerjakan selama jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.


(36)

2.3.6. Pemungutan Hasil Hutan Bukan Kayu

Pemungutan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk mengambil hasil hutan bukan kayu dengan batasan waktu, luas dan/atau volume tertentu yang tersedia secara alami. Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan produksi dapat berupa pemungutan rotan, madu, getah, buah atau biji, daun, gaharu, kulit kayu, tanaman obat dan umbi-umbian dengan ketentuan paling banyak 20 (dua puluh) ton untuk setiap pemegang ijin.

2.4. Kondisi Sosial Ekonomi

Manusia mempunyai hubungan timbal balik dengan lingkungannya, hubungan timbal balik terjadi baik antara manusia sebagai individu atau kelompok atau masyarakat (Silalahi, 2001). Aktifitas manusia mempengaruhi lingkungan, begitupula sebaliknya lingkungan mempengaruhi aktifitas manusia tersebut. Aktifitas manusia dalam mempengaruhi lingkungan bisa berakibat buruk maupun baik. Untuk menunjang keberhasilan implementasi pemanfaatan HKm memerlukan informasi nilai dukungan sosial ekonomi yang pada dasarnya adalah gambaran dari aktifitas manusia dalam memberlakukan lingkungan sekitarnya. Semakin tinggi dukungan sosial ekonomi, maka semakin besar pula peluang untuk keberhasilan kegiatan pemanfaatan HKm tersebut. Arah rekomendasi dari aspek sosial ekonomi dalam rangka pemanfaatan HKm dapat dilakukan dengan menelaah kondisi dan dukungan aspek sosial ekonomi di wilayah tersebut.

Keberhasilan program HKm sangat tergantung pada partisipasi kelompok masyarakat. Menurut Munggoro (2001), ada sembilan kondisi sosial yang dibutuhkan agar pengelolaan sumberdaya hutan dapat dilakukan sebuah kelompok


(37)

1. Batas wilayah kelola, tata batas wilayah kelola rakyat, hak-hak yang diakui,

dan mekanisme pembagian hasil hutan dirumuskan dengan jelas dan disepakati bersama.

2. Kapasitas melindungi sumberdaya alam, masyarakat mampu mandiri

memelihara, melindungi dan memulihkan sumberdaya alam setempat.

3. Mekanisme pengambilan keputusan, masyarakat setempat memiliki hak

bicara, hak menentukan nasibnya sendiri, dan hak mengambil keputusan sesuai dengan kebutuhan kelompok.

4. Resolusi konflik, masyarakat setempat punya cara yang efektif untuk

menyelesaikan konflik, baik konflik internal maupun konflik eksternal. 5. Monitoring, masyarakat memiliki cara untuk memperoleh informasi tentang

kuantitas, kualitas dan keragaman sumberdaya alam di wilayahnya.

6. Ukuran kelompok, ukuran kelompok sebaiknya kecil supaya komunikasi

dan bertatap muka secara teratur dimungkinkan.

7. Insentif, masyarakat setempat memperoleh manfaat nyata dari kegiatan

pengelolaan hutan baik manfaat ekonomi, budaya dan spiritual.

8. Input, masyarakat setempat memiliki kekuatan yang dapat digunakan dalam

pengelolaan sumberdaya hutan seperti tenaga kerja, teknologi, informasi, modal dan lainnya.

9. Nilai konservasi atau komitmen terhadap keberlanjutan sistem ekologi,

masyarakat setempat menghargai nilai konservasi hutan dan berusaha mempertahankan kualitas sumberdaya hutan.


(38)

2.5. Pemberdayaan Partisipatif

Pemberdayaan menurut arti secara bahasa adalah proses, cara, perbuatan membuat berdaya, yaitu kemampuan untuk melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak yang berupa akal, ikhtiar atau upaya (Depdiknas, 2003). Dalam beberapa kajian mengenai pembangunan komunitas, pemberdayaan masyarakat sering dimaknai sebagai upaya untuk memberikan kekuasaan agar suara mereka didengar guna memberikan kontribusi kepada perencanaan dan keputusan yang mempengaruhi komunitasnya (Foy, 1994).

Konsep pemberdayaaan masyarakat mencakup pengertian pembangunan masyarakat (community development) dan pembangunan yang bertumpu pada

masyarakat (community-based development). Komunikasi partisipatif adalah suatu

proses komunikasi dimana terjadi komunikasi dua arah atau dialogis, sehingga menghasilkan suatu pemahaman yang sama terhadap pesan yang disampaikan. Rahim (2004), mengajukan empat konsep terkait komunikasi partisipatif akan mendorong terbangunnya pemberdayaan (empowerment) yaitu heteroglasia,

dialogis, poliponi dan karnaval. Pertama, Heteroglasia: Konsep ini menunjukkan

fakta bahwa sistem pembangunan selalu dilandasi oleh berbagai kelompok dan komunitas yang berbeda-beda dengan berbagai variasi ekonomi, sosial, dan faktor budaya yang saling mengisi satu sama lain. Kedua, Dialog adalah komunikasi transaksional dengan pengirim (sender) dan penerima (receiver) pesan saling

berinteraksi dalam suatu periode waktu tertentu hingga sampai pada makna-makna yang saling berbagai. Ketiga, Poliponi adalah bentuk tertinggi dari suatu dialog dimana suara-suara yang tidak menyatu atau terpisah dan meningkat menjadi terbuka, memperjelas satu sama lain, dan tidak menutupi satu sama lain.


(39)

Keempat, Karnaval: Konsep ini bagi komunikasi pembangunan membawa semua varian dari semua ritual seperti legenda, komik, festival, permainan, parody, dan hiburan secara bersama-sama. Proses ini dilakukan dengan tidak formal dan biasa juga diselingi oleh humor dan canda tawa.

Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat "people-centered, participatory, empowering,

and sustainable" (Chambers, 1995). Paradigma pemberdayaan (empowerment

Pembangunan partisipatif erat kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat, dimana pada pembangunan partisipatif diperlukan upaya dan langkah-langkah untuk mempersiapkan masyarakat guna memperkuat kelembagaan masyarakat agar mereka mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan yang berkelanjutan untuk meningkatkan harkat dan martabatnya serta mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Upaya tersebut merupakan salah satu wujud nyata dari pemberdayaan masyarakat (Sumaryadi, 2005).

) adalah pemberian kesempatan kerja kelompok untuk merencanakan kemudian melaksanakan program pembangunan tersebut yang mereka pilih sendiri. Maksud dari pemberdayaan itu adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian kelompok. Keberdayaan masyarakat merupakan unsur utama/dasar yang memungkinkan suatu masyarakat itu dapat bertahan dan mengembangkan diri dalam mencapai tujuan.


(40)

Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena, pada dasarnya

setiap apa yang dinikmati, harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian, tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara sinambung.

Upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dengan orientasi pembangunan yang berpusat pada masyarakat antara lain dapat dilakukan melalui pendekatan kelembagaan. Dengan pendekatan pembangunan seperti ini maka pembangunan diartikan sebagai peningkatan kemampuan orang untuk mempengaruhi masa depannya dengan implikasi capacity, empowerment, dan

sustainable (Bryant dan White, dalam Abdullah 1994). Pembangunan haruslah

memiliki visi pemberdayaan manusia dan masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya, sebab sepanjang jaman keswadayaan merupakan sumber daya kehidupan yang abadi dan manusia menjadi intinya atau fokusnya dan partisipasi merupakan perwujudan optimalnya. Keberdayaan merupakan modal utama masyarakat untuk mengembangkan dirinya serta mempertahankan keberadaannya ditengah masyarakat lainnya.

2.6. Persepsi Masyarakat

Atkinson (1997) mengemukakan bahwa persepsi adalah proses dimana kita menafsirkan dan mengorganisasikan pola stimulus dalam lingkungan. Menurut Gibson, et al. (2001) persepsi adalah proses pemberian arti terhadap


(41)

Sebagai cara pandang, persepsi timbul karena adanya respon terhadap stimulus. Stimulus yang diterima seseorang sangat komplek, stimulus masuk ke dalam otak, kemudian diartikan, ditafsirkan serta diberi makna melalui proses yang rumit baru kemudian dihasilkan persepsi (Atkinson, 1997). Dalam hal ini, persepsi mencakup penerimaan stimulus (inputs), pengorganisasian stimulus dan

penerjemahan atau penafsiran stimulus yang telah diorganisasi dengan cara yang dapat mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap, sehingga orang dapat cenderung menafsirkan perilaku orang lain sesuai dengan keadaannya sendiri (Gibson et al. 2001).

2.7. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat menjadi hal yang sangat penting dalam mencapai keberhasilan dan keberlanjutan program pembangunan. Partisipasi berarti keikutsertaan seseorang ataupun sekelompok masyarakat dalam suatu kegiatan secara sadar. Ndraha (1990) mengartikan partisipasi sebagai pengambilan bagian dalam kegiatan bersama.

Kegagalan dalam mencapai hasil dari program pembangunan tidak mencapai sasaran karena kurangnya partisipasi masyarakat (Kartasasmita, 1997). Keadaan ini dapat terjadi karena beberapa sebab antara lain:

a. Pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil masyarakat dan tidak menguntungkan rakyat banyak.

b. Pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat banyak, tetapi rakyat kurang memahami maksud itu.


(42)

c. Pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan pemahaman mereka.

d. Pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi sejak semula rakyat tidak diikutsertakan.

Keikutsertaan masyarakat adalah sangat penting di dalam keseluruhan proses pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan selayaknya mencakup keseluruhan proses mulai dari awal sampai tahap akhir. Oleh karena itu, menurut Ndraha (1990) partisipasi publik dapat terjadi pada 4 (empat) jenjang, yaitu:

a. Partisipasi dalam proses pembentukan keputusan. b. Partisipasi dalam pelaksanaan.

c. Partisipasi dalam pemanfaatan hasil. d. Partisipasi dalam evaluasi.

Konsep ini memberikan makna bahwa masyarakat akan berpartisipasi secara sukarela apabila mereka dilibatkan sejak awal dalam proses pembangunan melalui program pemberdayaan. Ketika mereka mendapatkan manfaat dan merasa memiliki terhadap program pemberdayaan, maka dapat dicapai suatu keberlanjutan dari program pemberdayaan.

Sebagai proses perubahan dan pembaharuan masyarakat, pembangunan membutuhkan kontribusi komunikasi, baik sebagai bagian dari kegiatan masyarakat maupun sebagai ilmu yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Banyak proses pembangunan tidak mencapai sasarannya hanya karena rendahnya frekuensi informasi dan komunikasi kepada masyarakat sehingga tidak


(43)

menimbulkan tingkat partisipasi yang memadai. Padahal partisipasi masyarakat sangat diperlukan bagi usaha pencapaian tujuan pembangunan (Dilla, 2007).

Bentuk partisipasi yang diberikan masyarakat dalam tahap pembangunan ada beberapa bentuk. Bentuk partisipasi masyarakat dalam pembangunan terbagi atas 3 tahap (Ericson dalam Slamet 1994) yaitu:

1. Partisipasi di dalam tahap perencanaan (idea planing stage). Partisipasi

pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap penyusunan rencana dan strategi dalam penyusunan kepanitian dan anggaran pada suatu kegiatan/proyek. Masyarakat berpartisipasi dengan memberikan usulan, saran dan kritik melalui pertemuan-pertemuan yang diadakan.

2. Partisipasi di dalam tahap pelaksanaan (implementation stage). Partisipasi

pada tahap ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pelaksanaan pekerjaan suatu proyek. Masyarakat disini dapat memberikan tenaga, uang ataupun material/barang serta ide-ide sebagai salah satu wujud partisipasinya pada pekerjaan tersebut.

3. Partisipasi di dalam pemanfaatan (utilitazion stage). Partisipasi pada tahap

ini maksudnya adalah pelibatan seseorang pada tahap pemanfaatan suatu proyek setelah proyek tersebut selesai dikerjakan. Partisipasi masyarakat pada tahap ini berupa tenaga dan uang untuk mengoperasikan dan memelihara proyek.

Menurut Soekartawi (2003), perencanaan adalah pemilihan alternatif atau pengalokasian berbagai sumber daya yang tersedia.


(44)

Fungsi Perencanaan:

1. Menjelaskan secara tepat tujuan-tujuan serta cara-cara mencapai tujuan. 2. Sebagai pedoman bagi semua orang yang terlibat dalam organisasi pada

pelaksanaan rencana yang telah disusun.

3. Merupakan alat pengawasan terhadap pelaksanaan program.

4. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan segala sumber daya yang dimiliki organisasi.

5. Memberikan batas-batas wewenang dan tanggung jawab setiap pelaksanaan, sehingga dapat meningkatkan kerjasama/koordinasi.

Menghadapi segala proses yang terjadi di sekelilingnya dan di dalam dirinya, hampir setiap manusia membuat atau mengambil keputusan dan melaksanakannya, ini tentu dilandasi asumsi bahwa segala tindakannya secara sadar merupakan pencerminan hasil proses pengambilan keputusan dalam pikirannya, sehingga sebenarnya manusia sudah sangat terbiasa dalam membuat keputusan.

Implementasi adalah bermuara pada aktivitas, aksi, tindakan, atau adanya mekanisme suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu

kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan (Usman dan Nurdin 2002). Pengertian implementasi yang dikemukakan dapat

dikatakan bahwa implementasi adalah bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan. Oleh karena itu implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya.


(45)

Istilah evaluasi mempunyai arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum, istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (ratting) dan penilaian (assessment) kata-kata yang

menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataannya mempunyai nilai, hal ini karena hasil tersebut memberi sumbangan pada tujuan atau sasaran, dalam hal ini dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna, yang berarti bahwa masalah-masalah kebijakan dibuat jelas atau diatasi (Dunn, 2000).

Evaluasi adalah upaya untuk mendokumentasikan dan melakukan penilaian tentang apa yang terjadi (Bryant dan White, dalam Kuncoro 1997). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata evaluasi berarti penilaian hasil. Evaluasi akan menghasilkan tuntutan-tuntutan yang bersifat evaluatif, sehingga evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakan dari metode-metode analisis kebijakan lainnya, yakni:

1. Fokus Nilai, evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada

penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari suatu kebijakan dan program. Evaluasi terutama merupakan usaha untuk menentukan manfaat atau kegunaan sosial kebijakan atau program, dan bukan sekedar usaha untuk menumpulkan informasi mengenai hasil aksi kebijakan yang terantisipasi dan yang tidak terantisipasi, karena ketepatan tujuan dan


(46)

sasaran kebijakan dapat selalu dipertanyakan, evaluasi mencakup prosedur untuk mengevaluasi tujuan-tujuan dan sasaran itu sendiri.

2. Interdependensi fakta-nilai, tuntutan evaluasi tergantung baik “fakta”

maupun “nilai” untuk menyatakan bahwa kebijakan atau program tertentu telah mencapai tingkat kinerja yang tinggi atau rendah. Untuk itu diperlukan tidak hanya bahwa hasil-hasil kebijakan berharga bagi sejumlah individu, kelompok atau seluruh masyarakat; untuk menyatakan demikian, harus didukung oleh bukti bahwa hasil-hasil kebijakan secara aktual merupakan konsekwensi dari aksi-aksi yang dilakukan untuk memecahkan masalah tertentu. Oleh karena itu pemantauan merupakan prasyarat bagi evaluasi.

3. Orientasi masa kini dan masa lampau, berbeda dengan tuntutan-tuntutan

advokatif, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu ketimbang hasil di masa depan. Evaluasi bersifat retrospektif dan setelah aksi-aksi dilakukan (ex post) rekomendasi yang juga mencakup premis-premis nilai, bersifat

prospektif dan dibuat sebelum aksi-aksi dilakukan (ex ante).

4. Dualitas nilai, nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara. Evaluasi sama dengan rekomendasi sejauh berkenan dengan nilai yang ada (misalnya kesehatan) dapat dianggap sebagai intrinsik (diperlukan bagi dirinya) ataupun ekstrinsik (diperlukan karena hal itu mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain). Nilai-nilai sering ditata dalam suatu hierarki yang merefleksikan kepentingan relatif dan saling ketergantungan antara tujuan dan sasaran.


(47)

Pada umumnya evaluasi adalah suatu pemeriksaan terhadap pelaksanaan suatu program yang telah dilakukan dan yang akan digunakan untuk meramalkan, memperhitungkan, dan mengendalikan pelaksanaan program ke depannya agar jauh lebih baik. Evaluasi lebih bersifat melihat ke depan dari pada melihat kesalahan-kesalahan di masa lalu, dan ditujukan pada upaya peningkatan kesempatan demi keberhasilan program. Dengan demikian misi dari evaluasi itu adalah perbaikan atau penyempurnaan di masa mendatang atas suatu program. Evaluasi sebagai sebuah proses menentukan hasil yang telah dicapai beberapa kegiatan yang direncanakan untuk mendukung tercapainya tujuan (Anderson, dalam Arikunto 2004).

Pemanfaatan hasil hutan adalah kegiatan untuk memanfaatakan dan mengusahakan hasil hutan dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Pemanfaatan pohon serbaguna (multi purpose trees

species) adalah kegiatan untuk memanfaatkan tumbuhan berkayu dimana buah,

bunga, getah, daun dan/atau kulit dapat dimanfaatkan bagi penghidupan masyarakat, disamping berfungsi sebagai tanaman lindung, pencegah erosi, banjir dan longsor.

Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Undang-Undang Nomor 23, 1997). Dipertegas dalam penjelasan bahwa hak dan kewajiban setiap orang sebagai anggota masyarakat untuk berperanserta dalam kegiatan pengelolaan lingkungan hidup mencakup baik tahap perencanaan maupun tahap-tahap pelaksanaan dan penilaian. Menjaga hutan dan membudidayakan hutan merupakan peran aktif masyarakat dalam melaksanakan


(48)

kegiatan pemanfaatan hutan di areal hutan kemasyarakatan, agar hutan tetap terlindungi dan terjaga kelestariannya.

Peranserta masyarakat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu : a. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat dan kemitraan. b. Menumbuh-kembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.

c. Menumbuhkan ketanggap-segeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial.

d. Memberikan saran dan pendapat.

e. Menyampaikan informasi dan/atau menyampaikan laporan.

Menurut Soetrisno (1995), keterlibatan masyarakat menjadi penting artinya dalam perencanaan pembangunan sebagai berikut, Pertama: berupaya memadukan top down dan bottom up agar program pembangunan tersebut dapat

diterima sepenuh hati; Kedua: memotivasi rakyat untuk menumbuhkan rasa melu handarbeni terhadap hasil pembangunan.

Pentingnya peran masyarakat juga dikemukakan oleh Conyer (1994) sebagai berikut :

1. Peran masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. 2. Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan

jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.


(49)

3. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri.

Partisipasi dan peranserta masyarakat dalam pengelolaan hutan berarti adanya tindakan nyata yang dilakukan masyarakat dalam berbagai upaya pelestarian hutan. Selain memberikan informasi yang berharga kepada para pengambil keputusan, peranserta masyarakat akan mereduksi kemungkinan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan (Hardjosoemantri, 1991).


(50)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan lokasi ini berdasarkan areal kerja Hutan Kemasyarakatan sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.589/Menhut-II/2010 tanggal 18 Oktober 2010 tentang Penetapan Kawasan Hutan Produksi Seluas + 200 (dua ratus) hektar sebagai areal kerja Hutan Kemasyarakatan Desa Gudang Garam di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Waktu penelitian dimulai dari bulan Januari 2013 sampai dengan bulan Maret 2013.

3.2. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan subjek peneliti. Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian

ditarik kesimpulan sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi (Sugiyono, 2006). Populasi penelitian ini adalah seluruh peserta HKm yang

merupakan masyarakat yang memanfaatkan hutan kemasyarakatan dan bermukim di sekitar kawasan hutan kemasyarakatan. Peserta HKm di Desa Gudang Garam sebanyak 99 orang, 3 orang peserta HKm tidak dijadikan responden karena tidak dapat ditemukan, tidak dapat dimintai keterangannya dan berdomisili jauh dari areal HKm sehingga tidak layak dijadikan responden dalam penelitian ini. Jumlah peserta HKm yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini sebanyak 96 orang.


(51)

3.3. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif yaitu untuk menjelaskan kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan melalui kajian teoritis, data yang terkumpul dan permasalahan yang ada di lokasi penelitian. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan survai yaitu kegiatan mengumpulkan data sebanyak-banyaknya mengenai fakta-fakta yang merupakan pendukung terhadap penelitian dengan maksud untuk mengetahui status, gejala menemukan kesamaan status dengan cara membandingkan dengan standar yang sudah dipilih atau ditentukan.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu: metode pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur, kuesioner digunakan untuk menganalisis kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.

Data sekunder merupakan data penunjang yang diperoleh dari Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Serdang Bedagai, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Wampu Sei Ular, Badan Statistik Kabupaten Serdang Bedagai, Kantor Kecamatan Bintang Bayu, Kantor Desa Gudang Garam, data geografis wilayah, demografi serta data-data pendukung lainnya.


(52)

3.5. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang atau objek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya dalam kelompok itu (Sugiyono, 2006). Variabel dalam penelitian ini adalah : kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat yang digambarkan terhadap pemanfaatan hutan kemasyarakatan.

Teknik skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala interval yaitu skala pengukuran yang banyak digunakan untuk mengukur fenomena/gejala sosial dimana pihak responden diminta melakukan ranking terhadap preferensi

tertentu sekaligus memberikan nilai (rate) terhadap preferensi tersebut

(Sugiyono, 2006). Ada 5 (lima) alternatif jawaban, yaitu:

Skala Pengukuran

Nilai Kriteria

5 = Sangat Setuju Sangat Baik

4 = Setuju Baik

3 = Kurang Setuju Cukup 2 = Tidak Setuju Kurang 1 = Sangat Tidak Setuju Kurang Baik


(53)

Table 3.1. Operasionalisasi Variabel Penelitian

Variabel Indikator Cara dan

Alat Ukur

Skala Pengukuran Kondisi sosial

ekonomi

1. Meningkatkan sosial ekonomi 2. Menambah penghasilan 3. Manfaat dalam pemanfaatan

HKm Menggunakan kuesioner terstruktur Skala Interval Pemberdayaan partisipatif

1. Pemberdayaan masyarakat berkelanjutan

2.Meningkatkan norma-norma dan peraturan yang berlaku

3.Meningkatkan kemampuan dan kemandirian Menggunakan kuesioner terstruktur Skala Interval Persepsi masyarakat

1.Persepsi dalam pemanfaatan HKm 2. Persepsi terhadap kebijakan

pemanfaatan HKm

3. Persepsi terhadap tanggung jawab pemanfaatan HKm Menggunakan kuesioner terstruktur Skala Interval Partisipasi masyarakat

1. Perencanaan 2. Implementasi 3. Evaluasi

4. Pemanfaatan hasil hutan 5. Menjaga hutan

6. Membudidayakan hutan

Menggunakan kuesioner terstruktur Skala Interval Pemanfaatan HKm

1. Keanggotaan masyarakat yang jelas

2. Batas sumberdaya hutan yang jelas

3. Kewenangan pengelolaan (kemantapan status kepemilikan,

de facto atau de jure)

4. Saling berbagi ilmu pengetahuan tentang nilai sumberdaya hutan 5. Saling berbagi ilmu pengetahuan

tentang fungsi hutan

6. Ketergantungan yang lebih tinggi terhadap lembaga internal dibandingkan terhadap lembaga eksternal

7. Peraturan yang disusun secara realistis

8. Kemampuan untuk memantau dan menegakkan peraturan

9.Mekanisme penyelesaian konflik dengan biaya rendah

10.Kemampuan untuk memantau kondisi sumberdaya hutan dan 11.Teknologi tepat guna untuk kelayakan/peruntukan hasil hutan

Menggunakan kuesioner terstruktur

Skala Interval


(54)

3.6. Analisis Data

Analisis data dilakukan secara deskriptif, yaitu untuk menjawab perumusan masalah dalam penelitian dan mengetahui kondisi sosial ekonomi, pemberdayaan partisipatif, persepsi masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam rangka pemanfaatan hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara.


(55)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Gudang Garam Kecamatan Bintang Bayu Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Secara Astronomis Desa Gudang Garam terletak antara Lintang Utara : 03º 17' 03,8" dan Bujur Timur 98º 54' 58,3". Luas wilayah Desa Gudang Garam adalah 2,40 km². Desa Gudang Garam berbatasan langsung dengan areal Hutan Kemasyarakatan dengan melewati kebun karet Bandar Pinang. Geografis Desa Gudang Garam berbatasan dengan :

- Sebelah Utara dengan Desa Pergajahan Hulu Kecamatan Bintang Bayu - Sebelah Selatan dengan PTPN 3 Silau Dunia Kabupaten Simalungun - Sebelah Timur dengan PTPN 3 Silau Dunia Kecamatan Bintang Bayu - Sebelah Barat dengan Bandar Pinang Kebun Kecamatan Bintang Bayu

Jarak Desa Gudang Garam ke ibukota kecamatan 3 km, sedangkan ke lokasi hutan kemasyarakatan dapat ditempuh dengan jarak 5,5 km melalui jalan setapak dengan menyeberangi sungai karai (menggunakan rakit bambu). Desa Gudang Garam mempunyai topografi bergelombang dan berbukit dengan kemiringan rata-rata sekitar 65 %. Ketinggian tempat (elevasi) sekitar 70 m sampai dengan 120 m di atas permukaan laut. Berdasarkan interpretasi peta Geologi dan Tanah Sumatera Utara Skala 1 : 500.000 diketahui bahwa jenis tanah pada lokasi penelitian adalah jenis tanah ultisol, kemasaman jenis tanah adalah masam sampai dengan masam (pH 3,0 – 5,0), kemasaman yang tertinggi pada


(56)

horizon A dan semakin menurun dengan kedalaman tanah. Daya absorbsi tanah rendah sampai tinggi tergantung pada mineral liatnya, kandungan unsur haranya rendah terutama Ca, N, P dan K. Bahan induk terdiri dari batuan tufa masam, sedangkan jenis batuannya adalah liparit.

Secara umum kondisi iklim di Desa Gudang Garam dan lokasi hutan kemasyarakatan tidak dapat dipisahkan dengan keadaan iklim di wilayah kecamatan Bintang Bayu. Berdasarkan data curah hujan dan hari hujan di lokasi hutan kemasyarakatan dan desa sekitarnya adalah 2.876 mm/tahun dengan jumlah hari hujan 131 hari/tahun. Curah hujan terbesar adalah antara bulan September sampai dengan bulan Desember dengan curah hujan rata-rata di atas 300 mm/bulan, berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson termasuk type B – C yaitu agak basah.

Kecamatan Bintang Bayu terdiri dari 19 Desa yang di dalamnya terdapat 56 Dusun. Desa Gudang Garam memiliki 3 Dusun dan 8 perangkat desa. Secara demografi Desa Gudang Garam adalah desa yang sedang jumlah penduduknya dibandingkan dengan desa lain di Kecamatan Bintang Bayu. Mata pencaharian penduduknya umumnya adalah petani. Jumlah penduduk sebanyak 805 jiwa, terdiri dari 414 orang pria dan 391 orang wanita dengan 241 kepala keluarga.

Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Pebruari 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas + 3.742.120 Ha. Kabupaten Serdang Bedagai memiliki kawasan hutan seluas + 30.612,54 Ha dengan rincian: Hutan Lindung 3.100,74 Ha, Hutan Produksi


(57)

Terbatas seluas 7.429,60 Ha dan Hutan Produksi seluas 20.082,20 Ha. Luas areal Hutan Produksi di Kecamatan Bintang Bayu seluas 2.745,20 Ha.

Desa Gudang Garam berada pada kawasan hutan produksi di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Pebruari 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara. Desa Gudang Garam merupakan desa yang telah mendapatkan penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan oleh Menteri Kehutanan pada tahun 2010, yaitu Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK.589/Menhut-II/2010 tanggal 18 Oktober 2010 tentang Penetapan Kawasan Hutan Produksi Seluas + 200 (dua ratus) hektar sebagai areal kerja Hutan Kemasyarakatan Desa Gudang Garam di Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara. Penetapan areal kerja hutan kemasyarakatan di Desa Gudang Garam oleh Menteri Kehutanan merupakan dasar pemberian Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) oleh Bupati Serdang Bedagai.

Peta penunjukan kawasan hutan Kabupeten Serdang Bedagai dapat dilihat pada Gambar 4.1.


(58)

(1)

Lampiran 4. Potensi tegakan hutan kemasyarakatan kelompok tani Hutan Lestari

No

Nama Luas (Ha)

Jenis Tanaman

Karet Durian Mahoni Melinjo Jati Putih Cempedak Manglid

Jlh Umur (Thn) (cm) Ø Jlh Umur (Thn) (cm) Ø Jlh Umur (Thn) (cm) Ø Jlh Umur (Thn) (cm) Ø Jlh Umur (Thn) (cm) Ø Jlh Umur (Thn) Ø (cm) Jlh Umur (Thn) (cm) Ø

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

1 Sugiono (Ketua) 2 800 14 15 10 10 10 40 14 25 - - - 10 14 15 15 2 -

2 Agustin Setiawan

(Sekretaris) 1 900 14 15 10 15 50 50 14 25 10 14 10 - - - 20 14 15 20 2 -

3 Abdul Manan

(Bendahara) 2 800 14 15 10 10 15 15 14 25 - - - 10 14 10 25 2 -

4 Rasudin 1 700 14 16 20 14 20 30 14 30 20 10 12 - - - 10 12 15 25 2 -

5 Sakiman 1 900 14 18 15 14 25 50 14 35 - - - 10 14 14 25 2 -

6 Yamin 1 900 14 18 15 14 25 50 14 35 - - - 9 14 14 15 2 -

7 Suprianto 1 900 14 20 20 14 30 40 14 40 - - - 5 14 15 25 2 -

8 Samsulik 1 900 14 20 30 14 35 50 14 45 10 11 20 - - - 8 14 20 25 2 -

9 Andri 2 800 14 20 5 14 35 30 14 35 - - - 25 2 -

10 Rusliadi 1 450 8 10 20 8 15 - - - 25 2 -

11 Jadiaman Saragih 2 1000 14 20 33 10 15 10 10 13 - - - -

12 Prayetno 1 400 14 20 20 14 30 35 14 40 - - - -

13 Kasmo 2 1000 14 35 10 14 35 40 14 40 5 12 25 - - - -

14 Abdul Manap 2 800 14 35 10 14 31 70 14 40 - - - -

15 Ramlan 2 1000 14 40 40 14 40 60 14 45 9 14 25 - - - -

16 Saparuddin Tanjung 2 400 14 35 30 14 40 50 14 45 - - - 20 13 30 - - -


(2)

19 Sumantri 1 350 14 36 10 14 35 50 14 40 8 13 24 - - - -

20 Miswadi 2 800 12 38 4 8 10 10 7 6 - - - -

21 Riem 1 1000 12 31 8 10 10 20 12 8 - - - -

22 Dwi Setianingsih 1 900 14 38 8 14 35 10 14 30 7 12 25 - - - 8 12 25 - - -

23 Royana 1 600 14 38 9 14 32 10 14 33 4 12 18 - - - 3 12 22 - - -

24 Lamidi 1 400 14 38 7 14 33 10 14 35 - - - 5 12 25 - - -

25 Eva Indrawati 2 800 14 38 7 14 35 10 14 35 8 12 18 - - - 9 12 27 - - -

26 Indra 1 - - - -

27 Samsul Sitepu 6 1300 14 35 20 14 37 33 14 40 6 12 25 - - - 7 12 20 - - -


(3)

Lampiran 5. Potensi Tegakan Hutan Kemasyarakatan Kelompok Tani Makmur Lestari

No Nama Luas (Ha)

Jenis Tanaman

Karet Durian Mahoni Melinjo Jati Putih Cempedak Nangka

Jlh Umur (Thn)

Ø (cm) Jlh

Umur (Thn)

Ø (cm) Jlh

Umur (Thn)

Ø (cm) Jlh

Umur (Thn)

Ø (cm) Jlh

Umur (Thn)

Ø (cm) Jlh

Umur (Thn)

Ø (cm) Jlh

Umur (Thn)

Ø (cm)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

1 Ramidi (Ketua) 2 1000 14 60 20 12 60 30 11 70 10 10 30 10 11 120 - - - -

2 Dede Sulaiman

(Sekretaris) 2 1000 14 56 30 12 55 30 11 56 15 11 33 50 11 95 50 10 50 - - -

3 Turut (Bendahara) 2 900 14 53 50 12 53 50 11 54 10 11 31 50 11 78 10 10 50 - - -

4 Sutarji 2 700 13 47 10 10 47 - - - 5 11 30 10 11 74 - - - -

5 Tri Purwanto 2 700 13 45 5 10 45 50 11 59 5 11 30 10 11 79 - - - -

6 Subur 2 1000 15 57 30 12 49 30 11 63 - - - 20 11 85 3 9 40 - - -

7 M. Rizal 2 800 15 57 30 12 50 20 11 66 10 11 34 - - - 5 9 40 - - -

8 Jumino 2 700 15 54 15 13 61 50 11 61 - - - 10 11 88 - - - -

9 M.Rajali 2 600 13 46 50 10 52 20 11 46 - - - 5 10 50 - - -

10 Mariana 2 600 14 56 30 12 54 30 11 60 10 11 30 - - - -

11 Misnan 2 1000 14 55 50 12 55 20 11 56 - - - -

12 Sudarno 2 1000 14 58 10 11 43 50 11 52 - - - 5 8 30 - - -

13 Tukidi 2 1000 12 60 10 10 60 50 11 70 10 11 30 10 11 120 10 10 50 - - -

14 Poningsih 2 600 14 55 10 12 55 30 11 50 5 11 30 - - - 5 8 40 - - -

15 Kusnadi 2 1000 15 61 50 13 61 50 11 49 5 11 29 50 11 78 5 8 30 - - -

16 M.Edi Syahputra 2 500 14 56 20 12 56 30 11 46 10 11 33 - - - -

17 Sadiman 2 700 13 54 10 10 54 30 11 54 10 11 31 - - - 5 8 40 - - -

18 Jumirin 2 1000 15 60 50 13 60 50 11 57 20 11 35 - - - 15 10 50 - - -

19 Wagini 2 700 14 56 10 10 56 30 11 54 - - - 20 11 79 - - - -

20 Karyawati 2 600 14 57 10 12 57 30 11 55 10 11 33 - - - 5 8 50 - - -

21 Paiman 2 700 14 57 10 12 57 30 11 51 10 11 31 20 11 83 - - - -

22 Asmadi 2 1000 14 57 50 12 57 50 11 50 10 11 30 20 11 77 5 10 40 - - -

23 Siman 2 1000 14 55 50 12 53 50 11 49 10 11 37 50 11 79 5 10 40 - - -

24 Sarman 2 1000 14 54 20 12 54 20 11 55 - - - 20 11 80 - - - -

25 Poniman 2 1000 14 52 20 12 52 20 11 58 - - - 20 11 82 - - - -

26 Muhammad Salim 2 1000 14 55 50 12 51 30 11 63 - - - 20 11 79 5 8 40 - - -

27 Rudi Hartono 2 1000 14 55 20 10 47 20 11 60 - - - 20 11 67 - - - -

28 Asnia 1 700 14 58 20 10 48 45 11 55 - - - 20 11 69 - - - -

29 J.Purba 2 1000 13 49 20 10 48 50 11 53 5 11 30 20 11 90 - - - -

30 Poniah 1 700 14 51 30 12 52 20 11 53 10 11 30 20 11 88 5 8 30 - - -

31 Joko Setiawan Sidi 1 500 14 54 10 12 56 10 11 57 10 11 30 - - - -


(4)

(5)

Lampiran 7. Foto-Foto Areal Kerja HKm

Kelompok Tani Berkat Lestari


(6)

Lampiran 7. Foto-Foto Penelitian

Sarana dan Prasarana Menuju Lokasi HKm

Pembagian Kuisioner kepada Responden