Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu sistem yang harus dijalankan secara terpadu dengan sistem yang ada lainnya guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan. Dilihat dari prosesnya, pendidikan akan berlangsung secara terus menerus seiring dengan dinamika perubahan setting sosial budaya masyarakat dari zaman ke zaman. Merupakan sesuatu yang mustahil jika kita memahami pendidikan Islam tanpa memahami Islam sendiri, suatu kekuatan yang memberi hidup bagi suatu peradaban raksasa yang salah satu buahnya adalah pendidikan. Pendidikan Islam bila dilihat dari sisi pentingnya, maka suatu pendidikan yang sangat urgen bagi kehidupan manusia karena terkait langsung dengan segala potensi yang dimiliki, merubah suatu peradaban, sosial masyarakat dan faktor manusia menuju kemajuan diperlukan suatu pendidikan, sebab pendidikan merupakan suatu sistem yang dapat memberikan kontribusi paradigma baru. 1 Sains Islam berwujud dari perkawinan antara semangat yang berasal dari al-Qur an dengan sains-sains yang sudah ada dari berbagai peradaban yang diwarisi Islam dan dirubahnya melalui kekuasaan 1 Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987 , h.164 spiritualnya menjadi bentuk yang baru, sekaligus berbeda dari dan berlanjutan dengan apa yang telah ada sebelumnya. 2 Proses pemindahan budaya dari peradaban-peradaban kuno yang ditulis dalam bahasa Yunani, Syriac, Sanskrit, dan Pahlavi ke dalam bahasa Arab adalah suatu peristiwa yang sangat luar biasa dalam sejarah pemindahan budaya. Dimana peradaban baru tersebut memusatkan tenaganya untuk menerjemahkan, dan mendirikan pusat-pusat pendidikan seperti Baitul Hikmah, Al-Azhar, al-Zitunah, al-Qurawiyin dan lain sebagainya. Sehingga dalam kurun waktu kurang dari 150 tahun sebagian besar karya dari peradaban kuno telah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Dengan inilah maka bahasa Arab menjadi bahasa ilmiah dan menjadi dasar berkembangnya pendidikan Islam selanjutnya. Penerjemahan ini menjadi bahan utama dimana intelektual Islam berpijak dan selanjutnya akan muncul menjadi disiplin ilmu pengetahuan yang sekaligus berbeda yang didasarkan atas konsep Islam. Konsep yang menjadi pangkal perkembangan pendidikan Islam dan didasarkan atas konsep hirarki pengetahuan, yang banyak dibicarakan oleh ahli pendidikan dizamannya, salah satu diantaranya Ibnu Khadun. 3 Ibnu Khaldun dikenal sebagai salah seorang penulis Muslim terbesar yang kemasyhuran dan pemikiran-pemikiran beliau senantiasa bersinar di setiap zaman. Beliau juga sebagai peletak dasar-dasar falsafah 2 Ibid, h.27 3 Ibid, h.29 sejarah dan sosiologi, 4 ahli ekonomi dan perancang pendidikan dalam memakmurkan masyarakat sebagaimana ditulis dalam karya monumentalnya yakni kitab Muqaddimah. Kecemerlangan pikiran Ibnu Khaldun sebagai seorang ahli sejarah dan ahli pendidikan disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena ia mendapatkan anugerah kecerdasan fitriyah yang luar biasa, ia juga mempunyai kemampuan dalam mengadakan pengamatan dan mengaitkan antara sebab dan musababnya, ia mempunyai mempunyai pengalaman dalam bidang politik dengan berbagai intriknya, dan juga hasil pengembaraannya antara Barat dengan Timur, dan antara Eropa dengan Asia, juga menyeberang ke Afrika Utara dengan berbagai kondisi kehidupannya. 5 Beliau dipandang sebagai seorang alim yang memiliki kepribadian unggul. Selain itu beliau memiliki kecerdasan tinggi, berwawasan luas dalam menganalisis berbagai peristiwa yang terjadi semasa hidupnya. Sehingga seluruh gejala dari peristiwa tersebut dapat beliau rangkum melalui pemikiran yang kreatif, dengan menetapkan hukum-hukum secara logis dan didukung oleh fakta-fakta yang lengkap, dan sahih. Salah seorang pemikir Barat, Charles Issawi memberikan pengakuan terhadap kebesaran Ibnu Khaldun karena kemampuannya 4 Ali Abdulwahid Wafi, Ibnu Khaldun, Riwayat dan karyanya, diterjemahkan oleh Akhmadi Thoha Jakarta: Grafitipers, 1985 , h.5 5 Fathiyyah Hasan Sulaiman, Pandangan Ibnu Khaldun Tentang Ilmu dan Pendidikan, diterjemahkan oleh Herry Noer Ali, Bandung: CV. Diponegoro, 1987 , h.25 memecahkan berbagai persoalan yang menguasai manusia, seperti kodrat dan sifat masyarakat, pengaruh iklim dan pekerjaan, serta metode pendidikan yang paling baik. 6 Sesuai dengan pernyataan tersebut di atas, Ibnu Khaldun memperoleh dan memiliki ilmu pengetahuan yang luas diperoleh dengan membaca, mempelajari kitab-kitab, pengamatan dan pengalaman selama mengembara, dan bergaul dengan berbagai bangsa dan negara. Ilmu dan pendidikan tidak lain merupakan salah satu gejala sosial yang menjadi ciri khas jenis insani. 7 Ibnu Khaldun memandang bahwa ilmu dan pendidikan sebagai suatu gejala konklusif yang lahir dari terbentuknya masyarakat dan perkembangan di dalam tahapan kebudayaan dan mendorong manusia untuk memiliki pengetahuan yang penting baginya didalam kehidupan yang sederhana pada periode-periode pertama pembentukan masyarakat. Lalu lahirlah ilmu-ilmu sejalan dengan perjalanan masa, karena ilmu lahir dari kebimbangan pikiran. Kemudian lahir pula pendidikan sebagai akibat adanya kesenangan manusia untuk memahami dan menelaah pengetahuan. Jadi ilmu dan pendidikan merupakan dua anak yang lahir dari kehidupan yang berkebudayaan dan bekerja untuk melestarikan dan meningkatkannya. Dan oleh karena Ibnu Khaldun berpendapat bahwa pendidikan berusaha untuk melahirkan masyarakat yang berkebudayaan serta berusaha 6 Charles Issawi, Ibnu Khaldun, Pilihan dan Muqaddimah, filsafat Islam tentang Sejarah, cet II; Jakarta: Tinta Mas, 1962 , h. 2 7 Ibid, h.31 untuk melestarikan eksistensi masyarakat selanjutnya, 8 maka pendidikan akan mengarahkan kepada pengembangan sumber daya manusia yang berkualitas. Manusia menurutnya adalah bukan merupakan produk nenek moyang, akan tetapi adalah produk kebiasaan-kebiasaan sosial. 9 Karena itu lingkungan sosial merupakan pemegang tanggung jawab dan sekaligus memberikan corak penilaian seorang manusia. Hal ini memberikan arti bahwa seorang pendidik menempati posisi yang sentral dalam rangka membentuk manusia ideal seperti yang diinginkan. Manusia sebagai khalifah fil ardli, dibekali oleh Allah SWT akal pikiran, untuk mengatur, merekayasa, dan mengolah sumber daya alam untuk keperluan seluruh umat manusia, sehingga manusia memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. Maka manusia dikatakan sebagai makhluk yang berpikir. Oleh karena itu manusia mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang mana sifat-sifat semacam ini tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Ilmu pengetahuan itu dijadikan sebagai salah satu modal dasar untuk mengolah sumber daya alam, agar manusia dapat lebih mengembangkan potensinya dalam mengenal dan mengabdikan dirinya kepada Allah SWT, karenanya manusia dituntut 8 Ibnu Khaldun, Muqaddimah, diterjemahkan oleh Akhmadi Thoha Cet II; Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000 , h.541 9 Ahmad Syafii Maarif, Ibnu Khaldun Dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur, Jakarta: Gema Insani Press, 1996 , h.23 untuk selalu berusaha mencari dan menemukan ilmu baru untuk memudahkan kehidupan umat manusia sebagai anggota masyarakat. Hasan Langgulung memandang bahwa tugas-tugas pendidikan Islam pada tahap pembentukan masyarakat, yaitu dengan cara: 1. Menolong masyarakat membina hubungan-hubungan sosial yang serasi, setia kawan, kerjasama, interpenden dan seimbang. 2. Mengukuhkan hubungan di kalangan kaum muslimin dan menguatkan kesetia kawannya melaui penyatuan pemikiran, sikap dan nilai-nilai. 3. Memberi sumbangan dalam perkembangan masyarakat Islam. 4. Mengukuhkan identitas budaya Islam. 10 Sehubungan dengan hal tersebut, Prof. Dr. Muchtar Bukhari 11 berpendapat bahwa dengan tingkatan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan-perubahan zaman yang sangat pesat maka tuntutan masyarakat terhadap pendidikanpun semakin tinggi. Tuntutan masyarakat terhadap pelaksanaan pendidikan harus memiliki tiga kemampuan, yaitu: 1. Kemampuan untuk mengetahui pola perubahan dan kecenderungan yang sedang berjalan. 2. Kemampuan untuk menyusun gambaran tentang dampak yang akan ditimbulkan oleh kecenderungan yang akan terjadi. 3. Kemampuan untuk menyusun program penyesuaian diri yang akan ditempuhnya dalam jangka waktu tertentu. 10 Ahmad D. Marimba, Filsafat Pendidikan Islam, Bandung; Al-Maarif, 1984 , h.23 11 Muchtar Buchari, Pendidikan Dalam Pembangunan, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994 , h.45 Kegagalan untuk mengembangkan tiga kemampuan diatas akan berakibat bahwa suatu sistem pendidikan terperangkap oleh rutinitas bahkan suatu sistem pendidikan akan membatu dan menjadi fosil. Pendidikan merupakan salah satu tradisi umat manusia sebagai upaya menyiapkan generasi penerus agar dapat bersosialisasi dan beradaptasi dengan budaya yang mereka anut. Artinya, secara ilmiah terdapat proses upaya regenerasi. Sehingga eksistensi peradaban manusia dapat terjaga dan berkembang. Tantangan pendidikan dewasa ini untuk menghasilkan dan mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas semakin berat. Pendidikan tidak hanya memberikan pengetahuan terkini, namun juga harus membentuk dan membangun sistem keyakinan dan karakter kuat setiap peserta didik sehingga mampu mengembangkan potensi diri dan menemukan tujuan hidupnya. Sehubungan dengan pernyataan diatas, terwujudlah fungsi dan tujuan pendidikan Nasional yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 menyatakan bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab . 12 Pendidikan Nasional pada dasarnya adalah usaha membangun manusia Indonesia menjadi manusia budaya yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan mengusahakan perkembangan spiritual, sikap dan nilai hidup, pengetahuan, ketrampilan, pengembangan estetik, serta perkembangan jasmani sehingga manusia dapat mengembangkan dirinya, bersama dengan sesama manusia membangun masyarakat, serta membudayakan alam sekitarnya. Pendidikan pada hakikatnya harus memungkinkan perkembangan tiga hubungan dasar kehidupan manusia: hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Oleh sebab itu, pendidikan Nasional harus mampu membina dan meningkatkan kemampuan berkomunikasi, kesadaran masyarakat, dan kesadaran lingkungan. 13 Dasar pendidikan Nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pendidikan Nasional bertujuan membentuk manusia Indonesia sebagai pribadi dan sebagai warga masyarakat yang mampu 12 Republik Indonesia, Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam M. Furqon Hidayatullah, Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa cet. I, Surakarta: Yuma Pressindo, 2010 , h.2 13 I.L. Pasaribu B. Simanjuntak, Pendidikan Nasional Tinjauan Paedagogik Teoritis , Bandung: Tarsito, 1982 , h.91 membangun diri sendiri dan ikut membangun bangsa. Untuk mewujudkan dasar pendidikan tersebut, maka secara terus menerus pendidikan Nasional dibina dan dikembangkan untuk mencapai tujuan pendidikan Nasional sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 Bab II pasal 3 yaitu membangun manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan tersebut maka peran pendidikan sangat menentukan, terutama dalam pembentukan sikap mental, karena sikap mental yang positif sangat dibutuhkan dalam rangka proses alih generasi. 14 Ibnu Khaldun dengan gagasan dan pemikirannya yang cemerlang, dapat memunculkan generasi-generasi penerus pemikir ilmu pengetahuan yang dapat kita saksikan bersama dewasa ini dengan pemikiran-pemikiran yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan pemikiran pendidikan pada beberapa abad terakhir ini. Dari beberapa wacana tersebut, jelaslah bahwa pendidikan Islam adalah sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh manusia. Disamping itu prinsip-prinsip Islam menjadi dasar pendidikan Islam dan menjadi pedoman seluruh aspek kehidupan muslim. 14 Abdul Khaliq dkk, Pemikiran Pendidikan Islam, Semarang: Pustaka Pelajar, 1999 , h.5 Dari permasalahan diatas, nampaknya perlu dikaji lebih mendalam mengenai konsep pendidikan Islam Ibnu Khaldun relevansinya dengan pendidikan Nasional. Besar harapan bahwa umat muslim khususnya para pendidik generasi penerus bangsa dapat meneruskan cita-cita mulia pemikir-pemikir pendidikan Islam dengan karya-karya berupa konsep- konsep pendidikan Islam dengan membangkitkan kembali semangat ilmiah para pakar keilmuan Islam tanpa mengesampingkan pendidikan Nasional. Maka penulis kaitannya dalam hal ini berupaya untuk menelisik lebih mendalam dan akan membatasi permasalahannya hanya kepada konsep pendidikan Islam yang didefinisikan Ibnu Khaldun relevansinya dengan pendidikan Nasional.

B. Rumusan Masalah