Penerapan Strategi Pembelajaran Cooperative Learning Berbasis Web.

(1)

485

PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN

COOPERATIVE LEARNING BERBASIS WEB

Bambang Hariadi1); Tutut Wurijanto2)

1)

Prodi Manajemen Informatika STMIK Surabaya;

2)

email:

Prodi Sistem Informasi STMIK Surabaya

1

2

ABSTRAK

Perkembangan teknologi informasi telah mendorong pemakaian teknologi tersebut disegala bidang kehidupan manusia, termasuk dalam bidang pendidikan. Penerapan teknologi informasi dalam bidang pendidikan bertujuan untuk memberikan kemudahan penyebaran bahan ajar dan kemenarikan dalam pembelajaran. Kehadiran teknologi informasi menjadi alternatif dalam penerapan model pembelajaran yang menyenangkan bagi mahasiswa. Untuk itu, perlu dibuat rancangan pembelajaran yang dapat mewadahi hal tersebut. Rancangan pembelajaran dalam bentuk aplikasi pem-belajaran yang dibuat akan diatur dalam bentuk pembelajaran berbasis web dengan memanfaatkan jaringan internet. Aplikasi pembelajaran berbasis web ini dapat mengelola materi, tugas, tes, melakukan diskusi secara online dan memberikan penilaian akhir dari hasil belajar beserta feedback. Dalam rancangan pembelajaran ini, mahasiswa dibagi dalam beberapa kelompok dan masing-masing kelompok membentuk kelompok diskusi online dalam bentuk workgroup. Pembentukan kelompok ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling membantu dalam meningkatkan hasil belajarnya sekaligus untuk mengasah kepekaan dan kebersamaannya. Dosen dalam strategi pembelajaran ini dapat berperan sebagai fasilitator dan moderator. Dosen dapat menyapa

STIKOM


(2)

486

dan menegur agar setiap mahasiswa dan kelompok aktif dalam pembelajaran online ini. Dengan menerapkan strategi cooperatif leaning dalam aplikasi ini, maka aktivitas belajar menjadi aktivitas yang dirindukan oleh setiap mahasiswa.

Kata kunci: strategi belajar, cooperative learning, web base learning

ABSTACT

The development of information technology has pushed the technology usage in all fields of human life, including in education. The implementation of information technology in education aims to provide easy deployment and attractiveness of teaching materials in learning. The presence of information technology into an alternative implementation models for learning that is fun for students. For that, need to be made lesson plan that can accommodate it. Lesson plan in the application form that made learning will be organized in the form of web-based learning using the Internet. Learning applications based on web is to manage material, assignments, tests, discussion online and provide a final assessment of learning outcomes and their feedback. In this lesson plan, students were divided into groups and each group formed online discussion groups in a workgroup. The formation of this group was intended any group members can help each other in improving learning outcomes as well as to sharpen the sensitivity and togetherness. Lecturer in learning strategies can play a role as facilitator and moderator. Lecturers can greet and admonished each student and groups active in online learning. By implementing learning strategies cooperatif in this application, then learning activities to be activities that are sorely missed by every student.

Key words: learning strategy, cooperative learning, learning based on

web

STIKOM


(3)

487

Pendahuluan

Pembelajaran merupakan proses di mana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola sehingga memungkinkan mahasiswa ikut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu (AECT, 1986). Pembelajaran didefinisikan sebagai upaya membelajarkan mahasiswa (Degeng, 1997). Dari definisi tersebut mengandung makna bahwa dalam pembelajaran ada kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan metode atau strategi untuk mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Strategi pembelajaran merupakan salah satu faktor penting penentu keberhasilan seluruh proses belajar mengajar (Arends, 2007). Pembelajaran tidak dapat berlangsung seketika, melainkan melalui suatu perencanaan. Perencanaan pembelajaran dilakukan untuk mendapatkan strategi pembelajaran yang tepat agar diperoleh hasil belajar yang optimal sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Pembelajaran yang efektif menekankan pentingnya belajar sebagai suatu proses personal, dan menuntut strategi-strategi pembelajaran yang dapat mengakomodasi berbagai konteks, perangkat isi yang harus diajarkan oleh dosen, dan mahasiswa dengan berbagai latar belakang, kebutuhan dan permasalahan (Setyosari, 2006). Lebih lanjut Fosnot (dalam Setyosari, 2006) menyatakan bahwa pandangan belajar konstruktivistik menyarankan suatu pendekatan pembelajaran yang memberikan kepada para mahasiswa kesempatan menemukan pengalaman konkrit dan bermakna secara kontekstual, menemukan sendiri masalahnya, dan mengkonstruk sendiri cara-cara, pengertian-pengertian, dan strategi-strateginya.

Perancangan pembelajaran menjadi titik awal upaya perbaikan kualitas pembelajaran, yang berarti kualitas desain pembelajaran harus diperbaiki (Degeng, 2003). Inti dari perancangan pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai hasil belajar yang diinginkan. Penekanan utama dalam perancangan pembelajaran adalah pemilihan, penetapan dan pengembangan variabel metode pembelajaran. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, maka dilakukan perancangan pembelajaran dengan strategi kooperatif berbasis web.

STIKOM


(4)

488

Pembahasan

1. Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan kegiatan mahasiswa yang terjadi kapan saja dan di mana saja, baik dengan bimbingan dosen maupun dengan usaha sendiri. Belajar merupakan suatu proses memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap melalui berbagai pengalaman mahasiswa sehingga terjadi perubahan tingkah laku. Degeng (1989) mendefinisikan belajar adalah pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki mahasiswa. Dalam psikologi perilaku, belajar diartikan sebagai perubahan yang terjadi dari hubungan yang stabil antara stimulus yang diterima oleh mahasiswa secara individual dan respon yang sifatnya tersamar atau yang terbuka (Percival dan Ellington, 1988).

Belajar merupakan proses yang kompleks dan unik, artinya seseorang yang belajar melibatkan segala aspek kepribadiannya baik fisik maupun mental (Degeng, 1997). Keterlibatan dari semua aspek kepribadian ini akan tampak dari perilaku belajar orang itu. Perilaku belajar yang tampak adalah unik. Dikatakan demikian karena perilaku tersebut hanya terjadi pada orang itu dan tidak pada orang lain, sehingga tiap orang akan memunculkan perilaku belajar yang berbeda. Dengan keunikan ini maka dituntut adanya perlakuan pembelajaran khususnya strategi penyampaian (terutama pada sub variabel media pembelajaran) yang komplek dan unik untuk setiap mahasiswa. Untuk itu perlu dirancang pem-belajaran dengan memanfaatkan berbagai sumber belajar yang memungkinkan mahasiswa melakukan tindak belajar.

Pembelajaran adalah upaya membelajarkan mahasiswa (Degeng, 1997; Hariadi, 2000). Dengan pengertian ini maka upaya menyusun desain pembelajaran hendaknya diarahkan bagaimana membuat mahasiswa menjadi belajar. Mahasiswalah yang menjadi fokus kita dalam merancang desain pembelajaran. Degeng (2000) menyebutkan lingkungan belajar bagaimanapun penataannya, haruslah dimaksudkan agar mahasiswa mudah belajar. Lingkungan belajar yang memberi kebebasan kepada mahasiswa untuk melakukan pilihan-pilihan (menerapkan unsur fleksibilitas) akan mendorong mahasiswa untuk terlibat secara fisik, emosional dan mental dalam proses belajar.

STIKOM


(5)

489

Penataan lingkungan belajar yang mendukung terjadinya belajar sangat berpengaruh terhadap hasil belajar. Degeng (2000) menyebutkan meskipun keinginan belajar, cara belajar dan hal-hal lain yang terkait dengan pemberdayaan belajar mahasiswa banyak tergantung pada karakteristik mahasiswa, namun sejauhmana belajar itu benar-benar terjadi dalam diri mahasiswa tergantung pula pada kondisi lingkungannya. Pengaturan kondisi lingkungan belajar yang sesuai dengan karakteristik mahasiswa menjadikan belajar sebagai kegiatan yang menyenangkan bagi mahasiswa, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar.

2. Strategi Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin (1995), secara teoritik mahasiswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan konsep-konsep itu dengan temannya. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk saling berkomunikasi dan bekerja sama serta berinteraksi dengan susunan dan rancangan tugas yang dibuat oleh dosen, sehingga tercipta kesempatan munculnya suatu aktivitas berupa kerjasama. Pembelajaran kooperatif sangat membantu mahasiswa dalam menumbuhkan kerja sama, berpikir kritis, kemampuan membantu teman sekelompok dalam memahami materi dan menyelesaikan tugas-tugas bersama serta mengembangkan keterampilan sosial mahasiswa.

Pada strategi pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama di dalam kelompok, seperti menjadi pendengar yang baik, memberikan penjelasan kepada teman sekelompok dengan baik, mahasiswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan, sehingga masing-masing anggota kelompok memberikan kontribusi untuk hal tersebut (Slavin, 1995; Arends, 2007; Nur, 2008). Hal ini dikuatkan oleh Basuki (2005) bahwa struktur tujuan kooperatif terjadi jika mahasiswa dapat mencapai tujuan belajar dan hanya jika mahasiswa bekerja sama dengan temannya yang juga mencapai tujuan tersebut. Dengan strategi pembelajaran kooperatif dapat mempersiapkan generasi mendatang yang demokratis yang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja di masa mendatang.

STIKOM


(6)

490

Menurut Arends (2007:113), dalam pembelajaran kooperatif ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan yaitu meliputi : (1) pemaparan tujuan; dosen memaparkan tujuan dari pelajaran dan menata lingkungan belajar, (2) pemaparan informasi; dosen memberikan informasi kepada mahasiswa dengan cara demonstrasi atau teks, (3) mengorganisasikan mahasiswa dalam kelompok belajar; dosen menerangkan kepada mahasiswa bagaimana membentuk kelompok belajar dan membantunya agar efisien, (4) membantu kerja kelompok; dosen membantu kelompok dalam mengerjakan tugasnya, (5) menguji seluruh materi; dosen menguji materi pembelajaran atau kelompok mempresentasikan hasil kerja mereka, (6) memberikan penilaian; dosen memberikan penilaian atas usaha dan prestasi individu maupun kelompok.

Strategi pembelajaran kooperatif terbagi atas lima model, di mana tiga model cocok untuk diterapkan pada seluruh bidang pengajaran dan tingkat kelas. Tiga model tersebut adalah (1) Student Teams-Achievement Devisions (STAD), (2) Teams Games Tournament (TGT), dan (3) Jigsaw II. Selanjutnya dua yang lain dirancang untuk bidang pengajaran tertentu dan tingkat kelas tertentu. Dua model tersebut adalah (1) Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) yang sesuai untuk pengajaran membaca dan menulis kelas 2– kelas 8, dan (2) Team Accelerated Instruction (TAI) untuk pengajaran matematika kelas 3 – kelas 5 (Nur, 2008). Meski demikian, model STAD adalah model yang paling banyak diterapkan karena lebih mudah dan bisa diterapkan untuk semua bidang studi dan untuk semua jenjang pendidikan.

Proses pembelajaran inovatif ditandai oleh aktivitas dosen yang tidak semata-mata memberikan pengetahuan kepada mahasiswa, namun mahasiswa harus diberikan kesempatan untuk membangun pengetahuan dengan caranya sendiri sebagai perwujudan terhadap tugas dan tanggungjawabnya (Gredler, 1992; Nur & Wikandari, 2000). Lebih lanjut Slavin (2000) menambahkan bahwa dosen dapat membantu proses konstruksi pengetahuan dengan cara menyelenggarakan pembelajaran yang membuat informasi menjadi sangat bermakna dan relevan bagi mahasiswa, memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menemukan dan menerapkan sendiri ide-ide, serta mengajak mahasiswa agar menyadari dan secara sadar menggunakan strategi-strategi mereka sendiri untuk belajar.

STIKOM


(7)

491

3. Temuan Penelitian Terdahulu

Strategi pembelajaran kooperatif tipe STAD mengarahkan aktivitas kelas berpusat pada mahasiswa dan memanfaatkan kecenderungan berinteraksi serta berdampak positif terhadap mahasiswa yang memiliki pemahaman rendah (Slavin, 1995). Sebaliknya, strategi pembelajaran yang bersifat kompetitif menekankan pada kompetisi dapat mengakibatkan kondisi pembelajaran tidak kondusif, kurang mengembangkan keterampilan kerjasama yang saat ini dibutuhkan dalam kehidupan nyata (Heinich, et al., 2002).

Setyosari (2006:16) menyatakan, berdasarkan hasil penelitian dan bukti penelitian eksperimental semua menyarankan bahwa jika sekolah-sekolah ingin memberikan perkembangan kecerdasan secara optimal bagi para mahasiswanya, maka mahasiswa perlu dilibatkan secara sungguh-sunguh dalam berbagai jenis aktivitas kooperatif.

Noornia (1997) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Students Teams Achievement Devision (STAD): (1) membawa pengaruh positif terhadap aktivitas belajar siswa, (2) meningkatkan pemahaman siswa, (3) memberikan pengetahuan khusus bagi siswa yang berada pada kelompok rata-rata cerdas dan bagi siswa yang kurang, (4) meningkatkan kepedulian antara anggota kelompok yang mungkin tidak muncul pada pembelajaran konvensional. Demikian juga dengan temuan Machmuda (2007) menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam belajar bahasa Arab khususnya pada keterampilan membaca (maharoh qiro’ah). Temuan penelitian yang dilakukan Zainuddin (2002) menunjukkan bahwa belajar kooperatif tipe STAD dengan konsentrasi gaya kognitif field independent (FI) dan field dependent (FD) siswa pada pembelajaran fungsi matematika diperoleh adanya peningkatan prestasi belajar siswa yang signifikan. Selanjutnya, Mulyadi (2009) juga menemukan bahwa strategi pembelajaran optimalisasi VCD pembelajaran fisika melalui model kooperatif dapat meningkatkan kinerja dan prestasi siswa.

Cheong dan Cheong (2008) menemukan persepsi siswa tentang diskusi online menunjukkan sikap positif dan adanya keterampilan berpikir kritis selama diskusi online. Milne et al. (2008) menemukan bahwa ada keuntungan yang kuat untuk belajar siswa dan pengurangan beban kerja staf ketika melakukan penilaian tugas dengan menggunakan tools e-learning. Lebih lanjut dikatakan, sejauh ini kelebihan

STIKOM


(8)

492

tersebut hanya dimanfaatkan oleh sebagian kecil akademisi dan potensi yang sangat besar ada untuk aplikasi tools e-learning lebih lanjut dan beberapa pendekatan terkait. Dari temuan Cheong dan Cheong (2008), dan

4. Pengembangan Pembelajaran Berbasis web

Milne et.al. (2008) ini menunjukkan bahwa penggunaan web untuk pembelajaran memiliki kelebihan dalam meningkatkan hasil belajar.

McCarthy (2010) menyebutkan bahwa blanded learning yang disertai dengan diskusi tatap muka bermanfaat dalam meningkatkan pemahaman materi yang diajarkan dan tingkat keterlibatan dalam kelompok. Lebih lanjut McCarthy (2010) menyebutkan bahwa blanded learning merupakan cara yang bagus untuk belajar tentang mahasiswa lain dalam pembelajaran.

Chantanarungpak dan Rattanapian (2006) menyimpukan: (a) terjadi peningkatan pencapaian hasil belajar secara signifikan (lebih tinggi 0,5 level) antara pre tes dengan post tes setelah menerapkan pembelajaran blended berbasis web dengan model kooperatif untuk matematika ini, (b) para siswa berpendapat bahwa mereka puas dengan pembelajaran blended berbasis web dengan model kooperatif untuk matematika yang telah dikembangkan. Temuan ini menunjukkan bahwa pembelajaran dengan model kooperatif berbasis web dapat meningkatkan hasil belajar sekaligus menjadi alternatif strategi pembelajaran yang menyenangkan bagi mahasiswa.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk membangun aplikasi pembelajaran berbasis web adalah (1) melakukan identifikasi kebutuhan modul, (2) membuat aliran data berdasarkan dokumen, (3) membuat aliran data sistem, (4) membuat program sesuai desain, dan (5) melakukan evaluasi berupa testing dan implementasi. Dari identifikasi kebutuhan modul, kemudian dibangun aliran data berdasar dokumen yang menghasilkan dokumen flow untuk kegiatan dosen dan untuk kegiatan mahasiswa. Dokumen flow kegiatan dosen yang dibangun tertuang pada gambar 1 dan dokumen flow kegiatan mahasiswa tertuang pada gambar 2.

STIKOM


(9)

493

Gambar 1 Dokumen flow kegiatan dosen

Dokumen flow kegiatan dosen dimulai dengan halaman login. Pada halaman login merupakan halaman untuk dosen memberikan user dan password sebagai validasi. Jika validasi berhasil, maka selanjutnya dosen sebagai pengguna dapat mengakses menu-menu yang tersedia.

STIKOM


(10)

494

Gambar 2 Dokumen flow kegiatan mahasiswa

Dokumen flow kegiatan mahasiswa dimulai dengan halaman login. Pada halaman login merupakan halaman untuk mahasiswa memberikan user dan password sebagai validasi. Jika proses validasi berhasil, maka selanjutnya mahasiswa sebagai pengguna dapat mengakses menu-menu yang tersedia.

Langkah selanjutnya dibuat aliran data sistem yang digambarkan dalam Context diagram. Context diagram adalah diagram yang terdiri dari suatu proses dan menggambarkan ruang lingkup suatu sistem. Context diagram akan memberikan gambaran tentang keseluruhan sistem. Gambar 3 berikut adalah context diagram dari sistem pembelajaran berbasis web yang dibangun.

STIKOM


(11)

495

Data Pembahasan Dosen Data Karyawan

Jawaban Soal Tes Data Skor Soal

Data Nilai Tugas

Data Nilai Mahasiswa

Data Konsultasi Mahasiswa Data Jawab Tugas

Data Tugas Dari Dosen

Data Usulan Diskusi

Data Kelompok Dari Dosen Data Materi Dari Dosen Data Soal Tes Dari Dosen Data Nilai Akhir

Data Jawaban Konsultasi Dosen

Data Pembahasan

Data Jawaban Tugas Mahasiswa Data Diskusi Mahasiswa

Data Prosentase Nilai Data Nilai Konsultasi Data Nilai Diskusi

Data Soal Tes Data Tugas Data Anggota Kelompok Data Master Kelompok

Data Materi

Data Mahasiswa Dosen

Mahasiswa 0

SI Pembelajaran Berbasis Web MK Perilaku Dalam Berorganisasi Metode Kooperatif

+

Gambar 3 Context diagram pembelajaran berbasis web

Dalam context diagram di atas, proses sistem pembelajaran berbasis web terdapat dua entity yang berperan dalam aplikasi ini, yaitu dosen dan mahasiswa. Kedua entity inilah yang berperan dalam penerapan aplikasi ini. Dari context diagram ini kemudian dikembangkan diagram aliran data yang menghasilkan data flow diagram (DFD) level 0 sebagaimana pada gambar 4.

STIKOM


(12)

496 Data User

Data Nilai Huruf DiUpdate Data Pembahasan Dosen Data Karyawan

Data Nilai Akhir Diupdate Data Prosentase Nilai T ersimpan

Data Prosentase Nilai Diupdate

Data Kelompok T ersimpan Data Kelompok Diupdate

Data Pembahasan Diupdate

Data Nilai Konsultasi Diupdate Data Konsultasi Mahasiswa Diupdate

Data Usulan Diskusi Diupdate Data Nilai Diskusi Diupdate Data Nilai T ugas Diupdate Data Jawab T ugas Diupdate Jawaban Soal T es Diupdate

Jawaban Soal T es

Data Skor Soal T es T ersimpan Data Skor Soal T es Diupdate Data Skor Soal

Data T ugas T ersimpan Data T ugas Diupdate

Data Materi Lain T ersimpan Data Materi Lain Diupdate

Data Master Kelompok T ersimpan Data Master Kelompok Diupdate

Data Materi T ersimpan Data Materi Diupdate

Data Soal T es T ersimpan Data Soal T es Diupdate

Data Mahasiswa T ersimpan Data Mahasiswa Diupdate

Data Karyawan Diupdate

Data Nilai Mahasiswa

Data Konsultasi Mahasiswa

Data Jawab T ugas

Data T ugas Dari Dosen Data Usulan Diskusi Data Kelompok Dari Dosen Data Materi Dari Dosen Data Soal T es Dari Dosen Data Nilai Akhir

Data Jawaban Konsultasi Dosen Data Pembahasan Data Jawaban T ugas Mahasiswa

Data Diskusi Mahasiswa

Data Prosentase Nilai

Data Nilai Konsultasi Data Nilai Diskusi Data Nilai T ugas

Data Soal T es Data T ugas Data Anggota Kelompok

Data Master Kelompok

Data Materi Data Mahasiswa Dosen Mahasiswa 1 Maintain Aplikasi + 2 ELearning + 1 DataKaryawan 2 DataMahasiswa 3 SoalT es

4 DataPertemuan

5 DetailMateri

6 Kelompok 7 Data T ugas

8 HasilT es 9 DetailT ugas 10 DataDiskusi 11 DetailDiskusi 12 DataKonsultasi 13 DetailKonsultasi 14 DataPembahasan 15 DetailKelompok 16 ProsentaseNilai 17 NilaiAkhir 18 Nilai Huruf 19 LoginUser

Gambar 4 DFD level 0 sistem pembelajaran berbasis web

Pada DFD level 0, proses sistem pembelajaran berbasis web memiliki dua proses yaitu proses maintenance aplikasi dan proses elearning. Kedua proses ini me-merlukan tersedianya beberapa database yaitu: DataKaryawan, DataMahasiswa, SoalTes, DataPertemuan, DetailMateri, Kelompok, DataTugas, HasilTes, DetailTugas, DataDiskusi, DetailDiskusi, DataKonsultasi, DetailKonsultasi, DataPembahasan, DetailKelompok, ProsentaseNilai, NilaiAkhir, NilaiHuruf.

Selanjutnya adalah mengembangkan DFD level 0 ini dalam DFD level 1. Ada dua DFD level 1 yang dibangun, yaitu DFD level 1 maintenance aplikasi sebagaimana tertuang pada gambar 5 dan DFD level 1 proses e-learning yang tertuang pada gambar 6.

STIKOM


(13)

497 [Data User]

[Data Tugas Diupdate] [Data Skor Soal Tes Diupdate]

[Data Materi Diupdate] [Data Materi Lain Diupdate]

[Data Master Kelompok Diupdate] [Data Soal Tes Diupdate]

[Data Mahasiswa Diupdate] [Data Karyawan Diupdate] [Data Kelompok Diupdate]

[Data Prosentase Nilai Diupdate] [Data Skor Soal]

[Data Master Kelompok]

[Data Anggota Kelompok]

[Data Tugas]

[Data Soal Tes]

[Data Prosentase Nilai]

[Data Mahasiswa] [Data Karyawan] [Data Materi] Dosen Mahasiswa 1 DataKaryawan 2 DataMahasiswa 3 SoalTes 6 Kelompok 5 DetailMateri

7 Data Tugas 4 DataPertemuan 15 DetailKelompok 16 ProsentaseNilai 1.1 Maintain Materi 1.2 Maintain Soal Tes

1.5 Maintain Tugas 1.6 Maintain Prosentase Nilai 1.7 Ubah Profile 1.4 Maintain Anggota Kelompok 1.3 Maintain Kelompok 19 LoginUser

Gambar 5 DFD level 1 maintenance aplikasi

DFD level 1 proses maintenance aplikasi memerlukan tersedianya database DataKaryawan, DataMahasiswa, SoalTes, DataPertemuan, DetailMateri, Kelompok, DataTugas, DetailKelompok, ProsentaseNilai, LoginUser. Pada DFD level 1 maintenance aplikasi terdapat 7 proses yaitu proses maintain materi, proses maintain soal tes, proses maintain kelompok, proses maintain anggota kelompok, proses maintain tugas, proses maintain prosentase nilai dan proses maintain ubah profil.

STIKOM


(14)

498 [Data Nilai Huruf DiUpdate]

[Data Pembahasan Dosen]

Data Nilai Konsultasi Tersimpan

Data Nilai Diskusi Tersimpan

Data Nilai Tugas Tersimpan [Data Nilai Tugas Diupdate]

[Data Kelompok Tersimpan]

[Data Prosentase Nilai Tersimpan]

[Data Pembahasan Diupdate]

[Data Nilai Konsultasi Diupdate]

[Data Konsultasi Mahasiswa Diupdate] [Data Jawab Tugas Diupdate]

[Data Skor Soal Tes Tersimpan]

[Data Usulan Diskusi Diupdate]

[Jawaban Soal Tes Diupdate]

[Data Nilai Diskusi Diupdate]

[Data Nilai Akhir Diupdate]

[Data Tugas Tersimpan]

[Data Materi Lain Tersimpan]

[Jawaban Soal Tes] [Data Master Kelompok Tersimpan]

[Data Materi Tersimpan]

[Data Soal Tes Tersimpan] [Data Mahasiswa Tersimpan]

[Data Nilai Mahasiswa] [Data Konsultasi Mahasiswa]

[Data Jawab Tugas]

[Data Tugas Dari Dosen] [Data Usulan Diskusi]

[Data Kelompok Dari Dosen] [Data Nilai Tugas]

[Data Materi Dari Dosen]

[Data Soal Tes Dari Dosen] [Data Nilai Akhir]

[Data Jawaban Konsultasi Dosen]

[Data Pembahasan]

[Data Jawaban Tugas Mahasiswa] [Data Diskusi Mahasiswa]

[Data Nilai Konsultasi] [Data Nilai Diskusi]

Dosen Mahasiswa 2 DataMahasiswa 3 SoalTes 4 DataPertemuan 6 Kelompok 5 DetailMateri

7 Data Tugas

4 DataPertemuan 8 HasilTes 9 DetailTugas 10 DataDiskusi 11 DetailDiskusi 12 DataKonsultasi 13 DetailKonsultasi 14 DataPembahasan 15 DetailKelompok 16 ProsentaseNilai 17 NilaiAkhir 2.1 Forum Diskusi 2.2 Jawaban Tugas Mahasiswa 2.3 Forum Konsultasi 2.4 Pembahasan 2.5 Nilai Tugas 2.6 Nilai Diskusi 2.7 Nilai Konsultasi 2.8 Nilai Akhir 2.9 Pemberian Materi 2.10 Pembagian Kelompok 2.11 Pemberian Tugas 2.12 Pemberian Tes 18 Nilai Huruf

Gambar 6 DFD level 1 proses e-learning

DFD level 1 proses e-learning aplikasi ini memerlukan tersedianya database DataMahasiswa, SoalTes, DataPertemuan, DetailMateri, Kelompok, DataTugas, HasilTes, DetailTugas, DataDiskusi, DetailDiskusi, DataKonsultasi, DetailKonsultasi, DataPembahasan, DetailKelompok, ProsentaseNilai, NilaiAkhir, NilaiHuruf. Pada DFD level 1 proses e-learning ini terdapat 12 proses, yaitu proses forum diskusi, proses jawaban tugas mahasiswa, proses forum konsultasi, proses pembahasan, proses nilai tugas, proses nilai diskusi, proses nilai konsultasi, proses nilai akhir, proses pemberian materi, proses pembagian kelompok, proses pemberian tugas, dan proses pemberian tes.

STIKOM


(15)

499

Setelah semua langkah tersebut di atas, selanjutnya dibuat desain input dan output. Dari keseluruhan langkah sampai desain input dan output ini, maka langkah selanjutnya adalah membuat program dan melakukan testing dan implementasi dari program yang dibangun. Testing dan implementasi dilakukan untuk memastikan apakah program yang dibuat dapat berjalan sesuai dengan rancangan yang telah ditentukan. Jika masih terjadi kesalahan maka aplikasi akan diperbaiki sampai dapat berjalan sesuai rancangan, dan jika sudah dapat berjalan tanpa kesalahan maka aplikasi dapat diterapkan untuk pembelajaran berbasis web. Pada tahap ini, sebelum diterapkan dalam kondisi riil, sebaiknya dilakukan uji coba untuk mengenalkan user (mahasiswa dan dosen) pada aplikasi dan membiasakan mereka pada beberapa tools dalam aplikasi ini.

Penutup

1. Simpulan

Dari paparan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Perlu dilakukan pengelolaan dalam strategi penyampaian pembelajaran yang menyenangkan sesuai dengan perkembangan jaman.

b. Pengelolaan yang dilakukan memadukan penerapan metode pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dengan memanfaatkan jaringan internet (web). Penggunaan web dalam hal ini selain untuk memudahkan penyebaran juga untuk mewadahi perkembangan dan trend aktivitas mahasiswa yang lebih banyak berbasis web.

c. Dalam merancang pembelajaran berbasis web, perlu diwadahi kebutuhan dosen maupun mahasiswa dalam berinteraksi. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi kebutuhan sebelum melakukan perancangan.

2. Saran

a. Untuk mengukur efektivitas dan pengembangan lebih lanjut, perlu dilakukan penelitian terkait implementasi dari penerapan rancangan yang telah dibangun. Penelitian diarahkan untuk melihat efektivitas dari pelaksanaan pembelajaran berbasis web yang telah dibangun.

STIKOM


(16)

500

b. Perlu dikembangkan rancangan pembelajaran berbasis web untuk strategi pembelajaran yang lain (selain kooperatif) agar dapat digunakan untuk pencapaian tujuan pembelajaran dan bahan ajar yang berbeda.

Daftar Pustaka

AECT. (1986). Instructional Technology: The Definition and Domains of The Field. Terjemahan Yusufhadi Miarso, dkk. Jakarta: IPTPI dan LPTK.

Arends, R.I. (2007). Learning to Teach (7th ed.). New York: McGraw-Hill Co.

Basuki, I. (2005). Pembelajaran Kooperatif. Makalah. Disampaikan Refresing MetodePembelajaran di STIKOM Surabaya pada 27 Oktober 2005.

Chantanarungpak, K. and Rattanapian, V. (2006). Development of a Web-Base Instruction Model Blended with Cooperative Learning in Mathematics for Upper Primary School Student. Proceedings of International Conference “e-learning: Learning Theories vs Technologies?”. Ramkhamhaeng University, Bangkok. 14-16 Desember 2006.

Cheong, C.M. dan Cheong, W.S. (2008). Online Discussion and Critical Thinking Skills: A Case Study in a Singapore Secondary School. Australasian Journal of Educational Technology. 24(5), 556-573.

Degeng, I.N.S. (1989). Ilmu Pengajaran: Taksonomi Variable. Jakarta: P2LPTK Dirjen Dikti Depdikbud.

Degeng, I.N.S. (1997). Media Pembelajaran: Makalah Pelatihan Staf, Guru dan Karyawan Sekolah Ciputra. Surabaya, April - Mei 1997.

Degeng, I.N.S. (2000). Paradigma Baru Pengemasan Sistem Pendidikan di Perguruan Tinggi: Pidato Ilmiah dalam Rangka Wisuda Sarjana Universitas Merdeka Surabaya. Surabaya, 1 April 2000.

Degeng, I.N.S. (2003). Teori Pembelajaran 2: Terapan. Malang: Program Magister Manajemen Pendidikan, Universitas Terbuka.

Gredler, M.E. (1992). Learning and Instruction: Theory into Practice (2nd ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall, Inc.

STIKOM


(17)

501

Hariadi, B. (2000). Pemanfaatan Sicyca sebagai Sumber Belajar di STIKOM Surabaya. Tesis. Tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Malang.

Heinich, R., Molenda, M., Russel, D.J., & Smaldino, E. (2002). Instructional Media and Technology for Learning. Seventh Edition. New Jersey: Perntice Hall, Inc. Machmudah, U. (2007). Pengaruh Penggunaan Metode Cooperative Learning

Model STAD terhadap Hasil Belajar Maharoh Qiro’ah I dan Sosial Skill (Kemampuan Komunikasi dan Kolaborasi) pada Maharoh Qiro’ah I. Malang: LPM UIN.

McCarthy, Joshua. (2010). Blended learning environments: Using social networking sites to enhance the first year experience. Australasian Journal of Educational Technology. 26(6), 729-740. (online http://www.ascilite. org.au/ajet/ajet26/mccarthy.pdf diakses 3 September 2011).

Milne, J.; Heinrich, E. and Morrison, D. (2008). Technological support for assignment assessment: A New Zealand higher education survey . Australasian Journal of Educational Technology. 24(5), 487-504.

Mulyadi, E. (2009). Optimalisasi VCD Pembelajaran Fisika Melalui Model Kooperatif sebagai Upaya Peningkatan Kinerja dan Prestasi Siswa Kelas XI di SMK. Proceding seminar internasional "Information and Communication Technology (ICT) in Education di UNY pada 13-14 Pebruari 2009.

Mundir. (2003). Pengaruh Interaksi Media Pembelajaran Dan Gaya Belajar Terhadap Perolehan Belajar Mahasiswa Pada Matakuliah Metode Penelitian di Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Ibrahimy Genteng Banyuwangi. Tesis. Tidak diterbitkan. Malang: PPS Universitas Negeri Malang.

Noornia, A. (1997). Penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan Metode STAD pada Pengajaran Persen di Kelas IV SDI Ma’arif 02 Pematang Singosari. Tesis, tidak diterbitkan. Malang: PPS UM.

Nur, M. & Wikandari, P. R. (2000). Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: University Press. Nur, M. (2008). Pembelajaran Kooperatif. Surabaya: Pusat Sains dan Matematika

Sekolah UNESA.

Percival, F. dan Ellington, H. (1988). Teknologi Pendidikan. Penerjemah Soedjarwo S. Jakarta: Erlangga.

STIKOM


(18)

502

Setyosari, P. (2006). Teori dan Aplikasi: Sistem Online dalam Pembelajaran. Malang: FIP Universitas Negeri Malang.

Slavin, R.E. (1995). Cooperative Learning: Theory, Research and Practice. Massachusetts: Allyn and Bacon.

Slavin, R.E. (2000). Educational Psychology: Theory and Practice. Needhams Heights, MA: Allyn and Bacon.

Zainudin. (2002). Studi tentang Penerapan Belajar Kooperatif Model STAD dengan Konsentrasi Gaya Kognitif FI dan FD. Journal Teknologi Pembelajaran: Teori dan Penelitian. Tahun 10 Nomor 1. 45-56.

STIKOM


(19)

503

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN DENGAN PENDEKATAN TEMATIK SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN SIKAP CINTA TANAH AIR DI SEKOLAH DASAR

ENTIKONG DAERAH PERBATASAN MALAYSIA TIMUR

Sri Utami

Jurusan Pendidikan Dasar, Prodi PGSD, FKIP Universitas Tanjungpura

ABSTRACT

Development of Civic Education Learning Through Thematic Approach: An effort of the managing “Patriotism” in the Lower Grade Primary School Number12 at

Entikong Border Areas of East Malaysia.

The main problem in this research are: how to develop and to implement Thematic learning Approach in the Civics Education as development and improvement efforts “Patriotism” attitude of students of SDN 12 Entikong. The purpose of this study was to gain an overview of the development Thematic approach Civics Education with the appropriate and proper in order to support development unpatriotic attitude of elementary school learners.This research used qualitative methods. Data colecting using observation, depth interview, document analysis.

These results indicate that Thematics approach based on constructivism can enhance the learning activities of the students about the values of nationalism and patriotism in teaching Civics Education in the Elementary School. Civics learning activities in the class II (two) of the basic competencies such as patriotism, nationalism can be either integrated with atheme of the four subjects, namely Mathematics, Indonesian language, Skill-Culture Art and Civics Education.

Conclusion: (a) The Silabus and lesson plan of of Civic Education Learning Through Thematic Approach can be develop the same as the Regulation of Education Minister Number 47, 2007 , for eksample : exploration, elabotaration and collaboration, (b) Development of Civic Education Learning Through Thematic Approach enhance the meaningfulness of learning for students of lower grade

STIKOM


(20)

504

Primary school, and (c) improved quality of the effort of the managing “Patriotism” learning through the Thematic learning.

Recommendation: For the teacher as a developer and implementer thematic approach in the primary schools should have a thorough understanding of the Thematics approach, both in terms of planning, nor the implementation of the evaluation. Understanding and skills of teachers in implementing the Thematics approach will be more refined when teachers constantly for self-reflection on the implementation of the thematic approach is applied in the classroom.

Key words: Civic Education Learning,Thematic, Patriotism.

Besarnya dampak globalisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan maupun teknologi yang tidak disertai pembinaan nilai-nilai moral dapat menjurus kepada terjadinya dehumanisasi. Kebutuhan pendidikan moral yang berhasil dirasakan amat mendesak apabila dikaitkan dengan globalisasi dan gejala kehidupan saat ini yang cenderung mengikis nilai-nilai luhur bangsa seperti persatuan dan kesatuan bangsa, norma-norma, hak asasi, harga diri sebagai warga masyarakat, dan pengamalan nilai-nilai Pancasila secara keseluruhan dalam kehidupan sehari-hari (Kurikulum KTSP-PKn, 2007). Arus globalisasi yang demikian kuat juga berpotensi mengikis jati diri bangsa, nilai-nilai dasar kehidupan bangsa dalam Pancasila yang dipelihara menjadi goyah bahkan berangsur-angsur hilang (Suseno, (1992; Mulyana, 2004).

Rendahnya mutu pendidikan tidak hanya disebabkan oleh kelemahan dalam membekali kemampuan akademis, tetapi juga kurangnya kesadaran moral. Kelemahan dan kurangnya kesadaran moral disebabkan oleh tantangan yang kian kompleks yang berkembang di dalam masyarakat, seperti mentalitas hedonistis dan merosotnya etika masyarakat. Ada kecenderungan makna pendidikan yang sarat dengan nilai, moral, dan norma bergeser pada pemaknaan pengajaran yang berorientasi pada transfer pengetahuan. Porsi terbesar kegagalan dalam penidikan adalah menjejalkan informasi-informasi hafalan dan tidak menyentuh pem-bentukan watak dan moralitas seperti dalam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

PKn adalah membawa misi pendidikan moral kebangsaan, yaitu membentuk warga negara Indonesia yang cerdas, demokratis dan berakhlak mulia, yang secara konsisten melestarikan dan mengembangkan cita-cita demokrasi dan membangun

STIKOM


(21)

505

karakter bangsa ( Depdiknas, 2000). Misi Pendidikan Kewarganegaraan tersebut memiliki posisi yang strategis dalam pendidikan nasional, walaupun istilah pendidikan moral belum terdefinisikan secara jelas dalam kurikulum pendidikan formal. Sedangkan visi Pendidikan Kewarganegaraan adalah mewujudkan proses pendidikan yang terarah pada pengembangan kemampuan individu, sehingga menjadi warga negara yang cerdas, partisipatif dan bertanggung jawab. Hal ini berkaitan pula dengan fungsi Pendidikan Kewarganegaraan yang diarahkan untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang baik, serta setia kepada bangsa dan negara, sekaligus menjadi pengikat untuk menyatukan visi peserta didik yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa tentang budaya kebersamaan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Dengan pembelajaran yang bermakna, siswa diharapkan dapat mengembangkan Cinta tanah air seperti sikap rela berkorban terhadap negara Indonesia (Andrigundar, 2010), dan dapat menerapkan keterampilan intelektual, sehingga menghasilkan pemahaman tentang arti berbangsa dan bernegara, berpartisipasi dalam pengambilan keputusan dan penyelenggaraan organisasi yang baik serta berbagai kegiatan yang terkait dengan kepentingan publik.

Wilayah perbatasan Kecamatan Entikong letaknya dekat dengan Serawak Malaysia Timur yang berpotensi adanya kecenderungan masyarakat Entikong yang berperilaku budaya Serawak/Malaysia sehingga rawan terhadap krisis nilai persatuan dan kesatuan bangsa dan berpotensi pada tatanan nilai sosial budaya seperti negara tetangga. Pada kenyataannya masyarakat Entikong lebih mudah mengakses berita melalui media massa, televisi dan lainnya dari negara tetangga atau dari Serawak dibandingkan untuk mengakses berita dari tanah air sendiri.

Dari hasil survey pembangunan di daerah perbatasan kearah terbinanya cinta tanah air warga negara tersebut cukup menggembirakan. Meskipun demikian masih ditemukan peristiwa perilaku sosial anak-anak usia sekolah dasar yang memprihatinkan seperti tindakan minum-minuman keras, merokok, perkelaian, kurang atau enggan mau menyanyikan lagu-wajib nasional, dan kurang dapat berbahasa Indonesia dengan baik, dan mereka lebih suka menggunakan bahasa Malaysia.

Berbagai model pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan cara menyampaikan bahan pembelajaran

STIKOM


(22)

506

yang bertumpu pada nilai-nilai luhur Pancasila, supaya dapat membantu peserta didik aktif menangkap, mengalami dan menghayati nilai-nilai luhur tersebut. Melalui pembelajaran tematik dimaksudkan agar proses pembelajaran dapat menanamkan, menggali, dan mengungkapkan nilai-nilai tertentu serta mampu memecahkan berbagai masalah yang sulit. Prakarsa dan kreativitas guru untuk menemukan dan mengembangkan berbagai metode, strategi dan pendekatan pembelajaran hingga mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan dan bermakna dalam memecahkan berbagai permasalahan merupakan salah satu hal menentukan keberhasilan pelaksanaan pembelajaran PKn di sekolah, khususnya dalam aspek membina cinta tanah air.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan dan implementasikan pembelajaran PKn Dalam Upaya Pembinaan Sikap Cinta Tanah Air dengan Pendekatan Tematik dalam sebagai upaya pembinaan sikap patriotisme, cinta tanah air peserta didik SDN 12 Entikong. Tujuan penelitian adalah untuk mendapatkan gambaran kondisi nyata saat ini tentang model pembelajaran dan pengembangan PKn dengan pendekatanTematik, menghasilkan RPP model Tematik dalam PKN.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan desain penelitian dan pengembangan (Research and Development ). Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, telaah dokumen.

Model pengembangan pembelajaran PKn dengan pendekatan Tematik memiliki tujuan mendeskripsikan tentang implementasi pembelajaran Tematik sebagai upaya pembinaan sikap cinta tanah air bagi siswa di Sekolah Dasar.

Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia

Cogan (1999) dalam Winataputra (2001:1) menjelaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan dalam arti luas seperti terkandung dalam konsep ” citizenship education ” yakni sebagai wahana pendidikan yang didesain untuk membina dan mengembangkan warganegara yang cerdas dan baik dalam latar subsistem pendidikan formal, non formal dan informal. Fungsi Pendidikan Kewarganegaraan yang diarahkan untuk membentuk warga negara yang cerdas, terampil dan berkarakter yang baik, serta setia kepada bangsa dan negara, sekaligus menjadi pengikat untuk menyatukan visi peserta didik yang beragam dari segi agama,

sosio-STIKOM


(23)

507

kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa tentang budaya kebersamaan demi persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu Pendidikan Kewarganegaraan harus memiliki sifat dinamis dan mampu menarik perhatian serta memberikan sesuatu yang bermakna dalam pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan intelektual dan kepribadian peserta didik. Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pembawa misi pendidikan moral di Indonesia yang mengarah kepada karakter manusia Indonesia yang bersifat afektif dan bermuatan nilai, yaitu ketaqwaan, budi pekerti, kepribadian, semangat kebangsaan dan cinta tanah air.

Pendidikan kewarganegaraan dalam arti luas seperti terkandung dalam konsep ” citizenship education ” yakni sebagai wahana pendidikan yang didesain untuk membina dan mengembangkan warganegara yang cerdas dan baik dalam latar subsistem pendidikan formal, non formal dan informal (Cogan (1999) dalam Winataputra (2001:1). Konsep “ Kewarganegaraan” (citizenship) berdasarkan Sisdiknas (2003:7) merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.

Dalam undang-undang sistem pendidikan nasional yaitu UU No.2 tahun1989 dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Kewarganegaraan dinyatakan sebagai program atau mata pelajaran yang harus ada pada setiap jenjang pendidikan, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Dalam pasal 1 ayat (2) menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilaiagama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.

Sekolah memiliki peranan dan tanggung jawab yang sangat penting dalam mempersiapkan warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Upaya yang dapat dilakukan adalah menyelenggarakan program pendidikan yang memberikan berbagai macam kemampuan sebagai seorang warga negara melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn).

Secara rinci tujuan pencapaian mata pelajaran PKn dijelaskan dalam Permendiknas RI Nomor 23 Tahun 2006 yang dikutip oleh Utami dan Rosdijati,

STIKOM


(24)

508

(2010:2). Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1)Berpikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan; (2) Berpartisipasi secara aktif, bertanggung jawab, bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan anti korupsi; (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya; dan (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Agar peserta didik dapat mencapai tujuan Pendidikan Kewarganegaraan maka kompetensi yang harus dimiliki adalah sebagai berikut : memiliki kecintaan dan kebanggaan terhadap bangsa, negara dan tanah air Indonesia; memahami aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungannya; menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan sekitarnya; memiliki sikap cinta lingkungan dan demokratis; dan memiliki kemampuan perilaku jujur, disiplin, senang bekerja dan anti korupsi dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Menurut Fajar (2004: 6-8) bahwa Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan, watak dan karakter warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab, maka PKn memiliki peranan yang amat penting. Mengingat banyak permasalahan mengenai pelaksanaan PKn sampai saat ini, maka arah baru PKn perlu segera dikembangkan dan dituangkan dalam bentuk standar nasional, standar materi serta model-model pembelajaran yang efektif dalam mencapai tujuannya. PKn merupakan bidang kajian kewarganegaraan yang ditopang berbagai disiplin ilmu yang relevan, yaitu: ilmu politik, hukum, sosiologi, antropologi, psikologi, dan disiplin ilmu lainnya, yang digunakan sebagai landasan untuk melakukan kajian-kajian terhadap proses pengembangan konsep, nilai,dan perilaku demokrasi warga negara. Kemampuan dasar terkait dengan kemampuan intelektual, sosial (berpikir, bersikap, bertindak, serta berpartisipasi dalam hidup bermasyarakat).Substansi pendidikan (cita-cita, nilai, dan konsep demokrasi) dijadikan materi kurikulum PKn yang bersumber pada pilar-pilar demokrasi konstitusional Indonesia.

STIKOM


(25)

509

Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan adalah membina warga negara Indonesia menjadi warga negara yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki jiwa yang merdeka, menjalankan hak dan kewajiban dengan baik, memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, memiliki kepekaan dan tanggung jawab sosial, berjiwa demokratis, mampu menghargai perbedaan etnis, budaya dan agama, mampu berpikir kritis, sistematis, kreatif dan inovatif, mampu mengambil keputusan dan memecahkan masalah secara demokratis, menyelesaikan konflik secara damai tanpa kekerasan, mematuhi hukum, berdisiplin, menghargai lingkungan hidup, dan mampu berpartisipasi secara cerdas dalam kehidupan politik lokal, nasional dan global.

Pendidikan Kewarganegaraan yang berhasil akan menumbuhkan sikap mental yang cerdas,dan penuh rasa tanggung jawab dari peserta didik, disertai dengan perilaku yang :1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan dan menghayati nilai-nilai falsafah bangsa. 2.Berbudi pekerti yang luhur, berdisiplin dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara. 3.Rasional, dinamis, dan sadar akanhak dan kewajiban sebagai warga negara. 4. Bersifat profesional yang dijiwai oleh kesadaran bela negara.5. Aktif memanfaatkan iptek serta seni untuk kepentingan kemanusiaan, bangsa dan negara (Sumarsono, 2004:6).

Menurut Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Tujuan yang lebih jelas dari Pendidikan Kewarganegaraan, lebih lengkap dan lebih komprehensif dapat kita temukan dari pendapat beberpa pakar atau ahli dan organisasi profesi pendidikan. The National Curriculum (Edwards dan Fogelman, 2004:94) menyatakan bahwa Pendidikan (Education for Citizenship) bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang diperlukan untuk menggali, membuat keputusan yang berpengetahuan, dan melaksanakan hak dan kewajiban dalam suatu masyarakat yang demokratis.

Karakteriastik Peserta didik Sekolah Dasar

Piaget (1950) dalam Asrori (2008) menyatakan bahwa perkembangan anak melalui empat tahap yaitu tahap sensori motorik usia lahir – 2 tahun, tahap pra operasional usia 2 – 7 tahun, tahap operasional kongkrit usia 7 – 11 tahun, dan tahap

STIKOM


(26)

510

operasional formal usia 11 tahun ke atas. Perkembangan anak usia sekolah dasar kelas rendah ( I, II, III ) ada pada tahap operasional kongkrit, yang berarti bahwa pada tahap tersebut dalam pembelajaran memerlukan media kongkrit, untuk membantu memudahkan dalam memahami apa yang sedang dipelajari. Sementara peserta didik belum dapat berpikir secara abstrak, terutama belajar tentang konsep.

Menurut Surya (2002) dalam Hesty (2008:8) menyatakan belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungannya. Dalam kegiatan pembelajaran PKn dapat di kembangkan melalui empat pilar (4) belajar yang diperkenalkan oleh UNESCO dalam Soedijarto (2004: 10-18) yaitu learning to know, proses pembelajaran yang mengutamakan penguasaan ways of knowing atau mode of inquire telah memungkinkan siswa untuk terus belajar dan mampu memperoleh pengetahuan baru dan tidak hanya memperoleh pengetahuan dari hasil penelitian orang lain, melainkan dari hasil penelitiannya sendiri. Learning to do yaitu pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk melaksanakan controlling,monitoring, maintaining, designing, organizing. Belajar ini terkait dengan belajar melakukan sesuatu dalam situasi yang kongkret yang tidak hanya terbatas kepada penguasaan keterampilan mekanistis melainkan meliputi kemampuan berkomunikasi, bekerja sama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi konflik, menjadi pekerjaan yang penting. Learning to live together yaitu membekali siswa kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda, dengan penuh toleransi, saling pengertian dan tanpa prasangka. Learning to be, keberhasilan pembelajaran untuk mencapai pada tingkatan ini diperlukan dukungan dari tiga pilar tadi, sehingga peserta didik dapat mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahuan, dapat memecahkan masalah, dan dapat bekerja sama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan.

Nasionalisme

Nasionalisme adalah suatu paham atau ajaran untuk mencintai bangsa dan negara sendiri atau kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual atau bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabdikan identitas, integritas, kemakmuran dan kekuatan bangsa itu, yakni semangat

STIKOM


(27)

511

kebangsaan (Sundari, 2009:63). Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach) adalah pendekatan yang paling tepat digunakan dalam pelaksanaan pendidikan nilai di Indonesia (Elmubarok, 2008 :75).

Cinta tanah air adalah sikap rela berkorban terhadap negara Indonesia (Andrigundar, 2010). Untuk memahami pentingnya mewujudkan cinta tanah air, dapat dilakukan setiap hari dengan bagaimana sikap kita dalam menjalani hidup berbangsa dan bertanah air dengan giat, pantang menyerah, peduli, dan saling membantu antar umat. Meskipun cinta tanah air bersifat abstrak (tidak terdefinisi), namun hal itu menyentuh di seluruh kehidupan penduduk Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Dan harus menanamkan sifat bangga sebagai warga Negara Indonesia yang mempunyai beragam adat istiadat dan budaya.

Rasa Cinta Tanah Air dapat ditanamkan kepada anak sejak usia dini agar rasa terhadap cinta tanah air tertanam dihatinya dan dapat menjadi manusia yang dapat menghargai bangsa dan negaranya. Hal sederhana yang dapat dilakukan oleh anak adalah upacara bendera pada setiap hari Senin yang dilakukan di sekolah dengan menghormat bendera Merah Putih, menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan penuh bangga, dan mengucapkan Pancasila dengan semangat. Selain melakukan upacara ada juga cara menanamkan sikap cinta tanah air dengan mengadakan lomba 17 Agustus-an sebagaimana di setiap tanggal 17 Agustus semua masyarakat Indonesia selalu memperingati hari kemerdekaan Negara Republik Indonesia.

Anak usia dini (usia sekolah dasar) dengan segala keunikannya adalah usia emas ( golden age) di mana anak sangat mudah menyerap informasi dan peka dengan lingkungannya. Rasa cinta tanah air dapat ditanamkan kepada anak sejak usia dini baik di lingkungan keluarga maupun di lingkungan sekolah. Di lingkungan sekolah dasar, guru hendaknya bisa menggali potensi dan menanamkan kebanggaan pada diri peserta didik untuk bisa mencintai negerinya sendiri. Kegiatan pembelajaran yang cenderung terfokus pada indikator yang ada pada kurikulum, kadang membuat guru lupa untuk mengembangkan kreasinya dalam mengolah tema pembelajaran. Agar peserta didik tidak menjadi bosan dengan tema pembelajaran yang ada maka guru dalam melakukan pembelajaran dapat melakukan kegiatan belajarnya dengan pendekatan bermain sambil belajar yang dikemas sedemikian rupa secara menarik dan menyenangkan melalui tema-tema, baik tema yang terdekat dengan lingkungan peserta didik sampai dengan tema yang terjauh. Metode

STIKOM


(28)

512

pembelajaranpun sangat bervariasi supaya peserta didik tidak jenuh belajar di sekolah.

Kegiatan cinta tanah air di sekolah dasar dapat diarahkan pada lima aspek perkembangan sikap perilaku maupun kemampuan dasar anak:

(1) Pada aspek sikap perilaku, melalui cerita bisa menghargai dan mencintai Bendera Merah Putih, mengenal cara mencintai Bendera Merah Putih dengan merawat dan menyimpan dengan baik, menghormati bendera ketika dikibarkan, serta tidak untuk permainan., (2) Pada aspek kognitif, anak mengenal konsep bilangan dan angka 2 (2 warna), mengenal konsep warna merah dan putih, mengenal konsep posisi di atas warna merah, di bawah warna putih, dan mengenal konsep bentuk persegi panjang atau kotak. Kegiatannya bisa berupa permainan lomba mengelompokkan bendera yang benar., (3) Pada aspek bahasa, anak bisa diajak membuat syair tentang benderaku, menirukan syair yang diucapkan guru, atau anak menceritakan pengalamannya sesudah lomba mengelompokkan bendera, (4) Aspek fisik motorik, kegiatannya bisa berupa berlari lurus menuju Bendera Merah Putih, berjalan mengelilingi Bendera Merah Putih sambil membawa cangkir berisi air, menggunting dan menempel bendera, meronce bendera untuk hiasan kelas, dan melipat bendera dari kain dengan baik untuk disimpan dan (5) Aspek seni, kegiatannya bisa berupa mewarnai bendera besar berkelompok, menjiplak bendera, menyanyikan lagu tentang bendera.

Model Pembelajaran Tematik Dalam Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah Dasar

Pembelajaran tematik merupakan salah satu pendekatan yang dapat dirujuk sebagai upaya pemutakhiran pembelajaran, khususnya di sekolah dasar. Pada dasarnya sebagai suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan peserta didi, baik secara individu maupun kelompok, aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna dan otentik. Pembelajaran tematik akan terjadi apabila peristiwa-peristiwa otentik atau eksplorasi melalui tema, peserta didik belajar sekaligus memproses , mengolah isi dari berbagai mata pelajaran secara serempak ( Carbonneau, 1995 )

STIKOM


(29)

513

Pelaksanaan Model Pembelajaran Tematik dalam PKn

Belajar merupakan proses mandiri dari peserta didik secara aktif untuk membangun gagasan baru atau ide-ide secara murni atau konsep baru berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sekarang. Di dalam proses belajar`siswa terjadi proses mental secara internal yang membangun proses pemahaman, proses mengingat dan proses terhadap pembentukkan terhadap sesuatu. Dalam proses belajar juga akan membawa perubahan terhadap perilaku atau tingkah laku siswa didik yaitu berupa hasil belajar yang diinginkan.

Sistem pembelajaran pada saat ini dipandang belum secara efektif membangun peserta didik yang memiliki akhlak mulia dan karakter bangsa. Pembelajaran yang efektif pada tingkat sekolah dasar memerlukan pemahaman pembelajaran yang lebih spesifik karena sebagai ujung tombak dalam pembentukkan karakter kepribadian anak terutama dalam menanamkan pendidikan moral yang diintegrasikan kedalam muatan agama, budi pekerti, kebanggaan warga negara, peduli kebersihan, peduli lingkungan dan ketertiban. Kurikulum pendidikan pada saat ini tidak lagi menenkankan PKn pada kecintaan dan kebanggaaan terhadap tanah air, oleh karena itu perlu dikembangkan kurikulum pendidikan yang memberikan anak didik pemahaman cinta terhadap tanah air. Dengan pembelajaran tematik dalam PKn akan menjadikan anak didik dapat meningkatkan akhlak mulia dan menumbuhkan karakter berbangsa dan bernegara.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian dan pengembangan ( Research and Development ). Penelitian difokuskan pada pengembangan model pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan pendekatan tematik sebagai upaya pembinaan sikap cinta tanah air untuk peserta didik sekolah dasar. Pengembangan model digunakan metode deskriptif. Tahap penelitian disesuaikan dengan rancangan Research and Development ( R & D) adalah sebagai berikut : (1) Tahap studi pendahuluan, (2) Tahap studi Pengembangan, dan (3) Tahap studi evaluasi.

Lokasi Penelitian: Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 12 Entikong, Kabupaten Sanggau Kalimantan Barat. Sekolah tersebut berada dalam wilayah perbatasan Indonesia- Malaysia.

STIKOM


(30)

514

Pembahasan

1. Hasil uji coba Model Pembelajaran PKn dengan Pendekatan Tematik

Pembelajaran supaya menyenangkan dan bermakna maka mengacu kepada model pembelajaran tematik khususnya di kelas rendah karena peserta didik belum bisa berpikir secara abstrak, maka perlu dibuat sebuah selabus dan model RPP yang sesuai dan model pembelajaran tematik dipandang relevan untuk dipakai dan dikembangkan secara terus-menerus. Marzuki, (2010) menyatakan untuk mencapai tujuan pembelajaran dari setiap mata pelajaran yang disajikan kepada peserta didik di kelas rendah harus dirumuskan dengan secara operasional tujuan pembelajaranya, sehingga proses pembelajaran itu dapat dicapai secara optimal. Pembelajaran PKn dengan pendekatan tematik bertujuan untuk membentuk watak, karakteristik, dan kepribadian peserta didik di sekolah dasar dalam pembinaan rasa cinta terhadap tanah air khususnya di daerah /wilayah perbatasan antara Indonesia (Entikong) dan Malaysia.

Menurut Marzuki (2012) melalui pembelajaran tematik dalam PKn, peserta didik diajarkan untuk dapat memahami secara utuh arti cinta tanah air dan pencerminannya didalam kehidupan sehari-hari. Perwujudan cinta tanah air dalam pembelajaran tematik dapat disosialisasikan dan dideseminasikan atau dengan menularkan sikap dan perilaku oleh guru kepada peserta didik melalui komunikasi, diskusi antara teman sebaya, bercerita tentang latar belakang keluarga, sejarah perjuangan bangsa.

Pembelajaran tematik sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik. Oleh sebab itu, pemilihan tema di dalam pembelajaran hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut (a) Kedekatan, artinya hendaknya tema dipilih mulai dari yang terdekat kepada tema yang semakin jauh dari kehidupan anak; (b) Kesederhanaan, artinya tema hendaknya dipilih dari yang mudah/ sederhana sampai kepada yang lebih rumit bagi anak; (c) Kemenarikan, artinya tema hendaknya dipilih tema yang menarik minat anak; (d). Kekonkritan artinya tema yang dipilih hendaknya bersifat konkrit; dan (e). Sesuai dengan tingkat perkembangan siswa ( Meinbach, dkk:1995, Sukayati, 2004).

STIKOM


(31)

515

Dari hasil uji coba, mendapatkan gambaran kondisi nyata yang memunjukan pembelajaran tematik lebih fokus pada proses kegiatan belajar kelompok (student centered). Hal ini sesuai dengan pernyataan Aminudin (1994) bahwa fokus perhatian pembelajaran tematik terletak pada proses yang ditempuh peserta didik saat berusaha memehami isi pembelajaran sejalan dengan bentuk keterampilan yang dikembangkan. Guru kelas II di SD Entikong telah menerapkan pembelajaran tematik walaupun belum secara maksimal empat sampai dengan 5 lima konsep mata pelajaran. Menurut Marzuki (2010) bahwa pembelajaran di kelas rendah dengan model tematik tidak harus mengkaitkan dari seluruh matapelajaran yang diajarkan di SD, tetapi yang dikaitkan adalah konsep –konsep, ide-ide, sikap, keterampilan yang memang dapat dihubungkan, jadi tidak harus dipaksakan. Selanjutnya pembelajaran tematik juga memiliki beberapa kegunaan, antara lain menarik minat belajar siswa. Manfaat yang diperoleh dari pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran tematik menurut Sukayati, (2004 ) antara lain (a) Pembelajaran ini memungkinkan peserta didik memanfaatkan keterampilannya yang dikembangkan dari mempelajari keterkaitan antar mata pelajaran; (b). Pembelajaran membantu melatih peserta didik untuk semakin banyak membuat hubungan inter dan antar mata pelajaran, sehingga peserta didik mampu memproses informasi dengan cara yang sesuai daya pikirnya dan menungkinkan berkembangnya jaringan konsep-konsep; (c) Pembelajaran membantu peserta didik dapat memecahkan masalah dan berpikir kritis untuk dapat dikembangkan melalui keterampilan dalam situasi nyata; (d) Tansfer pembelajaran dapat mudah terjadi bila situasi pembelajaran dekat dengan situasi kehidupan nyata.

2 .Tanggapan Guru dan Siswa Tentang Model Pembelajaran PKn dengan Pendekatan Tematik

Pembelajaran PKn dengan pendkatan tematik dilaksanakan melalui pem-belajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan terkait dengan penerapan konsep yang dikenal dengan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) dan dalam pelaksanaannya dalam KTSP. Untuk melaksanakan KTSP dalam proses interaksi edukatif didalam kelas, pendidik harus melaksanakan paradigma pembelajaran yang berpusat kepada peserta didik (student centered).

STIKOM


(32)

516

Pembelajaran tematik dalam PKn akan memberikan suasana pembelajaran yang lebih bervariasi untuk memotivasi peserta didik menumbuhkan rasa cinta tanah air dengan menerapkan proses pembelajaran lebih aktif dan mendalam, peserta didik menjadi lebih kritis, kreatif, pengalaman menjadi bervariasi, kematangan emosional-sosial akan meningkat, produktivitas tinggi, memiliki kesiapan untuk menghadapi perubahan, dapat berpartisipasi dalam perubahan tersebut.

Dalam pembuatan silabus dan RPP tematik, guru masih belum faham, terutama dalam menetapkan kompetensi dasar, menetapkan tema payung, menetapkan indikator dari masing-masing mata pelajaran yang dipadukan dan merancang evaluasinya. Silabus dan rancangan pembelajaran tematik sudah dibuat, meskipun belum sesuai benar, dengan alasan bahwa mereka belum pernah mendapat pelatihan /workshop pembuatan model pembelajaran tematik. Juga dalam menentukan kompetensi dasar dan memilih serta menetapkan tema payung serta mengembangkan sub tema. Selain itu merancang dan menyiapkan media merupakan tuntutan bagi guru sekolah dasar sebagai pendukung dalam pencapaian tujuan pembelajaran secara kontekstual. Merancang evaluasi baik secara proses maupun hasil secara terpadu juga tidak mudah bagi seorang guru, apabila tidak pernah melakukan latihan dari nara sumber yang memang ahlinya.

Secara umum pembelajaran PKn masih terfokus pada pendekatan konvensional dengan metode ceramah dan tanya jawab, dan sesekali diskusi dan cenderung monoton. Kegiatan pembelajaran tidak menggunakan multi metode seperti diskusi, kerja kelompok dan inquiry, sehingga peserta didik kurang mendapatkan pengalaman dan motivasi untuk mengembangkan kemampuan atau potensi diri. Penggunaan media pembelajaran sangat kurang karena guru kesulitan (kurang kreatif dalam mempersiapkan media pembelajaran) dan media yang digunakan seadanya. Begitu pula penghargaan (rewards/ inforcement) atau hadiah bagi anak yang berhasil tidak ada atau belum dilakukan oleh guru.

Kondisi pembelajaran yang semacam itu sebenarnya sudah ketinggalan jaman, tidak sesuai lagi paradigma pembelajaran sekarang. Seharusnya setiap guru harus merubah paradigma “ teaching ke learning’ (Marzuki,2010; Degeng, 1998). Seharusnya guru dapat menata lingkungan pembelajaran yang kondusif sehingga peserta didik dapat secara aktif termotivasi untuk menemukan kebermaknaan belajarn ( Degeng, 1998).

STIKOM


(33)

517

3. Pengembangan Model Pembelajaran Tematik dalam PKn sebagai Upaya Pembinaan Sikap Cinta Tanah Air.

Model RPP yang akan diujicobakan di SDN 12 Entikong dibuat berdasarkan silabus dari hasil KKG Kecamatan Entikong. Di dalam RPP tercantum kegiatan perencanaan dan pelaksanaan serta kulminasi. Model RPP ini berisi tema, kelas, semester, waktu, standar kompetensi dan kompetensi dasar dari beberapa mata pelajaran yang dipadukan. Seperti yang dinyatakan oleh (BSNP, 2006:35) bahwa “pemerintah menetapkan pendekatan tematik sebagai pendekatan pembelajaran yang harus dilakukan pada peserta didik sekolah dasar terutama pada peserta didik kelas rendah ( kelas I , II, dan III).

Di bawah ini adalah contoh RPP yang di sarankan untuk pembelajaran tematik, sebagai berikut: Untuk kelas dua semester dua standar kompetensi dan kompetensi dasar masing-masing mata pelajaran adalah:

1) PKn (SK/KD): Menampilkan sikap demokratis / Mengenal kegiatan musyawarah

2) BI (SK/KD): Memahami teks pendek dan puisi anak yang dilukiskan/ Menyebut kan kembali dengan kata-kata atau kalimat sendiri isi teks (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis)

3) IPA (SK/KD): Mengenal berbagai sumber energi yang sering dijumpai dalamkehidupan sehari-hari dan kegunaannya/ Mengidentifikasi sumber-sumber energi ( panas, listrik, cahaya, dan bunyi ) yang ada di lingkungan sekitar, Mengurutkan cara sumber energi bunyi bekerja.

4) SBK (SK/KD): Mengenal unsur musik/ Mengidentifikasi unsur musik dari berbagai sumber bunyi yang dihasilkan alat musik konvensional.

Menurut Tim Pengembang PGSD (1997), tentang penyusunan rancangan pelaksanaan pembelajaran perlu merumuskan dampak pengiring atau nurturant effect sebagai hidden curriculum. Berdasarkan Permen N0. 41 (2007) bahwa untuk kegiatan inti dicantumkan eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi..

Berikut contoh RPP sesuai dengan Rancangan pelaksanaan pembelajaran Permendiknas nomor 41 tahun 2007.

STIKOM


(34)

518

Rancangan pelaksanaan pembelajaran (RPP) Model Tematik

Tema : Kelinciku (contoh) Kelas/ Semester : 2/ 2 Alokasi waktu : 5 x 35 menit

I.Tahap Perencanaan: A. SK/KD/Indikator

B. Tujuan Pembelajaran C. Dampak Pengiring

D. Rancangan Aktivitas Pembelajaran E. Keterampilan yang dikembangkan G. Media, Materi, Sumber

H. Jaringan Konsep II. Tahap Pelaksanaan:

A. Pendahuluan

B. Kegiatan Pembelajaran ( Eksplorasi, Elaborasi, Konfirmasi ) III.Kulminasi

A. Pelaporan B. Evaluasi

Lampiran: 1. Lembar evaluasi proses

2. Soal evaluasi ( terintegrasi untuk semua mata pelajaran) 3. Pedoman penskoran (RPP terlampir).

Mata pelajaran yang dipadukan adalah PKn, Bahasa Indonesia, IPA, IPS, SBK, dan Matematika. Selain itu, dirumuskan tujuan pembelajaran dan dampak pengiring (nurturant effect) yang sesuai dengan materi yang dipelajari. media, materi dan metode serta sumber belajar dan evaluasi proses dan hasil.

Dalam kegiatan pembelajaran di kelas, pengembangan nilai/karakter dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran. PKn sebagai leading sektor pendidikan karakter perlu memperkuat posisinya menjadi subyek pembelajaran yang kuat yang secara kurikuler ditandai

STIKOM


(35)

519

oleh pengalaman belajar yang kontekstual dengan ciri-ciri: bermakna, terintegrasi, berbasis nilai, menantang dan mengaktifkan.

Melalui pengalaman para peserta didik difasilitasi untuk dapat membangun pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang nasionalis dan demokratis dalam koridor psiko-pedagogies konstruktif. Salah satu model adaptif untuk meningkatkan kualitas serta cara menjadikan pembelajaran PKn yang penuh muatan nilai-nilai di kelas rendah sekolah dasar menjadi lebih bermakna bagi peserta didik dengan cara menerapkan pembelajaran terpadu (integrated learning). Hal ini sesuai dengan pengembangan kurikulum Standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yaitu prinsip pembelajaran dilaksanakan terpadu yakni Tematik.

Proses pembelajaran tematik diawali dengan curah pendapat yang melibatkan peserta didik untuk menetapkan tema maupun pengembangan sub tema yang sesuai dengan minat dan perkembangan mereka. Sementara itu tema yang dipilih oleh peserta didik harus mengarah kepada tema yang sudah dicantumkan oleh guru dalam rancangan pembelajaran, sehingga guru tidak dapat memaksakan kehendaknya sendiri, memerlukan kreativitas seorang guru dalam memulai pembelajaran. Terutama dalam mengkaitkan dan memadukan antara kompetensi dasar yang satu dengan yang lain atau antara materi yang satu dengan materi yang lain. Untuk memulai curah pendapat guru masih mengalami kesulitan, dikarenakan kurang memahami pertanyaan-pertanyaan kunci yang mengarah kepada tema yang sudah ditentukan sebelumnya oleh guru dalam rancangan pembelajaran.

Penetapan tema harus memenuhi syarat antara lain menarik dan sesuai minat peserta didik, yang dilakukan dengan negosiasi melalui curah pendapat. Tema yang dipilih konkrit, dapat dihadirkan di depan kelas, dapat berupa benda mati atau hidup, benda langit dan peristiwa alam.

Rumusan tujuan pembelajaran maupun dampak pengiring disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar dari masing-masing mata pelajaran yang dipadukan. Materi dijabarkan menjadi garis besar semua mata pelajaran yang dipadukan. Media dipersiapkan sesuai dengan materi/tema maupun sub tema yang dipelajari. Media yang digunakan diusahakan dapat dimanipulasi oleh anak sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk lebih aktif dalam menemukan sendiri konsep-konsep dan pengalaman. LKS (lembar kerja siswa) yang dipersiapkan dapat digunakan secara kelompok atau individual.

STIKOM


(36)

520

Aktivitas pembelajaran disesuaikan dengan rumusan tujuan pembelajaran. Peserta didik diberikan kesempatan untuk kerja kelompok dengan menggunakan media dan LKS yang disiapkan oleh guru untuk memberikan motivasi peserta didik dan mengembangkan kemampuannya dengan memberikan penguatan bagi semua peserta didik (tidak hanya untuk peserta didik yang berhasil).

Berdasarkan observasi terhadap pelaksanaan RPP model pembelajaran tematik yang dilaksanakan di sekolah membawa kemajuan dalam proses pembelajaran dan hasil belajar yang baik untuk peserta didik. Guru sebelum mengajar telah membuat RPP. Pembuatan RPP ini biasa dilakukan pada saat akan memasuki atau menghadapi semester baru, artinya guru membuat RPP sebagai pedoman atau acuan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Dalam RPP tersebut tidak dirumuskan dampak pengiring, pengembangan materi tidak ada, karena dari awal sudah dinyatakan bahwa materi yang dipelajari berdasarkan pada buku paket atau buku siswa. Apabila dicermati rancangan tersebut masih memilih tema yang kurang menarik, dan kurang sesuai dengan syarat-syarat penentuan tema, seperti tema yang dipilih harus kongkret, dekat dengan dunia peserta didik, dapat dihadirkan di depan kelas, dapat berupa benda hidup dan benda mati, atau merupakan peristiwa alam. Juga syarat yang lain yaitu sesuai dengan perkembangan dan minat peserta didik.

Pengembangan materi dan uraian materi belum atau tidak dicantumkan dalam RPP, sehingga akan sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran maupun dalam perumusan/penyusunan alat evaluasi. Untuk instrumen evaluai disusun berdasarkan mata pelajaran masing-masing ( seperti dalam lampiran) tidak dibuat secara terintegrasi sesuai tema yang dipilihnya. Dengan kondisi tersebut maka sangat besar peluang untuk melakukan penelitian ataupun melakukan perubahan dalam masalah pembelajaran .

Kesimpulan

Pengembangan model pembelajaran PKn secara tematik yaitu dengan Model Tematik yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran dapat memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Praktik pembelajaran tematik tersebut secara prosedural menerapkan tahapan sebagai berikut: (i) Perencanaan, (ii) Pelaksanaan, dan (iii) Kulminasi. Perencanaan model pembelajaran

STIKOM


(37)

521

Tematik, dirancang sebagai berikut: (i) pemetaan meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dalam tema., (ii) penetapan jaringan tema, (iii) penyusunan silabus, dan (iv) penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi ditekankan pada proses pembelajaran daripada hasil pembelajaran.

Silabus dan Rencana Pelaksanaan PKn diimplementasikan dengan Pendekatan Tematik dapat dikembangkan sesuai dengan Peraturan Menteri 41 Tahun 2007 seperti kegiatan yang berbasis pada eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi, (b) Pengembangan Pembelajaran PKn dengan Tematik ternyata dapat meningkatkan kebermaknaan belajar dan menyenangkan bagi peserta didik kelas rendah, dan (c) Kualitas belajar pembinaan sikap cinta tanah air meningkat melalui pembelajaran Tematik.

Bagi guru sebagai pengembang dan pelaksana pendekatan Tematik di SD perlu memiliki pemahaman yang utuh tentang pendekatan Tematik, baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan maupun kulminasi dan evaluasi. Pemahaman dan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran secara Tematik akan semakin terasah bila guru senantiasa untuk melakukan refleksi diri terhadap pelaksanaan pembelajaran tematik yang diterapkan di kelas.

STIKOM


(38)

522

DAFTAR PUSTAKA

Andrigundar. (2010). Cinta Tanah Air . [Online]. Tersedia : http://andrigundar. wordpress. com/ 2010 / 02/25/cinta-tanah-air—2/.[24 Desember 2010].

Carbonneau, M.P. & Reider, B.E. (1995), The Integrated Elementary Classroom: A Development Model of Education for the 21st Century. Boston: Allyn and Bacon Company.

Collins,G. and Dixon, H. (1991). Integrated Learning: Planned Curriculum Units. Staged 3. Sidney, Australia :Bookshelf Publishing

Collin, K.F. and Dave, H.A. (1986). A aged for Evaluating Skills in Schools, Journal of Ressearch in Teaching. 23 ( 7)

Depdiknas. (2006). Kurikulm KTSP-PKn 2007. Balitbang, Jakarta: Depdiknas.

Elmubarok, Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai : Mengumpulkan yang terserak, Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung: Alfabeta

Fajar, M. (2004). “ Pendidikan Kewarganegaraan Menuju Nation and Character Bulding”, Semiloka Nasional tentang Revitalisasi Nasionalisme Indonesia Menuju Character and Nation Building, tanggal 18 Mei2004.

Forgaty, R. (1991). How to Integrated the Curricula. Palatine. Ilinois:IRI/Skylight Publishing, Inc.

Hesty. (2008). Implementasi Model Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan Kemampuan Dasar Siswa SD. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan. Propinsi kepulauan Bangka Belitung.Pangkal Pinang.

STIKOM


(39)

523

Indrawati.(2009). Model Pembelajaran Terpadu Di Sekolah Dasar Untuk Guru SD.Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) untuk Program BERMUTU.

Marzuki, (2010), Demokratisasi Pembelajaran. Makalah disajikan dalam Seminar Peran Guru Sekolah Dasar dalam Menyongsong Otonomi Daerah di Kalimantan Barat, 23 Agustus.

Meinbach, A.M., Rothlein, L., and Frederick, A.D. (1995). The Complete To Thematic Units : Creating The Integrated Curriculum. USA : Christopher- Gordon Publishers,Inc.

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung : Alfabeta

Soedijarto. (2004). ” Kurikulum dan Sistem Evaluasi Pendidikan Sebagai Unsur Strategis dalam Penyelenggaraan Sistem Pembelajaran Nasional ”, Makalah pada Diskusi Panel Rakernas ISPI, tanggal 21 Januari 2004

.

Sukayati. (2004). Pembelajaran Tematik di SD Merupakan Terapan dari

Pembelajaran Terpadu. Depdiknas. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Puat pengembangan penataran Guru (PPPG) Matematika. Yogyakarta.

Sumarsono, S. (2004). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia Pustaka

Sundari, (2009). Hubungan antara Faktor Guru, Lingkungan dan Siswa dengan Sikap Nasionalisme di Kalangan Pelajar SMA (Suatu Studi tentang Peran Pembelajaran PKn untuk Menumbuhkan Sikap Nasionalisme). Disertasi Doktor pada UPI Bandung : tidak diterbitkan

Suseno, F. M. (1992). Etika Dasar:. Masalah-maslah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.

STIKOM


(40)

524

Undang-undang RI No.20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Semarang : Aneka Ilmu

Winataputra, U.S., (2001). Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta : Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Dirjen Dikti, Depdiknas.

STIKOM


(1)

519

oleh pengalaman belajar yang kontekstual dengan ciri-ciri: bermakna, terintegrasi, berbasis nilai, menantang dan mengaktifkan.

Melalui pengalaman para peserta didik difasilitasi untuk dapat membangun pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan yang nasionalis dan demokratis dalam koridor psiko-pedagogies konstruktif. Salah satu model adaptif untuk meningkatkan kualitas serta cara menjadikan pembelajaran PKn yang penuh muatan nilai-nilai di kelas rendah sekolah dasar menjadi lebih bermakna bagi peserta didik dengan cara menerapkan pembelajaran terpadu (integrated learning). Hal ini sesuai dengan pengembangan kurikulum Standar isi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yaitu prinsip pembelajaran dilaksanakan terpadu yakni Tematik.

Proses pembelajaran tematik diawali dengan curah pendapat yang melibatkan peserta didik untuk menetapkan tema maupun pengembangan sub tema yang sesuai dengan minat dan perkembangan mereka. Sementara itu tema yang dipilih oleh peserta didik harus mengarah kepada tema yang sudah dicantumkan oleh guru dalam rancangan pembelajaran, sehingga guru tidak dapat memaksakan kehendaknya sendiri, memerlukan kreativitas seorang guru dalam memulai pembelajaran. Terutama dalam mengkaitkan dan memadukan antara kompetensi dasar yang satu dengan yang lain atau antara materi yang satu dengan materi yang lain. Untuk memulai curah pendapat guru masih mengalami kesulitan, dikarenakan kurang memahami pertanyaan-pertanyaan kunci yang mengarah kepada tema yang sudah ditentukan sebelumnya oleh guru dalam rancangan pembelajaran.

Penetapan tema harus memenuhi syarat antara lain menarik dan sesuai minat peserta didik, yang dilakukan dengan negosiasi melalui curah pendapat. Tema yang dipilih konkrit, dapat dihadirkan di depan kelas, dapat berupa benda mati atau hidup, benda langit dan peristiwa alam.

Rumusan tujuan pembelajaran maupun dampak pengiring disesuaikan dengan standar kompetensi dan kompetensi dasar dari masing-masing mata pelajaran yang dipadukan. Materi dijabarkan menjadi garis besar semua mata pelajaran yang dipadukan. Media dipersiapkan sesuai dengan materi/tema maupun sub tema yang dipelajari. Media yang digunakan diusahakan dapat dimanipulasi oleh anak sehingga dapat memotivasi peserta didik untuk lebih aktif dalam menemukan sendiri konsep-konsep dan pengalaman. LKS (lembar kerja siswa) yang dipersiapkan dapat digunakan secara kelompok atau individual.

STIKOM


(2)

520

Aktivitas pembelajaran disesuaikan dengan rumusan tujuan pembelajaran. Peserta didik diberikan kesempatan untuk kerja kelompok dengan menggunakan media dan LKS yang disiapkan oleh guru untuk memberikan motivasi peserta didik dan mengembangkan kemampuannya dengan memberikan penguatan bagi semua peserta didik (tidak hanya untuk peserta didik yang berhasil).

Berdasarkan observasi terhadap pelaksanaan RPP model pembelajaran tematik yang dilaksanakan di sekolah membawa kemajuan dalam proses pembelajaran dan hasil belajar yang baik untuk peserta didik. Guru sebelum mengajar telah membuat RPP. Pembuatan RPP ini biasa dilakukan pada saat akan memasuki atau menghadapi semester baru, artinya guru membuat RPP sebagai pedoman atau acuan dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran. Dalam RPP tersebut tidak dirumuskan dampak pengiring, pengembangan materi tidak ada, karena dari awal sudah dinyatakan bahwa materi yang dipelajari berdasarkan pada buku paket atau buku siswa. Apabila dicermati rancangan tersebut masih memilih tema yang kurang menarik, dan kurang sesuai dengan syarat-syarat penentuan tema, seperti tema yang dipilih harus kongkret, dekat dengan dunia peserta didik, dapat dihadirkan di depan kelas, dapat berupa benda hidup dan benda mati, atau merupakan peristiwa alam. Juga syarat yang lain yaitu sesuai dengan perkembangan dan minat peserta didik.

Pengembangan materi dan uraian materi belum atau tidak dicantumkan dalam RPP, sehingga akan sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran maupun dalam perumusan/penyusunan alat evaluasi. Untuk instrumen evaluai disusun berdasarkan mata pelajaran masing-masing ( seperti dalam lampiran) tidak dibuat secara terintegrasi sesuai tema yang dipilihnya. Dengan kondisi tersebut maka sangat besar peluang untuk melakukan penelitian ataupun melakukan perubahan dalam masalah pembelajaran .

Kesimpulan

Pengembangan model pembelajaran PKn secara tematik yaitu dengan Model Tematik yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran dapat memberikan pengalaman bermakna kepada peserta didik. Praktik pembelajaran tematik tersebut secara prosedural menerapkan tahapan sebagai berikut: (i) Perencanaan, (ii) Pelaksanaan, dan (iii) Kulminasi. Perencanaan model pembelajaran

STIKOM


(3)

521

Tematik, dirancang sebagai berikut: (i) pemetaan meliputi standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator dalam tema., (ii) penetapan jaringan tema, (iii) penyusunan silabus, dan (iv) penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi ditekankan pada proses pembelajaran daripada hasil pembelajaran.

Silabus dan Rencana Pelaksanaan PKn diimplementasikan dengan Pendekatan Tematik dapat dikembangkan sesuai dengan Peraturan Menteri 41 Tahun 2007 seperti kegiatan yang berbasis pada eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi, (b) Pengembangan Pembelajaran PKn dengan Tematik ternyata dapat meningkatkan kebermaknaan belajar dan menyenangkan bagi peserta didik kelas rendah, dan (c) Kualitas belajar pembinaan sikap cinta tanah air meningkat melalui pembelajaran Tematik.

Bagi guru sebagai pengembang dan pelaksana pendekatan Tematik di SD perlu memiliki pemahaman yang utuh tentang pendekatan Tematik, baik dari sisi perencanaan, pelaksanaan maupun kulminasi dan evaluasi. Pemahaman dan kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran secara Tematik akan semakin terasah bila guru senantiasa untuk melakukan refleksi diri terhadap pelaksanaan pembelajaran tematik yang diterapkan di kelas.

STIKOM


(4)

522

DAFTAR PUSTAKA

Andrigundar. (2010). Cinta Tanah Air . [Online]. Tersedia : http://andrigundar. wordpress. com/ 2010 / 02/25/cinta-tanah-air—2/.[24 Desember 2010].

Carbonneau, M.P. & Reider, B.E. (1995), The Integrated Elementary Classroom: A Development Model of Education for the 21st Century. Boston: Allyn and Bacon Company.

Collins,G. and Dixon, H. (1991). Integrated Learning: Planned Curriculum Units. Staged 3. Sidney, Australia :Bookshelf Publishing

Collin, K.F. and Dave, H.A. (1986). A aged for Evaluating Skills in Schools, Journal of Ressearch in Teaching. 23 ( 7)

Depdiknas. (2006). Kurikulm KTSP-PKn 2007. Balitbang, Jakarta: Depdiknas.

Elmubarok, Z. (2008). Membumikan Pendidikan Nilai : Mengumpulkan yang terserak, Menyambung yang Terputus dan Menyatukan yang Tercerai.

Bandung: Alfabeta

Fajar, M. (2004). “ Pendidikan Kewarganegaraan Menuju Nation and Character Bulding”, Semiloka Nasional tentang Revitalisasi Nasionalisme Indonesia Menuju Character and Nation Building, tanggal 18 Mei2004.

Forgaty, R. (1991). How to Integrated the Curricula. Palatine. Ilinois:IRI/Skylight Publishing, Inc.

Hesty. (2008). Implementasi Model Pembelajaran Tematik untuk Meningkatkan Kemampuan Dasar Siswa SD. Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan. Propinsi kepulauan Bangka Belitung.Pangkal Pinang.

STIKOM


(5)

523

Indrawati.(2009). Model Pembelajaran Terpadu Di Sekolah Dasar Untuk Guru SD.Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) untuk Program BERMUTU.

Marzuki, (2010), Demokratisasi Pembelajaran. Makalah disajikan dalam Seminar Peran Guru Sekolah Dasar dalam Menyongsong Otonomi Daerah di Kalimantan Barat, 23 Agustus.

Meinbach, A.M., Rothlein, L., and Frederick, A.D. (1995). The Complete To Thematic Units : Creating The Integrated Curriculum. USA : Christopher- Gordon Publishers,Inc.

Mulyana, R. (2004). Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung : Alfabeta

Soedijarto. (2004). ” Kurikulum dan Sistem Evaluasi Pendidikan Sebagai Unsur Strategis dalam Penyelenggaraan Sistem Pembelajaran Nasional ”, Makalah pada Diskusi Panel Rakernas ISPI, tanggal 21 Januari 2004

.

Sukayati. (2004). Pembelajaran Tematik di SD Merupakan Terapan dari

Pembelajaran Terpadu. Depdiknas. Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Puat pengembangan penataran Guru (PPPG) Matematika. Yogyakarta.

Sumarsono, S. (2004). Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta : Gramedia Pustaka Sundari, (2009). Hubungan antara Faktor Guru, Lingkungan dan Siswa dengan

Sikap Nasionalisme di Kalangan Pelajar SMA (Suatu Studi tentang Peran Pembelajaran PKn untuk Menumbuhkan Sikap Nasionalisme). Disertasi Doktor pada UPI Bandung : tidak diterbitkan

Suseno, F. M. (1992). Etika Dasar:. Masalah-maslah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Kanisius.

STIKOM


(6)

524

Undang-undang RI No.20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Semarang : Aneka Ilmu

Winataputra, U.S., (2001). Model-model Pembelajaran Inovatif. Jakarta : Pusat Antar Universitas untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional, Dirjen Dikti, Depdiknas.

STIKOM