memberikan masukan bagi penyempurnaan perangkat ketentuan di bidang hukum pidana.
2. Secara praktis Melalui penulisan skripsi ini, diharapkan dapat memberikan
masukan dan pemahaman yang lebih mendalam bagi aparat penegak hukum dan masyarakat sehingga akan lebih mengetahui
apa saja yang menyebabkan dokter melakukan euthanasia. Serta dapat mengetahui sampai di mana tanggung jawab dokter yang
melakukan euthanasia tersebut menurut KUHPidana, serta apakah dokter yang melakukan euthanasia tersebut dapat atau perlu
dilindungi.
D. Keaslian Penulisan
Tulisan yang berjudul Perlunya Perlindungan Hukum Bagi Para Dokter Yang Melakukan Euthanasia Terhadap Pasien merupakan hasil
dari penelitian penulis. Penulis telah melakukan penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan tidak ada
skripsi mahasiswa yang menulis tentang judul tulisan ini. Karena para mahasiswa belum ada yang menulis, maka tulisan ini asli dari buah pikiran
penulis. Jika dikemudian hari telah nyata ada skripsi yang sama dengan skripsi ini, sebelum skripsi ini dibuat, maka saya akan bertanggung jawab
sepenuhnya.
Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Pustaka
Euthanasia secara singkat dapat diartikan mati dengan tenang tanpa suatu penderitaan.
7
a. Orthothunasia, yaitu kematian yang terjadi karena suatu proses alamiah.
Menyinggung masalah kematian, menurut cara terjadinya maka ilmu pengetahuan membedakannya tiga jenis kematian,
yaitu:
b. Dysthanasia, yaitu suatu kematian yang terjadi secara tidak wajar. c. Euthanasia, yaitu suatu yang terjadi dengan pertolongan atau
tidak dengan pertolongan.
8
Kematian yang ketiga yaitu Euthanasia, mulai menarik perhatian dan mendapat sorotan dunia lebih-lebih setelah dilangsungkannya
konfrensi hukum sedunia, yang diselenggarakan oleh World Pace Thorough Law Center di Manila Pilipina tanggal 22 dan 23 Agustus
1977.
9
1. Pengertian Euthanasia
Secara Agama
Dilihat dari segi agama, baik Islam, Kristen, Katholik dan sebagainya, maka euthanasia merupakan perbuatan yang di larang,
sebab masalah kehidupan dan kematian seseorang itu berasal dari penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Jadi perbuatan-perbuatan yang
7
Parlaungan Ritonga, Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi, Bartong Jaya, Medan, 2006. hal. 27
8
Ibid.
9
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
menjurus kepada tindakan penghentian hidup merupakan tindakan yang bertentangan dengan kehendak Tuhan, oleh karenanya tidak dibenarkan.
Agama Islam yang mayoritas dianut oleh Bangsa Indonesia jelas melarang euthanasia. Hadist Nabi Muhammad S.A.W. yang diriwayatkan
oleh Annas r.a. menyebutkan sebagai berikut: Bahwa Rasullullah Pernah berkata: “Janganlah tiap-tiap orang dari
kamu meminta-minta mati, karena kesukaran yang menimpanya. Jika memang sangat perlu dia berbuat demikian, maka ucapkanlah
doa sebagai berikut: Ya Allah panjangkanlah umurku, kalau memang hidup adalah lebih baik bagiku, dan matikanlah aku
menakala memang lebih baik bagiku.“
10
“Hai orang-orang yang beriman. Janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan curang, kecuali dengan cara perdagangan
yang berlaku dengan suka rela diantaramu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang
Padamu”. Apabila jika dilihat dari bunyi hadist di atas, dinyatakan secara jelas
bahwa euthanasia itu di larang ajaran Islam. Di samping itu masih banyak ayat-ayat suci Al Quran dan Hadist-hadist Nabi Muhammad lain yang
melarang bunuh diri suicide yang mirip dengan euthanasia, misalnya karena kebosanan akan hidup dan umumnya karena takut akan tanggung
jawab hidup. Tindakan demikian ini sangat diharamkan oleh Agama Islam,
misalnya dalam Surat An Nisa ayat 29:
11
“Katakanlah Marilah kubacakan apa-apa yang telah diharamkan Tuhan padamu, yakni: janganlah kamu mempersekutukan dia
Surat Al Anam ayat 15l:
10
Ibid., hal. 63
11
Al Quran dan Terjemahannyu, 1993, Departemen Agarna RI. hal. 65
Universitas Sumatera Utara
dengan sesuatupun, berbaktilah kepada kedua orang tuamu. Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin.
Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka juga. Janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji dan terang
maupun yang tersembunyi. Dan janganlah kamu buruk jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali karena sebab-sebab yang
dibenarkan oleh syariat. Begitulah yang diperintahkan Tuhan kepadamu supaya kamu memikirkannya”.
12
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut melarat. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan
kepadamu juga. Sesungguhnya membunuh mereka adalah dosa yang besar”.
Surat Al Isra ayat 3l:
13
“25.Sebab itu aku berkata kepadamu: janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan
janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan
Surat A1 `Araf ayat 34: “Bagi tiap-tiap umat itu ada batas waktu tertentu ajalmati, sebab itu bila datang waktunya itu, mereka tidak dapat
mengulurkan barang seketika maupun mempercepatnya. Jadi jelaslah terutama dari surat AlAraf ayat 34 tersebut di atas
diajarkan bahwa masalah mati dan hidup manusia itu ada di tangan Tuhan, sehingga manusia tidak dapat menentukannya.
Ditinjau dari segi ajaran Agama Kristen katholik dan Protestan yang juga banyak di anut oleh bangsa Indonesia hal semacam ini yang
diuraikan di atas pun merupakan suatu tindakan di larang. Di samping itu diajarkan pula bahwa soal hidup dan matinya seseorang berada di tangan
Tuhan, misalnya Kitab Injil Perjanjian Baru karangan Martius Bab 6:
12
Ibid., hal. 64
13
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian”.
26. Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya di dunia.
14
2. Pengertian Euthanasia
Secara Pidana
Apabila dilihat dari ajaran ini dapat di ambil kesimpulan, bahwa masalah nyawa seseorang itu lebih penting dari hal-hal lainnya, dan hidup
serta matinya seseorang itu ada di tangan Tuhan, manusia tidak akan dapat mempercepat ataupun memperlambatnya barang sedikit pun.
Dilihat dari segi perundang-undang dewasa ini belum ada peraturan yang baru dan lengkap tentang euthanasia ini menyangkut
keselamatan manusia, maka harus di cari pengaturannya atau pasal yang sekurang-kurangnya mendekati masalah euthanasia adalah apa yang di
atur Buku 11, Bab IX Pasal 344 KUHPidana. Sejarah pembentukan KUHPidana, pembentukan undang-undang
pada zaman Belanda menganggap bahwa jiwa manusia sebagai milik yang paling berharga dibanding milik manusia lainnya, sebab itu setiap
perbuatan itu mengancam keamanan dan keselamatan jiwa manusia, dianggap sebagai kejahatan besar oleh negara.
Dilihat dari aspek Hukum Pidana, euthanasia aktif maupun euthanasia pasif apapun di larang, euthanasia akfif maupun euthanasia
14
Martius, Kitab Injil Perjanjian Baru, Departemen Agarna RI. 1993, hal. 67
Universitas Sumatera Utara
pusif atas permintaan, dilarang menurut Pasal 344 KUHPidana, yang berbunyi:
Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan
pidana penjara selama lamanya dua belas tahun. Bunyi pasal ini dapat disimpulkan bahwa seseorang tidak
diperbolehkan melakukan pembunuhan terhadap orang lain walaupun atas permintaan orang itu sendiri.
Dengan demikian euthanasia mempunyai pengertian yang luas karena bukan hanya atas permintaan pasien saja, melainkan juga tanpa
persetujuan pasien atau keluarga. Di Belanda, perumusan euthanasia dari Koniklijke Nederlanclche Matschuppij Geneeskunst KNNG lebih
memandang euthanasia tersebut dari kepentingan si pasien: tersebut bersifat aktif caution. Dari tindakan yang aktif ini seorang pasien akan
mati dengan tenang, misalnya dengan memberikan injeksi dengan obat yang menimbulkan kematian, obat penghilang rasa kesadaran dosis yang
tinggi dan lain-lain. Antara jenis euthanasia yang pertama dengan yang ketiga ini,
sama-sama didasarkan atas permintaan pasien atau keluarganya kepada dokter. Hanya saja pada jenis pertama dokter bersifat pasif, sedang pada
Universitas Sumatera Utara
jenis yang ketiga dokter lebih bersifat aktif bertindak untuk mempercepat terjadinya kematian.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian
Penulisan dalam skripsi ini, tentunya akan melakukan penelitian untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Hal ini akan menggunakan
metode penelitian yang bersifat normatif. Hal ini ditempuh dengan cara melakukan penelitian kepustakaan library research, atau biasa dikenal
dengan sebutan studi kepustakaan, walaupun demikian penelitian dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber kepustakaan,
yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun dari internet. Penelitian kepustakaan yang normatif adalah penelitian dengan mengolah
dan menggunakan bahan hukum primer dan juga bahan hukum sekunder yang berkaitan dengan aspek hukum pidana yang berkaitan dengan
masalah Euthanasia.
2. Alat Pengumpul Data
Materi dalam skripsi ini diambil dari bahan hukum seperti yang dimaksudkan di bawah ini :
Universitas Sumatera Utara
a. Bahan hukum primer, yaitu : Berbagai dokumen peraturan nasional yang tertulis, sifatnya
mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang, Dalam tulisan
ini antara lain adalah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu:
Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer, dan dapat digunakan untuk menganalisa dan memahami bahan hukum
primer yang ada. Semua dokumen yang merupakan informasi atau hasil kajian tentang Ethanasia, seperti hasil seminar atau makalah
para pakar hukum kesehatan, surat kabar, majalah, dan juga sumber- sumber dari dunia maya internet yang tentunya memiliki kaitan erat
dengan persoalan yang dibahas. c. Bahan Hukum Tertier atau penunjang, yang mencakup kamus
bahasa, untuk pembenahan tata bahasa Indonesia dan juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa literatur asing.
15
3. Analisa Data
Bahan hukum primer, dan bahan hukum sekunder, termasuk pula
bahan tersier yang telah disusun secara sistematis sebelumnya, kemudian
15
Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal. 47
Universitas Sumatera Utara
akan dianalisis secara perspektif atau menggunakan analisis perspektif dengan
menggunakan metode-metode sebagai berikut:
16
a. Metode kualitatif, dimana proses berawal dari proposisi-proposisi
khusus sebagai hasil pengamatan dan berakhir pada suatu kesimpulan pengetahuan baru yang berkebenaran empiris. Dalam
hal ini, adapun data-data yang telah diperoleh akan dibaca,
ditafsirkan, dibandingkan, dan diteliti sedemikian rupa sebelum
dituangkan dalam menarik satu kesimpulan akhir.
b. Metode kuantitatif, yang bertolak dari suatu proposisi umum yang kebenarannya telah diketahui diyakini yang merupakan kebenaran
ideal yang bersifat aksiomatik self evident yang esensi kebenarannya tidak perlu diragukan lagi, dan berakhir pada kesimpulan pengetahuan
baru yang bersifat lebih khusus.
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini, dalam garis besarnya akan dibagi ke dalam 5 lima bab yang saling berhubungan satu dengan lainnya, mulai dari bab
Pendahuluan, bab Tanggung jawab Dokter yang Melakukan Euthanasia Menurut KUH Pidana, bab Perlindungan Dokter Yang Melakukan Euthanasia
16
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Suatu Pengantarr, Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafmdo Persada, 2003, hal 10-11.
Universitas Sumatera Utara
bab Penutup. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut:
1. BAB I yaitu Pendahuluan yang menguraikan tentang latar belakang masalah yang menjadi dasar penulisan skripsi. Kemudian berdasarkan
kepada latar belakang penulisan tersebut, dibuatlah perumusan masalah dan tujuan penulisan. Selain itu, dalam bab ini juga
diterangkan mengenai keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penelitian dan sistematika penulisan.
2. BAB II yaitu Tanggung jawab Dokter yang Melakukan Euthanasia Menurut KUH Pidana, yang membahas mulai dari tanggung jawab dokter dalam
profesi sampai dengan tanggung jawab dokter yang melakukan
Euthanasia menurut KUHPidana.
3. BAB III yaitu, Perlindungan Dokter Yang Melakukan Euthanasia, yang membahas mulai dari Perbuatan Euthanasia yang dapat dilindungi dan
bagaimana perlindungan hukumnya. 4. BAB IV yaitu PENUTUP, yang berisikan mulai dari Kesimpulan dan
Saran
Universitas Sumatera Utara
BAB II TANGGUNG JAWAB DOKTER YANG MELAKUKAN
EUTHANASIA
A. Tanggung Jawab Dokter Menurut Profesi Medis.
Pada dasawarsa ini para dokter dan petugas kesehatan lain menghadapi sejumlah masalah dalam bidang kesehatan yang cukup berat
ditinjau dari sudut pandang medis-etis-yuridis. Masalah yang dimaksud, antara lain: transplantasi organ manusia, inseminasi artificial, sterilisasi,
bayi tabung, Abortus provocatus, dan euthanasia. Dari keenam masalah tersebut di atas maka euthanasia merupakan dilema yang menempatkan
tenaga kesehatan pada situasi yang sangat sulit, karena sampai sekarang masih terus menjadi bahan perdebatan baik para ahli dari komponen
agama, medis, dan etis belum memperoleh kesepakatan, akibat situasi ini semakin menempatkan dokter pada posisi yang sulit.
Kelompok yang tidak setuju berpendapat bahwa euthanasia adalah suatu pembunuhan yang terselubung, sehingga bertentangan dengan
kehendak Tuhan. Kelompok ini berpendapat bahwa hidup adalah semata- mata diberikan oleh Tuhan sendiri, sehingga tak seorang manusia atau
institusi manapun yang berhak mencabutnya. Dengan demikian manusia sebagai ciptaan Tuhan yang tidak memiliki hak untuk mati. Kelompok yang
pro berpendapat bahwa tindakan euthanasia dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara