SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo Sengketa Tanah Akibat Perbuatan Melawan Hukum (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh).

(1)

SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

(Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo

No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh)

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Strata I Jurusan Hukum

Oleh :

OKTAVIANO DIAN PERMANA NIM. C100120142

PROGRAM STUDI HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017


(2)

(3)

(4)

(5)

1

SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo

No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui penyelesaian sengketa jual beli tanah dan bangunan melalui gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Sukoharjo. (2) Mengetahui akibat hukum dari putusan hakim mengenai sengketa jual beli tanah dan bangunan di Pengadilan Negeri Sukoharjo. Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Penyelesaian sengketa jual beli tanah dan bangunan melalui gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh yaitu didasarkan pada isi surat gugatan Penggugat yang dihubungkan dengan alat bukti dan keterangan saksi, di mana batas-batas obyek sengkta yang tersebut dalam surat gugatan Penggugat dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah ternyata ada perbedaan pada batas sebelah Utara dan sebelah Selatan. Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat tersebut tidak jelas/kabur (tidak sempurna), dan gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima. (2) Akibat hukum yang timbul atas putusan perkara No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh terhadap para pihak yang bersengketa menurut pendapat penulis adalah dalam pelaksanaan putusan, yaitu bagi Penggugat yang tidak terima dengan putusan Pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan upaya hukum Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali.

Kata Kunci: sengketa jual beli tanah dan bangunan, gugatan perbuatan melawan hukum.

ABSTRACT

Objective Is a Singer: (1) Knowing Settlement buying and selling land and buildings through claim deeds unlawfully in Sukoharjo. (2) Know the legal consequences of verdict Dispute Regarding buying and selling land and buildings in Sukoharjo district court. Based on the findings of the analysis tin conclusion that: (1) the Settlement buying and selling land and buildings through claim deeds unlawfully in Sukoharjo district court No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh That letter was based at plaintiff's claim that linked with tool evidence and the testimony, in which the bounds of the object dispute the plaintiff's claim hearts letter attributed with facts revealed at the hearing has difference turns on limit northern and south side. By therefore based Considerations differences are in the judges concluded that the plaintiff's claim not clear, and plaintiff's claim must otherwise can not be accepted. (2) The legal consequences that case arose differences decision No. 32/Pdt.G/2007/ Pn.Skh Against the disputing parties according to the Author's opinion is hearts Implementation of the decision, those plaintiffs not received by decision court of first instance can be filed Efforts legal appeal, appeal and Judicial Review.

Keywords: Dispute buying and selling land and buildings, deeds lawsuit against the law.

1. PENDAHULUAN

Jual beli sebagai salah satu cara untuk memperoleh hak dan kepemilikan atas tanah yang pelaksanaannya memiliki aturan dan persyaratan serta prosedur tersendiri. Pelaksanaan jual beli atas tanah yang tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor


(6)

2

24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, sering menimbulkan masalah dikemudian harinya. Kasus jual beli tanah yang berakhir pada sengketa sering mengemuka, baik dimedia cetak maupun elektronik dan mungkin juga yang tidak terpublikasikan. Sengketa-sengketa/perkara-perkara yang berkaitan dengan tanah yang terjadi ditengah masyarakat disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya adalah karena kekeliruan dan kesalahan atau kelalaian dalam pelaksanaan peralihan hak atas tanah itu.

Pasal 1 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan menyatakan bahwa sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga sering berdampak luas secara sosio-politis. Konflik Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas secara sosiopolitis. Menurut Koentjaraningrat Konflik atau sengketa terjadi juga karena adanya perbedaan persepsi yang merupakan gambaran lingkungan yang dilakukan secara sadar yang didasari pengetahuan yang dimiliki seseorang, lingkungan yang dimaksud adalah lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Alasan sebenarnya yang menjadi tujuan akhir dari sengketa bahwa ada pihak yang lebih berhak dari yang lain atas tanah yang disengketakan, oleh karena itu penyelesaian sengketa hukum terhadap sengketa tanah tersebut tergantung dari sifat permasalahannya yang diajukan dan prosesnya akan memerlukan beberapa tahap tertentu sebelum diperoleh sesuatu keputusan.

Hal tersebut juga terjadi dalam kasus sengkata jual beli tanah dan bangunan yaitu Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh bermula ketika penggugat menjual sebidang tanah dan bangunan kepada tergugat, pada saat disepakati harga tanah antara penggugat dan tergugat, tergugat membayar uang kepada penggugat dalam bentuk uang tunai dan sisanya dibayar dengan cek, namun setelah penggugat akan mencairkan cek tersebut ke Bank BCA ternyata kosong. Berdasarkan hal tersebut maka penggugat kemudian menghubungi Tergugat baik melalui telepon maupun ketemu langsung, namun setiap kali Penggugat menanyakan kekurangan pembayaran terhadap pembelian tanah dan bangunan SHM No. 5210 (obyek sengketa) kepada Tergugat, selalu menghindar yang pada pokok intinya tidak mau membayar, oleh karena itu Penggugat melakukan gugatan kepada tergugat di Pengadilan Negeri Sukoharjo, dengan alasan


(7)

3

tergugat ingkar janji dan beritikat buruk telah melakukan perbuatan melawan hukum ingkar janji (wanprestasi).

Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai sengketa jual beli tanah dan bangunan melalui gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Sukoharjo. Alasan pemilihan judul mengenai sengketa jual beli tanah karena fakta yang terjadi di masyarakat kasus sengketa tanah sering terjadi dan sering cara penyelesaian sengketa menggunakan pendekatan kekerasan, serta menimbulkan konflik antar pihak yang bersengketa.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui penyelesaian sengketa jual beli tanah dan bangunan melalui gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Sukoharjo. (2) Mengetahui akibat hukum dari putusan hakim mengenai sengketa jual beli tanah dan bangunan di Pengadilan Negeri Sukoharjo.

2. METODE PENELITIAN

Teknik analisis data menggunakan metode normatif kualitatif, yakni suatu pembahasan yang dilakukan dengan cara menafsirkan dan mendiskusikan data-data yang telah diperoleh dan diolah, berdasarkan (dengan) norma-norma hukum, doktrin-doktrin hukum dan teori ilmu hukum yang ada.

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

3.1Penyelesaian Sengketa Jual Beli Tanah dan Bangunan Melalui Gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Sukoharjo

Penyelesaian sengketa jual beli tanah dan bangunan dapat dilakukan melalui dua jalur, yaitu melalui litigasi dan non litigasi. Penyelesaian melalui non litigasi dilakukan melalui mediasi, sedangkan penyelesaian melalui litigasi yaitu mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri. Berdasarkan kasus mengenai gugatan wanprestasi atas jual beli tanah dan bangunan dalam Perkara Perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh, Majelis Hakim dalam memberikan pertimbangan sebagai alasan untuk mengambil putusan juga melakukan upaya penemuan hukum, penemuan hukum ini dimaksudkan untuk menetapkan peraturan hukum umum kepada peristiwa hukum konkrit suatu peraturan hukum (das sollen) yang bersifat umum dengan mengingat peristiwa


(8)

4

konkrit (das sein). Adapun dasar pertimbangann hakim dalam menolak gugatan Penggugat dalam Perkara Perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh adalah sebagai berikut:

Gugatan Penggugat tersebut disangkal oleh Tergugat I dan Tergugat II, maka diwajibkan kepada Penggugat untuk membuktikan dalil-dalil kebenaran gugatannya. Untuk membuktikan dalil-dalil gugatannya Penggugat telah mengajukan bukti surat-surat P.1 sampai dengan P.7 dan 2 (dua) orang saksi yang nama serta keterangannya telah disebutkan di atas. Untuk mendukung dalil-dalil sangkalannya Tergugat I dan Tergugat II telah mengajukan bukti surat-surat T.I. II-1 dan T.I. II-2. Oleh karena itu sebelum Majelis Hakim mempertimbangkan apa yang menjadi pokok perkara, terlebih dahulu akan mempertimbangkan persyaratan formal yang harus dipenuhi. Untuk tuntasnya suatu perkara perdata hendaknya dipenuhi formalitas-formalitas yang antara lain obyeknya riel yang maksudnya adalah obyek yang bisa dihitung, diukur, dilihat dan dirasakan oleh peminta keadilan, yang berada dalam lingkungan hukum dan apabila obyek itu tidak demikian halnya, maka kelak putusan itu tidak ada artinya bagi para peminta keadilan karena akan menimbulkan kesulitan pada saat pelaksanaan putusan.

Penggugat pada posita nomor 1 telah mendalilkan bahwa obyek sengketa dalam perkara ini adalah sebidang tanah beserta bangunan yang berdiri di atasnya dengan Sertifikat Hak Milik No. 5210 luas 280 m2 yang terletak di Kelurahan/Desa Kartasura Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo dengan batas-batas: (a) Sebelah Utara: Jalan Desa, (b) Sebelah Timur: Jalan Desa, (c) Sebelah Selatan: Hadi Mulyono, (d) Sebelah Barat: H Muhtar Rifai. Terhadap obyek sengketa tersebut oleh Penggugat pada posita nomor 11 dan petitum nomor 7 surat gugatan telah dimintakan untuk di eksekusi pelelangan di depan umum dengan perantaraan Pejabat Lelang Negara, apabila Tergugat I tidak dapat membayar kekurangan pembayaran tanah dan bangunan obyek sengketa. Kendati pokok gugatan mengenai wanprestasi karena adanya jual beli obyek sengketa antara Penggugat dengan Tergugat I yang ternyata disangkal oleh Tergugat I dan Tergugat II, maka berdasarkan Yurisprudensi (Putusan Mahkamah Agung R.I. No. 1149 K/Sip/1975 tanggal 17 April 1979) syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam surat gugatan adalah: (a) Gugatan harus mencantumkan batas-batas dan luas tanah. (b) dan juga harus mencantumkan dengan jelas tanah yang digugat tersebut.


(9)

5

Berdasarkan bukti P.5 = T.I. II-1 dan T.I. II-2 dihubungkan dengan keterangan saksi I Penggugat yang bernama MASDUKI yang dahulu adalah pemilik obyek sengketa, ternyata bahwa batas-batas obyek sengketa: Sebelah Utara: tanah milik kakak saksi Masduki (NIB 00639). Sebelah Timur: Jalan Desa. Sebelah Selatan: tanah milik kakak saksi Masduki (NIB 00637). Sebelah Barat: H. Muchtar Rifai. Oleh karena batas-batas obyek sengekta yang tersebut dalam surat gugatan Penggugat dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah ternyata ada perbedaan pada batas sebelah Utara dan sebelah Selatan, maka obyek sengketa menjadi tidak pasti lagi, bahkan mungkin luasnyapun menjadi tidak pasti lagi karena telah melanggar tanah milik orang lain.

Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, ternyata syarat-syarat seperti yang digariskan dalam Yurisprudensi/Putusan Mahkamah Agung R.I. No. Reg. 1149 K/Sip/1975 tanggal 17 April 1979 telah tidak terpenuhi. Oleh karerna itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat tersebut tidak jelas/kabur (tidak sempurna), dan gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima.

Berdasarkan pertimbangan hakim di atas, hakim yaitu menolak gugatan penggugat, menurut peneliti sudah tepat, sebab hakim dalam menentukan menyelesaikan suatu sengketa hakim sudah memperhatikan alat-alat bukti yang ada dalam menyelesaikan suatu sengketa yang menyakinkan keyakinannya sudah murni dan kuat sebagaimana yang diatur dalam pasal 1866 KUHPerdata yang terdiri atas: bukti tulisan, saksi-saksi, persangkaan, pengakuan dan sumpah.

Hakim juga diharapkan tidak memihak dalam menentukan siapa yang benar dan siapa yang tidak dalam suatu perkara dan mengakhiri sengketa atau perkaranya. Bagi hakim dalam mengadili suatu perkara terutama yang dipentingkan adalah fakta atau peristiwanya dan bukan hukumnya. Peraturan hukumnya hanyalah alat, sedangkan yang bersifat menentukan adalah peristiwanya. Ada kemungkinannya terjadi suatu peristiwa, yang meskipun sudah ada peraturan hukumnya, justu lain penyelesainnya. Kemudian bila diperhatikan mengenai Kewenangan Hakim dalam memberikan Pertimbangan Hukum dalam memberi Pertimbangan Hukum dalam Putusannya, dengan sangat jelas diatur dalam pasal 189 RBG (reglement bewesken) menentukan: (1) Pada waktu mengadakan permusyawarahan hakim karena jabatannya harus mencukupkan dasar-dasar hukum yang oleh pihak-pihak dan diajukan. (2) Ia wajib mengadili tiap-tiap bagian tuntutan. (3) Ia


(10)

6

dilarang memberikan keputusan tentang hal-hal yang tidak ada dituntut atau mengabulkan lebih banyak dari apa yang dituntut.

Pertimbangan majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara tersebut meninjau dari tentang duduk perkara dan pertimbangan hukum yang diambil untuk memberikan putusan pada perkara tersebut. Hakim juga harus terlebih dahulu mengetahui secara obyektif tentang duduknya perkara sebenarnya sebagai dasar putusannya dan bukan secara (a priori) menemukan putusannya sedang pertimbangannya baru kemudian dikostruir. Peristiwa yang sebenarnya akan diketahui hakim dari pembuktian. Setelah hakim menganggap terbukti peristiwa yang menjadi sengketa yang berarti bahwa hakim telah dapat mengkonstatir peristiwa yang menjadi sengketa, maka hakim harus menentukan peraturan hukum yang menguasai sengketa antara kedua belah pihak. Ia harus menemukan hukumanya ia harus mengkwalifisir peristiwa yang telah dianggapnya terbukti.

Ketentuan yang mengharuskan adanya pertimbangan pengadilan ditentukan dalam Pasal 195 RBG ayat (1), 184 HIR yang menyatakan : Keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang dituntut serta jawabannya, begitu pula tentang dasar-dasar keputusan dan akhirnya putusan pengadilan negeri mengenai gugatan pokoknya serta biayanya dan mengenai para pihak mana yang hadir pada waktu putusan diucapkan.

Pertimbangan yang termuat dalam suatu putusan dibagi dua yaitu pertimbangan mengenai duduk perkaranya atau peristiwanya dan juga mengenai hukumnya. Mengenai peristiwa atau duduk perkaranya merupakan tugas dari pihak yang mengemukakannya dan membuktikannya dalam persidangan dengan menghadirkan atau menyediakan alat bukti sedangkan mengenai hukumnya merupakan tugas dari para hakim. Pengambilan keputusan oleh Majelis Hakim harus berdasarkan musyawarah harus dirahasiakan, tidak boleh keluar sampai diketahui masyarakat luas, apabila dicantumkan secara resmi dalam putusan.

Ketentuan yang mengharuskan adanya pertimbangan pengadilan ditentukan dalam Pasal 195 RBg ayat (1), 184 HIR yang menyatakan : Keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang dituntut serta jawabannya, begitu pula tentang dasar-dasar keputusan dan akhirnya putusan pengadilan negeri mengenai gugatan pokoknya serta biayanya dan mengenai para pihak mana yang hadir pada waktu putusan diucapkan.


(11)

7

Pasal 189 ayat (1) RBg menentukan bahwa hakim karena jabatannya harus mencukupkan dasar-dasar hukum. Pertimbangan itu mencangkup pertimbangan peristiwanya dan pertimbangan tentang hukum. Pertimbangan itu tidak boleh bertentangan dengan dasar gugatan. Kemudian pengadilan harus cukup membuat pertimbangannya. Kurangnya pertimbangan pengadilan akan berakibat putusan harus dibatalkan. Pada pasal 50 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan “Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”.

Menurut Subekti dalam bukunya Hukum Pembuktian suatu putusan hakim didasarkan pada pertimbangan hukum yang diambil dengan menyimpulkan dalil-dalil yang menjadi dasar gugatan yang diakui atau tidak disangkal baru kemudian disusul dengan dalil-dalil yang disangkal dan yang menjadi persoalan dalam perkara tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat peneliti kemukakan bahwa hakim dalam memutuskan perkara gugatan perbuatan melawan hukum atas jual beli tanah dan bangunan dalam perkara Perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh sudah mempertimbangkan dalil-dalil gugatam serta keterangan saksi-saksi yang diajukan di persidangan serta alat bukti yang diajukan, di mana objek gugatan yang didasarkan pada bukti P.5 = T.I. II-1 dan T.I. II-2 dihubungkan dengan keterangan saksi I Penggugat yang bernama MASDUKI yang dahulu adalah pemilik obyek sengketa, ternyata bahwa batas-batas obyek sengketa: (1) Sebelah Utara: tanah milik kakak saksi Masduki (NIB 00639). (2) Sebelah Timur: Jalan Desa. (3) Sebelah Selatan: tanah milik kakak saksi Masduki (NIB 00637). (4) Sebelah Barat: H. Muchtar Rifai.

Oleh karena batas-batas obyek sengkta yang tersebut dalam surat gugatan Penggugat dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah ternyata ada perbedaan pada batas sebelah Utara dan sebelah Selatan, maka obyek sengketa menjadi tidak pasti lagi, bahkan mungkin luasnyapun menjadi tidak pasti lagi karena telah melanggar tanah milik orang lain. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, ternyata syarat-syarat seperti yang digariskan dalam Yurisprudensi/Putusan Mahkamah Agung R.I. No. Reg. 1149 K/Sip/1975 tanggal 17 April 1979 telah tidak terpenuhi. Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan


(12)

8

bahwa gugatan Penggugat tersebut tidak jelas/kabur (tidak sempurna), dan gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima.

3.2Akibat Hukum Dari Putusan Hakim Mengenai Sengketa Jual Beli Tanah dan Bangunan di Pengadilan Negeri Sukoharjo

Akibat hukum yang muncul setelah Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh dibacakan, maka putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap dan mempunyai akibat terhadap para pihak yang bersengketa. Akibat dari putusan tersebut adalah pihak yang kalah harus mau melaksanakan isi putusan dengan sukarela. Dalam hal ini pihak yang kalah adalah Penggugat, apabila pihak Penggugat tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo dapat melakukan upaya hukum yaitu Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Akibat hukum terhadap putusan kepada para pihak yang berperkara adalah pelaksanaan putusan. Semua orang bila mana sudah ada suatu putusan berkekuatan hukum tetap, wajib melaksanakan putusan tersebut, kalau tidak ada lagi upaya hukum lain. Apabila pihak yang kalah (Penggugat) tidak mau melaksanakan isi putusan, maka pihak yang menang (Tergugat) dapat meminta kepada Pengadilan Negeri Sukoharjo untuk melaksanakan pelaksanaan putusan secara paksa (eksekusi). Suatu isi putusan harus dilaksanakan karena mahkota Pengadilan adalah pelaksanaan isi putusan.

Berdasarkan pertimbangan Hakim dalam memutuskan Perkara No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh. hakim memutus perkara sebagai berikut: (1) Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima. (2) Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang hingga kini ditaksir sebesar Rp. 224.000,- (dua ratus dua puluh empat ribu rupiah). Berdasarkan isi putusan tersebut, maka Penggugat harus melaksanakan isi putusan, yaitu objek sengketa berupa tanah dan bangunan merupakan milik sah dari Tergugat I dan Tergugat II yaitu Mulat Sri Lestari dan Syamidi.

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Penyelesaian sengketa jual beli tanah dan bangunan melalui gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh yaitu didasarkan pada isi surat gugatan Penggugat yang dihubungkan dengan alat bukti dan keterangan saksi, di mana batas-batas obyek sengkta yang tersebut dalam surat gugatan Penggugat dikaitkan dengan fakta-fakta


(13)

9

yang terungkap di persidangan telah ternyata ada perbedaan pada batas sebelah Utara dan sebelah Selatan. Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat tersebut tidak jelas/kabur (tidak sempurna), dan gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima. (2) Akibat hukum yang timbul atas putusan perkara No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh terhadap para pihak yang bersengketa menurut pendapat penulis adalah dalam pelaksanaan putusan, yaitu bagi Penggugat yang tidak terima dengan putusan Pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan upaya hukum Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali.

Pertama, dalam rangka meminimalisir banyaknya putusan hakim yang menyatakan

gugatan tidak dapat diterima akibat kesalahan dari segi formalitas gugatan, maka hendaknya ketentuan Pasal 119 HIR/143 RBg senantiasa diterapkan secara efektif baik oleh Ketua Pengadilan Negeri, maupun hakim sehingga apabila sejak awal sudah dapat diketahui adanya kekeliruan gugatan Penggugat, maka pihak Penggugat dapat melakukan perbaikan atau perubahan gugatan pada tahap-tahap awal pemeriksaan perkara tersebut di depan pengadilan sehingga kelak dapat terhindar dari putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima.

Kedua, sebelum mempertimbangkan, hakim hendaknya memberikan petunjuk

kepada pihak penggugat tentang bagaimana sebaiknya pihak penggugat menyusun surat gugatannya dengan sempurna agar terhindar dari adanya cacat formal. Dan bagi pihak penggugat maupun kuasanya hendaknya menyatakan fakta yang sebenarnya terjadi sehingga terhindar dari gugatan prematur yang menyebabkan jatuhnya putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada: kedua orang tua tercinta atas doa, dukungan yang penuh baik moril maupun materiil. Saudara-saudaraku tersayang atas dukungan, doa dan semangatnya. Kerabat dan handai taulan yang kusayangi, terima kasih atas doa, dorongan dan semangatnya serta sahabat-sahabatku, atas motivasi, dukungan doanya selama ini.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Ali. 2003. Hukum Pertanahan II Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah dan Seri hukum Pertanahan IV. Jakarta: Prestasi Pustaka.


(14)

10

Amiruddin dan H. Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Bisri, Cik Hasan. 1998. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Fuady, Munir. 2002. Perbuatan Melawan Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Harahap, M. Yahya. 2011. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan. Persidangan. Penyitaan. Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.

Himawan, Charles. 2003. Hukum Sebagai Panglima. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. HS., Salim 2006. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia. Jakarta: Sinar

Grafika.

Hukum Agraria Penyelesaian. www.makalahdanskripsi.blogspot.com diakses pada hari Jumat. tanggal 21 Oktober 2016. pkl 11.20 WIB.

Kraybill, Ronal S. Kraybill. Alice Frazer Evans dan Robert A. Evans. 2006. Peace Skill.

Panduan Mediator terampil Membangun Perdamaian. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.

Manan, Bagir. 2003. “Peran Sosok Hakim Agama Sebagai Mediator Dan Pemutus Perkara Serta Kegamangan Masyarakat Terhadap Keberadaan Lembaga Peradilan.” Sambutan Ketua Mahkamah Agung R.I. pada serah Terima Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan. Tanggal 22 Agustus 2003.

Manan, Bagir. 1999. Penelitian Bidang Hukum. Puslitbangkum Unpad. Bandung: Perdana Januari.

Margono, Suyud. 2000. Alternative Dispure Resolution dan Arbitrase. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Mertokusumo, Sudikno. 2002. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Muhammad, Abdulkadir. 2002. Hukum Perikatan. Bandung: Alumni.

Mulyadi, Lilik. 1996. Tuntutan Provisionil Dalam Hukum Acara Perdata. Jakarta: Djambatan.

Murad, Rusmadi. 1991. Penyelesaian Sengketa Hukum atas Tanah. Bandung: Alumni. Prodjodikoro, R. Wirjono. 2003. Perbuatan Melanggar Hukum. Bandung: Sumur.

Sarjita. 2005. Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Konflik. Yogyakarta: Tugujogja Pustaka.


(15)

11

Sembiring, Jimmy Joses. 2011. Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan. Ctk. 1. Jakarta: Visimedia.

Setiawan, R. 2007. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Bandung: Bina Cipta. Suryatin, R. 2001. Hukum Perikatan. Jakarta: Pradnya Paramita.

Volmar, H.F.A. 2004. Pengantar Study Hukum Perdata. (Diterjemahkan Oleh I.S. Adiwinata). Jakarta: Rajawali Pers.


(1)

6

dilarang memberikan keputusan tentang hal-hal yang tidak ada dituntut atau mengabulkan lebih banyak dari apa yang dituntut.

Pertimbangan majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara tersebut meninjau dari tentang duduk perkara dan pertimbangan hukum yang diambil untuk memberikan putusan pada perkara tersebut. Hakim juga harus terlebih dahulu mengetahui secara obyektif tentang duduknya perkara sebenarnya sebagai dasar putusannya dan bukan secara (a priori) menemukan putusannya sedang pertimbangannya baru kemudian dikostruir. Peristiwa yang sebenarnya akan diketahui hakim dari pembuktian. Setelah hakim menganggap terbukti peristiwa yang menjadi sengketa yang berarti bahwa hakim telah dapat mengkonstatir peristiwa yang menjadi sengketa, maka hakim harus menentukan peraturan hukum yang menguasai sengketa antara kedua belah pihak. Ia harus menemukan hukumanya ia harus mengkwalifisir peristiwa yang telah dianggapnya terbukti.

Ketentuan yang mengharuskan adanya pertimbangan pengadilan ditentukan dalam Pasal 195 RBG ayat (1), 184 HIR yang menyatakan : Keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang dituntut serta jawabannya, begitu pula tentang dasar-dasar keputusan dan akhirnya putusan pengadilan negeri mengenai gugatan pokoknya serta biayanya dan mengenai para pihak mana yang hadir pada waktu putusan diucapkan.

Pertimbangan yang termuat dalam suatu putusan dibagi dua yaitu pertimbangan mengenai duduk perkaranya atau peristiwanya dan juga mengenai hukumnya. Mengenai peristiwa atau duduk perkaranya merupakan tugas dari pihak yang mengemukakannya dan membuktikannya dalam persidangan dengan menghadirkan atau menyediakan alat bukti sedangkan mengenai hukumnya merupakan tugas dari para hakim. Pengambilan keputusan oleh Majelis Hakim harus berdasarkan musyawarah harus dirahasiakan, tidak boleh keluar sampai diketahui masyarakat luas, apabila dicantumkan secara resmi dalam putusan.

Ketentuan yang mengharuskan adanya pertimbangan pengadilan ditentukan dalam Pasal 195 RBg ayat (1), 184 HIR yang menyatakan : Keputusan hakim harus memuat secara singkat tetapi jelas tentang apa yang dituntut serta jawabannya, begitu pula tentang dasar-dasar keputusan dan akhirnya putusan pengadilan negeri mengenai gugatan pokoknya serta biayanya dan mengenai para pihak mana yang hadir pada waktu putusan diucapkan.


(2)

7

Pasal 189 ayat (1) RBg menentukan bahwa hakim karena jabatannya harus mencukupkan dasar-dasar hukum. Pertimbangan itu mencangkup pertimbangan peristiwanya dan pertimbangan tentang hukum. Pertimbangan itu tidak boleh bertentangan dengan dasar gugatan. Kemudian pengadilan harus cukup membuat pertimbangannya. Kurangnya pertimbangan pengadilan akan berakibat putusan harus dibatalkan. Pada pasal 50 ayat (1) Undang-undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan “Putusan pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili”.

Menurut Subekti dalam bukunya Hukum Pembuktian suatu putusan hakim didasarkan pada pertimbangan hukum yang diambil dengan menyimpulkan dalil-dalil yang menjadi dasar gugatan yang diakui atau tidak disangkal baru kemudian disusul dengan dalil-dalil yang disangkal dan yang menjadi persoalan dalam perkara tersebut.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat peneliti kemukakan bahwa hakim dalam memutuskan perkara gugatan perbuatan melawan hukum atas jual beli tanah dan bangunan dalam perkara Perdata Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh sudah mempertimbangkan dalil-dalil gugatam serta keterangan saksi-saksi yang diajukan di persidangan serta alat bukti yang diajukan, di mana objek gugatan yang didasarkan pada bukti P.5 = T.I. II-1 dan T.I. II-2 dihubungkan dengan keterangan saksi I Penggugat yang bernama MASDUKI yang dahulu adalah pemilik obyek sengketa, ternyata bahwa batas-batas obyek sengketa: (1) Sebelah Utara: tanah milik kakak saksi Masduki (NIB 00639). (2) Sebelah Timur: Jalan Desa. (3) Sebelah Selatan: tanah milik kakak saksi Masduki (NIB 00637). (4) Sebelah Barat: H. Muchtar Rifai.

Oleh karena batas-batas obyek sengkta yang tersebut dalam surat gugatan Penggugat dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap di persidangan telah ternyata ada perbedaan pada batas sebelah Utara dan sebelah Selatan, maka obyek sengketa menjadi tidak pasti lagi, bahkan mungkin luasnyapun menjadi tidak pasti lagi karena telah melanggar tanah milik orang lain. Berdasarkan hal-hal yang diuraikan di atas, ternyata syarat-syarat seperti yang digariskan dalam Yurisprudensi/Putusan Mahkamah Agung R.I. No. Reg. 1149 K/Sip/1975 tanggal 17 April 1979 telah tidak terpenuhi. Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan


(3)

8

bahwa gugatan Penggugat tersebut tidak jelas/kabur (tidak sempurna), dan gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima.

3.2Akibat Hukum Dari Putusan Hakim Mengenai Sengketa Jual Beli Tanah dan Bangunan di Pengadilan Negeri Sukoharjo

Akibat hukum yang muncul setelah Putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh dibacakan, maka putusan tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap dan mempunyai akibat terhadap para pihak yang bersengketa. Akibat dari putusan tersebut adalah pihak yang kalah harus mau melaksanakan isi putusan dengan sukarela. Dalam hal ini pihak yang kalah adalah Penggugat, apabila pihak Penggugat tidak puas dengan putusan Pengadilan Negeri Sukoharjo dapat melakukan upaya hukum yaitu Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Akibat hukum terhadap putusan kepada para pihak yang berperkara adalah pelaksanaan putusan. Semua orang bila mana sudah ada suatu putusan berkekuatan hukum tetap, wajib melaksanakan putusan tersebut, kalau tidak ada lagi upaya hukum lain. Apabila pihak yang kalah (Penggugat) tidak mau melaksanakan isi putusan, maka pihak yang menang (Tergugat) dapat meminta kepada Pengadilan Negeri Sukoharjo untuk melaksanakan pelaksanaan putusan secara paksa (eksekusi). Suatu isi putusan harus dilaksanakan karena mahkota Pengadilan adalah pelaksanaan isi putusan.

Berdasarkan pertimbangan Hakim dalam memutuskan Perkara No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh. hakim memutus perkara sebagai berikut: (1) Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima. (2) Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara yang hingga kini ditaksir sebesar Rp. 224.000,- (dua ratus dua puluh empat ribu rupiah). Berdasarkan isi putusan tersebut, maka Penggugat harus melaksanakan isi putusan, yaitu objek sengketa berupa tanah dan bangunan merupakan milik sah dari Tergugat I dan Tergugat II yaitu Mulat Sri Lestari dan Syamidi.

4. PENUTUP

Berdasarkan hasil analisis diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Penyelesaian sengketa jual beli tanah dan bangunan melalui gugatan perbuatan melawan hukum di Pengadilan Negeri Sukoharjo No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh yaitu didasarkan pada isi surat gugatan Penggugat yang dihubungkan dengan alat bukti dan keterangan saksi, di mana batas-batas obyek sengkta yang tersebut dalam surat gugatan Penggugat dikaitkan dengan fakta-fakta


(4)

9

yang terungkap di persidangan telah ternyata ada perbedaan pada batas sebelah Utara dan sebelah Selatan. Oleh karena itu berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas Majelis Hakim berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat tersebut tidak jelas/kabur (tidak sempurna), dan gugatan Penggugat harus dinyatakan tidak dapat diterima. (2) Akibat hukum yang timbul atas putusan perkara No. 32/Pdt.G/2007/Pn.Skh terhadap para pihak yang bersengketa menurut pendapat penulis adalah dalam pelaksanaan putusan, yaitu bagi Penggugat yang tidak terima dengan putusan Pengadilan tingkat pertama dapat mengajukan upaya hukum Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali.

Pertama, dalam rangka meminimalisir banyaknya putusan hakim yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima akibat kesalahan dari segi formalitas gugatan, maka hendaknya ketentuan Pasal 119 HIR/143 RBg senantiasa diterapkan secara efektif baik oleh Ketua Pengadilan Negeri, maupun hakim sehingga apabila sejak awal sudah dapat diketahui adanya kekeliruan gugatan Penggugat, maka pihak Penggugat dapat melakukan perbaikan atau perubahan gugatan pada tahap-tahap awal pemeriksaan perkara tersebut di depan pengadilan sehingga kelak dapat terhindar dari putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima.

Kedua, sebelum mempertimbangkan, hakim hendaknya memberikan petunjuk kepada pihak penggugat tentang bagaimana sebaiknya pihak penggugat menyusun surat gugatannya dengan sempurna agar terhindar dari adanya cacat formal. Dan bagi pihak penggugat maupun kuasanya hendaknya menyatakan fakta yang sebenarnya terjadi sehingga terhindar dari gugatan prematur yang menyebabkan jatuhnya putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima.

Skripsi ini penulis persembahkan kepada: kedua orang tua tercinta atas doa, dukungan yang penuh baik moril maupun materiil. Saudara-saudaraku tersayang atas dukungan, doa dan semangatnya. Kerabat dan handai taulan yang kusayangi, terima kasih atas doa, dorongan dan semangatnya serta sahabat-sahabatku, atas motivasi, dukungan doanya selama ini.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Ali. 2003. Hukum Pertanahan II Penyelesaian Sengketa Hak Atas Tanah dan Seri hukum Pertanahan IV. Jakarta: Prestasi Pustaka.


(5)

10

Amiruddin dan H. Zainal Asikin. 2004. Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Bisri, Cik Hasan. 1998. Peradilan Agama di Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Fuady, Munir. 2002. Perbuatan Melawan Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Harahap, M. Yahya. 2011. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan. Persidangan. Penyitaan. Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.

Himawan, Charles. 2003. Hukum Sebagai Panglima. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.

HS., Salim 2006. Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Hukum Agraria Penyelesaian. www.makalahdanskripsi.blogspot.com diakses pada hari Jumat. tanggal 21 Oktober 2016. pkl 11.20 WIB.

Kraybill, Ronal S. Kraybill. Alice Frazer Evans dan Robert A. Evans. 2006. Peace Skill. Panduan Mediator terampil Membangun Perdamaian. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Manan, Bagir. 2003. “Peran Sosok Hakim Agama Sebagai Mediator Dan Pemutus Perkara Serta Kegamangan Masyarakat Terhadap Keberadaan Lembaga Peradilan.” Sambutan Ketua Mahkamah Agung R.I. pada serah Terima Ketua Pengadilan Tinggi Agama Medan. Tanggal 22 Agustus 2003.

Manan, Bagir. 1999. Penelitian Bidang Hukum. Puslitbangkum Unpad. Bandung: Perdana Januari.

Margono, Suyud. 2000. Alternative Dispure Resolution dan Arbitrase. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Mertokusumo, Sudikno. 2002. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty.

Muhammad, Abdulkadir. 2002. Hukum Perikatan. Bandung: Alumni.

Mulyadi, Lilik. 1996. Tuntutan Provisionil Dalam Hukum Acara Perdata. Jakarta: Djambatan.

Murad, Rusmadi. 1991. Penyelesaian Sengketa Hukum atas Tanah. Bandung: Alumni.

Prodjodikoro, R. Wirjono. 2003. Perbuatan Melanggar Hukum. Bandung: Sumur.

Sarjita. 2005. Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Konflik. Yogyakarta: Tugujogja Pustaka.


(6)

11

Sembiring, Jimmy Joses. 2011. Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan. Ctk. 1. Jakarta: Visimedia.

Setiawan, R. 2007. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Bandung: Bina Cipta.

Suryatin, R. 2001. Hukum Perikatan. Jakarta: Pradnya Paramita.

Volmar, H.F.A. 2004. Pengantar Study Hukum Perdata. (Diterjemahkan Oleh I.S. Adiwinata). Jakarta: Rajawali Pers.


Dokumen yang terkait

Analisa Hukum Penetapan Ahli Waris (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Medan No. 1229/Pdt.G/2010/PA/Mdn)

10 177 117

Perbuatan Melawan Hukum Akibat Merusak Segel Meteran Milik PT. PLN (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No.694 K/Pdt/2008)

3 70 97

Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertipikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/Pdt.G/2008/PA-TTD jo. Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/Pdt.G

3 62 135

Analisis Yuridis Atas Perbuatan Notaris Yang Menimbulkan Delik-Delik Pidana (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Medan NO. 2601/Pid.B/2003/PN.Mdn)

0 60 119

Tanggung Jawab Pejabat Pembuat Akta Tanah Yang Melakukan Perbuatan Melawan Hukum Dalam Pembuatan Akta PPAT Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 94/Pdt.G/2005/PN.Jkt.Pst)

9 117 131

Hambatan-Hambatan Eksekusi Putusan Pengadilan Dalam Kasus Tanah Berikut Bangunan Di Atasnya (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Medan)

1 31 124

Tinjauan Yuridis Pembatalan Putusan Arbitrase Oleh Pengadilan Negeri (Studi Kasus Perkara No. 167/Pdt.P/2000/PN-Jak.Sel)

2 51 168

Analisis Putusan Pengadilan Tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Wanprestasi (Studi Kasus Putusan Nomor 35/Pdt.G/2012/PN.YK dan Putusan Nomor 42/Pdt.G/2012/PN.YK)

1 9 63

BAB II PERBUATAN MELAWAN HUKUM A. Pengertian Perbuatan Melawan Hukum - Perbuatan Melawan Hukum Akibat Merusak Segel Meteran Milik PT. PLN (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No.694 K/Pdt/2008)

0 0 20

Perbuatan Melawan Hukum Akibat Merusak Segel Meteran Milik PT. PLN (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung No.694 K/Pdt/2008)

0 0 10