BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan Peraturan Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 Pasal 53 ayat 1 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja modal merupakan pengeluaran yang
dilakukan dalam rangka pembelianpengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 dua belas bulan. Belanja modal ini
digunakan untuk kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung, dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang pada
akhirnya dapat menambah kualitas pelayanan publik.
Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi
belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Oleh karena itu,
dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini belanja daerah lebih banyak digunakan untuk
belanja rutin yang relatif kurang produktif. Saragih 2003 menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk melakukan aktivitas
pembangunan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Stine 1994 menyatakan bahwa penerimaan pemerintah hendaknya lebih banyak untuk program-program layanan publik. Kedua pendapat
ini menyiratkan pentingnya mengaloksikan belanja untuk berbagai kepentingan publik.
Dana untuk membiayai pembangunan yang terwujud dalam biaya modal pada intinya berasal dari Pendapatan Asli Daerah PAD itu sendiri sebagai perwujudan pelaksanaan
otonomi daerah untuk menciptakan kemandirian keuangan daerah. “Kemandirian keuangan daerah otonomi fiskal menunjukkan kemampuan Pemda dalam membiayai
Universitas Sumatera Utara
sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah.”
Abdul Halim, 2007-232. PAD merupakan sumber pembiayaan yang paling penting dalam mendukung kemamuan daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Artinya,
suatu daerah harus dapat memiliki sumber-sumber pendapatan sendiri, karena salah satu indikator untuk melihat kadar otonomi suatu daerah terletak pada besar kecilnya kontribusi
daerah tersebut dalam PAD. Besar kecilnya hasil PAD paling tidak dapat mengurangi tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat dan pada gilirannya akan membawa dampak
pada peningkatan kadar otonomi daerah tersebut. PAD merupakan pendapatan daerah yang secara bebas dapat digunakan untuk masing-masing daerah untuk menyelenggarakan
pemerintahan dan pembangunan daerah. Fenomenanya Sumatera Utara memiliki begitu besar potensi sumber daya-sumber
daya yang tersedia yang dapat diwujudkan dalam bentuk PAD dan PAD tersebut mengalami peningkatan tiap tahunnya. PemkabPemko di Sumatera Utara memikul tugas
untuk mengelola dan mengalokasikan PAD tersebut dalam suatu anggaran yang sangat dibutuhkan oleh publik seperti
sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik
dalam rangka meningkatkan kepercayaan publik yang telah berpartisipasi dalam peningkatan PAD tersebut. Berdasarkan
pengumpulan data awal dapat diperoleh gambaran bahwa peningkatan realisasi belanja modal daerah pada tiga pemerintah daerah di Sumatera Utara mengalami fluktuasi yang
sangat bervariasi dan pengaruhnya terhadap peningkatan PAD juga bervariasi. Hal ini dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1.1. Peningkatan Realisasi PAD dan Belanja Modal
No Kabupaten
Kota Tahun
Realisasi PAD ∆
Realisasi Belanja Modal
∆ 1
Kota Binjai 2004
11,506,393,926.97
0,00 19,930,065,988.00
0,00
2005
8,890,590,000.00
-0.2273 21,676,316,436.00
0.0876
2006
10,308,298,827.00
0.1595 49,143,406,038.00
1.2671
2007
10,497,671,215.49
0.0184 77,276,423,472.44
0.5725
2 Kota Medan
2004
257,989,893,411.70
0,00 140,787,348,603.68
0,00
2005
303,383,070,000.00 0.1759
194,497,820,000.00
0.3815
2006
312,862,350,000.00 0.0312
215,676,840,000.00
0.1089
2007
312,467,370,442.93
-0.0013 248,505,765,363.50
0.1522
3 Kab.
Simalungun 2004
14,577,545,425.20 0,00
38,596,619,774.00 0,00
2005
16,899,370,000.00
0.1593
38,554,297,390.00
-0.0011
2006
26,803,259,079.70
0.5861
104,069,393,020.23
1.6993
2007
31,560,620,614.72
0.1775
176,301,141,658.17
0.6941 Sumber : Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Laporan Realisasi APBD, 2004
s.d 2007.
Kota Binjai pada Tahun 2006 dan 2007 mengalami peningkatan PAD dari tahun sebelumnya. Tahun 2005-2006 sebesar 0,1595 dan tahun 2006-2007 sebesar 0,0184.
Peningkatan ini diikuti pula dengan peningkatan belanja modal pada tahun 2005-2006 sebesar 1,2671 dan pada tahun 2006-2007 sebesar 0,5725. Namun pada tahun 2005 terjadi
penurunan PAD dari tahun sebelumnya sebesar -0,2273, tetapi sebaliknya belanja modal mengalami peningkatan sebesar 0,0876.
Kota Medan pada tahun 2005 dan 2006 mengalami peningkatan PAD dari tahun sebelumnya. Tahun 2004-2005 sebesar 0,1759 dan tahun 2005-2006 sebesar 0,0312.
Peningkatan ini diikuti pula dengan peningkatan belanja modal pada tahun 2004-2005 sebesar 0,3815 dan pada tahun 2005-2004 sebesar 0,1089. Namun pada tahun 2007 terjadi
Universitas Sumatera Utara
penurunan PAD dari tahun sebelumnya sebesar -0.0013, tetapi sebaliknya belanja modal mengalami peningkatan sebesar 0,1522.
Kabupaten Simalungun pada tahun 2006 dan 2007 mengalami peningkatan PAD dari tahun sebelumnya. Tahun 2005-2006 sebesar 0,5861 dan tahun 2006-2007 sebesar 0,1775.
Peningkatan ini diikuti pula dengan peningkatan belanja modal pada tahun 2005-2006 sebesar 1,6993 dan pada tahun 2006-2007 sebesar 0,6941. Namun pada tahun 2005 terjadi
peningkatan PAD dari tahun sebelumnya sebesar 0,1593, tetapi sebaliknya belanja modal mengalami penurunan sebesar -0,0011.
Terdapat penelitian-penelitian yang berkenaan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi alokasi belanja modal. Namun hingga saat ini, kebanyakan bukti-bukti
memberikan hasil yang bervariasi dan tidak konsisten. Terkait dengan hal ini, Wijaya 2006 melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah Pendapatan Asli
Daerah PAD berpengaruh terhadap belanja pembangunan. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Pendapatan Asli Daerah PAD mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap belanja pembangunan. Sejalan dengan penelitian Wijaya 2006, Darwanto 2007 juga melakukan penelitian untuk mengetahui apakah ada hubungan
antara pertumbuhan ekonomi, Pendapatan Asli Daerah PAD, dan Dana Alokasi Umum DAU terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa variabel PAD dan DAU berpengaruh terhadap belanja modal namun variabel pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh terhadap belanja modal. Namun pada penelitian
Abdullah 2006 menemukan hasil bahwa PAD tidak memiliki pengaruh terhadap belanja modal. Termotivasi hasil penelitian terdahulu, penelitian ini ingin mengkonfirmasi
kembali apakah PAD mempunyai pengaruh terhadap belanja modal. Dalam hal ini, peneliti tertarik untuk meneliti hubungan variabel-variabel tersebut di atas pada
Pemerintahan KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat satu karya ilmiah berbentuk skripsi dengan judul “Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah PAD
Terhadap Peningkatan Belanja Modal Pada Pemerintahan KabupatenKota di Provinsi Sumatera Utara.”
B. Perumusan Masalah