Tinjauan Pustaka Hubungan ABK dan Toke Kapal

4 hubungan tersebut sekaligus merupakan instrument paredaman konflik dan pemeliharaan sistem sosial. Dengan demikian dikarnakan sebagian besar penduduk kota Sibolga bermata pencaharian sebagai seorang nelayan, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan yang terjadi antara Anak buah kapal dan Toke Kapal, dalam suatu masyarakat nelayan khususnya menganai hubungan dan sistem produksi. yang berkaitan dengan judul Hubungan ABK dan Toke Kapal khususnya ditangkahan UD. Budi Jaya yang terletak diwilayah pesisir kota Sibolga.

1.2. Tinjauan Pustaka

Jaringan sosial pada suatu masyarakat menunjukkan berbagai tipe hubungan sosial yang terikat atas dasar identitas kekerabatan, ras, etnik, pertemanan, ketetanggaan, ataupun atas dasar kepentingan tertentu. jaringan sosial masyarakat adalah struktur sosial masyarakat itu sendiri. Jaringan sosial adalah pola hubungan sosial di antara individu, pihak, kelompok atau organisasi. Jaringan sosial memperlihatkan suatu hubungan sosial yang sedang terjadi sehingga lebih menunjukkan proses daripada bentuk. Menurut Warner dalam Scott, 1991 hubungan sosial yang terjadi bersifat mantappermanen, memperlihatkan kohesi dan integrasi bagi bertahannya suatu komunitas, serta menunjukkan hubungan timbal balik. Dengan demikian, suatu komunitas pada dasarnya merupakan kumpulan hubungan yang membentuk jaringan sebagai tempat interaksi antara satu pihak dengan pihak lainnya. Menurut Mitchell, dalam Scott, 1991 kekuatan jaringan dipengaruhi oleh resiprositas, intensitas, dan durabilitas hubungan antar pihak. Hubungan vertikal hirarkis adalah hubungan dua pihak yang berlangsung secara tidak seimbang karena satu pihak mempunyai dominasi yang lebih kuat Universitas Sumatera Utara 5 dibanding pihak lain, atau terjadi hubungan patron-klien. Hubungan diagonal adalah hubungan dua pihak di mana salah satu pihak memiliki dominasi sedikit lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Hubungan horizontal adalah hubungan dua pihak di mana masing-masing pihak menempatkan diri secara sejajar satu sama lainnya. Pada kenyataannya dalam suatu komunitas, termasuk komunitas nelayan, ke tiga bentuk jaringan ini saling tumpang tindih dan bervariasi, serta bentuk yang satu tidak dapat secara tegas dipisahkan dari bentuk lainnya Rudiatin, 1997. Jaringan sosial ini merupakan salah satu bentuk strategi nelayan dalam menghadapi lingkungan pekerjaannya yang tidak menentu Rudiatin; Kusnadi, 2000. Kehidupan nelayan terutama nelayan tradisional dianggap sebagai kelompok masyarakat miskin dan seringkali dijadikan objek eksploitatif oleh para pemilik modalBailey, 1982. Harga ikan sebagai sumber pendapatannya dikendalikan oleh para pemilik modal atau para pedagangtengkulak Mubyarto dan Dove, 1985, sehingga distribusi pendapatan menjadi tidak merata. Ketergantungan para nelayan tradisional kepada para pemilik modal cukup besar karena pendapatan mereka tidak menentu, baik untuk memenuhi kebutuhan produksi ataupun kebutuhan hidup rumah tangganya. Dalam penyediaan alat produksi, nelayan seringkali harus membina hubungan dengan pihak penyandang dana. Nelayan pun membina hubungan dengan ABK yang akan membantunya dalam kegiatan penangkapan ikan. Dalam aktivitas distribusi pemasaran, para nelayan juga berhubungan dengan pihak lain seperti para pedagang. Berbagai hubungan yang dibina oleh para nelayan tersebut menunjukkan bahwa hubungan tersebut dapat seimbang atau tidak seimbang. Hubungan tidak seimbang biasanya menjadi hubungan Patron-Klien, dimana patron mempunyai dan memperoleh sumber daya yang berlebih dibanding kliennya. Sedangkan hubungan yang seimbang memperlihatkan pola hubungan yang bersifat Universitas Sumatera Utara 6 pertemanan, seperti hubungan antar nelayan. Kedua pola hubungan sosial tersebut terjadi pada kelompok nelayan kecil tradisional atau pun pada kelompok nelayan besar. Namun, pola hubungan dalam kelompok nelayan besar lebih kompleks dari pada dalam kelompok nelayan kecil, baik dari segi kuantitas atau pun kualitasnya. 1 Menurut Scoot 1972:92 menjelaskan ciri ikatan Patron Klien sebagai berikut : Terdapat ketidaksamaan dalam pertukaran inequality of exchange . Yang mana menurut asumsi sementara hal itu bisa terjadi di karenakan, adanya tingkatan atau posisi yang berbeda antara patron dan klien tersebut, dalam hal ini patron akan lebih di untungkan dari segi pertukaran, walaupun klien mendapat fasilitas dan pertolongan dari patron, namun klien akan sangat dirugikan pada saat pertukaran hasil penangkapan ikan; Adanya sifat tatap muka face to face character . Dari pernyataan tersebut dapat diasumsikan bahwa, dengan adanya sifat tatap muka face to face character membuat pantron dan klien akan mengenal karakter masing-masing, mempererat hubungan, atau mempermudah hubungan transaksi pertukaran yang akan dilakukan oleh kedua belah pihak.; Ikatan ini bersifat luwes dan meluas diffuse flexibility . Maka dalam hal ini menurut asumsi, suatu ikatan tidak akan terlepas dari namanya suatu hubungan, yang mana suatu ikatan akan terjalin kalau adanya keperluan atau kepentingan kerja, suatu ikatan akan bersifat luwes dan meluas dikarnakan adanya hubungan tetangga, persahabat, kedekatan dimasa lalu, dan bantuan tenaga. 1 AS,Kausar.2009. Sistem Birokrasi Pemerintahan di Daerah Dalam Bayang-Bayang Budaya Patron-Klien, Bandung: PT Alumni Universitas Sumatera Utara 7 Selanjutnya, Legg 1983:29 juga mengemukakan ada 3 tiga syarat terbentuknya ikatan Patron Klien yaitu: a. Para sekutu partners menguasai sumber-sumber yang tidak dapat di perbandingkan noncomparable resources; b. Hubungan tersebut “mempribadi” person-alized; c. Keputusan untuk mengadakan pertukaran didasarkan pada pengertian saling menguntungkan dan timbal balik mutual benefit and reciprocity. Mempehatikan batasan-batasan pengertian yang dikemukakan di atas, dapat dikatakan bahwa ketidak seimbangan pertukaran dalam hubungan patron-klien harus dilihat dari sisi norma timbal-balik norm of reciprocity dalam masyarakat, seperti yang diungkapkan Gouldner 1977:35 bahwa: “orang seharusnya membantu mereka yang menolongnya, dan jangan menyakiti para penolong tersebut”. Meskipun demikian, tidak sama transaksi sosial bersifat simetris dan berdasarkan pertukaran sosial yang seimbang, karena menurut Blau 1964:336: “resiprositas memang mampu menimbulkan keseimbangan struktur sosial, tetapi dibalik itu ia bisa menciptakan ketidakseimbangan di tingkat lain” Maka apabila dilihat dari sistem kekerabatan pada suatu masyarakat, ada beberapa pendapat yang berkaitan dengan sistem kekerabatan dengan hubungan patron-klien. Berkaitan dengan hal itu Wolf 1964:7 mengatakan bahwa: “Hubungan patron -klien berbeda dengan kekerabatan karena kekerabatan merupakan hasil sosialisasi yang didalamnya terkandung rasa saling percaya untuk mencapai tujuan; sedangkan hubungan patron-klien bersifat persahabatan instrumental dan relasi terjadi karena tiap pihak mempunyai saling kepentingan” Maka dalam hal ini konsep pembagian kerja sangat dibutuhkan untuk mewujudkan bentuk stratifikasi atau pelapisan sosial dalam suatu masyarakat Universitas Sumatera Utara 8 nelayan. Adapun konsep pembagian kerja pada masyarakat nelayan yaitu menghasilkan ragam posisi atau status dan peranan yang berbeda. Perbedaan ini terletak pada peranan dalam proses produksi penangkapan ikan yang memunculkan adanya konsep pembagian kerja antara toke nelayan pemilik, nelayan penyewa, dan buruh nelayan ABK. Dalam suatu konsep pembagian kerja pada kapal nelayan terdiri dari beberapa macam kapal yaitu: Kapal pukat cincin dioperasikan oleh sekitar 20-23 orang nelayan dengan pembagian kerja 1 orang nahkoda, 1 orang wakil nahkoda, 1 orang kepala kamar mesin Kuanca, 1 orang juru masak dan sisanya adalah anak buah kapal. Kapal pukat ikan dioperasikan oleh sekitar 12-17 orang nelayan dengan pembagian kerja 1 orang nahkoda, 1 orang wakil nahkoda, 1 orang kepala kamar mesin Kuanca, 1 orang juru masak dan sisanya adalah anak buah kapal. Kapal pukat udang dioperasikan oleh sekitar 8-11 orang nelayan dengan pembagian kerja 1 orang nahkoda, 1 orang wakil nahkoda, 1 orang kepala kamar mesin Kuanca, 1 orang juru masak dan sisanya adalah anak buah kapal 2 . Dengan adanya sistem ikatan kerja patron client Toke yang berperan dominan dalam kehidupan nelayan, mengunci potensi-potensi konflik yang bisa muncul dengan adanya kesenjangan ekonomi antara pandega ABK dengan Toke. Namun ada juga berbagai bentuk pelanggaran yang terjadi di kalangan nelayan yang bisa diartikan sebagai bentuk perlawanan terhadap implikasi serius modernisasi. Kebijakan modernisasi telah menyebabkan daya dukung lingkungan menjadi rusak akibat hanya terkonsentrasi pada peningkatan hasil tangkapan. Sebab hampir selama tiga dasawarsa dilaksanakannya modernisasi perikanan, sosialisasi pemahaman yang 2 Satria, Aryo Romie. 2009. Skripsi Sarjana : Hasil Tangkapan Ikan Dan Tingkat Kesejahteraan Nelayan Pukat Tarik Di Belawan , Sumatera Utara. Bogor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor Universitas Sumatera Utara 9 baik terhadap lingkungan kelautan yang menjadi investasi pengetahuan dan pengertian diabaikan pemerintah yang membuat terjadinya degradasi lingkungan yang fatal. Ketimpangan yang terjadi antara pandega dan juragan pasca modernisasi perikanan tangkap semakin cukup mencolok. Hal ini bisa terjadi karena Toke yang memiliki akses ekonomi semakin menguat status ekonomi dan kekuasaannya dengan memiliki alat alat tangkap yang modern. Ketergantungan pandega terhadap juragan semakin menjadi-jadi ketika sumber daya perairan sudah dalam batas yang over fishing dieksploitasi habis-habisan dengan alat-alat yang modern. Konspirasi diantara kelompok-kelompok yang ingin mempunyai keuntungan lebih besar dengan menghalalkan segala cara terjadi manakala sudah tidak memiliki grup kelompok melaut sendiri dan ingin segera mendapat hasil dengan modal yang minim. Ketimpangan yang terjadi memenag cukup mencolok karena adanya perbedaan distribusi penguasaan modal perikanan perahu dan alat tangkap dan modal di luar perikanan uang. Jadi ada nelayan sebagai majikan kareba mempunyai modal yang besar kemudian ada nelayan yang tidak mempunyai apa-apa dan hanya menggantunggkan nasib kepada nelayan yang kaya. Ketergantungan pandega terhadap juragan semakin menjadi-jadi ketika sumber daya perairan sudah dalam batas yang over fishing dieksploitasi habis-habisan dengan alat-alat yang modern. Eksploitasi bisa terjadi karena adanya ketergantungan terhadap majikan hal ini bisa terjadi karena juragan yang memiliki akses ekonomi semakin menguat status ekonomi dan kekuasaannya dengan memiliki alat alat tangkap yang modern. Untuk itu perlu adanya pemberdayaan masyarakat diantara masyarakat nelayan miskin agar tercipta ketahanan dan mengurangi ketergantungan terhadap majikan. Secara sosiologis pemberdayaan masyarakat berfungsi untuk Universitas Sumatera Utara 10 mempertahankan sistem sosial dan mengadaptasi system sosial terutama bagi kenyataan sosial yang selalu mengalami perubahan.

1.3. Rumusan Masalah