Latar Belakang Hubungan ABK dan Toke Kapal

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penelitian tentang hubungan sosial antara nelayan ABK dan nelayan pemilik kapalToke kapal di tangkahan di kota Sibolga, di latar belakangi oleh sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan, tedapat Sekitar 8,61 8.142 jiwa penduduk bekerja atau menggantungkan hidupnya sebagai nelayan. Letak kota Sibolga berdekatan langsung dengan Teluk Tapian Samudera Hindia memiliki kekuatan armada berjumlah 678 perahu atau kapal penangkapan ikan yang terdiri dari perahu tanpa motor, perahu motor temple dan kapal motor memungkinkan nelayan Sibolga menghasilkan 54098 Ton ikan setiap tahunnya. Secara khusus nelayan Kota Sibolga dikelompok menjadi 2dua yaitu nelayan ABK dan Toke kapal, Nelayan ABK bertugas untuk mengoperasikan alat tangkap ikan pada saat pergi melaut sedangkan toke kapal bertugas untuk menyediakan fasiltas berupa modal dan alat tangkap ikan, interaksi kedua kelompok tersebut diduga menyebabkan terbentuknya suatu pola hubungan yang sangat penting atau berperan besar terhadap proses reproduksi dan ekonomi hasil perikanan di kota Sibolga. Adanya dua kelompok atau lebih yang hidup di tengah-tengah masyarakat nelayan tidak saja terjadi di kota Sibolga sebaliknya juga terdapat di beberapa tempat, Menurut Kusnadi, 2000 dalam aktivitas ekonomi perikanan tangkap di kalangan nelayan Madura misalnya, terdapat tiga pihak yang berperan besar, yaitu pedagang perantara pangamba, nelayan pemilik perahu, dan nelayan buruh. Ketiga pihak terikat oleh hubungan kerja sama ekonomi yang erat. Pedagang perantara menyediakan bantuan dan pinjaman uang ikatan untuk nelayan pemilik dan nelayan Universitas Sumatera Utara 2 buruh, Nelayan pemilik menyediakan bantuan dan pinjaman ikatan kepada nelayan buruh, Hubungan kerja sama ekonomi di antara mereka diikat oleh relasi patron-klien. Relasi sosial ekonomi bebasis patron-klien ini berlangsung intensif dan dalam jangka panjang. Relasi sosial ekonomi akan berakhir jika terjadi persoalan yang tidak bisa diatasi di antara mereka, sehingga pihak nelayan pemilik dan nelayan buruh harus melunasi utang-utangnya kepada pedagang perantara. Keberadaan berbagai kelompok yang ada di tengah-tengah masyarakat nelayan kota Sibolga di duga menyebabkan hubungan atau pola klien, Hubungan ini bermula adanya interaksi dan hubungan dengan sesama nelayan ataupun dengan pemilik modal, hal tersebut membuat seorang nelayan akan memiliki suatu kelompok dalam usaha untuk membantu atau menjalankan proses penangkapan ikan, dengan adanya suatu kelompok menyebab terjadinya proses ketidakseimbangan antara yang satu dengan yang lainnya, yang berakibat terbentuknya satu kekuasaan diantara nelayan ABK dan Toke Kapal, dimana kekuasan tersebut akan membuat nelayan ABK dapat dikendalikan oleh pihak yang berkuasa yang mana sering kita sebut dengan istilah Toke kapal, dengan terbentuknya Toke kapal meneyebabkan nelayan ABK yang tidak mempunyai modal akan bergantung pada Toke Kapal tersebut untuk miminjamkan modal agar kapalanya dan perahunya dapat pergi melaut. Hal tersebut memang sudah biasa terjadi dikalangan nelayan Sibolga, dengan sering disebutkan kata pinjaman pada saat mereka hendak pergi melaut. Adanya proses ketidakseimbangan menimbulkan suatu persoalan dalam pola hubungan dalam masyarakat nelayan terutama pada nelayan ABK dan Toke Kapal, walaupun nelayan ABK menerima hal tersebut, pada kenyataan pasti ada ketimpangan yang dirasakan oleh nelayan tersebut. Hubungan sosial seperti ini dapat di tutupi dengan adanya perlindungan dan pertolongan yang diberikan oleh Toke Universitas Sumatera Utara 3 Kapal kepada nelayan ABK khusus pada saat hendak pergi melaut, dengan adanya musim penceklik bagi seorang nelayan ABK, membuat Toke kapal sangat berperan penting untuk kelangsungan hidup seorang nelayan ABK untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan adanya pertolongan tersebut membuat nealyan ABK harus rela menjual hasil Tangkapan ikannya kepada Toke kapal walaupun hasil yang diperoleh tidak seimbang dengan hasil yang di dapat, terbentuknya pola hubungan seperti ini akan memunculkan suatu pola hubungan yang mana biasa disebut dengan istilah patron-klien, menurut para peneliti dengan menggunakan perspektif etik. Dalam hubungan ini klien dihadapkan pada persoalan pelunasan kredit yang tidak pernah berakhir yang sebenarnya ini adalah jebakan patron untuk memperlancar usahanya, namun menurut nelayan dengan menggunakan perspektif emic, kuatnya pola patron klien didalam masyarakat nelayan disebabkan oleh kegiatan perikanan yang penuh resiko dan ketidakpastian sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka selain bergantung pada pemilik modalpatron. Para pihak yang terlibat dalam pola hubungan patron-klien ini adalah nelayan biasa ABK dan nelayan pemilik toke kapal. Diduga yang bertindak sebagai klein adalah nelayan ABK dan patron adalah toke kapal, Pantron-klien akan menyebabkan terjadi ikatan yang saling membutuhkan bagi seorang nelayan biasaABK dan nelayan pemilik Toke Kapal, yang biasanya Patronlah Toke Kapal yang memiliki kekuatan untuk mengatur pertukaran hasil tangkapan ikan dari klien nelayan ABK. Menurut penelitian Sallatang 1982:65, menemukan realitas serupa pada masyarakat nelayan, yang secara umum dikenal sebagai hubungan punggawai-sawai dengan basis pada ketimpangan pengusaha perahu dan alat tangkap tenyata hubungan patron-klien telah terbentuk antara pihak taukecina pedagang dengan nelayan penduduk lokal Universitas Sumatera Utara 4 hubungan tersebut sekaligus merupakan instrument paredaman konflik dan pemeliharaan sistem sosial. Dengan demikian dikarnakan sebagian besar penduduk kota Sibolga bermata pencaharian sebagai seorang nelayan, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai permasalahan yang terjadi antara Anak buah kapal dan Toke Kapal, dalam suatu masyarakat nelayan khususnya menganai hubungan dan sistem produksi. yang berkaitan dengan judul Hubungan ABK dan Toke Kapal khususnya ditangkahan UD. Budi Jaya yang terletak diwilayah pesisir kota Sibolga.

1.2. Tinjauan Pustaka