TEKTONIK DAN EVOLUSI CEKUNGAN
BAB IV TEKTONIK DAN EVOLUSI CEKUNGAN
Peristiwa tektonik Jawa Timur dan pengaruhnya terhadap cekungan- cekungan sedimenter serta fisiografi yang ada disusun ulang berdasarkan pada
konsep tektonik busur gunungapi (Husein, 2013). Resume diberikan dalam Gambar
4.1 di bawah ini.
KURVA EUSTASI PERISTIWA TEKTONIK
100 0m
Berhentinya subduksi slab Oxfordian – Albian; awal kolisi Timor dan Busur Volkanik Banda; puncak pengangkatan Pegunungan Selatan dan Rembang; awal pengangkatan Kendeng bagian barat.
Slab Oxfordian – Albian (awal Yura Atas – akhir Kapur Bawah) tersubduksi secara penuh di bagian timur Palung Sunda; cekungan belakang busur Kendeng kembali mengalami penurunan (subsidence); Pegunungan Selatan dan Rembang mengalami penyesaran bongkah (Rembang Event).
Putusnya slab Albian – Turonian (akhir Kapur Bawah – awal Kapur Atas) di palung subduksi Hindia-Australia; volkanisme
Pegunungan Selatan berkurang; pengangkatan pertama Rembang dan Kendeng (Tuban Event).
Inisiasi kolisi Australia – Sundaland; awal rotasi anti-clockwise Sundaland; awal pembentukan Bayat metamorphic core uplift.
Awal terbentuknya busur gunungapi Oligo-Miosen (Pegunungan Selatan) – cekungan belakang busur (Kendeng).
Inisiasi kolisi India – Asia; berhentinya pemekaran Selat Makassar; subduksi Hindia-Australia terus berjalan.
Inisiasi subduksi Tersier awal; pembentukan cekungan pemekaran (rift basins); pemekaran Selat Makassar.
Tepian benua pasif
Gambar 4 .1. Kolom tektono-stratigrafi Jawa Timur.
Memahami tektonisme Pulau Jawa secara umum dan Jawa Timur khususnya membutuhkan rekonstruksi tektonik lempeng regional semenjak awal Yura Atas (Oxfordian ~ 160 juta tahun lampau), dimana lempeng-lempeng mikro Paparan Sunda (Sundaland) mulai terpisah dari Kontinen Induk Gondwana. Dalam hal ini, acuan utama yang dipergunakan adalah publikasi terakhir dari Hall (2012). Dalam Memahami tektonisme Pulau Jawa secara umum dan Jawa Timur khususnya membutuhkan rekonstruksi tektonik lempeng regional semenjak awal Yura Atas (Oxfordian ~ 160 juta tahun lampau), dimana lempeng-lempeng mikro Paparan Sunda (Sundaland) mulai terpisah dari Kontinen Induk Gondwana. Dalam hal ini, acuan utama yang dipergunakan adalah publikasi terakhir dari Hall (2012). Dalam
Awal Paleosen
Eosen Tengah
Gambar 4 .2. Tatanan lempeng tektonik di awal Tersier (Paleosen) (kiri), dan saat Eosen Tengah (kanan) (Hall, 2012). Label (1) untuk potongan lempeng (slab) kerak samudera berumur Oxfordian - Albian, sedangkan (2) untuk slab kerak samudera berumur Albian - Turonian.
Memasuki Eosen Tengah, proses pemekaran Samudera Hindia mulai akan berlangsung di selatan Benua Australia, menyebabkan mulainya subduksi di Palung Sunda (Gambar 4.2). Gaya kontraksi di sepanjang Palung Sunda menyebabkan terbentuknya berbagai cekungan sedimenter Tersier di Sundaland. Bersamaan dengan surutnya genang laut global, proses sedimentasi syn-rift dapat terbentuk dengan baik di cekungan-cekungan tersebut, termasuk Jawa Timur (Gambar 4.1). Formasi-formasi Wungkal-Gamping dan Nanggulan menandakan aktifnya sedimentasi syn-rift di proto Pegunungan Selatan. Di Jawa Timur utara, Formasi pre-Ngimbang dan Ngimbang diendapkan dengan baik. Seluruh formasi tersebut merekam pengaruh fluktuasi muka laut global dengan adanya ketidakselarasan di akhir Eosen Tengah.
Di akhir Eosen Atas, sedimentasi syn-rift terhenti akibat peristiwa transgresi global (Gambar 4.1). Secara regional, gaya tektonik regangan juga turut
Hal ini juga ditandai dengan berakhirnya proses pemekaran Selat Makassar. Pada akhir Oligosen Bawah proses penunjaman Palung Sunda yang terjadi semenjak Eosen Tengah mulai membentuk busur gunungapi (volcanic arc), yang berada di Zona Pegunungan Selatan (Gambar 4.1). Formasi Kebo-Butak menjadi penanda stratigrafis aktifnya busur gunungapi tersebut. Kehadiran busur gunungapi memicu terbentuknya zona cekungan belakang busur (back-arc basin), yaitu Zona Kendeng. Tidak ditemukan adanya singkapan berumur Oligosen Atas (pra-Pelang) di Zona Kendeng membuat sulitnya melakukan pembuktian terhadap interpretasi ini. Di bagian Jawa Timur utara, bersamaan dengan awal surutnya genang laut pada kala itu, Formasi Kujung mulai diendapkan di lingkungan paparan hingga lereng benua.
Eosen Akhir
Akhir Oligosen Awal
Gambar 4 .3. Tatanan lempeng tektonik di Eosen Akhir (kiri), dan saat Oligosen Awal (kanan) (Hall, 2012).
Saat Oligosen Akhir, kolisi Benua Australia dan Sundaland dimulai (Gambar 4.4). Akibatnya Sundaland mulai mengalami rotasi berlawanan arah jarum jam (anti-clockwise rotation), yang dapat mengaktifkan patahan-patahan batuan alas (basement faults) yang sebelumnya aktif sebagai sesar normal saat periode rifting di Eosen Tengah menjadi sesar geser. Rotasi Oligo-Miosen ini terekam dengan baik di Zona Rembang, dimana sedimentasi batugamping Prupuh di lingkungan terumbu menempati tinggian-tinggian batuan alas (basement horst) yang terinversi naik akibat penyesaran geser mengiringi naiknya genang laut saat itu (Gambar 4.1). Di Pegunungan Selatan, rotasi Sundaland tersebut mempengaruhi karakter vulkanisme yang terjadi, ditandai dengan munculnya Formasi Nglanggran yang
Selain itu, rotasi ini diduga menyebabkan kelanjutan penurunan tektonis Zona Kendeng, yang kemudian memicu munculnya kompleks batuan alas (basement core complex) Bayat di tepian cekungan akibat peluncuran gaya-berat (gravitational gliding) (Husein, 2013).
Oligosen Akhir
Akhir Miosen Awal
Gambar 4 .4. Tatanan lempeng tektonik di Oligosen Akhir (kiri), dan akhir Miosen Bawah (kanan) (Hall, 2012).
Memasuki akhir Miosen Awal, slab kerak samudera Albian-Turonian telah habis dikonsumsi Palung Sunda (Gambar 4.4). Akibatnya slab tersebut terputus dan segmen slab yang baru kemudian tertarik memasuki Palung Sunda dalam sudut penunjaman yang lebih landai. Meskipun slab kerak samudera tersebut berumur Oxfordian-Albian, lebih tua daripada slab sebelumnya, namun ujungnya lebih pendek hingga mampu mengungkit segmen lempeng Sundaland diatasnya. Peristiwa ini menyebabkan berakhirnya periode puncak volkanisme Pegunungan Selatan. Pengangkatan terjadi merata (Gambar 4.1). Di Pegunungan Selatan ditandai dengan sedimentasi batupasir kuarsa Formasi Jaten. Di Zona Rembang, ketidakselarasan yang dihasilkan peristiwa tektonik ini dikenal dengan nama Tuban Event, yang memicu sedimentasi batupasir kuarsa Formasi Ngrayong secara masif dan luas. Di Zona Kendeng meski tidak sedramatik di Zona Rembang maupun Pegunungan Selatan, ditandai dengan sedimentasi Formasi Kerek yang diendapkan pada lingkungan yang lebih dangkal dibandingkan Formasi Pelang.
Pada pertengahan Miosen Akhir, slab Oxfordian-Albian telah masuk ke Palung Sunda secara merata (Gambar 4.5). Karena slab tersebut lebih tua, sehingga Pada pertengahan Miosen Akhir, slab Oxfordian-Albian telah masuk ke Palung Sunda secara merata (Gambar 4.5). Karena slab tersebut lebih tua, sehingga
Miosen Akhir
Pleistosen Awal
Gambar 4 .5. Tatanan lempeng tektonik di Miosen Akhir (kiri), dan akhir Pleistosen (kanan) (Hall, 2012).
Memasuki awal Pleistosen kolisi Timor dengan Busur Volkanik Sunda mulai terjadi (Gambar 4.5). Hal ini memicu pengangkatan regional di Pulau Jawa. Pegunungan Selatan mengalami pengangkatan paling intensif, yang ditunjang dengan tingginya tingkat denudasional pada singkapan batuan gunungapi Oligo- Miosennya. Pengangkatan Pegunungan Selatan ini kemudian diimbangi secara isostatis oleh pembentukan Zona Depresi Solo.
Zona Kendeng mengalami pengangkatan tidak merata, dimana bagian barat mengalami inversi dengan kuat, sedangkan bagian timur justru tetap melanjutkan penurunannya. Hal ini dikontrol oleh perbedaan sudut kemiringan subduksi slab Zona Kendeng mengalami pengangkatan tidak merata, dimana bagian barat mengalami inversi dengan kuat, sedangkan bagian timur justru tetap melanjutkan penurunannya. Hal ini dikontrol oleh perbedaan sudut kemiringan subduksi slab
Periode vulkanisme baru Jawa Timur teridentifikasi hadir pada kala tersebut, kemungkinan berasal dari slab Oxfordian-Albian yang telah memasuki zona pelelehan sebagian (partial melting window). Busur gunungapi baru muncul di sebelah utara busur gunungapi Oligo-Miosen (Pegunungan Selatan), yaitu menempati Zona Solo. Beban deretan tubuh gunungapi Kuarter Awal tersebut memperkuat proses penurunan Depresi Solo. Sejumlah kecil gunungapi Pleistosen Awal muncul di cekungan belakang busur (Zona Kendeng), yaitu Gunungapi Ungaran dan Gunungapi Pandan, bersamaan dengan inversi Zona Kendeng.
Seluruh peristiwa tektonik tersebut di atas terekam dalam kompleksnya pola struktur yang dijumpai di Jawa Timur, baik di permukaan maupun pada batuan dasarnya (Gambar 4.6).
Gambar 4 .2. Pola struktur Pulau Jawa selama Miosen Awal hingga Miosen Akhir (Sribudiyani, et al., 2003).