HARI PERTAMA (13 SEPTEMBER 2014)
V.I. HARI PERTAMA (13 SEPTEMBER 2014)
Jalur: Yogyakarta – Gunung Gajah – Sangiran – Alas Kobong – Kedung Ombo – Purwodadi
Stopsite 1.1. Gunung Gajah
Stop site pertama berada di Desa Gunung Gajah, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Lokasi ini di dalam peta geologi regional lembar Surakarta- Giritontro (Surono, dkk, 1992) dimasukkan di dalam Kompleks Batuan Malihan (KTm). Di lokasi ini dijumpai singkapan hasil bukaan tanah untuk lahan perkebunan, berupa tebing setinggi 1 m hingga 3 m. Singkapan ini menjadi menarik karena dijumpai kontak batuan Paleogen di atas batuan basement berupa filit. Filit ini tersingkap hanya sedikit di tebing sisi barat. Di atas filit ini diendapkan breksi dan di atasnya terendapkan perselang-selingan batupasir karbonatan dan batulanau karbonatan. Pada breksi ini terbentuk inisial dip yang menunjukkan bahwa filit tersebut merupakan alas dari pengendapan breksi tersebut, bukan hanya sekedar blok batuan yang lebih tua masuk ke dalam batuan yang lebih muda seperti pada endapan mélange sedimenter di Karangsambung. Basement ini merupakan alas dari batuan-batuan yang menyusun Pegunungan Selatan. Pada tebing sisi utara yang tersusun oleh batupasir karbonatan terdapat bidang sesar yang berarah relatif barat laut-tenggara. Sedangkan di tebing sisi timur tersusun oleh perselang-selingan batupasir dan batulempung setebal 6 m dan di atasnya terbentuk perulangan batupasir gradasi normal. Pada susunan batuan tersebut terdapat dua sill. Dari pengamatan petrografi dapat diidentifikasi bahwa batuan beku tersebut berupa diabas (Setiawati, 2013).
Sesuatu yang menarik pada lokasi ini selain keberadaan filit sebagai batuan dasar adalah adanya perbedaan urutan batuan pada dua tempat yang berada pada elevasi yang sama dan terpisah jarak yang cukup dekat (lihat Gambar 5.3 & 5.4).
Gambar 5.1. Singkapan di tebing sisi barat, yang ditunjuk panah merah adalah filit sedangkan yang berwarna coklat merupakan batugamping nummulites (kamera menghadap barat).
Gambar 5.2. Close up kontak antara filit dan batugamping nummulites.
Hal yang harus diperhatikan : Perhatikan kontak antara filit dan batugamping di atasnya.
Lihat orientasi batugamping yang ada tepat di atas filit.
Amati jenis batuan beku yang ada di bukaan sisi timur, lihat pula hubungannya dengan batuan sedimen di sekitarnya. Perhatikan sesar yang ada, terutama sesar yang ada di bukaan sisi utara. Pikirkan bagaimana hubungan antara batuan yang berada di ketiga tebing
(bukaan) sisi barat, utara, dan timur. Tugas untuk dikerjakan ketika di stopsite : Ukur strike dan dip batuan di sekitar filit.
Tentukan fasies yang berkembang pada batuan sedimen yang ada. Ukur dan tentukan jenis sesar yang berkembang di lokasi ini. Tentukan bagaimana hubungan antara urutan batuan di tebing barat dan
tebing timur.
Gambar 5.3. Sketsa tebing barat, timur, dan utara.
Gambar 5.4. Log batuan di stopsite Gunung Gajah.
Stopsite
1.2. Sangiran
Stopsite 1.2 berada di Desa Ngampon, Kecamatan Sangiran, Kabupaten Sragen. Singkapan berada di pusat Kubah Sangiran yang telah mengalami pembalikan topografi. Singkapan berupa tebing setinggi 6 meter di tepi persawahan.
Formasi Pucangan tersingkap dengan baik di Dusun Ngampon dengan bagian bawah berupa lahar yang kemudian berubah menjadi batupasir-batulanau dan menjadi batulempung hitam. Pada batulempung hitam dijumpai onggokan fosil moluska yang melimpah. Urutan vertikal batuan di singkapan ini menunjukkan kondisi lingkungan pengendapan transisi (tidal – rawa- rawa tepi pantai) yang diselingi oleh aktifitas pasang tinggi atau badai yang ditunjukkan oleh kehadiran onggokan moluska. Batuan terendapkan pada umur Pliosen Awal berdasarkan kandungan foraminifera plangtonik berupa Globigerinoides immaturus, Gds. ruber, Gds. sacculiferus, Gds. etremus, Gds. trilobus, Globoquadrina altispira, Globorotalia humerosa, Gl. multicamerata, Gl. pseudoopima, Gl. tumida,, Pulleniatina praecusor, P. primalis dan Sphaerodinella subdehiscens.
Di timur dari singkapan ini dijumpai endapan mud volcano yang sudah tidak aktif lagi. Di Zona Kendeng, Randublatung, dan Rembang. batulempung hitam Formasi Pucangan dianggap sebagai salah satu sumber material lumpur dalam mud volcano.
Mud volcano yang mengandung exotic block batuan sedimen berumur eosen (seperti batupasir dan Nummulitic rudstone) dan batuan metamorf (sekis dan filit) sebagai basement batuan. Endapan mud volcano ini terletak dekat dengan pusat kubah, selatan Desa Sangiran yang terbentuk akibat adanya sesar yang memotong jurus perlapisan, membentuk pola radial dari pusat kubah, semakin ke arah pusat semakin banyak dijumpai sesar naik dan sesar turun, dan akibatnya terjadi retakan yang sangat dalam yang memotong perlapisan tua yang bersifat lapuk, karena tersedia celah, maka batuan tersebut mencuat sebagai mud volcano.
Gambar 5.5. Singkapan perselang-selingan batulempung Formasi Pucangan (kamera menghadap barat daya).
Gambar 5.6. Batulempung hitam dan abu-abu yang merupakan ciri Formasi Pucangan, dengan sisipan diatomit dan coquina.
Gambar 5.7. Sketsa singkapan stopsite Sangiran.
Hal yang harus diperhatikan :
Susunan litologi penyusun tebing singkapan, baik jenis maupun hubungan
antar litologi. Sesar pada tebing yang menghadap ke arah utara. Hubungan antara tebing yang menghadap arah utara dan tebing yang
menghadap arah timur. Tugas untuk dikerjakan di stopsite : Tentukan fastes apa saja yang berkembang di stopsite ini.
Cari dan amati lapisan batuan pengandung fosil thanatocoenosis dan
biocoenosis. Tentukan posisi tuf dan diatomit dalam urutan vertikal batuan. Tentukan arah dan jenis sesar yang ada di stopsite ini. Tentukan hubungan antara batuan penyusun tebing yang menghadap utara,
timur, dan barat.
Stopsite 2.3. Alas Kobong
Stopsite 2.3 berada di Desa Alaskobong, Kecamatan Sumberlawang, Kabupaten Sragen. Secara tepat posisi stopsite ini berada pada koordinat UTM 49M 0485439, 9191473. Stopsite ini tersusun oleh Formasi Kerek, berada di sebuah bukit yang disebut Bukit Alaskobong, di mana bukit ini memanjang pada arah timur-barat. Bukit ini terpotong oleh rel kereta api jurusan Surakarta-Gundih yang berarah utara-selatan. Rel kereta api itu membuat bukit ini terbagi menjadi dua sisi, yaitu sisi timur dan sisi barat. Tebing sisi timur lebih terjal dibandingkan dengan tebing sisi barat. Ketinggian tebing ini kurang lebih 12 meter.
Stopsite ini tersusun oleh lapisan tuf setebal 30 cm pada bagian bawah kemudian di atasnya terbentuk perselang-selingan napal tufan dan batupasir halus karbonatan, ketebalan napal rata-rata 1,1 meter dan batupasir halus karbonatan rata-rata 0,4 meter. Ketebalan lapisan batuan pada stopsite ini berdasarkan pengukuran stratigrafi terukur adalah 51 meter. Batupasir karbonatan diperkirakan berumur Miosen Tengah bagian bawah (N8-N9) berdasarkan kehadiran fosil foraminifera plangtonik Globigerinoides sicanus. Lingkungan pengendapan berupa outer shelf berdasarkan fosil Oolina aticulata.
Kerumitan struktur di lokasi ini tercermin dari konfigurasi struktur yang berbeda antara tebing sisi timur dan tebing sisi barat (Husein dkk., 2008a). Pada tebing sisi timur bagian utara dijumpai adanya lipatan berupa antiklin di paling utara dan kemudian sinklin yang cukup besar di selatannya. Antiklin pada bagian ujung utara berasosiasi dengan sesar naik yang diduga terbentuk karena adanya pemendekan (shortening) ketika pembentukan lipatan. Analisis terhadap antiklin tersebut menunjukkan bahwa sumbu antiklin berada pada arah timur tenggara- barat barat laut (N102°E/89°). Analisis pada sinklin di bagian utara tebing timur menunjukkan bahwa arah sumbu sinklin ini relatif timur timur laut-barat barat daya (N64°E). Sedangkan pada tebing timur bagian selatan terlihat lapisan yang mempunyai kemiringan cukup besar yang terpotong oleh sesar geser dekstral dengan zona hancuran yang cukup besar.
Gambar 5.8. Penentuan kedudukan sumbu lipatan Alaskobong dengan metode Marshak dan Mitra (Husein dkk, 2008). (a) Antiklin tebing timur, (b) sinklin tebing timur, (c) sinklin tebing barat.
Berbeda dengan kondisi pada tebing timur, secara keseluruhan tebing barat dari utara selatan merupakan sebuah sinklin yang berdasarkan sudut antar sayapnya sinklin ini berjenis close menurut klasifikasi Fleuty (1964), dengan kedudukan sumbu sinklin berarah timur-barat (N93°E). Berbeda dengan tebing sisi timur bagian utara yang dapat diamati adanya antiklin dan sinklin, pada tebing barat bagian utara kenampakan tersebut tidak ada. Pada tebing barat bagian utara sinklin dan antiklin digantikan oleh lapisan dengan kemiringan relatif besar dengan kedudukan N60°E/48° (Husein dkk, 2008). Pada bagian selatan tebing sisi barat terdapat beberapa sesar naik dengan kedudukan N257°E/44° dan N286°E/56°. Pada lapisan yang terpotong-potong oleh sesar naik ini terdapat struktur lipatan mikro yang menunjukkan adanya gejala pematahan yang terjadi saat pengendapan sedang berlangsung/sin-sedimentasi (Husein dkk, 2008).
Hal yang harus diperhatikan : Orientasi dan dimensi batuan yang menyusun tebing sisi barat dan tebing
sisi timur. Sesar yang memotong seri batuan di stasiun pengamatan Alas Kobong. Drag fold yang dihasilkan oleh sesar naik yang kemudian terekspresikan
sebagai sinklin dan antiklin. Tugas yang harusn dikerjakan di stopsite : Tentukan fasies yang berkembang di setiap sisi tebing.
Gambar 5.9. Mosaik foto tebing timur Bukit Alaskobong, arah utara menghadap kiri foto (Husein dkk, 2008) (A dan B). Zoom in sinklin dan antiklin (kamera menghadap timur) (C).
Stopsite 2.3. Waduk Kedung Ombo
Waduk Kedung Ombo merupakan waduk yang terletak di perbatasan Kabupaten Grobogan, Sragen, dan Boyolali. Namun sebagian besar wilayahnya berada di Kabupaten Sragen. Waduk ini selesai dibangun pada tahun 1989 dan mulai digunakan sejak tahun 1991. Waduk ini membendung sungai – sungai yang berasal dari arah selatan yang berhulu dari lereng Merapi dan Merbabu. Bendungan ini menenggelamkan beberapa bagian desa dan memotong akses terdekat ke Gunung Kemukus dari Jalan Raya Solo – Purwodadi. Bendungan in berdiri di atas batuan Formasi Kerek (Tmk), seperti yang ditunjukkan pada gambar 5.11. bendungan ini dibuat tepat di sebelah utara sesar geser sinistral berarah barat daya
– timur laut. Data dasar dari bendungan ini dapat dilihat pada table di bawah ini :
Tabel 5.1. Data dasar Waduk dan Bendungan Kedung Ombo (Sumber : PSDA, 2006). WADUK
Luas Genangan Volume (juta Kondisi
Elevasi (m)
m kubik) m.a. banjir
(Ha)
986 m.a. normal
723 m.a. minimum
Tipe Bendungan Urugan batu dengan inti tanah Panjang Puncak (m)
Lebar Puncak (m)
Elevasi Puncak (m)
Vol. Bendungan (juta m kubik)
Bendungan ini tergolong bendungan multipurpose karena dibuat untuk berbagai macam tujuan, antara lain untuk PLTA, pengendali banjir di daerah Kudus dan sekitarnya, dan untuk irigasi.
Gambar 5.11. Posisi bendungan Kedung Ombo di peta geologi.
Gambar 5.12. Tubuh bendungan Kedung Ombo (kamera menghadap selatan).