Asas-Asas Hukum dalam Peraturan Presiden yang Mengatur Tentang Sideka
2. Asas-Asas Hukum dalam Peraturan Presiden yang Mengatur Tentang Sideka
Membentuk suatu peraturan perundang-undangan bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan pengetahuan dan wawasan yang luas di bidang hukum untuk dapat membentuk suatu peraturan perundang-undangan. Bahkan, seoarang sarjana hukum (S1) dapat dianggap belum ‘mumpuni’ untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan.
Peraturan perundang-undangan yang merupakan suatu norma hukum tertulis, jelas dalam pemberlakuanya akan mengikat dan mempunyai sifat memaksa kepada masyarakat. Sehingga, untuk membentuk suatu pertauran perundang-undangan selain dibutuhkan keilmuan hukum dan wawasan yang luas, juga dibutuhkan kehati-hatian dalam setiap membentuk suatu peraturana perundang-undangan.
konsep rancangan peraturan presiden
Dalam membentuk suatu perturan perundang-undangan, maka hal yang sangat mendasar harus diketahui dan dipahami secara keilmuan adalah mengenai asas-asas hukum dalam pembentukan perturan perundang-undangan. Asas-asas hukum dimaksud bukan hanya asas-asas hukum yang menjadi dasar (guidance) dalam membentuk peraturan perundang- undangan, 23 tetapi melingkupi juga asas-asas hukum yang menjadi dasar dalam mengatur sesatu hal dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Sebelum membahas mengenai asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan secara mendalam, ada baiknya menguraikan terlebih dahulu mengenai asas hukum. Hal ini penting, agar dalam pembahasan mengani asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan dibedakan antara asas hukum dengan norma/kaidah hukum.
Kaidah hukum perlu dibedakan dari asas hukum. Menurut belleforid, asas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas-asas hukum umum itu merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat. Dalam pandangan Paul Scholten, asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang diiisyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum, merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi tidak boleh tidak harus ada. Lebih lanjut Scholten mengemukakan, asas hukum (rechtsbeginsel) adalah penting untuk dapat melihat “benang merah” dari sistem hukum Kaidah hukum perlu dibedakan dari asas hukum. Menurut belleforid, asas hukum umum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas-asas hukum umum itu merupakan pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat. Dalam pandangan Paul Scholten, asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang diiisyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum, merupakan sifat-sifat umum dengan segala keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi tidak boleh tidak harus ada. Lebih lanjut Scholten mengemukakan, asas hukum (rechtsbeginsel) adalah penting untuk dapat melihat “benang merah” dari sistem hukum
positif yang ditelusuri dan diteliti. Untuk dapat memberikan kejelasan mengenai perbedaan antara norma hukum (rechtsnorm) dan asas hukum (rechtsbeginsel) dalam pembentukan peratuaran perundang-undangan, Paul Scholten mengemukakan, sebuah asas hukum (rechtsbeginsel) bukanlah sebuah aturan hukum (rechtsregel). Untuk dapat dikatakan sebagai aturan hukum, sebuah asas hukum adalah terlalu umum sehingga ia atau bukan apa-apa atau bicara terlalu banyak (of niets of veel te veel zeide). Penerapan asas hukum secara langsung melalui jalan subsumsi atau pengelompokan sebagai aturan tidaklah mungkin, karena untuk itu terlebih dahulu perlu dibentuk isi yang lebih konkrit. Dengan perkataan lain, asas hukum bukanlan huku, namun hukum tidak akan dapat dimengerti tanpa asas-asas tersebut. Asas hukum memang bukan merupakan aturan hukum, karena asas hukum tidak dapat dilaksanakan/dioperasikan langsung terhadap suatu peristiwa dengan menganggapnya sebagai bagian dari aturan umum, dengan cara subsumsi, untuk itu diperlukan isi yang lebih konkrit. Dengan perkataan lain, asas hukum bukanlah hukum, namum hukum tidak akan dapat dimengerti tanpa asas-asas tersebut. 24
Sejalan dengan pemikiran Scholten, menurut Sudikno Mertokusumo asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang- undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dari Sejalan dengan pemikiran Scholten, menurut Sudikno Mertokusumo asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan konkrit yang terdapat dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang- undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dari
peraturan yang konkrit tersebut. 25
Sehubungan dengan sifat dan fungsinya yang berbeda tersebut, asas hukum dan norma hukum memberikan pengaruh yang berlainan terhadap peraturan perundang-undangan. Dalam suatu sistem norma hukum, terdapat hirarki norma-norma secara berjenjang, yang menetapkan bahwa norma yang di bawah adalah abash atau mempunyai daya laku (valid) apabila dibentuk oleh dan berdasar serta bersumber pada norma yang lebih tinggi. Hal itu berlangsung berjenjang-jenjang seterusnya, hingga sampai pada norma yang tertinggi, disebut norma dasar (grundnorm). 26
Pandangan hirarki norma berjenjang tersebut merupakan pandangan yang teori hukum murni yang dikemukana oleh Hans Kelsan. Menurut Arief Sidharta tesis-tesis pokok teori murni tentang hukum yang dikemukakan Hans Kelsen adalah:
Dasar berlakunya suatu norma adalah norma lain yang kedudukannya lebih tinggi. Norma yang melandasi norma yang lebih rendah tidak berlangsung terus-menerus tanpa batas (regressus ad infitium). Pada akhirnya harus ada suatu norma yang dianggap sebagai norma yang tertinggi dan terakhir. Norma tertinggi ini dinamakan grundnorm. Grundnorm tidak masuk dalam tata hukum positif; ia berada di luar dan menjadi landasan (fundasi) tata hukum positif. Grundnorm berfungsi sebagai asas kesatuan yang menjalin keseluruhan norma yang majemuk itu menjadi suatu kesatuan yang utuh. Norma adalah makna sebuah tindakan kemauan, yakni tindakan yang ditujukan pada perilaku Dasar berlakunya suatu norma adalah norma lain yang kedudukannya lebih tinggi. Norma yang melandasi norma yang lebih rendah tidak berlangsung terus-menerus tanpa batas (regressus ad infitium). Pada akhirnya harus ada suatu norma yang dianggap sebagai norma yang tertinggi dan terakhir. Norma tertinggi ini dinamakan grundnorm. Grundnorm tidak masuk dalam tata hukum positif; ia berada di luar dan menjadi landasan (fundasi) tata hukum positif. Grundnorm berfungsi sebagai asas kesatuan yang menjalin keseluruhan norma yang majemuk itu menjadi suatu kesatuan yang utuh. Norma adalah makna sebuah tindakan kemauan, yakni tindakan yang ditujukan pada perilaku
orang lain, sebuah tindakan yang maknanya adalah bahwa bahwa orang atau orang-orang lain seharusnya berperilaku dengan cara tertentu. Norma hukum dibedakan kedalam dua jenis, yakni norma hukum yang menetapkan perilaku yang seharusnya dilakukan atau apa yang seharusnya terjadi jika kondisi tertentu terpenuhi, dan norma hukum yang memberikan kewenangan untuk membentuk norma hukum (normcrating norm). Suatu norma hukum berlaku bukan karena ia mempunyai isi tertentu, melainkan karena ia dibuat menurut cara yang ditetapkan dalam apa yang dianggap grundnorm. 27
Berdasarkan hal di atas, maka jelas asas hukum bukanlah kaidah hukum yang konkrit, melainkan merupakan latar belakang peraturan yang konkrit dan bersifat umum atau abstrak. Dengan demikian, karena asas hukum itu bukanlah norma hukum, maka dia harus dilihat dari fungsinya. Sudikno mengemukakan, asas hukum mempunyai dua fungsi,yaitu fungsi dalam hukum dan fungsi dalam ilmu hukum. Pertama, asas dalam hukum mendasarkan eksistensinya pada rumusan oleh pembentuk undang-undang dan hakim (ini fungsi yang bersifat mengesahkan) serta mempunyai pengaruh yang normatif dan mengikat para pihak. Kedua, asas dalam ilmu hukum hanya bersifat mengatur dan eksplikatif (menjelaskan). Tujuannya adalah member ikhtisar, tidak nromatif sifatnya dan tidak termasuk hukum positif. Sudikno juga mengemukakan, asas hukum juga dapat dibagi menjadi asas hukum umum dan asas hukum. 28
Berkaitan dengan asas-asas dalam pembentukan suatu Berkaitan dengan asas-asas dalam pembentukan suatu
peraturan perundang-undangan, Undang-undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah mengatur asas-asas yang menjadi dasar dalam pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Asas-asas yang diatur dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah sebagaimana diataur dalam Pasal 5 dan Pasal 6, yang menyebutkan:
Pasal 5 Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
i. kejelasan tujuan;
ii. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
iii. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan; iv. dapat dilaksanakan; v. kedayagunaan dan kehasilgunaan; vi. kejelasan rumusan; dan vii. keterbukaan.
Pasal 6 (1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika; f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan. (2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka jelas dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan asas-asas tersebut harus mendasarkan dan mencerminkan asas-asas yang telah diatur tersebut. Ada pun, dalam pembentukan norma yang akan diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan, juga harus mencerminkan asas-asas lain yang sesuai dengan pertauran perundang-undangan yang hendak dibentuk.
Sebagaimana telah diuraikan diatas mengenai asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, maka dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Sistem Informasi Desa Dan Kawasan yang henda disusun, dalam pembentukannya haruslah mendasarkan pada asas-asas yang telah secara tegas diatur dalam UU Pembentukan Pertauran Perundang-undangan. Lebih lanjut, dalam mengatur SIDEKA itu sendiri dalam Rancangan Perpres tentang SIDEKA, maka harus didasarkan juga pada asas-asas yang berkaitan dengan SIDEKA. Ada pun asas- asas yang yang menjadi dasar dalam pengaturan mengenai Sebagaimana telah diuraikan diatas mengenai asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, maka dalam Rancangan Peraturan Presiden tentang Sistem Informasi Desa Dan Kawasan yang henda disusun, dalam pembentukannya haruslah mendasarkan pada asas-asas yang telah secara tegas diatur dalam UU Pembentukan Pertauran Perundang-undangan. Lebih lanjut, dalam mengatur SIDEKA itu sendiri dalam Rancangan Perpres tentang SIDEKA, maka harus didasarkan juga pada asas-asas yang berkaitan dengan SIDEKA. Ada pun asas- asas yang yang menjadi dasar dalam pengaturan mengenai
SIDEKA adalah sebagai berikut:
a. kedaulatan sumber daya dalam negeri;
b. optimalisasi;
c. interoperabilitas;
d. akuntabilitas;
e. profesionalitas;
f. partisipatif;
g. keberlanjutan;
h. Subsidaritas; dan
i. Rekognisi Asas-asas tersebut di atas merupakan asas-asas yang menjadi
dasar pengaturan SIDEKA. Penggunaan asas-asas tersebut adalah agar SIDEKA yang diatur dalam Rancangan Perpres ini nantinya bias berlaku sebagai ius contituendum, tidak hanya sebagai ius constitutum.