Peraturan Presiden sebagai Landasan Hukum SIDEKA

1. Peraturan Presiden sebagai Landasan Hukum SIDEKA

Amanat dalam UU Desa menegaskan bahwa Sistem Informasi Desa dan Kawasan Perdesaan (SIDEKA), perlu dikembangkan dalam rangka desa mendapatkan akses data pembangunan desa dan kawasan perdesaan. Pasal 86 UU Desa menyatakan bahwa: (1) Desa berhak mendapatkan akses melalui sistem Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan; (3) Sistem Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia; (4) Sistem Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan, serta lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan; (5) Sistem Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat Desa dan semua pemangku kepentingan dan; (6) Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota menyediakan perencanaan pembangunan Kabupaten/ Amanat dalam UU Desa menegaskan bahwa Sistem Informasi Desa dan Kawasan Perdesaan (SIDEKA), perlu dikembangkan dalam rangka desa mendapatkan akses data pembangunan desa dan kawasan perdesaan. Pasal 86 UU Desa menyatakan bahwa: (1) Desa berhak mendapatkan akses melalui sistem Desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan; (3) Sistem Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi fasilitas perangkat keras dan perangkat lunak, jaringan, serta sumber daya manusia; (4) Sistem Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi data Desa, data Pembangunan Desa, Kawasan Perdesaan, serta lain yang berkaitan dengan Pembangunan Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan; (5) Sistem Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Pemerintah Desa dan dapat diakses oleh masyarakat Desa dan semua pemangku kepentingan dan; (6) Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota menyediakan perencanaan pembangunan Kabupaten/

Kota untuk Desa. Amanat UU tersebut dengan jelas bahwa desa ada

pengembangan perangkat SIDEKA yang menjadi alat masyarakat dalam pengelolaan pembangunan desa dan kawasan perdesaan secara transparan dan akuntabilitas. Sistem informasi desa selama telah berkembang di beberapa titik desa yang dilakukan oleh pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, relawan desa atau inisiatif desa sendiri ada beberapa model yang dikembangkan.

Salah satu persoalan tersebut muncul karena ketiadaan peraturan pelaksana mengenai sistem informasi desa. Jika merujuk pada ketentuan Pasal 86 UU Desa, maka jelas bahwa UU telah mengamanatkan dengan memberikan hak kepada Desa atas akses melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota serta hak pengelolaan sistem informasi desa. Persoalannya bagaimana desa dapat mengelola sistem informasi desa dalam rangka memenuhi hak desa atas akses informasi? Alih-alih, Padal 86 UU Desa hanya mengamanatkan adanya sistem informasi desa, sedangkan bagaimana pengelolaannya tidak diatur lebih lanjut, bahkan Pasal 86 UU Desa tidak memberikan delegasi untuk mengatur teknis sistem infromasi desa dalam perturan perundang-undangan di bawah Undang-undang. Dengan demikian, Pasal 86 UU Desa telah terjadi kekosongan hukum dalam rangka pelaksanaan Sistem Informasi Desa. Berdasarkan hal tersebut, maka persoalannya semakin mengkerucut, yaitu apa bentuk produk hukum yang tepat untuk mengatur Sistem Salah satu persoalan tersebut muncul karena ketiadaan peraturan pelaksana mengenai sistem informasi desa. Jika merujuk pada ketentuan Pasal 86 UU Desa, maka jelas bahwa UU telah mengamanatkan dengan memberikan hak kepada Desa atas akses melalui sistem informasi desa yang dikembangkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota serta hak pengelolaan sistem informasi desa. Persoalannya bagaimana desa dapat mengelola sistem informasi desa dalam rangka memenuhi hak desa atas akses informasi? Alih-alih, Padal 86 UU Desa hanya mengamanatkan adanya sistem informasi desa, sedangkan bagaimana pengelolaannya tidak diatur lebih lanjut, bahkan Pasal 86 UU Desa tidak memberikan delegasi untuk mengatur teknis sistem infromasi desa dalam perturan perundang-undangan di bawah Undang-undang. Dengan demikian, Pasal 86 UU Desa telah terjadi kekosongan hukum dalam rangka pelaksanaan Sistem Informasi Desa. Berdasarkan hal tersebut, maka persoalannya semakin mengkerucut, yaitu apa bentuk produk hukum yang tepat untuk mengatur Sistem

Informasi Desa, agar ketentuan Pasal 86 UU Desa dapat dilaksanakan?

Dalam menjawab persoalan tersebut, maka ada baiknya melihat hirarki peraturan perundang-undangan berdasarkan UU. No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan. Dalam Pasal 7 disebutkan:

(1) Jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;

d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan

g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Merujuk pada ketentuan Pasal 7 UU No. 12 tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka pertauran perundang-undangan setelah undang-undang adalah Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden. Dengan demikian, merujuk pada Pasal 86 UU Desa serta Pasal 7 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka ada 2 (dua) produk hukum yang dapat digunakan untuk mengatur mengenai Sistem Informasi Desa, yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden.

makalah akademik

Lebih lanjut, untuk melihat mana diantara dua produk hukum yang tepat dan memungkinkan untuk mengatur Sistem Informasi Desa sebagai pelaksanaan dari Pasal 86 UU Desa, maka perlu sekiranya mengkaji terlebih dahulu kedua bentuk produk hukum tersebut.

1. Peraturan Pemerintah Ketentuan Pasal 5 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya”. Ketentuan konstitusi tersebut selanjutnya ditegaskan dalam UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Dalam Pasal 1 angka 5, disebutkan bahwa Definisi Peraturan Pemeirntah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya. Lebih lanjut, materi muatan dari Peraturan Pemerintah itu sendiri sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 12 UU No. 12 tahun 2011, yaitu Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang- Undang sebagaimana mestinya. Dalam penjelasan Pasal

12 tersebut dijelaskan bahwa “Yang dimaksud dengan “menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya” adalah penetapan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan perintah Undang-Undang atau untuk menjalankan Undang-Undang sepanjang diperlukan dengan tidak menyimpang dari materi yang diatur dalam Undang-Undang yang bersangkutan”.

konsep rancangan peraturan presiden

Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, Peraturan Pemerintah dibuat oleh Presiden hanya untuk melaksanakan undang-undang. Tidak ada Peraturan Pemerintah dibuat untuk melaksanakan UUD 1945, atau semata-mata didasarkan pada kewenangan mandiri (origi- nal power) Presiden membentuk peraturan perundang- undangan. Menurut Ni’matu Huda, yang dimaksud dengan “melaksanakan undang-undang”, bahwa Peraturan Pemerintah hanya berisi ketentuan lebih lanjut (rincian) dari ketentuan-ketentuan yang telah terdapat dalam undang-undang. Dengan perkataan lain setiap ketentuan dalam Peraturan Pemerintah harus berkaitan dengan satu atau beberapa ketentuan undang-undang. Jelas bahwa materi muatan Peraturan Pemerintah adalah keseluruhan materi muatan undang-undang yang dilimpahkan kepadanya. 16

Dengan demikian, jelas bahwa Peraturan Pemerintah dibentuk berdasarkan delegasi dari undang-udang. Artinya, undang-undang harus mencantumkan secara tegas apabila menghendaki diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Persoalanya bagaimana jika Undang-undang tidak menyebut secara tegas untuk diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah?

Dalam pandangan A. Hamid Attamimi sebagaimana dikutip oleh Ni’matul Huda mengatakan: 17

“Suatu Peraturan Pemerintah dapat dibentuk meski “Suatu Peraturan Pemerintah dapat dibentuk meski

undang-undang yang bersangkutan tidak memintanya dengan tegas, atau meski undang- undang itu tidak menyatakan dalam ketentuannya tentang perlunya sebuah Peraturan Pemerintah. Meskipun Peraturan Pemerintah merupakan peraturan delegasian dari undang-undang, dan mendelegasikan kewenangan memerlukan pernyataan yang tegas, namun dalam hal Peraturan Pemerintah ini pendelegasian kewenangan itu sudah “dilakukan” secara tidak langsung dalam UUD 1945 Pasal 5 ayat (2) dalam wujud kekuasaan reglementer. Sebaliknya Peraturan Pemerintah tidak dapat dibentuk meski kekuasaan reglementer sudah diberikan oleh UUD 1945, menginagt sifat dan hakikat Peraturan Pemerintah yang berfungsi menjalankan undang-undang tersebut.”

Pandangan Attamimi tersebut terlihat lebih realistik, mengingat banyaknya undang-undang yang masih membutuhkan Peraturan Pemerintah, tetapi dalam undang-undang tersebut kadang tidak tercantum dengan tegas ‘diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah’, menyebabkan Peraturan Pemerintah memang harus bisa hadir untuk memenuhi kekosongan hukum, agar implementasi suatu norma dalam undang-undang dapat berjalan dengan berdasarkan ketentuan hukum itu sendiri.

Dalam pandangan Atamimi tersebut memang dimungkinkan untuk membentuk Peraturan Pemerintah, Dalam pandangan Atamimi tersebut memang dimungkinkan untuk membentuk Peraturan Pemerintah,

walau undang-undang tidak menghendakinya secara langsung. Akan tetapi, hal yang harus diperhatikan ialah perlunya batasan dalam membentuk Peraturan Pemerintah yang undang-undang tidak secara tegas menghendakinya. Beberapa hal yang harus menjadi batasan membentuk Perturan Pemerintah, dalam hal undang-udang tidak menghendakinya secara langsung, yaitu: 18

a. Materi muatan mengandung hal-hal yang menyangkut hak dan kewajiban rakyat banyak, atau dalam batas-batas tertentu berkaitan dengan hak asasi atau salah satu hak yang dijamin UUD 1945.

b. Berfungsi untuk melaksanakan undang-undang.

c. Materinya tidak mengubah atau tidak menambah dan mengurangi, serta tidak mnyisipi suatu ketentuan dan juga tidak boleh memodifikasi materi dan pengertian yang telah ada dalam undang-undang yang menjadi induknya

d. Tidak berisi penetapan semata. Harus merupakan peraturan (regeling) atau kombinasi peraturan dan penetapan (beschikking).

Seperti yang telah diuaraikan di atas, dalam hal suatu undag-undang tidak menyebut tegas ‘diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah’, maka Presiden dapat membentuk suatu Perturan Pemerintah. Akan tetapi, yang patut untuk dijadikan catatan, walau Konstitusi memberikan wewenang reglementer kepada Presiden Seperti yang telah diuaraikan di atas, dalam hal suatu undag-undang tidak menyebut tegas ‘diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah’, maka Presiden dapat membentuk suatu Perturan Pemerintah. Akan tetapi, yang patut untuk dijadikan catatan, walau Konstitusi memberikan wewenang reglementer kepada Presiden

untuk membentuk suatu Peraturan Pemerintah, UU No.

12 tahun 2011 telah mengatur dengan tegas bahwa Peraturan Pemerintah dibentuk untuk menjalankan undang-undang. Artinya, tidak lain dan tidak bukan, bahwa kewenangan membentuk Peraturan Pemerintah bukan kewenangan regelementer yang mandiri (original power) Presiden, melainkan kewenangan reglementer yang bersifat atribusi (perlu adanya delegasi yang tegas dan jelas dari UU). Dengan demikian, Peraturan Pemerintah adalah suatu bentuk peraturan perundang-undangan untuk menjalankan undang-undang yang dibentuk dengan mendasarkan pada adanya perintah dalam UU tersebut, yang menghendaki diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah. Kehendak tersebut harus jelas dan tegas disebutkan dalam undang-undang.

2. Peraturan Presiden Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribusi dari Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Ketentuan konstitusi tersebut meyatakan secara tegas bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan mendasarkan pada ketentuan tersebutlah, maka Presiden berwenang untuk mengeluarkan Peraturan Presiden. Ketentuan konstitusi tersebut, lebih lanjut terderevasi dalam Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011, yang mengatur tentang materi muatan Peraturan Presiden. Ketentuan Pasal 13 UU No. 12 tahun 2001 tersebut menyatakan 2. Peraturan Presiden Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara sebagai atribusi dari Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Ketentuan konstitusi tersebut meyatakan secara tegas bahwa “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan Pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar.” Dengan mendasarkan pada ketentuan tersebutlah, maka Presiden berwenang untuk mengeluarkan Peraturan Presiden. Ketentuan konstitusi tersebut, lebih lanjut terderevasi dalam Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011, yang mengatur tentang materi muatan Peraturan Presiden. Ketentuan Pasal 13 UU No. 12 tahun 2001 tersebut menyatakan

bahwa:”Materi muatan Peraturan Presiden berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang, meteri untuk melaksankan Peraturan Pemerintah, atau meteri untuk melaksanakan penyelenggaraan kekuasaan pemerintah”. Kemudian dalam penjelasan Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011 tersebut dijelaskan bahwa:”Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan peraturan lebih lanjut perintah Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya”.

Penjelasan Pasal 13 UU No. 12 Tahun 2011 tersebut diatas menyatakan bahwa Peraturan Presiden dapat dibentuk untuk menyelenggarakan peraturan lebih lanjut perintah Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah secara tegas maupun tidak tegas diperintahkan pembentukannya. Peraturan Presiden adalah peraturan yang dibuat oleh Presiden dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagai atribusi dari Pasal 4 Ayat (1) UUD 1945. Peraturan Presiden dibentuk untuk menyelenggarakan peraturan lebih lanjut perintah Undang-Undang atau peraturan pemerintah baik secara tegas maupun tidak tegas diperintahakan pembentukannya. 19

Dengan demikian, materi muatan Peraturan Presiden ada

3 (tiga) jenis, yaitu: 20

1. Yang diperoleh dari kewenangan atribusi yang dimiliki Presiden dalam rangka penyelenggaraan 1. Yang diperoleh dari kewenangan atribusi yang dimiliki Presiden dalam rangka penyelenggaraan

pemerintahan negara. Materi muatan Perpres ini yang didasarkan langsung pada ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945, yang mengatribusikan kewenangan umum pengaturan oleh Presiden dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara yang bersifat pengaturan dan mandiri. Materi keputusan yang demikian tidak tertentu linkupnya.

2. Yang didasarkan pada UU yang memerintahkan untuk diatur lebih lanjt dengan Perpres.

3. Yang didasarkan pada PP yang mendelegasikan kewenangan pengaturan lebih lanjut kepada Perpres. Materi muatan Peraturan Presiden yang demikian tertentu lingkupnya.

Menurut Jimly Asshiddiqie, penjelasan Pasal 13 itu harus dipahami dalam arti “diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”. Misalnya undang-undang menentukan bahwa ketentuan mengenai pelaksanaan pasal sekian “diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden”, atau dapat pula dinyatakan “diatur lebih lanjut oleh pemerintah”. Contoh pertama adalah diperintah yang bersifat tegas, sedangkan contoh kedua adalah perintah yang tidak tegas. Perintah yang tegas langsung menyebut bentuk hukum Peraturan Presiden sebagai bentuk penuangan norma peraturan pelaksanaan undang-undang itu. Sedangkan dalam contoh kedua, pengaturannya diserahkan kepada pemerintah yang dapat saja menetukan bentuk peraturan mana yang dianggap tepat. Misalnya pemerintah dapat menuangkan norma Menurut Jimly Asshiddiqie, penjelasan Pasal 13 itu harus dipahami dalam arti “diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi”. Misalnya undang-undang menentukan bahwa ketentuan mengenai pelaksanaan pasal sekian “diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden”, atau dapat pula dinyatakan “diatur lebih lanjut oleh pemerintah”. Contoh pertama adalah diperintah yang bersifat tegas, sedangkan contoh kedua adalah perintah yang tidak tegas. Perintah yang tegas langsung menyebut bentuk hukum Peraturan Presiden sebagai bentuk penuangan norma peraturan pelaksanaan undang-undang itu. Sedangkan dalam contoh kedua, pengaturannya diserahkan kepada pemerintah yang dapat saja menetukan bentuk peraturan mana yang dianggap tepat. Misalnya pemerintah dapat menuangkan norma

hukum dimaksud delam bentuk Peraturan Pemerintah ataupun Peraturan Presiden (Perpres). 21

Materi muatan Peraturan Presiden (berupa peraturan perundang-undangan) sebagai perwujudan kekuasaan asli Presiden, terutama mencakup semua kekuasaan Presiden untuk menjalankan pemerintahan (administrasi negara), baik yang bersifat instrumental maupun yang bersifat pemberian “jaminan” terhadap rakyat. Sedangkan materi muatan Peraturan Presiden yang bersumber pada delegasi akan terdiri dari materi muatan yang didelegasikan tersebut.

Dari pembahasan di atas sangat jelas bahwa, Presiden seyogyanya dapat menentukan sendiri norma-norma aturan kebijakan atau policy rules (beleides regels) yang diperlukan untuk menjalankan undang-undang. Jika Pemerintah dibatasi terlalu kaku, sehingga tidak diijinkan mengatur pelaksanaan tugasnya sendiri, kecuali apa yang sudah ditentukan secara normatif oleh undang-undang, mana pemerintah akan berjalan lamban dan kaku, atau malah menjadi lame duck government yang tidak dapat efektif bekerja, terutama dalam rangka meningkatkan pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat. 22

Berdasarkan uraian mengenai 2 (dua) bentuk produk peraturan perundang-undangan tersebut di atas, maka Sistem Informasi Desa lebih lanjut dapat diatur dalam Peraturan Presiden. Pilihan terhadap Peraturan Presiden didasarkan atas Pasal 86 ayat (2) Berdasarkan uraian mengenai 2 (dua) bentuk produk peraturan perundang-undangan tersebut di atas, maka Sistem Informasi Desa lebih lanjut dapat diatur dalam Peraturan Presiden. Pilihan terhadap Peraturan Presiden didasarkan atas Pasal 86 ayat (2)

UU Desa, yang menyatakan “Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib mengembangkan sistem informasi Desa dan pembangunan Kawasan Perdesaan”. Ketetuan tersebut jelas mengamanatkan kepada Pemerintah untuk wajib mengembangkan sistem informasi desa. Dengan demikian, oleh karena Pasal 86 UU Desa tidak menghendaki mengatur kewajiban Pemerintah tersebut dengan Peraturan Pemerintah, maka pengaturan kewajiban Pemerintah untuk mengembangkan Sistem Informasi Desa dapat diatur dengan Peraturan Presiden.