TNI (Tentara Nasional Indonesia).
12. TNI (Tentara Nasional Indonesia).
13. Kepolisian Republik Indonesia.
14. Dewan Pertimbangan Presiden. Dalam negara hukum yang demokratik, hubungan antara infra
struktur politik (Socio Political Sphere) selaku pemilik kedaulatan (Political Sovereignty) dengan supra struktur politik (Governmen- tal Political Sphere) sebagai pemegang atau pelaku kedaulatan rakyat menurut hukum (Legal Sovereignty), terdapat hubungan yang saling menentukan dan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, hubungan antar dua komponen struktur ketatanegaraan tersebut ditentukan dalam UUD, terutama supra struktur politik telah ditentukan satu sistem, bagaimana kedaulatan rakyat sebagai dasar kekuasaan tertinggi negara itu dibagi-bagi dan dilaksanakan oleh lembaga-lembaga negara. 46
Membaca Pasal 86 UU Desa, pertanyaan yang muncul perlukah lembaga/badan yang mempunyai tugas dalam rangka pelaksanaan Pasal 86 UU Desa? Jika perlu adanya lembaga/badan tersebut, maka siapa lembaga koordinasi dari pelaksanaan ketentuan tersebut?
Ketentuan Pasa 86 UU Desa memang telah memberikan amanat Ketentuan Pasa 86 UU Desa memang telah memberikan amanat
untuk diadakannya Sistem Informasi Desa, hanya saja ketentuan tersebut memberikan amanat untuk melaksanakan Sistem Informasi Desa tidak tegas. Jika dikaji lebih dalam, Pasal 86 UU Desa telah membelah 2 (dua) kewenangan dalam pelaksanaan Sistem Infromasi Desa, yaitu pertama adalah kewenangan untuk melakukan pengembangan terhadap sistem infromasi desa, di mana delegasi tersebut diberikan oleh UU kepada Pemrintah/ Pemerintah Daerah. Kedua, kewenangan mengelola Sistem Informasi Desa yang diberikan delegasinya oleh UU kepada Pemerintah Desa.
Adanya pembelahan kewenangan dalam Pasal 86 UU Desa, jelas merupakan suatu persoalan dalam implementasi Sistem Informasi Desa. Dengan demikian, maka bagaimana harmonisasi kewenangan antara Pemerintah/Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Desa dapat terjalin? Belum lagi Sistem Infromasi Desa dalam pelaksanaanya akan melibatkan di seluruh Desa yang ada di Indonesia, yang hingga saat ini jumlahnya sudah sampai ±72 ribu desa. Hal tersebut jelas bukan merupakan suatu hal yang tidak mudah untuk dilaksanakan.
Dalam Pasal 86 UU Desa memang mengamatkan kepada Pemerintah/Pemerintah Daerah untuk melakukan pengembangan terhadap Sistem Informasi Desa, kemudian memberikan kewenangan juga kepada Pemerintah Desa untuk melakukan pengelolaan Sistem Informasi Desa tersebut. Akan tetapi, melihat dan mebayangkan kondisi riil dalam implementasi Sistem Infromasi Desa di ±72 ribu desa yang ada di Indonesia, maka bagaimana koordinasi pelaksanaan Sistem Informasi Desa Dalam Pasal 86 UU Desa memang mengamatkan kepada Pemerintah/Pemerintah Daerah untuk melakukan pengembangan terhadap Sistem Informasi Desa, kemudian memberikan kewenangan juga kepada Pemerintah Desa untuk melakukan pengelolaan Sistem Informasi Desa tersebut. Akan tetapi, melihat dan mebayangkan kondisi riil dalam implementasi Sistem Infromasi Desa di ±72 ribu desa yang ada di Indonesia, maka bagaimana koordinasi pelaksanaan Sistem Informasi Desa
di ±72 ribu desa dapat terlaksana? Kementrian/Lembaga apa yang dapat melakukan koordinasi dalam melaksanakan Sistem Infromasi Desa di ±72 ribu desa.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa pelaksanaan Sistem Infromasi Desa nantinya akan melibatkan sejumlah lembaga baik kementrian maupun lembaga non kementrian dalam mendukung terlaksananya Sistem Informasi Desa. Artinya, implementasi Sistem Informasi Desa merupakan suatu kegiatan yang lintas sektoral. Kemudian, jumlah keberadaan desa yang hingga saat ini mencapai ±72 ribu desa adalah suatu persoalan yang riil dalam implementasi Sistem Infromasi Desa.
Berdasarkan hal tersebut, untuk menyamakan misi, tujuan, dan keseragaman langkah serta kebijakan dalam implementasi Sistem Infromasi Desa diperlukan suatu lembaga khusus yang berfungsi koordinasi. Lembaga tersebut dapat berupa Lembaga/ Badan Non-Kementrian yang berkoordinasi di bawah satu lembaga Kementrian. Dengan kata lain, jika memerhatikan ragam Sistem Infromasi Desa yang diatur dalam Pasal 86 UU Desa, maka keberadaan lembaga/badan koordinasi tersebut sangat jelas urgensinya untuk dibentuk, di mana koordinasinya dapat berada di bawah koordinasi Kementrian Komunikasi Dan Informatika.
makalah akademik
Catatan Akhir
1 Lihat dalam Sri Soemantri Martoseewignjo, Sistem-Sistem Pemerintahan Negara-Negara ASEAN, Tarsito, Bandung, 1976. hal 3
2 Didik Sukriono, Pembaharuan Hukum Pemerintah Desa, Setara Press, Malang, 2010.
3 P. J. Zoetmulder dan S.O. Robson, Kamus Jawa Kuno Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2006, hal 212
4 T im Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan bekerjasama dengan Balai Pustaka, Edisi Kedua, Cet. VII, Jakarta , 1995,hal 226
5 Ni’matul Huda, Hukum Pemerintahan Desa “Dalam Konstitusi Indonesia Sejak Kemardekaan Hingga Era Reformasi“, Setara Press,
Malang, 2015, hal 33
6 Ateng Syafrudin dan Suprin Na’a, Republik Desa, Pergulatan Hukum Tradisional dan Hukum Modern Dalam Desain Otonomi Desa, PT Alumni,
Bandung, 2010, hal 2-3 7 Ni’matul Huda, Op cit, hal 32-33
8 HAW. Widjaja, Otonomi Desa Merupakan Otonomi Yang Asli Bulat dan Utuh, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 3
9 Ni’matul Huda, Op cit, hal 34 10 Ibid, hal 35 11 Ibid, hal 35-36
12 Dapat dikatakan bahwa UU Desa adalah produk dari suatu gerakan yang sejak awalnya hendak menempatkan desa bukan sebagai alas kaki,
atau sekedar sebagai obyek, melainkan sebagai subyek, dan pembangunan hendaknya mulai desa.Gerakan yang dimaksud, sebagian adalah gerakan yang telah lama mengambil prakarsa, sejak di masa kekuasaan Orde Baru, yang melihat bahwa penyeragaman merupakan masalah besar. Sebagian yang lain adalah gerakan yang berkembang paska reformasi, khususnya yang beriring dengan lahirnya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah mengakui adanya kesalahan konstitusional melalui melalui UU No.5 tahun 1979. Juga atau sekedar sebagai obyek, melainkan sebagai subyek, dan pembangunan hendaknya mulai desa.Gerakan yang dimaksud, sebagian adalah gerakan yang telah lama mengambil prakarsa, sejak di masa kekuasaan Orde Baru, yang melihat bahwa penyeragaman merupakan masalah besar. Sebagian yang lain adalah gerakan yang berkembang paska reformasi, khususnya yang beriring dengan lahirnya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah mengakui adanya kesalahan konstitusional melalui melalui UU No.5 tahun 1979. Juga
gerakan yang dilakukan oleh masyarakat desa sendiri, terutama yang diwakili oleh berbagai organisasi pemerintahan desa.
13 Lihat: http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem 14 Kita berpandangan bahwa sudah waktunya desa melengkapi diri
dengan suatu kemampuan baru yang mengekpresikan kesadaran ruang dan waktu.Kesadaran ruang dalam tata kelola pemerintahan bermakna sebagai suatu kemampuan untuk menerapkan tindakan-tindakan “pembangunan” yang sesuai dengan keadaan alam dan daya dukung lingkungannya.Kesadaran ini bukan saja membantu desa untuk mengurus diri secara benar, berdasarkan kenyataan-kenyataan, namun juga mampu bersikap kritis terutama terhadap berbagai jenis intervensi yang tidak mempertimbangkan kenyataan-kenyataan desa, dan berpotensi merusak daya dukung lingkungan desa.Untuk memperkuat kesadaran baru tersebut, desa membutuhkan peralatan (teknologi), sedemikian sehingga penglihatan desa dalam meliputi seluruh kawasan, baik di atas maupun di bawah permukaan bumi (desa). Kesadaran waktu.
15 Lihat Sistem Informasi Desa, Sistem Informasi dan Data untuk Pembaruan Desa, 2012, diterbitkan CRI dan TIFA, disusun oleh Ranggoaini
Jahja, Dina Mariana, Haryana,dan Meldi Rendra. Dalam buku termuat pula alur sejarah pemikiran SID, yang dimulai sejak tahun 2006.Pengembangan SID sendiri tekankan sebagai suatu Namun demikian seperti yang diulas di awal bagian ini kelahiran SID berangkat dari kebutuhan untuk memperbaiki kapasitas dalam menyimpan data, memanggil data dan mengolah data tentang desa.Aspek efektifitas dan efisiensi inilah yang menjadi penekanan latar belakang lahirnya SID.(p.20). Adapun SID dirumuskan sebagai sebuah platform teknologi informasi komunikasi untuk mendukung pengelolaan sumber daya komunitas di tingkat desa. Dikatakan bahwa inisiatif ini bersifat terbuka bagi siapa saja yang akan bergabung dalam gerakan membangun kemandirian komunitas. Konsep pengelolaan sumber daya ini berada dalam payung besar gagasan Lumbung Komunitas yang dikelola oleh COMBINE Resource Institution. (lihat: http://lumbung.combine.or.id/). Juga Gerakan Desa Membangun yang mengembangkan program penggunaan domain desa.id. Pada alamat http://desamembangun.or.id/ termuat ajakan: Mari dukung program #1000web desa gratis dengan Jahja, Dina Mariana, Haryana,dan Meldi Rendra. Dalam buku termuat pula alur sejarah pemikiran SID, yang dimulai sejak tahun 2006.Pengembangan SID sendiri tekankan sebagai suatu Namun demikian seperti yang diulas di awal bagian ini kelahiran SID berangkat dari kebutuhan untuk memperbaiki kapasitas dalam menyimpan data, memanggil data dan mengolah data tentang desa.Aspek efektifitas dan efisiensi inilah yang menjadi penekanan latar belakang lahirnya SID.(p.20). Adapun SID dirumuskan sebagai sebuah platform teknologi informasi komunikasi untuk mendukung pengelolaan sumber daya komunitas di tingkat desa. Dikatakan bahwa inisiatif ini bersifat terbuka bagi siapa saja yang akan bergabung dalam gerakan membangun kemandirian komunitas. Konsep pengelolaan sumber daya ini berada dalam payung besar gagasan Lumbung Komunitas yang dikelola oleh COMBINE Resource Institution. (lihat: http://lumbung.combine.or.id/). Juga Gerakan Desa Membangun yang mengembangkan program penggunaan domain desa.id. Pada alamat http://desamembangun.or.id/ termuat ajakan: Mari dukung program #1000web desa gratis dengan
domain DESA.ID periode II 2014 yang digagas oleh Gerakan Desa Membangun dan pelbagai elemen pegiat pemberdayaan desa lainnya di Indonesia.
16 Ni’matul Huda dan R. Nazriyah, Teori Dan Pengujian Peraturan Perundang-undangan, Nusa Media, Bandung, 2011, hal 103
17 Ibid, hal 103-104 18 Ibid, hal 105-106 19 Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Rajawali Pres, Jakarta,
2010, hal 151. 20 Ni’matul Huda dan R. Nazriyah, Op cit, hal 108
21 Jimly Asshiddiqie, Op cit, hal 152 22 Ni’matul Huda dan R. Nazriyah, Op cit, hal 110.
23 Lihat dalam Undang-undang No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
24 Ni’matul Huda dan R. Nazriyah, Op cit, hal 20-21 25 Ibid. 26 Ibid, hal 22 27 Lili Rasjidi dan B. Arief Sidharta (Penyunting), Filsafat Hukum
Mazhab dan Refleksinya, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 1994, hal 59 28 Op cit, hal 23
29 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Cetakan Kedua, Konstitusi Press, Jakarta, 2006,
hal 31 30 Ibid, hal 32
31 Ibid, 32-33
32 Arifin Firmansyah dkk, Lembaga Negara dan Senketa Kewenangan Antar Lemaga Negara, Konsursium Reformasi Hukum Nasional, Jakarta,
2005, hal 31 33 Ibid.
34 http://id.wikipedia.org/wiki/Lembaga_negara
35 Artikel Presentasi Adriana Grahani Firdausy, di unduh dari: google.co.id/url?sa=t&source=web&cd=8&ved=0CCoQF jAH&url=
http%3A%2F%2Fadrianafirdausy.staff.hukum.uns.ac.id%2Ffiles%2F2010% 2F03%2Fkd-i-b.ppt&ei=_EZWTPqxMo2XrAfg4tTyAw&usg=AFQjCNGCZk SNoE5APEysHcxBarJkphTTHA http%3A%2F%2Fadrianafirdausy.staff.hukum.uns.ac.id%2Ffiles%2F2010% 2F03%2Fkd-i-b.ppt&ei=_EZWTPqxMo2XrAfg4tTyAw&usg=AFQjCNGCZk SNoE5APEysHcxBarJkphTTHA
36 Jimly Asshiddiqie, Perkembangan..., Op cit, hal 36 37 Ibid, hal 37-38
38 Ibid, hal 42-43 39 http://kanekzoke.blogspot.com/
40 www.legalitas.org/Eksistensi%20Lembaga%20Negara%20 Berdasarkan%20Undang-Undang%20Dasar%20Negara%20Republik%20
Indonesia%20Tahun%201945 41 Arifin Firmansyah dkk, Op cit, hal 32
42 www.legalitas.org, Loc cit. 43 Sri Soemantri, Lembaga-lembaga Negara Menurut UUD 1945
, Alumni, Bandung. 1986, hal 59 44 Bintan R. Saragih, Makalah diskusi “Komisi-Komisi Negara Negara
dalam Sistem Pemerintahan yang Berubah“, (KRHN), Jakarta, 2004, hal 57
45 Arifin Firmansyah dkk, Op cit, hal 72. 46 http://www.legalitas.org/, Loc cit.
BAB IV BAB IV BAB IV BAB IV BAB IV
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN SIDEKA Dalam Rancangan Peraturan Presiden Republik Indonesia tentang Tata Kelola SIstem Informasi Desa dan Kawasan Perdesaan Bebasis Elektronik