KUNTOWIJOYO DALAM DISKURSUS KEILMUAN MUSLIM KONTEMPORER

D. KUNTOWIJOYO DALAM DISKURSUS KEILMUAN MUSLIM KONTEMPORER

Secara umum harus diakui bahwa dalam perdebatan sekitar Islam dan ilmu ini, keterlibatan intelektual Indonesia umumnya sangat minim, meski juga bukan berarti tidak ada

68 Haidar Bagir dan Zainal Abidin, “Filsafat Sains Islami: Kenyataan atau Khayalan”, pengantar dalam buku Mahdi Ghulsyani, Filsafat Sains Menurut Al-Qur’an, terj.

Agus Effendi (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 24.

69 Lihat Abdul Hadi, “Sajak-sajak Iqbal dan Renaisans Asia”, dalam Republika Online edisi Februari 1999.

DR. Muhammad Zainal Abidin, M. Ag.

yang merespons terhadap gagasan ini. Bahkan, respons yang dilakukan pada beberapa tahun terakhir di negeri kita ini sudah tidak semata lagi dalam bentuk wacana, tetapi sudah pada tingkat implementasi. Maraknya ekonomi Islam, perbankan syariah, psikologi Islam, kiranya tidak lepas dari produk gagasan Islamisasi ilmu.

Meski demikian, tetap saja tema ini berada pada posisi yang marjinal dan belum menjadi perhatian utama bagi intelektual muslim Indonesia, kecuali beberapa waktu belakangan seiring dengan perubahan beberapa IAIN menjadi UIN, dengan amunisi tambahan dari UIN Malang yang telah mencanangkan persoalan Islam dan ilmu menjadi fokus kajian dari akademisi mereka. Secara umum kajian tentang tema Islam dan ilmu di pan dang lebih menjadi milik para pemikir muslim yang ada di Malaysia, Amerika Utara (USA), Inggris, Mesir, dan Pakistan serta beberapa negara lainnya yang secara kebetulan meng gunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar

dalam menuangkan gagasan-gagasannya. 70 Sementara, untuk Indonesia, lebih sering dianggap sebagai “pemain iguran” yang tidak terlibat secara langsung dengan diskusi ini. Padahal tema ini juga meski dalam intensitas yang berbeda, juga ramai diperbincangkan oleh intelektual muslim di Indonesia.

Salah satu tokoh yang berbicara tentang tema ini, yaitu Kuntowijoyo, yang mengemukakan gagasan mengenai para- digma Islam dan pengilmuan Islam, terkait dengan wacana mengenai Islam dan ilmu. Konsern Kuntowijoyo terkait dengan tema ini memang bukan pada keseluruhan bidang ilmu, tetapi lebih khusus terkait dengan keilmuan humaniora atau ilmu- ilmu sosial yang berhubungan secara langsung dengan problem

70 Salah satu kajian yang memotret dinamika perdebatan seputar Islam dan ilmu pengetahuan ini dalam konteks negara Malaysia dan Mesir dilakukan oleh Mona

Abaza dalam bukunya Debates on Islam and Knowledge in Malaysia and Egypt Shifting World (London: Routledge Curzon, 2002).

Biograi dan Seing Sosio-Poliik Pemikiran Keilmuan Kuntowijoyo

kemanusiaan, meski dalam paparannya ia juga tidak menaikan bidang ilmu-ilmu yang lain seperti halnya ilmu kealaman.

Paradigma Qur’ani yang dimaksudkan Kuntowijoyo di sini, yaitu bagaimana Alquran sebagai sumber utama ilmu dalam Islam dapat lebih fungsional bagi umat Islam itu sendiri. Ada pun pengilmuan Islam, yang merupakan penjelasan lebih lanjut dari gagasan paradigma Qur’ani, yaitu bagaimana upaya untuk melahirkan ilmu yang berpijak pada ajaran Islam itu sendiri. Islam atau dalam konteks ini Alquran, hendak dijadikan dasar bagi perumusan ilmu. Pemikiran ini sendiri lahir dari keprihatinan terhadap ilmu Barat yang menurut Kuntowijoyo telah keluar dari semangat Renaissan awal yang hendak memanusiakan manusia, malah jatuh pada dehumanisasi dan sekularisasi yang memisahkan antara ‘agama’ dengan ilmu.

Selain itu, lahirnya gagasan ini juga dimotivasi oleh upaya untuk merespons ide Islamisasi ilmu, yang menurut Kuntowijoyo, bahwa hal itu lebih merupakan sebuah teks- tualisasi, yakni bagaimana ilmu-ilmu produk luar (baca: Barat) hendak disesuaikan dengan Islam (baca: teks). Menurut Kuntowijoyo, yang penting juga untuk dilakukan yaitu bagai- mana teks atau dalam hal ini Alquran itu diorientasikan

ke pa da konteks (baca: realitas) atau dalam bahasa lebih lugas disebutnya sebagai pengilmuan Islam. Dalam hal ini, Kuntowijoyo bermaksud hendak menempatkan Islam atau secara khusus teks Alquran sebagai sebuah paradigma dalam memotret realitas. Dalam bahasa Kuntowijoyo, apabila Isla- misasi merupakan upaya untuk mengalihkan konteks kepada teks, maka pengilmuan Islam adalah sebaliknya, yaitu bagai- mana teks yang normatif diarahkan kepada konteks. Dalam hal ini teks akan didesain terlebih dahulu menjadi sebuah teori ilmu, yang memungkinkan kerja untuk itu dapat dilakukan.

DR. Muhammad Zainal Abidin, M. Ag.

Kalau dicermati gagasan yang dikemukakan oleh Kun- towijoyo, maka ada nuansa berbeda yang dapat ditemukan. Apabila Ziauddin Sardar atau Pervez Hoodbhoy mengkritik dengan tajam penggunaan ayat Alquran yang dikaitkan dengan ilmu (sains) seperti yang dipraktikkan oleh Maurice Buccaille, maka apa yang dilakukan Kuntowijoyo dengan pengilmuan Islam dan kemudian teori ilmu yang lahir dari sebuah teks Alquran adalah sesuatu yang jauh sangat berbeda. Teks Alquran dalam hal ini diposisikan bukan dalam maksud untuk menjadi alat justiikasi dari berbagai penemuan dalam bidang ilmu, tetapi sebagai sebuah pijakan paradigma yang dapat melahirkan keilmuan Islam yang integral. Ini men- jadi sesuatu yang sangat mungkin untuk terjadi, karena basis berangkatnya adalah Alquran itu sendiri, yang secara oto- matis memadukan antara yang spiritual (Ilahi) dengan ilmu. Sema ng at yang mendasari dari pemikiran Kuntowijoyo apabila dikaitkan dengan varian-varian lain dalam diskursus keilmuan Islam seperti halnya kelompok instrumentalis yang sangat ‘mengagungkan’ Barat dan kelompok Islamisasi ilmu, yang menghendaki ilmu yang benar-benar asli Islam dan menganggap apa yang dari Barat sebagai sesuatu yang tidak benar, adalah pada posisi yang tengah-tengah.

Meski Kuntowijoyo memberikan catatan kritis atas para- digma keilmuan yang berkembang di Barat yang telah meng- hasilkan dehumanisasi dan sekularisasi, dia tidak sepenuhnya anti Barat. Tawaran dia mengenai paradigma Qur’ani atau pengilmuan Islam dalam upaya mewujudkan keilmuan Islam yang integral, menurutnya tidak lantas kemudian menaikan ilmu sekuler yang berkembang dewasa ini. Baginya, apabila ilmu “sekuler” merupakan produk bersama umat manusia, sedangkan pengilmuan Islam merupakan produk bersama umat beriman.

Biograi dan Seing Sosio-Poliik Pemikiran Keilmuan Kuntowijoyo

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kerja paradigma Islam Kuntowijoyo merupakan pengembangan lebih lanjut dari upaya untuk menempatkan Alquran sebagai sumber utama rujukan umat Islam. Dalam hal ini, Alquran ditempatkan dalam posisi yang simetris dengan alam dan juga manusia, yakni sebagai sumber ilmu. Sebagaimana alam merupakan ciptaan Allah, demikian juga halnya Alquran. Apabila dari alam dan aneka makhluk yang terdapat di dalamnya dapat dirumuskan berbagai teori ilmu, maka hal yang sama juga dapat diterapkan pada Alquran. Alquran dipandang sebagai sumber ilmu, yang darinya akan dirumuskan berbagai teori, khususnya dalam bidang ilmu-ilmu sosial dan juga ilmu-ilmu yang lain.

BAB - IV