Pengaruh penggunaan tepung limbah udang dalam ransum terhadap kualitas telur itik

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH UDANG DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan

di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret

Jurusan/Program Studi Peternakan

Oleh : Mirinda Juliambarwati

H 0505048

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH UDANG DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK

yang dipersiapkan dan disusun oleh Mirinda Juliambarwati

H 0505048

telah dipertahankan di depan Dewan Penguji

pada tanggal: 21 Juni 2010

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Tim Penguji

Ketua

Anggota I

Anggota II

Dr. sc. agr. Adi Ratriyanto, S.Pt, M.P

Ir.Pudjomartatmo, MP NIP. 19720421 200012 1 001

Aqni Hanifa, S.Pt, M.Si

NIP. 19811220 200604 2 001 NIP. 19480110 1980031 001

Surakarta, Juni 2010

Mengetahui Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan

Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, M.S NIP. 19551217 198203 1 003

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul Pengaruh Penggunaan Tepung Limbah Udang Dalam Ransum

Terhadap Kualitas Telur Itik.

Penulis menyadari bahwa selama pelaksanaan penelitian hingga selesainya skripsi ini telah mendapat bimbingan, pengarahan, dan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ketua Jurusan Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Dr. sc. agr. Adi Ratriyanto, S.Pt, M.P selaku pembimbing utama, serta Ibu Aqni Hanifa, S.Pt, M.Si selaku pembimbing pendamping atas kesabarannya membimbing dan mengarahkan penulis.

4. Bapak Ir. Pudjomartatmo, MP selaku dosen penguji.

5. Bapak, Ibu, kakak dan keponakanku tercinta atas cinta, kasih sayang dan doanya.

6. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan dan semangatnya.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi sempurnanya skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi kita semua.

Surakarta, Juni 2010

Penulis

DAFTAR TABEL

1. Kebutuhan Nutrien dalam Ransum Itik Petelur Umur 21 Minggu .......... 13

2. Kandungan Nutrien Bahan Pakan untuk Ransum Perlakuan dalam Bahan Kering (BK) .................................................................................. 13

3. Susunan Ransum dan Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan ............... 14

4. Rerata berat telur itik selama penelitian (g) ............................................. 20

5. Rerata indeks putih telur itik selama penelitian ....................................... 21

6. Rerata indeks kuning telur itik selama penelitian .................................... 22

7. Rerata berat kuning telur itik selama penelitian (g) ................................. 23

8. Rerata warna kuning telur itik selama penelitian ..................................... 23

9. Rerata nilai HU itik selama penelitian. .................................................... 24

10. Rerata berat kerabang telur itik selama penelitian (g) ............................. 25

11. Rerata tebal kerabang telur itik selama penelitian (mm). ........................ 26

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG LIMBAH UDANG DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK

Mirinda Juliambarwati

H 0505048

RINGKASAN

Pemeliharaan itik secara intensif membutuhkan biaya pakan yang cukup besar. Tepung ikan merupakan komponen penyusun pakan yang harganya mahal, sehingga perlu dicari bahan pakan alternatif lain misalnya dengan memanfaatkan limbah udang yang jumlahnya semakin meningkat dan merupakan salah satu masalah yang perlu diupayakan pemanfaatannya. Limbah udang memiliki harga yang lebih murah dan mudah didapat tetapi juga mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi, selain itu penggunaannya dapat meningkatkan score warna kuning telur.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan tepung limbah udang dalam ransum terhadap kualitas telur itik. Penelitian dilaksanakan di Desa Mranggen Boyolali selama 3 bulan. Penelitian ini menggunakan 80 ekor itik lokal betina umur 21 minggu dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan empat macam perlakuan terdiri dari empat ulangan tiap perlakuannya.

Ransum yang digunakan terdiri dari jagung kuning, bekatul, bungkil kedelai, tepung ikan, premix, grit, minyak nabati dan tepung limbah udang. Perlakuan yang diberikan yaitu penggantian tepung ikan dengan tepung limbah udang, dengan masing-masing perlakuan adalah P0 (ransum kontrol mengandung 0% tepung limbah udang), P1 (ransum mengandung 3% tepung limbah udang), P2 (ransum mengandung 6% tepung limbah udang) dan P3 (ransum mengandung 9% tepung limbah udang). Peubah yang diamati adalah berat telur, indeks putih telur, indeks kuning telur, berat kuning telur, warna kuning telur, nilai haugh unit (HU), berat kerabang telur dan tebal kerabang telur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata dari empat macam perlakuan yaitu P0, P1, P2, P3 berturut-turut untuk berat telur adalah berkisar antara 55,90 sampai 58,36 g, indeks putih telur 0,18 sampai 0,19, indeks kuning telur 0,47 Hasil penelitian menunjukkan bahwa rerata dari empat macam perlakuan yaitu P0, P1, P2, P3 berturut-turut untuk berat telur adalah berkisar antara 55,90 sampai 58,36 g, indeks putih telur 0,18 sampai 0,19, indeks kuning telur 0,47

Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah udang dalam ransum itik berpengaruh nyata terhadap warna kuning telur, tetapi berpengaruh tidak nyata terhadap berat telur, indeks putih telur, indeks kuning telur, berat kuning telur, nilai HU telur, berat kerabang telur dan tebal kerabang telur.

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah penggunaan tepung limbah udang sampai taraf 9% dari total ransum dapat meningkatkan warna kuning telur tetapi tidak mempengaruhi berat telur, indeks putih telur, indeks kuning telur, berat kuning telur, nilai HU berat kerabang telur dan tebal kerabang telur.

Kata kunci : itik, tepung limbah udang, kualitas telur

THE EFFECT OF THE POWDER OF SHRIMP WASTE USAGE IN THE RATION TO THE QUALITY OF DUCK EGG

Mirinda Juliambarwati

H 0505048

SUMMARY

The duck husbandry with intensive treatments needs high cost for the feed. Fish meal cause the expensive price of ration because it limited avalability. Therefore, we must look for another alternative material, which is use shrimp waste. Shrimp waste is inexpensive, more available and it contains high nutrition. The usage of this waste can increase the score of yolk colour.

The research aimed to determine the effect of shrimp waste usage in the ration on the quality of duck eggs. Research was conducted in the Village Mranggen, Boyolali for three months. The research used 80 local female ducks age 21 weeks with the completely random design (CRD), four treatments consisted four replications each.

The ration consisted of yellow corn, rice bran, soybean waste, fish meal, premix, grit, vegetable oil and the powder of shrimp waste. The treatments were P0 (control diet contains shrimp waste 0%), P1 (the ration contains 3 % of shrimp waste), P2 (the ration contains 6% of shrimp waste), and P3 (the ration contains 9% of shrimp waste). The paramaters observed were egg weight, index of albumen, yolk index, yolk weight, haught unit value, eggshell a weight, and eggshell thickness.

The result showed that the average of four different treatments: P0, P1, P2, and P3 for the egg weight ranged between 55.90-58.36 gram, 0.18-0.19 for albumen index, 0.47-0.49 for yolk index, 19.50-20.86 gram for egg yolk weight, yolk colour for 6.94-7.79, 94.51-98.47 for the HU value, the weight of eggshell 5.82-6. 17, and 0.35-0.37 mm for shell thickness.

The result of variance analysis showed that the use of shrimp waste in ration significantly affected the colour of duck egg yolk. However, it did not have significant effect on egg weight, the index of albumen, the yolk index, the yolk weight, the egg value of haught unit, the weight of eggshell, and the thickness of eggshell.

It canbe concluded that the powder of shrimp waste usage until 9% of the total ration enhanced the colour of yolk. However, it did not affect egg weight, index of albumen, yolk index, yolk weight, haught unit value, eggshell a weight, and eggshell thickness.

The keyword: duck, the powder of shrimp waste, and egg quality

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan dalam bidang peternakan memiliki peranan penting terutama untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani. Sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan tingginya kebutuhan serta kesadaran akan gizi makanan, maka kebutuhan protein hewani juga semakin meningkat. Salah satu upaya untuk mencukupi kebutuhan protein hewani di negara kita adalah dengan meningkatkan produktivitas ternak. Usaha peternakan unggas petelur merupakan salah satu usaha yang potensial untuk dikembangkan, contohnya peternakan itik. Beternak itik merupakan salah satu tumpuan kehidupan masyarakat di pedesaan, karena sebagian peternak itik adalah peternak rakyat yang tinggal di pedesaan. Pemeliharaan itik tidak terlalu sulit karena kebutuhan pakan dapat dipenuhi dari alam sekitar, diharapkan juga ternak itik dapat mensejahterakan peternak yang tinggal diberbagai daerah dengan segala kelebihan dan keuntungannya dalam proses pemeliharaan dan hasil yang didapatkan.

Ternak itik sebagai salah satu hewan yang memiliki kelebihan yaitu lebih tahan terhadap penyakit sehingga pemeliharaannya mudah (Akhadiarto, 2002), sedangkan menurut Ranto dan Maloedyn (2005) rasa telur itik lebih gurih dan enak, juga memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi dibandingkan dengan telur ayam. Cara pemeliharaan itik cukup mudah yaitu dengan pemberian pakan yang berasal dari pemanfaatan limbah yang ada.

Biaya pakan pada itik yang dipelihara secara intensif dapat mencapai lebih dari 60% (Martawijaya et al., 2005). Tepung ikan adalah bahan baku pakan yang mahal dan tidak dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Lebih dari setengah kebutuhan tepung ikan di Indonesia, yaitu 200 ribu ton/tahun didapatkan dengan cara mengimpor. Oleh karena itu, diperlukan bahan pakan alternatif sebagai pengganti tepung ikan. Salah satu bahan pakan alternatif adalah limbah udang.

Tepung limbah udang merupakan produk limbah yang ketersediaanya dijamin berkesinambungan, sehingga harganya akan cukup stabil. Selain itu kandungan nutrisinya juga dapat bersaing dengan bahan baku lainnya. Tepung limbah udang yang diberikan kepada itik sangat berpengaruh terhadap kualitas telur terutama kuningnya. Faktor utama yang dapat mempengaruhi ukuran telur adalah nutrisi yang mencakup protein dan asam linoleat (Nesheim et al., 1979; Scott et al., 1982). Limbah udang memiliki kandungan nutrien yang cukup baik, kandungan nutrien tepung limbah udang yaitu energi metabolis (ME) sebesar 1190 kkal/kg, protein kasar (PK) 43,4%, kalsium (Ca) 7,05%, dan fosfor (P) 1,52% (Hartadi et al., 1990). Menurut Rasyaf (1994) tepung cangkang udang mengandung protein kasar antara 35 hingga 45% dan berkualitas baik disamping itu juga mengandung mineral (kalsium, fosfor dan magnesium). Bagi unggas bahan pakan ini dapat digunakan sebagai pendamping atau dikombinasikan dengan tepung ikan dan bahan sumber nabati lainnya. Pada ayam petelur pemberian tepung cangkang udang dibawah 7% agar tidak menggangu patabilitas dan aroma. Pada ayam dan unggas pedaging lainnya dapat diberikan antara hingga 14%. Menurut Fanimo et al. (1996), tepung limbah udang dapat menggantikan tepung ikan sampai tingkat 66% dalam ransum broiler.

Penelitian pada ayam petelur sebagai substitusi tepung ikan memperlihatkan penggunaan tepung limbah udang tidak mempengaruhi konsumsi pakan, nilai HU dan tebal kerabang telur. Penggunaan tepung limbah udang juga dapat meningkatkan skor warna kuning telur dan produksi telur. Ini disebabkan karena tepung limbah udang memiliki kandungan zat warna astaxanthin yang mempengaruhi pigmentasi pada warna kuning telur. Secara keseluruhan tepung limbah udang dapat dipakai sebagai pengganti tepung ikan atau bungkil kedelai sampai batas tingkatan 12% dalam ransum (Anonimous, 2009).

B. Perumusan Masalah

Beternak itik merupakan salah satu usaha yang potensial untuk dikembangkan, namun pemeliharaan itik secara intensif membutuhkan biaya yang cukup besar terutama pada pakan. Tepung limbah udang merupakan produk limbah yang ketersediaanya dijamin berkesinambungan, sehingga harganya akan cukup stabil. Selain itu, kandungan nutrisinya juga dapat bersaing dengan bahan baku lainnya sehingga dapat dijadikan bahan alternatif pengganti tepung ikan. Kandungan zat warna Astaxanthin pada limbah udang dapat mempengaruhi pigmentasi pada warna kuning telur dan daging menjadi lebih cerah kemerahan.

Limbah udang yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yang banyak ditemukan di daerah pantai atau pesisir dapat dimanfaatkan sebagai pakan alternatif. Limbah udang memiliki harga yang lebih murah dibanding tepung ikan dan mudah didapat tetapi juga mempunyai kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Selain itu penggunaan tepung limbah udang dapat meningkatkan skor warna kuning telur dan produksi telur.

Dari uraian di atas telah diteliti pengaruh penggunaan tepung limbah udang dalam ransum terhadap kualitas telur itik, maka diharapkan penggunaan tepung limbah udang dapat meningkatkan kualitas telur itik.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : Mengetahui penggunaan tepung limbah udang dalam ransum terhadap kualitas telur itik. Mengetahui tingkat penggunaan tepung limbah udang yang optimal terhadap kualitas telur itik.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Itik

Itik merupakan salah satu jenis unggas air yang sistematika taksonominya yaitu Kingdom: Animal, Phylum: Chordhata, Subphylum: Vertebrata , Kelas: Aves, Ordo: Anseriformes, Famili: Anatidae, Sub famili: Anatinae , Tribus: Anatini, Genus: Anas, dan Spesies: Anas plathyrynchos (Srigandono, 1986). Menurut Agromedia (2003) itik adalah jenis unggas yang diambil telur dan dagingnya, selain itu itik juga termasuk unggas yang tahan terhadap parasit. Pemeliharaan itik lebih mudah dibandingkan dengan ayam ras atau ayam kampung, sehingga sangat wajar banyak ditemukan di sejumlah daerah yang masyarakatnya secara turun - temurun telah beternak itik. Di beberapa tempat masih dijumpai cara beternak itik yang tradisional, yakni itik hanya digembalakan di sawah atau sungai kecil. Itik lokal yang dipelihara secara intensif mampu bertelur hingga 300 butir per tahun, apabila dipelihara dengan sistem digembalakan hanya mampu bertelur sebanyak 90 sampai 120 butir per tahun dengan berat telur itik ini antara 65 sampai 70 gram per butir. Kulit telur itik lokal ini berwarna hijau agak kebiruan dan cukup tebal.

Tujuan utama dari pemeliharaan ternak itik dibagi menjadi 3 golongan yaitu itik pedaging, petelur dan tipe ornamen. Penggolongan tersebut didasarkan atas produk atau jasa utama yang dihasilkan oleh itik tersebut untuk kepentingan manusia. Itik Jawa merupakan salah satu jenis itik lokal Indonesia yang banyak berkembang di pulau Jawa. Termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah Itik Tegal, Itik Magelang, Itik Turi dan Itik Mojosari (Murtidjo, 1988). Menurut Rasyaf (1993) karakteristik dari itik petelur adalah bertubuh langsing, mata bersinar, berdiri hampir tegak, lincah dan mampu berjalan jauh. Itik-itik tersebut merupakan itik petelur dari bangsa Indian Runner (Srigandono, 1997).

B. Ransum Itik

Ransum sebaiknya tersusun dari bermacam-macam bahan pakan, sehingga apabila dalam suatu bahan kekurangan zat tertentu, maka akan dipenuhi dari bahan lain (Wahju, 1978). Menurut Wahju (1992) bahan pakan untuk ransum itik tidak berbeda dengan ransum ayam. Bahan pakan yang digunakan dalam penyusunan ransum pada itik belum ada aturan bakunya, namun ransum yang diberikan kandungan nutriennya harus sesuai dengan kebutuhan itik. Ransum dasar dianggap telah memenuhi standar kebutuhan ternak apabila cukup energi, protein, serta imbangan asam amino yang tepat (Rasyaf, 1993). Selanjutnya ditambahkan oleh Sudaro dan Siriwa (2000), ransum itu sendiri adalah bahan pakan ternak yang telah diramu yang biasanya terdiri dari berbagai jenis bahan pakan dengan komposisi tertentu. Ransum itik umumnya terbuat dari bahan nabati dan hewani.

Ransum yang diberikan pada ternak harus seimbang, artinya mengandung semua zat makanan baik kuantitas maupun kualitas yang mencukupi sesuai dengan tujuan pemeliharaan agar mampu berproduksi secara optimal (Wahju, 1985). Menurut Tillman et al. (1998) agar ternak itik berproduksi dengan baik, dibutuhkan karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin dan air dalam ransumnya.

Kandungan nutrisi yang sesuai dengan kebutuhan hidup itik dan produksi telurnya banyak tergantung pada bahan pakan yang digunakan untuk membentuk pakan itik tersebut (Wahju, 1992). Itik yang sedang bertelur membutuhkan ransum dengan kandungan ME sebesar 2900 kkal/kg, Ca sebesar 2,75%, P sebesar 0,6% (NRC, 1994), dan PK sebesar 17 sampai 19% (Sinurat, 2000). Menurut Suharno dan Khairul (2000) pemberian pakan sebaiknya dilakukan dua kali yaitu pagi hari sekitar pukul 09.00 dan siang pukul 13.00.

Kebutuhan ransum itik adalah sebesar 150 sampai 180 gram per ekor perhari (Murtidjo, 1988). Sedangkan Anggorodi (1985) menyatakan bahwa setiap ekor itik akan mengkonsumsi 225 gram pakan per hari, 40% dari jumlah tersebut diberikan pagi hari sisanya sore hari. Masalah utama yang dihadapi dalam menggunakan bahan pakan itik adalah terjadinya persaingan Kebutuhan ransum itik adalah sebesar 150 sampai 180 gram per ekor perhari (Murtidjo, 1988). Sedangkan Anggorodi (1985) menyatakan bahwa setiap ekor itik akan mengkonsumsi 225 gram pakan per hari, 40% dari jumlah tersebut diberikan pagi hari sisanya sore hari. Masalah utama yang dihadapi dalam menggunakan bahan pakan itik adalah terjadinya persaingan

C. Tepung Limbah Udang

Pengolahan udang yang ada di Indonesia saat ini ada sekitar 170 dengan kapasitas produksi terpasang sekitar 500.000 ton per tahun. Limbah yang diperoleh adalah 60 sampai 70% dari berat udang (bagian kulit dan kepala). Limbah sebanyak itu, jika tidak ditangani secara tepat, akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, karenanya pemanfaatan limbah cangkang udang dapat digunakan untuk pakan ternak itik (Zakaria, 2000).

Kandungan nutrisi tepung cangkang udang yaitu ME sebesar 1190 kkal/kg, PK 43,4%, Ca 7,05%, dan P 1,52% (Hartadi et a., 1990). Kandungan kalsium yang cukup tinggi memungkinkan bahan ini digunakan untuk bahan pakan ternak yang membutuhkan kalsium tinggi, seperti itik petelur. Disamping itu, adanya pigmen astaxanthin dalam tepung cangkang udang menjadikan warna kuning telur lebih baik (kuning-kemerahan) (Mathius dan Sinurat, 2001).

Penelitian pada ayam petelur memperlihatkan bahwa penggunaan tepung limbah udang sebagai substitusi tepung ikan tidak mempengaruhi konsumsi pakan, nilai HU dan tebal kerabang, karena kandungan nutrisi bahan pakan yang hampir sama. Penggunaan tepung limbah udang juga dapat meningkatkan skor warna kuning telur dan produksi telur. Ini disebabkan karena tepung limbah udang mengandung zat warna astaxanthin yang mempengaruhi pigmentasi pada warna kuning telur. Secara keseluruhan tepung limbah udang dapat dipakai sebagai pengganti tepung ikan atau bungkil kedelai sampai batas tingkatan 12% (Anonimus, 2009).

Tepung cangkang udang berkualitas baik juga mengandung mineral. Bagi unggas bahan makanan ini dapat digunakan sebagai pendamping atau dikombinasikan dengan tepung ikan dan bahan sumber nabati. Pada ayam Tepung cangkang udang berkualitas baik juga mengandung mineral. Bagi unggas bahan makanan ini dapat digunakan sebagai pendamping atau dikombinasikan dengan tepung ikan dan bahan sumber nabati. Pada ayam

D. Proses Pembentukan Telur

Pembentukan telur dimulai dengan pembentukan kuning telur (yolk) di dalam ovarium (Shanaway, 1994), sedangkan pertumbuhan folikel ovarium tergantung pada sekresi hormon gonadotropin dari glandula pituitari. Ovarium dari bangsa unggas terdiri dari 3000 atau lebih “noda kuning” (calon kuning telur) dan dari sejumlah itu ada sekitar lima atau enam kuning telur yang berwarna lebih keputihan. Kuning telur keluar dari ovarium dan ditangkap infundibulum (funnel) dan berdiam selama ¼ jam. Di dalam infundibulum ini kuning telur akan masuk ke daerah magnum, di daerah ini akan tinggal selama

3 jam. Pada saat ini disekresikan 50% dari albumen kental yang menyelimuti kuning telur tersebut dan terdiri dari tiga protein yaitu mucin dan globulin sebesar 10% dan albumin sebesar 90% dari total putih telur. Selanjutnya di dalam isthmus terjadi pembentukan selaput telur selama 1,25 jam yang berfungsi melindungi telur dari gangguan luar. Dibagian ini juga terjadi penambahan air, natrium, kalsium dan garam (Rasyaf, 1991). Panjang dari isthmus kira-kira 10,6 cm dan telur yang belum jadi didorong masuk ke uterus (Yuwanta, 2004). Waktu terlama ada di dalam uterus yaitu selama 20 jam karena kuning telur dan putih telur diselimuti dengan kerabang telur. Kerabang telur dilapisi dengan kutikula untuk melindungi pori-pori telur. Proses pembentukan pigmen kulit telur dan pembentukan kutikula terjadi pula di uterus (Sudaryani dkk., 2000). Telur dikeluarkan melalui vagina yang agak pendek, telur berada di tempat ini hanya dalam waktu singkat dan dilapisi oleh mucus. Mucus ini menyumbat pori kerabang, sehingga infeksi bakteri dapat dihindari (Yuwanta, 2004).

Oviduct fungsional pada itik dewasa panjang 45 sampai 47 cm sedangkan pada ayam 72 cm. Jangka waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan sebutir telur yang sempurna berbeda dengan ayam ras yaitu memerlukan 25,4 jam sedangkan pada itik adalah 24 sampai 24,4 jam (Srigandono, 1997).

E. Kualitas Telur

Penentuan dan pengukuran kualitas telur mencakup dua hal yakni kualitas eksterior meliputi berat telur, warna kerabang, kebersihan, bentuk serta ukuran telur (indeks telur). Sedangkan kualitas interior meliputi HU, indeks kuning telur, indeks putih telur dan warna kuning telur (Stadellman, 1995).

1. Berat Telur North (1984) menyatakan bahwa pakan dengan kandungan protein tinggi dapat meningkatkan berat telur ataupun sebaliknya. Menurut Leeson dan Summer (1991) faktor yang mempengaruhi ukuran dan besar telur adalah asam linoleat dan metionin. Menurut Wahju (1997) bahwa berat telur ditentukan oleh banyak faktor antara lain genetik, tahap kedewasaan, umur, beberapa obat-obatan dan beberapa zat makanan dalam pakan.

2. Indeks Putih Telur Putih telur terdapat diantara kulit telur dan kuning telur. Banyaknya putih telur sekitar 60% dari seluruh berat telur. Bagian putih telur ini disebut juga albumen. Albus artinya putih, 40% dari putih telur terdiri dari cairan kental, sedangkan sisanya berupa cairan encer (Murtidjo et al ., 1985). Indeks putih telur dapat dihitung dengan membagi tinggi dengan rerata panjang putih telur dan lebarnya (Stadellman, 1995). Menurut Buckle et al. (1987) faktor yang mempengaruhi kualitas putih telur adalah umur telur yang berhubungan dengan lama penyimpanan. Semakin lama telur tersebut disimpan, maka kualitas putih telur akan semakin menurun karena terjadi pemecahan ovomucin yang dipercepat 2. Indeks Putih Telur Putih telur terdapat diantara kulit telur dan kuning telur. Banyaknya putih telur sekitar 60% dari seluruh berat telur. Bagian putih telur ini disebut juga albumen. Albus artinya putih, 40% dari putih telur terdiri dari cairan kental, sedangkan sisanya berupa cairan encer (Murtidjo et al ., 1985). Indeks putih telur dapat dihitung dengan membagi tinggi dengan rerata panjang putih telur dan lebarnya (Stadellman, 1995). Menurut Buckle et al. (1987) faktor yang mempengaruhi kualitas putih telur adalah umur telur yang berhubungan dengan lama penyimpanan. Semakin lama telur tersebut disimpan, maka kualitas putih telur akan semakin menurun karena terjadi pemecahan ovomucin yang dipercepat

3. Indeks Kuning Telur Kuning telur merupakan bagian yang terpenting bagi isi telur, sebab pada bagian inilah tempat tumbuh embrio hewan, khususnya pada telur yang telah dibuahi. Selain itu, pada bagian kuning telur ini paling banyak tersimpan nutrien yang sangat menunjang perkembangan embrio (Murtidjo et al. 1985). Menurut Stadellman (1995) kuning telur mencapai lebih dari 30 persen dari total berat telur. Indeks kuning telur merupakan cara pengukuran tidak langsung dari bagian bentuk bulat kuning telur dan kekuatan dari membran kuning telur. Indeks kuning telur dihitung dengan membagi tinggi dengan rerata panjang kuning telur dan lebarnya. Indeks kuning telur berkisar antara 0,33 sampai 0,51 dengan nilai rata-rata 0,42 (Buckle et al., 1987).

4. Warna Kuning Telur Menurut North (1984) warna kuning telur yang bervariasi disebabkan oleh beberapa faktor yang salah satunya adalah pakan. Anggorodi (1985) menyatakan bahwa jagung kuning merupakan sumber pigmen santofil yang menimbulkan warna kuning pada kaki, kulit ayam pedaging dan kuning telur. Ditambahkan oleh Sarwono (1994) apabila terjadi gangguan penyerapan pigmen dengan sendirinya warna kuning telur menjadi pucat karena pigmen yang terangkut ke bagian kuning telur berkurang.

5. Nilai HU HU adalah standar kualitas telur yang ditentukan oleh berat telur dan tinggi albumen. Telur yang mempunyai albumen kental mempunyai nilai HU yang tinggi. Ada korelasi positif antara HU dan kandungan ovomusin telur segar. Telur yang mempunyai HU tinggi mempunyai kualitas ovomusin yang lebih tinggi (Wahju, 1997). Besarnya HU ditentukan dalam beberapa tingkatan dan dinilai menggunakan standar USDA seperti yang disitasi oleh Indratiningsih dan Rihastuti (1996) yaitu 5. Nilai HU HU adalah standar kualitas telur yang ditentukan oleh berat telur dan tinggi albumen. Telur yang mempunyai albumen kental mempunyai nilai HU yang tinggi. Ada korelasi positif antara HU dan kandungan ovomusin telur segar. Telur yang mempunyai HU tinggi mempunyai kualitas ovomusin yang lebih tinggi (Wahju, 1997). Besarnya HU ditentukan dalam beberapa tingkatan dan dinilai menggunakan standar USDA seperti yang disitasi oleh Indratiningsih dan Rihastuti (1996) yaitu

60, grade C dengan HU kurang dari 31. HU adalah standar kualitas telur yang ditentukan oleh berat telur dan tinggi albumen. Terdapat korelasi positif antara tinggi putih telur dengan nilai HU (Nesheim et al., 1979), angka HU diperoleh dengan menggunakan rumus menurut Stadellman dan Cotterill (1994) sebagai berikut:

HU = 100 log( H + 7,57 – 1,7 W 0,37 ) Keterangan:

H : Tinggi albumen (mm) W : Berat telur (g)

6. Kerabang Standar tebal kerabang telur berkisar 0,24 sampai 0,37 cm {Romanoff dan Romanoff (1963 ) yang disitasi Sulistiowati (1998)}. Menurut Clunies et al. (1992) konsumsi Ca yang tinggi akan menghasilkan kualitas kerabang telur yang baik. Unggas yang diberi pakan dengan kandungan kalsium tinggi, biasanya menghasilkan kerabang telur yang tebal (Sarwono, 1994). Stadellman dan Cotterill (1994) menyatakan bahwa berat kerabang telur berkisar antara 9 sampai 12 % dari total berat telur. Menurut Anggorodi (1985) dan Wahju (1997), kualitas kerabang telur ditentukan oleh ketebalan kerabang dan struktur kerabang sedangkan kerabang telur yang tebal akan berpengaruh terhadap berat kerabang. Kandungan Ca dan P dalam pakan berperan terhadap kualitas kerabang telur. Pembentukan kerabang telur memerlukan pemasukan ion-ion

karbonat dan ion-ion Ca yang cukup untuk membentuk CaCO 3 kerabang telur.

HIPOTESIS

Hipotesis penelitian ini adalah penggunaan tepung limbah udang dalam ransum sampai tingkat tertentu berpengaruh terhadap kualitas telur itik.

III. METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Mranggen RT 03/01, Donohudan, Ngemplak, Boyolali selama 3 bulan dari tanggal 1 September sampai

23 November 2009. Analisis proksimat bahan pakan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan/Program Studi Peternakan dan di Laboratorium Biologi Tanah, Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Sedangkan untuk analisis Ca dan P dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Uji kualitas telur dilaksanakan di Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak, Jurusan/Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Ternak Itik yang digunakan dalam penelitian ini adalah itik lokal (itik petelur) siap produksi umur 21 minggu sebanyak 80 ekor, dengan berat badan awal rata-rata 1491,7 ± 130,51 g/ekor.

2. Ransum Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari jagung kuning, bekatul, tepung ikan, bungkil kedelai, premix, grit, minyak nabati dan tepung limbah udang.

Kebutuhan nutrien dalam ransum itik petelur umur 21 minggu, kandungan nutrien bahan pakan untuk ransum perlakuan, susunan ransum dan kandungan nutrien ransum perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1, Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrien dalam Ransum Itik Petelur Umur 21 Minggu

1. 1) Energi Metabolis/ ME (kkal/kg)

2. 2) Protein Kasar (%)

4. 3) P tersedia (min %)

5. 3) SK (Maks %)

6. 3) LK (Maks %)

Sumber : 1) NRC (1994)

2) Sinurat (2000)

3) Badan Standarisasi Nasional (2006) Tabel 2. Kandungan Nutrien Bahan Pakan untuk Ransum Perlakuan dalam

Bahan Kering (BK)

No Bahan Pakan

(kkal/kg)

1. 1) Jagung kuning 3546,10 10,19 0,13 0,02 3,64 9,45

3. 2) Tepung ikan 3065,22 65,27 5,55 3,13 0,76 10,22

7. 5) Minyak sawit

8. Tepung limbah

udang 6) 1357,83 54,64 3,75 3,05 12,28 3,71 Sumber data : 1)

Hasil Analisis Lab Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak,

Jurusan Peternakan, FP, UNS (2009)

2) NRC (1994)

3) Mineral B12 (Produksi Eka Farma Semarang)

4) Johari (2004) Hartadi et al., (1990) 5)

6) Hasil Analisis Lab Biologi Tanah, Jurusan Ilmu Tanah,

FP, UNS (2009)

7) Hasil Analisis Lab Kimia dan Kesuburan Tanah,

Jurusan Ilmu Tanah, FP, UNS (2009)

Tabel 3. Susunan Ransum dan Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan

No Bahan Pakan Perlakuan

1. Jagung kuning

3. Tepung ikan

4. Bungkil kedelai

7. Minyak nabati

8. Tepung limbah udang

Kandungan Nutrien

1. ME (kkal/kg)

4. P tersedia (%)

8,47 9,31 Sumber : Hasil perhitungan Tabel 2.

3. Kandang dan peralatannya Penelitian ini menggunakan kandang litter sebanyak 16 petak dengan ukuran 1,5 m x 1,0 m x 0,60 m. Bahan yang digunakan untuk sekat terbuat dari bambu dan menggunakan litter dari sekam padi dengan ketebalan 5 cm dari alas kandang. Peralatan kandang yang digunakan adalah :

a. Tempat pakan Tempat pakan terbuat dari bahan plastik sebanyak 16 buah dengan penempatan setiap petak diberikan 1 buah.

b. Tempat minum Tempat minum terbuat dari bahan plastik sebanyak 16 buah dengan penampatan setiap petak diberikan 1 buah.

c. Termometer Termometer berfungsi untuk mengukur suhu ruangan setiap harinya.

d. Lampu Lampu yang digunakan adalah lampu TL 10 watt sebanyak 1 buah yang diletakkan pada kandang. Lampu ini berfungsi sebagai penerangan pada malam hari.

e. Timbangan Timbangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan merk Royal Scale kapasitas 3 kg dengan kepekaan 10 g dan timbangan digital dengan kepekaan 1 g untuk menimbang pakan, telur dan itik.

f. Sapu Sapu yang digunakan adalah sapu lidi, memiliki fungsi untuk membersihkan kandang.

g. Alat tulis Alat tulis digunakan untuk mencatat data yang diperoleh saat penelitian berlangsung.

C. Persiapan Penelitian

1. Persiapan kandang Kandang dan peralatan yang digunakan dalam penelitian terlebih dahulu dibersihkan dengan cara pencucian menggunakan desinfektan. Perbandingan yang dipakai adalah 3 ml antisep dalam 1 liter air. Pengapuran pada dinding dan lantai berfungsi untuk mencegah tumbuhnya bakteri.

2. Penentuan petak kandang Penentuan petak kandang dalam penelitian dengan menggunakan cara acak.

3. Persiapan itik Sebelum penelitian dimulai, itik petelur lokal yang akan digunakan terlebih dahulu ditimbang dengan tujuan untuk mengetahui berat badan awal, kemudian dimasukkan dalam petak kandang secara acak, dimana setiap petak kandang berisi 5 ekor itik.

4. Pembuatan tepung limbah udang Tepung limbah udang yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daerah pesisir pantai di wilayah Semarang. Tepung limbah udang berasal dari jenis udang windu. Sebelum melalui proses penggilingan limbah udang windu direbus selama 2 jam, setelah itu dikeringkan di bawah sinar matahari. Dalam penelitian ini pembelian limbah sudah dalam bentuk kering dengan perlakuan perebusan selama 2 jam dan pengeringan. Sebelum diberikan, tepung limbah udang digiling agar mempermudah dalam pencampuran dengan ransum.

5. Pencampuran bahan pakan untuk ransum Persiapan pencampuran bahan pakan untuk ransum dilakukan sebelum pemeliharaan yaitu terdiri dari jagung kuning, bekatul, tepung ikan, bungkil kedelai, premix, grit, minyak sawit dan tepung limbah udang dengan persentase seperti pada Tabel 3.

D. Pelaksanaan Penelitian

1. Metode penelitian Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah udang dalam ransum terhadap kualitas telur itik dilakukan secara eksperimental.

2. Rancangan percobaan Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah dengan empat macam perlakuan, masing – masing perlakuan diulang empat kali dan setiap ulangan terdiri dari lima ekor itik. Ransum perlakuan dibuat dengan empat macam taraf penggunaan tepung limbah udang untuk menggantikan tepung ikan. Adapun perlakuannya adalah sebagai berikut : P0 = ransum mengandung tepung limbah udang 0% (kontrol) P1 = ransum mengandung tepung limbah udang 3% P2 = ransum mengandung tepung limbah udang 6% P3 = ransum mengandung tepung limbah udang 9%

3. Pelaksanaan penelitian Penelitian mulai dilaksanakan pada saat produksi telur itik sudah mencapai 20% HDA, dan dilakukan selama 3 periode, tiap periode 28 hari. Menurut Rasyaf (1996) masa bertelur dihitung setelah produksi telur mencapai 5% HDA. Pakan perlakuan yang diberikan sebesar 160 g/ekor/hari dengan waktu pemberian pakan dua kali sehari pada pukul

08.00 WIB dan pukul 14.00 WIB. Air minum diberikan secara ad libitum. Uji kualitas telur dilaksanakan dari 3 kali periode produksi dan dilakukan selama 3 hari akhir periode yaitu pada hari ke-26, 27 dan 28 di Laboratorium Industri Pengolahan Hasil Ternak Jurusan/Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian UNS.

4. Peubah penelitian Peubah yang diamati adalah berat telur, berat kuning telur, indeks kuning telur, warna kuning telur, indeks putih telur, nilai HU, berat kerabang telur dan tebal kerabang telur. Cara pengukuran peubah yang diamati antara lain :

a. Berat telur Berat telur diukur dengan menimbang satu persatu dari seluruh telur yang dihasilkan selama 3 kali periode produksi pada 3 hari terakhir secara berturut-turut yaitu yaitu hari ke 26, 27 dan 28.

b. Indeks putih telur (Albumen) Telur yang telah dipecah diletakkan di atas plat kaca, kemudian mengukur tinggi putih telur, panjang dan lebarnya dengan cutimeter. tinggi putih telur

Indeks putih telur = x 100 %

1 / 2 ( panjang + lebar ) putih telur

c. Indeks kuning telur (Yolk) Telur yang telah dipecah diletakkan di atas plat kaca, kemudian mengukur tinggi kuning telur, panjang dan lebarnya dengan cutimeter. Cara menghitung indeks kuning telur adalah tinggi kuning telur dibagi dengan rerata diameter kuning telur dikalikan dengan 100% c. Indeks kuning telur (Yolk) Telur yang telah dipecah diletakkan di atas plat kaca, kemudian mengukur tinggi kuning telur, panjang dan lebarnya dengan cutimeter. Cara menghitung indeks kuning telur adalah tinggi kuning telur dibagi dengan rerata diameter kuning telur dikalikan dengan 100%

e. Warna kuning telur (Yolk) Pengukuran warna kuning telur dilakukan untuk membandingkan warna kuning telur dengan menggunakan Yolk Colour Fan.

f. Nilai Haugh Unit (HU) Pengukuran terhadap tinggi albumen dengan alat deep micrometer. Nilai HU dihitung dengan rumus sebagai berikut:

HU = 100.log (H+7,5-1,7 W 0,37 ) Keterangan : H = tinggi putih telur

w = berat telur dalam gram

g. Berat kerabang telur Penimbangan kerabang telur dilakukan dengan menggunakan timbangan elektrik.

h. Tebal kerabang telur Pengukuran tebal kerabang dilakukan dengan mengambil pecahan kerabang dan diukur dengan menggunakan dial shell thickness .

E. Cara Analisis Data

Semua data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan analisis variansi berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati. Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut

ij Y =µ+t I +ε ij keterangan : Y ij = Respon nilai pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j µ = Rataan nilai dari seluruh perlakuan atau nilai tengah perlakuan ke-i

t I = Pengaruh perlakuan ke-i ε ij = Kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j.

Apabila hasil analisis yang didapatkan adalah berpengaruh nyata, maka dilanjutkan dengan uji jarak nyata Duncan’s (BJND) (Hanafiah, 2004).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Berat Telur

Rerata berat telur itik masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata berat telur itik selama penelitian (g)

Perlakuan Ulangan Rerata

Rerata berat telur selama penelitian berkisar antara 55,89 sampai 58,36 g. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah udang dalam ransum berpengaruh tidak nyata terhadap berat telur. Hal ini disebabkan karena kandungan protein dari masing-masing perlakuan relatif sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Yuwanta (2004) bahwa kandungan protein pakan 13 sampai 17% tidak berpengaruh terhadap berat telur, sebaliknya berat telur akan meningkat jika kadar protein mencapai lebih dari 17%. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah udang sampai taraf 9% dalam ransum atau mengganti 100% tepung ikan dengan tepung limbah udang tidak mempengaruhi berat telur.

Menurut Wahju (1985), faktor yang mempengaruhi berat telur diantaranya adalah besarnya kandungan protein dalam ransum yang dikonsumsi. Masing-masing ransum perlakuan mempunyai kandungan protein yang relatif sama. Hal ini menyebabkan penggunaan tepung limbah udang dalam ransum itik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap berat telur. Ditambahkan pula oleh Wahju (1997) berat telur ditentukan oleh banyak faktor antara lain genetik, dewasa kelamin, umur, beberapa obat-obatan dan beberapa zat makanan dalam ransum

B. Indeks Putih Telur

Rerata indeks putih telur itik masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rerata indeks putih telur itik selama penelitian

Perlakuan Ulangan Rerata

Rerata indeks putih telur dari keempat macam perlakuan berkisar antara 0,18 dan 0,19. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah udang dalam ransum berpengaruh tidak nyata terhadap indeks putih telur. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah udang sampai taraf 9% dalam ransum atau mengganti 100% tepung ikan dengan tepung limbah udang tidak mempengaruhi indeks putih telur. Indeks putih telur yang dihasilkan ternyata tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan pendapat Buckle et al. (1987) bahwa telur segar mempunyai indeks putih telur berkisar antara 0,05 sampai 0,147.

Menurut Setioko et al. (1994) berat dari bagian telur cenderung mengikuti pola pertambahan berat telur, dengan semakin bertambah berat telur, maka bagian-bagian telur juga semakin meningkat. Pada penelitian ini berat telur tidak berbeda masing- masing perlakuan sehingga indeks putih telur yang dihasilkan juga sama.

C. Indeks Kuning Telur

Rerata indeks kuning telur itik masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rerata indeks kuning telur itik selama penelitian

Perlakuan Ulangan Rerata

Indeks telur pada penelitian ini masih berada pada kisaran normal yaitu berkisar antara 0,47 sampai 0,48. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah udang dalam ransum berpengaruh tidak nyata terhadap Indeks kuning telur. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah udang sampai taraf 9% dalam ransum atau mengganti 100% tepung ikan dengan tepung limbah udang tidak mempengaruhi indek kuning telur. Hasil penelitian mendekati pendapat Buckle et al., (1987) bahwa telur segar mempunyai indeks kuning telur berkisar antara 0,33 sampai 0,51 dengan nilai rata-rata 0,42.

Konsumsi protein dapat mempengaruhi tinggi dari kuning telur sedangkan indeks kuning telur dipengaruhi oleh tinggi kuning telur (Romanoff dan Romanoff, 1963). Australiananingrum (2005) menyatakan bahwa semakin tinggi kandungan protein dan lemak dalam ransum maka semakin tinggi indeks kuning telur. Perlakuan dari masing-masing ransum mempunyai kandungan protein yang hampir sama sehingga penggunaan tepung limbah udang dalam ransum tidak memberikan pengaruh nyata terhadap indeks kuning telur.

D. Berat Kuning telur

Rerata berat kuning telur itik masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rerata berat kuning telur itik selama penelitian (g)

Perlakuan Ulangan Rerata

Rerata berat kuning telur dari keempat macam perlakuan berkisar antara 19,50 sampai 20,86 g. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah udang dalam ransum berpengaruh tidak nyata terhadap berat kuning telur. Oleh karena itu, penggunaan tepung limbah udang sampai taraf 9% dalam ransum atau mengganti 100% tepung ikan dengan tepung limbah udang tidak mempengaruhi berat kuning telur.

Menurut Priyono (1992) faktor yang mempengaruhi berat kuning telur adalah kandungan lemak dan protein dalam telur yang sebagian besar terdapat dalam kuning telur. Pada penelitian ini penggunaan tepung limbah udang dalam ransum itik tidak mempengaruhi berat kuning telur karena kandungan protein dari masing-masing perlakuan hampir sama.

E. Warna Kuning Telur

Rerata warna kuning telur itik masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rerata warna kuning telur itik selama penelitian

1 2 3 4 P0 a 7,53 6,90 6,90 6,90 7,06

PI a 7,00 6,94 6,80 7,00 6,93 P2 ab 7,00 6,95 7,36 7,12 7,11 P3 b 8,43 7,56 7,13 7,82 7,73

a,b Rerata dengan superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata.

Rerata warna kuning telur dari keempat macam perlakuan P0, P1, P2, P3 berturut-turut adalah 7,06, 6,93, 7,11 dan 7,73. Hasil dari penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Sinurat et al. (1994) warna kuning telur berkisar antara 5,37 sampai 6,82. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah udang dalam ransum berpengaruh nyata terhadap warna kuning telur. Penggunaan jagung pada pakan juga mempengaruhi warna kuning telur, pada P0 rerata yang didapatkan lebih tinggi dibandingkan dengan P1 hal ini disebabkan kandungan jagung dalam pakan P0 lebih banyak dibandingkan P3.

Hasil Uji Duncan Multiple Range Test menunjukkan bahwa itik yang diberi tepung limbah udang 9% (P3) nyata mempunyai skor warna kuning telur paling tinggi dan berbeda nyata dengan itik yang tidak diberi tepung limbah udang (P0) serta itik yang diberi tepung limbah udang 3% dalam ransum (P1). Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah udang 9% meningkatkan skor warna yang paling tinggi. Hal ini disebabkan adanya pigmen astaxanthin yang terkandung dalam tepung limbah udang yang mempengaruhi pigmentasi pada warna kuning telur (Anonimous, 2009).

F. Nilai Haugh Unit (HU)

Rerata nilai HU itik masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rerata nilai HU itik selama penelitian

Perlakuan Ulangan Rerata

Rerata nilai HU dari keempat macam perlakuan berkisar antara 94,50 sampai 98,47 atau digolongkan kualitas AA. Menurut sandar United State Departement of Agriculture (USDA) nilai HU lebih dari 72 digolongkan kualitas A (Sudaryani, 2000). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa Rerata nilai HU dari keempat macam perlakuan berkisar antara 94,50 sampai 98,47 atau digolongkan kualitas AA. Menurut sandar United State Departement of Agriculture (USDA) nilai HU lebih dari 72 digolongkan kualitas A (Sudaryani, 2000). Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa

Nesheim et al. (1979) menyatakan bahwa terdapat korelasi positif antara putih telur dengan nilai HU, yaitu semakin tinggi putih telur maka semakin tinggi nilai HU yang dihasilkan. Menurut Stadellman dan Cotterill (1995) faktor yang mempengaruhi nilai HU adalah tinggi putih telur dan berat telur sedangkan tinggi putih telur sangat ditentukan. Kepadatan putih telur, dan kepadatan putih telur itu sendiri dipengaruhi oleh kandungan protein dalam ransum yang dikonsumsi. Pada penelitian ini penggunaan tepung limbah udang dalam ransum, tidak mempengaruhi berat telur dan indeks putih telur sehingga nilai HU juga tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Masing-masing ransum perlakuan juga mempunyai kandungan protein yang sama, sehingga nilai HU yang dihasilkan menunjukkan pengaruh yang berbeda tidak nyata.

G. Berat Kerabang Telur

Rerata berat kerabang telur itik masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Rerata berat kerabang telur itik selama penelitian (g)

Perlakuan Ulangan Rerata

5,98 5,85 Rerata berat kerabang yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar

antara 5,82 g (10,12%) sampai 6,17 g (10,58%). Stadellman dan Cotterill (1994) menyatakan bahwa berat kerabang telur berkisar antara 9 sampai 12% dari total berat telur. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah udang dalam ransum berpengaruh tidak nyata terhadap berat kerabang telur. Penggunaan tepung limbah udang sampai taraf 9% dalam antara 5,82 g (10,12%) sampai 6,17 g (10,58%). Stadellman dan Cotterill (1994) menyatakan bahwa berat kerabang telur berkisar antara 9 sampai 12% dari total berat telur. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa penggunaan tepung limbah udang dalam ransum berpengaruh tidak nyata terhadap berat kerabang telur. Penggunaan tepung limbah udang sampai taraf 9% dalam

Berat kerabang telur yang berbeda tidak nyata disebabkan karena dalam penelitian ini ransum yang digunakan pada masing-masing perlakuan mempunyai kandungan protein, energi, Ca, dan P yang hampir sama sehingga berat kerabang yang dihasilkan menunjukkan perbedaan tidak nyata. Menurut Clunies et al. (1992) semakin tinggi Ca semakin tinggi pula bobot maupun tebal kerabang telur. Menurut Yuwanta (1992) kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsumsi pakan, konsumsi P, serta pengaturan cahaya.

H. Tebal Kerabang