Efek cekaman kekeringan dan penambahan fungi mikoriza arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan dan produksi leguminosa

(1)

EFEK CEKAMAN KEKERINGAN DAN PENAMBAHAN

FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

LEGUMINOSA

SKRIPSI

MUHAMMAD ILHAM

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(2)

i RINGKASAN

MUHAMMAD ILHAM. D24070139. 2011. Efek Cekaman Kekeringan dan Penambahan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi M.H.K., M.Si Pembimbing Anggota : Nur Rochmah Kumalasari, S.Pt, M.Si

Salah satu hijauan yang berkualitas tinggi adalah leguminosa, karena memiliki kandungan protein yang tinggi (15%-25%). Budidaya leguminosa dipengaruhi oleh iklim dimana musim kemarau sering kali menjadi suatu kendala karena ketersediaan air menurun. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan dan dikembangkan untuk beberapa jenis tanaman budidaya dalam mengatasi cekaman air tersebut adalah dengan pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada tanaman.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan dan produksi leguminosa Desmodium sp, Indigofera sp, Stylosanthes scabra dan Leucaena leucocephala pada kondisi cekaman kekeringan sehingga dapat diketahui jenis leguminosa yang adaptif. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat jenis tanaman legum yaitu, Desmodium sp, Indigofera sp, Stylosanthes scabra dan Leucaena leucocephala. Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: M0W0 = Tanpa mikoriza dan disiram tiap hari; M0W1 = Tanpa mikoriza dan tidak disiram; M1W0 = Dengan mikoriza dan disiram tiap hari; M1W1 = Dengan mikoriza dan tidak disiram. Desain percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 4 ulangan. Setiap jenis legum merupakan penelitian yang terpisah. Peubah yang diamati pada penelitian ini antara lain kadar air tanah, tinggi vertikal tanaman, berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, infeksi akar dan indeks sensitivitas kekeringan.

Lama pengamatan pada masing-masing legum yaitu Desmodium sp 16 hari, Indigofera sp 20 hari, Stylosanthes scabra 24 hari dan Leucaena leucocephala 28 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman legum yang diberikan perlakuan mikoriza pada kondisi cekaman kekeringan ternyata belum mampu meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas dari tanaman legum yang diteliti, namun pemberian mikoriza pada kondisi disiram setiap hari dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas dari tanaman legum yang diteliti. Legum yang diberi perlakuan cekaman kekeringan memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan produksi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan legum yang diberikan perlakuan penyiraman setiap hari. Urutan jenis legum yang mempunyai pertumbuhan dan produktivitas yang baik dalam kondisi cekaman kekeringan, baik yang diberikan mikoriza maupun tanpa pemberian mikoriza dihasilkan oleh legum L. Leucocephala, Indigofera sp, S. Scabra dan Desmodium sp. Dari keempat legum yang diteliti, legum L. Leucocephala merupakan legum yang paling adaptif dan memiliki pertumbuhan dan produksi yang lebih baik bila dibandingkan dengan ketiga legum lain yang diteliti. Kata kunci : legum, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), cekaman kekeringan


(3)

ii ABSTRACT

Effect of Drought Stress and Addition of Arbuscula Mycorrhizal Fungi (AMF) on Growth and Production of Legume

M. Ilham, Panca Dewi M. H. K. and Nur R. Kumalasari

One of high-quality forage is legume due to its have high protein content (15%-25%). Legume cultivation affected by climatic factors especially the dry season since decreases soil water content. One of alternative that can be applied and developed for several types of plants cultivated in overcoming drought stress is to use Arbuskula Mycorrhizal Fungi (AMF) in plants. The aim of this study was to observed the effect of Arbuscula Mycorrhizal Fungi (AMF) to growth and production of legumes in drought stress condition. There were four species of legume for this research: Desmodium sp, Indigofera sp, Stylosanthes scabra and Leucaena leucocephala. The research was used Randomized design with 4 treatments and 4 replicates. Four treatments in this research were as follows: M0W0 = without mycorrhiza and daily watering; M0W1 = without mycorrhiza and without watering; M1W0 = with mycorrhiza and daily watering; M1W1 = with mycorrhiza and without watering. Each type of legume was a separate study. The observed variable were water content of soil, height of plant, dry weight of leaf, dry weight of stem, dry weight of root, root infection in each legume species and sensitivity index. The result showed that mycorrhiza and drought stress were not yet able to increase water content of soil, height of plant, dry weight of leaf, dry weight of stem, dry weight of root and root infection. L. Leucocephala is a legume of the most adaptive. Leucaena Leucocephala have growth and better production than Indigofera sp, S. Scabra and Desmodium sp.


(4)

iii

EFEK CEKAMAN KEKERINGAN DAN PENAMBAHAN

FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) TERHADAP

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

LEGUMINOSA

MUHAMMAD ILHAM D24070139

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011


(5)

iv Judul : Efek Cekaman Kekeringan dan Penambahan Fungi Mikoriza

Arbuskula (FMA) terhadap Pertumbuhan dan Produksi Leguminosa

Nama : Muhammad Ilham NIM : D24070139

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Panca Dewi M. H. K., MSi) (Nur Rochmah Kumalasari, SPt. MSi) NIP. 19611025 198703 2 002 NIP. 19810214 200604 2 015

Mengetahui: Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Institut Pertanian Bogor

(Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. Agr) NIP: 19670506 199103 1 001


(6)

v RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 21 Januari 1989 di Jambi sebagai anak kedua dari tujuh bersaudara dari pasangan H. Kms. Erman Syawiran dan Hj. Atmi Khairati. Tahun 1995, Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Negeri 66 Kota Jambi dan diselesaikan pada tahun 2001. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai tahun 2001 dan diselesaikan pada tahun 2004 di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 17 Kota Jambi. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Swasta Titian Teras Jambi pada tahun 2004 dan diselesaikan pada tahun 2007.

Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Fakultas Peternakan dan pada tingkat dua masuk di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan. Selama menjalani pendidikan perguruan tinggi, Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, diantaranya pada tahun 2008/2009 dan 2009/2010 Penulis menjadi Ketua Komisi 3 Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Peternakan IPB (DPM-D IPB), kemudian Penulis juga menjadi Wakil Ketua Himpunan Mahasiswa Jambi (Himaja) wilayah Bogor tahun 2009. Tahun 2009/2010 penulis aktif di Majelis Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (MPM KM IPB) Badan Pekerja (BP) II MWA.

Penulis pernah mengikuti kegiatan magang selama 2 minggu di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2009, kemudian di Peternakan Tapos, Bogor, Jawa Barat selama 3 minggu pada tahun 2009. Penulis bersama teman satu tim pernah mendapatkan dana hibah dari DIKTI untuk PKM Kewirausahaan yang berjudul “Permen Karamel Susu Kambing dengan Isi Ekstrak Temu Lawak Chandy curcum-Milk untuk Penambah Nafsu Makan Anak dan Merupakan Komersialisasi Produk Peternakan (Upaya Peningkatan Jiwa Kewirausahaan Mahasiswa)“ pada tahun 2010. Penulis pernah menjadi juara 3 Sepak Bola OMI IPB tahun 2009 dan 2010. Penulis juga pernah menjadi juara 2 Futsal Fapet Cup Dirjen Peternakan se-Indonesia tahun 2009 dan juara 3 Futsal Fapet Cup Dirjen Peternakan se-Indonesia tahun 2010.


(7)

vi KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, segala puji hanya milik Allah SWT, karena atas Rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu terlimpah curahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita Rasulullah SAW, kepada keluarga, sahabat dan kita selaku umatnya. Penyusunan

skripsi yang berjudul “Efek Cekaman Kekeringan dan Penambahan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap Pertmbuhan dan Produksi Leguminosa” ini dibuat

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Salah satu hijauan yang berkualitas tinggi adalah leguminosa, karena memiliki kandungan protein yang tinggi (15%-25%). Budidaya leguminosa dipengaruhi oleh iklim dimana musim kemarau sering kali menjadi suatu kendala karena ketersediaan air menurun. Salah satu alternatif yang dapat diterapkan dan dikembangkan untuk beberapa jenis tanaman budidaya dalam mengatasi cekaman air tersebut adalah dengan pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada tanaman.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan. Aamiin.

Bogor, Juli 2011 Penulis


(8)

vii DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN... i

ABSTRACT... ii

LEMBAR PERNYATAAN... iii

LEMBAR PENGESAHAN... iv

RIWAYAT HIDUP... v

KATA PENGANTAR... vi

DAFTAR ISI... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang... 1

Tujuan... 2

TINJAUAN PUSTAKA... 3

Peranan Air pada Tanaman ... 3

Pengaruh Stres Kekeringan Pada Tanaman...…………... 3

Fungi Mikoriza Arbuskula...…………... 5

Hubungan Mikoriza dengan Tanaman....……...…... 7

Desmodium sp……...………... 7

Indigofera sp………..…………...……... 9

Stylosanthes scabra……...…………... 10

Leucaena leucocephala... 11

MATERI DAN METODE……… 13

Tempat dan Waktu.………... 13

Materi……….……….. 13

Prosedur….………... 13

Pemilihan jenis leguminosa...…... 13

Persiapan Media Tanam...…... 13

Penanaman... 13

Perlakuan Kekeringan... 14

Pemeliharaan... 14

Panen……... 14

Pengamatan... 14

Peubah yang Diamati...…………... 15

Kadar Air Tanah…... 15

Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman... 15


(9)

viii

Berat Kering Batang..…... 15

Berat Kering Akar…... 15

Infeksi Akar …….…... 16

Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan.... 16

Metode...…………...… 17

Rancangan Percobaan... 17

Model………...…………... 17

Analisis Data ……...…………... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN... 18

Pengamatan Umum Penelitian... 18

Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Air Tanah………... 19

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman……… 21

Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Daun... 23

Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Batang…………. 25

Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Akar……… 27

Pengaruh Perlakuan terhadap Persen Infeksi Akar………….. 29

Indeks Sensitivitas terhadap Kekeringan... 31

KESIMPULAN DAN SARAN………... 33

Kesimpulan………... 33

Saran………. 33

UCAPAN TERIMA KASIH………... 34

DAFTAR PUSTAKA...………... 35


(10)

ix DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Menurut

Waktu……….. 4

2. Lama Pengamatan pada Setiap Jenis Legum……….…... 18 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Persen Kadar Air Tanah.. 19 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Tinggi Vertikal

Tanaman..………... 21 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Berat Kering Daun,

Batang dan Akar (gram/pot)..……….. 24 6. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Persen Infeksi Akar……. 30 7. Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan……… 32


(11)

x DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. (a) Arbuskula (b) Vesikula (c) Hifa Eksternal (d) Spora…….... 6

2. Bentuk Legum Desmodium sp……… 8

3. Bentuk Legum Indigofera sp………... 9

4. Bentuk Legum S. scabra………. 10


(12)

xi DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Data Suhu Pengamatan Legum Desmodium sp, Indigofera Sp

dan Leucaena Leucocephala (°C)………... 40 2. Data Suhu Pengamatan Legum Stylosanthes scabra

(°C)..……… 41

3. Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah

Kadar Air Tanah ………... 42 4. Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah

Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman... 42 5. Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah

Berat Kering Daun ………... 42

6. Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah

Berat Kering Batang ………... 42 7. Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah

Berat Kering Akar ………... 42 8. Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah

Infeksi Akar... 42 9. Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah

Kadar Air Tanah... 43 10. Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah

Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman... 43 11. Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah

Berat Kering Daun... 43 12. Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah

Berat Kering Batang... 43 13. Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah

Berat Kering Akar... 43 14. Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah

Infeksi Akar... 43 15. Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Kadar

Air Tanah... 44 16. Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah

Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman... 44 17. Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Berat

Kering Daun... 44 18. Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Berat


(13)

xii 19. Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Berat

Kering Akar... 44 20. Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Berat

Infeksi Akar... 44 21. Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah

Kadar Air Tanah... 45 22. Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah

Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman... 45 23. Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah

Berat Kering Daun... 45 24. Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah

Berat Kering Batang... 45 25. Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah

Berat Kering Akar... 45 26. Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah

Infeksi Akar... 45 27. Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan

pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra

(Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Kadar Air Tanah... 46 28. Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan

pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Pertambahan

Tinggi Vertikal Tanaman... 46 29. Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan

pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Berat Kering

Daun... 46 30. Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan

pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Berat Kering

Batang... 46 31. Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan

pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Berat Kering

Akar... 47 32. Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan

pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra


(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Usaha untuk meningkatkan produktivitas ternak ruminansia menghadapi kendala utama dalam hal penyediaan pakan hijauan. Penurunan produksi ternak tidak dapat dihindari ketika keadaan hijauan terbatas terutama pada musim kering, karena hijauan merupakan porsi terbesar dalam ransum pakan ruminansia. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya untuk dapat menyediakan pakan hijauan yang berkualitas tinggi dan berkesinambungan sepanjang waktu. Salah satu hijauan yang berkualitas tinggi adalah leguminosa.

Leguminosa adalah jenis tumbuhan yang termasuk keluarga kacang-kacangan atau polong-polongan. Hijauan leguminosa adalah hijauan yang mempunyai nilai gizi lebih tinggi dibandingkan dengan rumput. Hijauan leguminosa memiliki kandungan protein kasar yang cukup tinggi (15%-25%) dan sebagai sumber vitamin serta mengandung mineral yang lebih banyak dibandingkan rumput (Reksohadiprodjo, 1985). Komponen iklim yang mempengaruhi leguminosa antara lain musim, terutama panjangnya musim kemarau atau musim kering, karena ketersediaan air pada tanaman menurun dan dapat menyebabkan cekaman kekeringan pada tanaman.

Faktor kekeringan pada tanaman merupakan salah satu masalah utama bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Kekeringan dapat memberikan dampak permanen apabila tidak diatasi dengan segera. Kekurangan air secara internal pada tanaman berakibat langsung pada penurunan pembelahan dan pembesaran sel. Pada tahap pertumbuhan vegetatif, air digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel yang terwujud dalam pertambahan tinggi tanaman, pembesaran diameter, perbanyakan daun, dan pertumbuhan akar. Keadaan cekaman air menyebabkan penurunan turgor pada sel tanaman dan berakibat pada menurunnya proses fisiologis (Sasli, 2004).

Secara fisiologis, tanaman-tanaman yang tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan akan mengurangi jumlah stomata sehingga menurunkan laju kehilangan air yang diikuti dengan penutupan stomata dan menurunnya serapan CO2 bersih pada daun. Hal ini akan menyebabkan menurunnya laju fotosintesis serta fotosintat yang dihasilkannya (Sasli, 2004).


(15)

2 Antisipasi terhadap musim kering yang berkepanjangan pada lahan-lahan yang bermasalah dengan ketersediaan air, dapat berupa manajemen/pengelolaan air yang baik. Manajemen air ini memerlukan investasi yang cukup besar dan mahal dalam proses penyediaan air tersebut. Oleh karena itu diperlukan suatu teknik budidaya yang tepat guna, efisien dan efektif untuk mengatasi masalah ketersediaan air dan ancaman kekeringan dengan baik tanpa investasi yang besar.

Salah satu alternatif yang dapat diterapkan dan dikembangkan untuk beberapa jenis tanaman budidaya dalam mengatasi cekaman air tersebut adalah dengan pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada tanaman. FMA memiliki peran dalam meningkatkan serapan unsur hara (terutama P) melalui hifa eksternalnya dan mampu memberikan ketahanan terhadap kekeringan. Ketahanan ini timbul akibat meningkatnya kemampuan tanaman untuk menghindari pengaruh langsung dari kekeringan dengan jalan meningkatkan penyerapan air melalui sistem gabungan akar dan mikoriza (Rungkat, 2009). Menurut Setiadi (1999), hifa cendawan ternyata masih mampu untuk menyerap air dari pori-pori tanah pada saat akar tanaman sudah kesulitan. Penyebaran hifa di dalam tanah juga sangat luas sehingga tanaman dapat mengambil air relatif lebih banyak. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh mikoriza pada tanaman leguminosa saat kondisi ketersediaan air normal dan stres kekeringan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) terhadap pertumbuhan dan produksi leguminosa Desmodium sp, Indigofera sp, Leucaena leucocephala dan Stylosanthes scabra pada kondisi cekaman kekeringan sehingga dapat diketahui jenis leguminosa yang adaptif.


(16)

3 TINJAUAN PUSTAKA

Peranan Air pada Tanaman

Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk hidup. Air mempunyai peranan sangat penting karena air merupakan bahan pelarut bagi kebanyakan reaksi dalam tubuh makhluk hidup. Air juga digunakan sebagai medium enzimatis. Air sangat penting bagi tumbuhan, karena 30% sampai 90% berat tumbuhan tersusun atas air. Tumbuhan menggunakan air pada proses fotosintesis. Mineral-mineral yang diserap oleh akar harus terlarut juga dalam air (Astuti dan Dewi, 2008).

Dalam siklus hidup suatu tanaman, mulai dari perkecambahan sampai tumbuh dan berkembang, tanaman selalu membutuhkan air. Fungsi air bagi tanaman diantaranya sebagai unsur esensial di dalam protoplasma, pelarut garam-garam, gas dan zat lain dalam proses translokasi, pereaksi fotosintesis dan berbagai proses hidrolisis, esensial untuk menjaga turgiditas, pembukaan stomata, serta sebagai penyangga bentuk daun muda yang berlignin sedikit. Kebutuhan air pada tanaman dapat dipenuhi melalui tanah dengan jalan penyerapan oleh akar. Besarnya air yang diserap oleh akar tergantung ketersedian atau kadar air tanah yang ada dan laju transpirasi. Pada kondisi kadar air tanah rendah atau berada di bawah kapasitas lapang, dan dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air, maka tanaman akan dihadapkan pada kondisi cekaman air atau kekeringan (Sasli, 2004).

Air dapat membatasi pertumbuhan dan produktivitas pertumbuhan hampir disegala tempat, baik karena periode kering tak terduga maupun curah hujan normal yang rendah sehingga diperlukan pengairan yg teratur (Salisbury dan Ross, 1995). Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan tanaman sangat besar. Kekurangan air pada tanaman yang diikuti berkurangnya air pada daerah perakaran berakibat pada aktivitas fisiologis tanaman (Khaerana et al., 2008).

Pengaruh Cekaman Kekeringan pada Tanaman

Pengaruh ketersediaan air terhadap pertumbuhan tanaman sangat besar. Kekurangan air pada tanaman yang diikuti berkurangnya air pada daerah perakaran berakibat pada aktivitas fisiologis tanaman. Mekanisme yang terjadi pada tanaman yang mengalami cekaman kekeringan adalah dengan mengembangkan mekanisme


(17)

4 respon terhadap kekeringan. Pengaruh yang paling nyata adalah mengecilnya ukuran daun untuk meminimumkan kehilangan air (Khaerana, 2008). Hong-Bo et al. (2008) juga menyebutkan cekaman air akan menekan pertumbuhan sel, sehingga akan mengurangi pertumbuhan tanaman.

Kekurangan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati (Haryati, 2003).

Cekaman kekeringan mempengaruhi semua fase pertumbuhan tanaman, baik pertumbuhan vegetatif maupun pertumbuhan generatif, yang pada akhirnya akan mempengaruhi hasil tanaman. Cekaman kekeringan pada saat pertumbuhan vegetatif akan mempengaruhi ukuran dan intensitas source (daun dan akar). Cekaman kekeringan pada saat pertumbuhan generatif akan mempengaruhi intensitas dan durasi source serta ukuran dari sink (misalnya buah atau bagian lain yang dipanen). Ukuran, intensitas dan durasi source serta ukuran sink akan mempengaruhi asimilasi total, dan akhirnya mempengaruhi hasil tanaman (Haryati, 2003).

Pengaruh dari cekaman air terhadap tanaman menurut Muns (2002) dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa tingkatan waktu, yaitu mulai dari menit, jam, hari, minggu dan bulan.

Tabel 1. Respon Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan Menurut Waktu. Waktu Pengaruh yang terlihat pada saat cekaman air Menit Penyusutan seketika laju pemanjangan daun dan

akar yang kemudian diikuti dengan peneyembuhyan sebagian.

Jam Laju pemanjangan akar kembali normal tapi lebih rendah dari laju sebelumnya

Hari Pertumbuhan daun lebih dipengaruhi daripada pertumbuhan akar. Laju mekarnya daun berkurang

Minggu Ukuran akhir daun dan/atau jumlah pucuk lateral berkurang

Bulan Mengubah saat pembungaan, menyusutkan produksi biji.


(18)

5 Cekaman kekeringan dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran atau laju kehilangan air (evapotranspirasi) lebih besar dari absorbsi air meskipun kadar air tanahnya cukup (Sasli, 2004). Tanaman-tanaman yang tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan akan mengurangi jumlah stomata sehingga menurunkan laju kehilangan air. Penutupan stomata dan serapan CO2 bersih pada daun berkurang secara pararel (bersamaan) selama kekeringan. Proses asimilasi karbon terganggu sebagai akibat dari rendahnya ketersediaan CO2 pada kloroplas karena cekaman air yang menyebabkan terjadinya penutupan stomata. Jadi, kekeringan yang hebat akan merubah/membatasi proses asimilasi, translokasi, penyimpanan dan penggunaan karbon fotoasimilat secara terpadu (Sasli, 2004).

Fungi Mikoriza Arbuskula

Struktur akar umumnya dipelajari dari tanaman yang ditanam di rumah kaca, namun di alam akar muda sebagian besar spesies terlihat sedikit berbeda karena terinfeksi cendawan mikoriza (Salisbury dan Ross, 1995). Mikoriza merupakan salah satu bentuk simbiosis mutualistik antara cendawan (mykes) dan perakaran (rhiza) tumbuhan tingkat tinggi. Adanya bentuk asosiasi antara cendawan mikoriza dan akar,

sebenarnya adalah suatu bentuk “parasitism” dimana cendawan menyerang sistem

perakaran tetapi tidak sebagaimana halnya parasit yang berbahaya (patogen). Dalam hal ini cendawan tidak merusak atau membunuh inangnya tetapi memberikan keuntungan kepada tanaman inangnya dengan mensuplai mineral anorganik yang berasal dari tanah untuk tanaman inang dan sebaliknya cendawan dapat memperoleh karbohidrat dan faktor pertumbuhan lainnya dari tanaman inang (Rungkat, 2009).

Secara umum mikoriza di daerah tropis tergolong dalam dua tipe berdasarkan struktur dan cara infeksinya terhadap tanaman inangnya yaitu : ektomikoriza dan endomikoriza (Rungkat, 2009). Jamur yang terlibat dalam ektomikoriza termasuk Basidiomisetes yang meliputi Amanitaceae, Bolateceae, Cortinariaceae, Russulaceae, Tricholomataceae, Rizhopogonaceae dan Sclerodemataceae. Suatu perakaran ektomikoriza tidak memiliki rambut akar dan tertutup oleh selapis atau selubung hifa jamur yang hampir tampak mirip dengan jaringan inang. Jaringan ini disebut selubung pseudoparenkimatis (Rao, 1994).

Endomikoriza dibagi menjadi tiga kelompok yaitu : (1) Eriacaeous mikoriza, merupakan asosiasi antara akar Ericales dengan jamur dari kelompok Ascomycotina,


(19)

6 (2) Orchidaceous mikoriza, merupakan asosiasi antara anggrek dengan jamur dari kelompok Basidiomycotina, dan (3) Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah salah satu tipe fungi mikoriza dan termasuk kedalam Glomeromycota dengan ordo Glomales yang mempunyai dua sub-ordo yaitu Gigasporoineae dan Lomineae (INVAM, 2006). Arbuskula adalah struktur yang paling berarti dalam kompleks FMA yang berfungsi sebagai penukaran metabolit antara fungi dan tanaman (Delvian, 2006) sedangkan vesikula berbentuk gloose dan berasal dari menggelembungnya hifa internal dari FMA (Brundrett et al,. 1996).

Struktur utama dari Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah arbuskula, vesikula, hifa eksternal dan spora antara lain yaitu (Dewi, 2007) : (1) Arbuskula adalah struktur hifa yang bercabang-cabang seperti pohon-pohon kecil yang mirip haustorium (membentuk pola dikotom), berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi antara tanaman inang dengan jamur. (2) Vesikel merupakan suatu struktur berbentuk lonjong atau bulat, mengandung cairan lemak, yang berfungsi sebagai organ penyimpanan makanan atau berkembang menjadi klamidospora, yang berfungsi sebagai organ reproduksi dan struktur tahan. (3) Hifa Eksternal merupakan struktur lain dari FMA yang berkembang di luar akar. Hifa ini berfungsi menyerap hara dan air di dalam tanah. (4) Spora, merupakan propagul yang bertahan hidup dibandingkan dengan hifa yang ada di dalam akar tanah. Spora terdapat pada ujung hifa eksternal dan dapat hidup selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Perkecambahan spora bergantung pada lingkungan seperti pH, temperature dan kelembaban tanah serta kadar bahan organik. Bentuk struktur arbuskula, vesikula, hifa eksternal dan spora dapat dilihat pada Gambar 1.

(a) (b) (c) (d) Gambar 1. (a) Arbuskula (b) Vesikula (c) Hifa Eksternal (d) Spora

Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) yang menginfeksi sistem perakaran tanaman inang akan memproduksi hifa secara intensif sehingga tanaman bermikoriza


(20)

7 akan mampu meningkatkan kapasitasnya dalam penyerapan unsur hara dan air serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan patogen tanah (Brundrett et al., 1996). Beberapa manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi FMA adalah sebagai berikut : (1) meningkatkan unsur hara, (2) meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan, (3) tahan terhadap serangan patogen akar, dan (4) FMA dapat memproduksi hormon dan zat pengatur tumbuh.

Hubungan Mikoriza dan Tanaman

Simbiosis antara mikoriza dan tanaman inangnya (jamur, tanah, dan akar tanaman) merupakan simbiosis mutualisme (saling menguntungkan) (Brundrett, 2000). Simbiosis ini meliputi penyediaan fotosintat oleh inang untuk jamur dan sebaliknya tanaman inang memperoleh nutrien yang diambil oleh tanah dari jamur. Pada asosiasi ini infeksi pada akar tidak menyebabkan penyakit.

Mikoriza dikenal efektif dalam meningkatkan penyerapan hara, terutama akumulasi fosfor dan dan biomassa dari banyak tanaman di dalam tanah dengan kandungan fosfor yang rendah (Rungkat, 2009). Turk et al. (2006) mengatakan bahwa peran utama dari FMA adalah untuk menyediakan fosfor bagi akar tanaman yang terkena infeksi, karena fosfor adalah salah satu unsur yang sangat tidak mobil di dalam tanah, meskipun jika fosfor ditambahkan di tanah dalam bentuk segera larut, fosfor tersebut akan menjadi tidak mobil seperti fosfor organic dan kalsium fosfat.

Rungkat (2009) menjelaskan bahwa tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada tanaman yang tidak bermikoriza. Mikoriza memiliki peranan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman, peranan mikoriza bagi tanaman sebagai berikut : a) mikoriza meningkatkan penyerapan unsur hara, b) mikoriza melindungi tanaman inang dari pengaruh yang merusak yang disebabkan oleh stres kekeringan, c) mikoriza dapat beradaptasi dengan cepat pada tanah yang terkontaminasi, d) mikoriza dapat melindungi tanaman dari patogen akar e) mikoriza dapat memperbaiki produktivitas tanah dan tanah memantapkan struktur tanah.

Desmodium sp

Desmodium sp merupakan tanaman perdu pendek bertahunan dengan batang yang menanjak atau melata. Desmodium sp adalah tanaman dari famili Fabaceae,


(21)

8 tanaman semak tegak berumur pendek dengan tinggi 1-3 m (Sutrasno et al., 2009). Bentuk legum Desmodium sp dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bentuk Legum Desmodium sp

Daun Desmodium sp memiliki ciri berhelai tiga (trifoliate) bundar atau bulat telur dengan ujung helai daun sedikit tajam. Daunnya memiliki beragam tekstur, bentuk, ukuran, kebanyakan mengertas, berbentuk bundar telur, tetapi yang di ujung berbentuk menjorong, ujung daun bertakik atau lebih atau kurang meruncing, ditutupi dengan rambut melekap pada permukannya dan permukaan bawah lebih banyak ditutupi dengan rambut keperakan melekat. Daun samping memiliki ukuran yang sama. Helai daun biasanya agak tebal, panjang 5-7 cm, ditutupi oleh bulu yang halus. Perbungaan tandan di ketiak atau di ujung, bunga berwarna merah muda, lembayung muda, ungu, violet atau putih, pada umumnya berpasangan. Buah polong dengan 6-8 biji. Biji kecil dan keras, berwarna hijau yang berubah coklat kekuningan sampai coklat seiring kemasakan. Polong merekah ketika cukup masak. Jumlah biji mencapai sekitar 500.000 biji/kg (Sutrasno et al., 2009).

Di daerah alaminya, Desmodium sp tumbuh pada daerah-daerah beriklim sublembab yang memiliki curah hujan tahunan sebesar 900-1500 mm, dengan lima bulan masa kering. Rata-rata suhu minimum tahunannya berkisar pada 20-29 °C, dan rata-rata suhu maksimumnya di bawah 42 °C. Berdasarkan ketinggian, tumbuhan ini tersebar dari batas permukaan air laut hingga 1500 m. Desmodium sp tumbuh secara alami pada tahap awal atau pertengahan suksesi dari tipe-tipe vegetasi yang mengalami gangguan, seperti daerah bukit berpasir di pantai, tepi-tepi sungai, dan dataran tergenang. Tumbuhan ini juga dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, baik yang bersifat basa maupun asam, namun lebih toleran pada tanah asam dan tidak subur (Sutrasno et al., 2009).


(22)

9

Indigofera sp

Indigofera sp adalah genus besar dari sekitar 700 jenis tanaman berbunga milik keluarga Fabaceae (Schrire, 2005). Terdapat di seluruh daerah tropis dan subtropis di dunia, dengan beberapa jenis mencapai zona di kawasan timur Asia. Indigofera sp memberikan peluang yang menjanjikan dalam hal pemenuhan kebutuhan ternak ruminansia terhadap penyediaan hijauan pakan. Menurut Hassen et al., (2008) produksi tanaman Indigofera sp adalah sebesar 2.728 kg/ha. Indigofera sp memiliki kandungan protein yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas. Bentuk legum Indigofera sp dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bentuk Legum Indigofera sp

Legum Indigofera sp merupakan salah satu leguminosa yang memiliki kandungan protein cukup tinggi, yaitu sebesar 24,3%. Indigofera sp memiliki sifat yang toleran terhadap kekeringan dan salinitas (Skerman, 1982). Saat akar terdalamnya dapat tumbuh kemampuannya untuk merespon curah hujan yang kurang dan ketahanan terhadap herbivora merupakan potensi yang baik sebagai cover crop (tanaman penutup tanah) untuk daerah semi- kering dan daerah kering (Hassen et al. 2004, 2006). Interval defoliasi tanaman ini yaitu 60 hari dengan intensitas defoliasi 100 cm dari permukaan tanah pada batang utama dan 10 cm dari pangkal percabangan pada cabang tanaman (Suharlina, 2010). Produksi bahan kering (BK) total Indigofera sp. adalah 21 ton/ha/tahun dan produksi bahan kering daun total 5 ton/ha/tahun (Hassen et al. 2008).

Indigofera sp adalah jenis Indigofera yang relatif baru dikembangkan di Indonesia. Tanaman ini dapat digunakan sebagai hijauan pakan terutama untuk pakan kambing perah yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Indigofera sp jenis leguminosa pohon ini cocok dikembangkan di Indonesia karena toleran


(23)

10 terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al, 2008).

Stylosanthes scabra

Stylosanthes scabra (S. scabra ) merupakan tanaman semak tahunan dengan tinggi dapat mencapai 2 meter, dengan akar tunggang yang kuat dan dalam (sampai 4 m). Batang muda bervariasi dari warna hijau sampai merah, tergantung dari tipe, biasanya dengan bulu-bulu yang padat dan kasar, menjadi lebih berkayu seiring umur tanaman. Helai daun berbulu pada kedua permukaan, berwarna hijau pucat sampai hijau tua dan hijau kebiruan, panjang 20-33 mm dan lebar 4-12 mm. Bunga berwarna kuning pucat sampai kuning tua. Buah polong dengan 2 segmen, kedua segmen biasanya subur, segmen bagian atas panjang 4-5 mm dan segmen bagian bawah panjang 2 mm, coklat pucat sampai coklat muda, 400.000-500.000 biji dalam buah polong/kg dan 600.000-800.000 biji bersih/kg (CSIRO, 2005). Bentuk legum S. scabra dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Bentuk Legum S. scabra

Stylosanthes scabra biasanya digunakan sebagai padang gembala tahunan, ditanam bersama dengan rumput unggul dan rumput alam. Digunakan sebagai tanaman potong angkut pada beberapa negara. Tanaman muda cocok untuk diawetkan (CSIRO, 2005).

Stylosanthes scabra dapat tumbuh dengan baik pada tanah pasir tidak subur, asam dan mudah menyusut atau keras; demikian pula tumbuh dengan baik pada tanah dengan tekstur lebih berat, sedikit asam, dan tidak cocok sama sekali pada semua jenis tanah liat berat (CSIRO, 2005).

Stylosanthes scabra merupakan spesies yang sangat tahan terhadap kekeringan dan tumbuh pada daerah dengan curah hujan rendah sampai 350 mm/tahun. Dalam penanamannya, tanaman ini terutama digunakan pada daerah


(24)

11 dengan curah hujan tahunan sekitar 600 dan 2000 mm/tahun. Musim kering yang panjang dapat menjadi faktor pembatas pada daerah dengan curah hujan rendah dan tanah yang lebih dangkal, dimana tanaman semusim atau tanaman tahunan dengan kemampuan berperilaku sebagai tanaman semusim (misalnya S. hamata ), biasanya lebih berhasil. Pertumbuhan bibit biasanya terlalu lambat pada S. scabra karena tanaman ini berperilaku sebagai tanaman semusim. Beberapa tipe tidak tahan terhadap penggenangan air (CSIRO, 2005).

Nilai nutrisi S. scabra akan menurun seiring bertambahnya umur tanaman, PK daun dari 20% menjadi 10%, P dari 0,3% menjadi 0,1% dan kecernaan bahan kering in vitro dari 70% menjadi 50%. Proporsi batang meningkat bersamaan dengan bertambahnya umur, dari sekitar 20% pada pertumbuhan awal menjadi 75% pada akhir musim (dan lebih tinggi pada padang gembala yang digembalakan) (CSIRO, 2005).

Produksi bahan kering S. scabra pada tanah yang tidak subur dengan curah hujan rendah mungkin kurang dari 1 ton/ha, tetapi bisa sampai 10 ton/ha dibawah kondisi yang lebih ideal. Pada padang gembala rumput/legum tanaman ini dapat menyumbang BK 2-7 ton/ha (CSIRO, 2005).

Leucaena leucocephala

Leucaena leucocephala (L. leucocephala) merupakan salah satu spesies dari genus Leucaena, Famili Mimosasea. Leucaena leucocephala adalah tanaman pohon dengan tinggi dapat mencapai 18 meter, bercabang banyak dan kuat, dengan kulit batang abu-abu dan lenticel yang jelas. Daun bersirip dua dengan 4-9 pasangan sirip, bervariasi dalam panjang sampai 35 cm, dengan glandula besar (sampai 5 mm) pada dasar petiole, helai daun 11-22 pasang/sirip, 8-16 mm x 1-2 mm, akut. Bunga sangat banyak dengan diameter kepala 2-5 cm, stamen (10 per bunga) dan pistil sepanjang 10 mm. Buah polong 14-26 cm x 1,5-2 cm, pendant, coklat pada saat tua. Jumlah biji 18-22 per buah polong, berwarna coklat (CSIRO, 2005).

Leucaena leucocephala merupakan tanaman legum pohon serba guna, berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko. Leucaena leucocephala umumnya ditanam sebagai tanaman pagar dan tanaman pelindung untuk tanaman komersial. Daunnya (L. leucocephala) dipergunakan sebagai pakan ternak dan batangnya dimanfaatkan sebagai kayu bakar (Soeseno, 1992). Daun L. leucocephala telah banyak digunakan


(25)

12 untuk meningkatkan produksi ternak di daerah tropis (Khamseekhiew et al., 2001). Legum L. leucocephala mengandung protein yang cukup tinggi, sekitar 21%-25% (Khamseekhiew et al., 2001 ; Rajendran et al., 2001). Bentuk legum L. leucocephala dapat pada Gambar 5.

Gambar 5. Bentuk Legum L. leucocephala

Leucaena leucocephala termasuk legum yang produktif menghasilkan hijauan, tahan pemotongan dan penggembalaan berat, dan sebagai pakan tambahan yang bermutu tinggi (Soeseno, 1992). Sifat pertumbuhan L. leucocephala sangat baik dan batangnya cepat besar. Daunnya kecil-kecil dan bersirip tunggal. Daun yang muda atau setengah tua dapat digunakan sebagai makanan ternak yang dapat diambil secara terus menerus.

Leucaena leucocephala dapat digunakan sebagai hijauan potongan maupun sebagai tanaman di padang penggembalaan. Diantara berbagai jenis kacang-kacangan di daerah tropis, tanaman L. leucocephala memiliki kandungan gizi yang tinggi untuk produksi ternak. Nilai nutrisi bagian yang dimakan memiliki nilai kecernaan 55-70% (CSIRO, 2005). Diantara berbagai jenis kacang-kacangan daerah tropis, tanaman L. leucocephala mempunyai kemungkinan yang lebih luas dalam pemanfaatannya.

Leucaena leucocephala merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk menutup kekurangan jumlah ataupun mutu hijauan pada musim panceklik karena Tahan terhadap musim kering yang panjang dan tetap berdaun pada musim kering (CSIRO, 2005). Leucaena leucocephala sangat baik digunakan sebagai pakan ternak, karena L. leucocephala dapat diberikan kepada ternak berupa hijauan segar, kering, tepung, silase dan pellet. Ranting hijaun berdiameter 5-6 mm masih dapat dimakan oleh ternak meskipun kurang palatable dan kandungan gizinya lebih rendah dibandingkan daun atau ranting muda (Soeseno, 1992).


(26)

13 MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Rumah Kaca University Farm, Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, Laboratorium Agrostologi, Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Agustus 2010 sampai dengan April 2011.

Materi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah empat jenis tanaman legum yaitu, Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra , L. leucocephala. Tanah yang digunakan adalah tanah latosol dari Laboratorium Agrostologi Fakultas Peternakan IPB, pupuk kandang, Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan pupuk NPK.

Alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah timbangan kapasitas 5 kg, pot kapasitas 5 kg, mikofer, gunting, timbangan digital, alat ukur, mulsa plastik, oven, kantong kertas, mikroskop, coverglass, KOH 2,5%, HCl 2% dan larutan staining.

Prosedur

Pemilihan jenis leguminosa

Empat jenis tanaman leguminosa yang akan ditanam yaitu, Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala. Setiap jenis legum merupakan penelitian yang terpisah.

Persiapan Media Tanam

Sebagai media tumbuh digunakan jenis tanah latosol dari daerah Darmaga dengan cara mengambil lapisan tanah bagian atas pada kedalaman 0-20 cm. Tanah tersebut dicampur dengan pupuk kandang dengan perbandingan 9:1, tanah sebanyak 4,5 kg dan pupuk kandang sebanyak 0,5 kg.

Penanaman

Legum ditanam di dalam pot kapasitas 5 kg tanah, setiap pot ditanam 2 individu bibit legum. Sebelum penanaman diberikan perlakuan dengan penambahan FMA sebanyak 20 gram setiap pot tanaman (untuk pot yang mendapat penambahan mikoriza). Tanaman ditumbuhkan terlebih dahulu selama satu bulan sebelum


(27)

14 mendapatkan perlakuan penyiraman. Setelah tumbuh dengan baik maka dapat dimulai perlakuan yaitu dengan disiram dan tidak disiram. Dosis pemberian pupuk NPK setelah tanaman tumbuh selama satu bulan adalah 3 gram per pot tanaman. Perlakuan Kekeringan

Sebelum perlakuan kekeringan dimulai, semua pot mendapatkan perlakuan yang sama yaitu disiram satu kali sehari. Kemudian pot diberi plastik mulsa yang dibentuk bulat dengan diameter ± 35 cm untuk menutupi permukaan pot. Pada perlakuan tidak disiram (W1) plastik mulsa diselotip di sekeliling pot sedangkan pada perlakuan disiram (W0) diberi celah yang tidak diselotip untuk memudahkan proses penyiraman. Perlakuan dimulai pada keesokan harinya dan dihitung sebagai H0. Pada pot perlakuan W0 dilakukan penyiraman setiap pagi sedangkan untuk perlakuan W1 tidak dilakukan penyiraman sampai tanaman mati dan ini berarti perlakuan dihentikan kemudian dilakukan pemanenan.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pembersihan gulma dan pemberantasan hama dan penyakit. Penyiraman dilakukan satu kali sehari yaitu pada pagi hari. Pembersihan gulma dilakukan secara manual yaitu dengan cara mencabut gulma. Penyemprotan hama dilakukan apabila tanaman terkena hama. Penyemprotan menggunakan peptisida yang terbuat dari bahan organik, yaitu dengan sistem kerja langsung kontak terhadap hama yang menyerang tanaman legum sehingga tidak meninggalkan residu yang dapat mempengaruhi tanaman selama penelitian.

Panen

Pemanenan dilakukan setelah semua tanaman perlakuan tidak disiram (W1) mati atau berada dalam kondisi titik layu permanen. Kemudian semua tanaman di panen pada semua perlakuan untuk memperoleh daun, batang dan akar yang selanjutnya akan dioven.

Pengamatan

Pengamatan dilakukan setiap empat hari sekali dengan mengukur pertambahan tinggi vertikal tanaman dan pengambilan sampel tanah untuk mengukur kadar air tanah.


(28)

15 Peubah yang Diamati

Kadar Air Tanah

Sampel tanah diambil sebanyak 5 g pada masing-masing pot tanaman kemudian dimasukkan ke dalam oven 105 ºC selama 24 jam. Setelah itu timbang berat sampel setelah dioven. Kadar air didapat dari berat sampel sebelum dimasukkan ke oven dikurangi berat sampel setelah dioven dibagi berat sampel setelah dioven kemudian dikalikan 100%.

Kadar air tanah

=

W 0–Wt

W 0 x 100%

Keterangan : W0 = berat sampel tanah sebelum dioven Wt = berat sampel tanah setelah dioven Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman

Pengukuran pertambahan tinggi vertikal tanaman dimulai dari bagian tanaman di atas permukaan tanah sampai ujung tanaman dengan menggunakan pita ukur.

Pertambahan tinggi vertikal tanaman = Tt – T0 Keterangan : T0 = tinggi vertikal awal tanaman (cm)

Tt = tinggi vertikal akhir tanaman (cm) Berat Kering Daun

Untuk pengukuran berat kering daun dilakukan pada akhir percobaan, dengan cara dioven pada suhu 70 ºC selama 48 jam atau 2 hari. Setelah dioven, daun ditimbang. Berat kering daun yang diperoleh dalam satuan gram/pot.

Berat Kering Batang

Untuk pengukuran berat kering batang dilakukan pada akhir percobaan, dengan cara dioven pada suhu 70 ºC selama 48 jam atau 2 hari. Setelah dioven, batang ditimbang. Berat kering batang yang diperoleh dalam satuan gram/pot.

Berat Kering Akar

Untuk pengukuran berat kering akar dilakukan pada akhir percobaan, dengan cara dioven pada suhu 70 ºC selama 48 jam atau 2 hari. Setelah dioven, akar ditimbang. Berat kering akar yang diperoleh dalam satuan gram/pot.


(29)

16 Infeksi Akar

Banyaknya infeksi diukur dengan melihat persentase akar yang terinfeksi oleh hifa. Pengukuran terhadap infeksi akar oleh mikoriza dilakukan dengan teknik pewarnaan yang dikembangkan oleh Phillips dan Hayman (1970). Proses pewarnaan akar diawali oleh pencucian akar hingga bersih, kemudian dimasukkan ke tabung film, setelah itu KOH 2,5% ditambahkan sampai akar terendam lalu tabung ditutup. Setelah akar berwarna bening, KOH 2,5% dibuang, kemudian akar dicuci dibawah air mengalir dan disaring menggunakan saringan teh. Setelah dicuci, akar dimasukkan kembali ke tabung film dan ditambahkan dengan HCl 2%, lalu direndam selama 24 jam. Setelah 24 jam, HCl dibuang, kemudian larutan staining dimasukkan ke tabung film. Apabila pewarnaan terlalu pekat, larutan destaining ditambahkan, untuk menghitung infeksi akar, akar dengan panjang sekitar 1 cm diambil sebanyak 10 buah, diletakkan diatas gelas objek lalu ditutup dengan coverglass. Perhitungan jumlah akar yang terinfeksi dilakukan dibawah mikroskop. Persentase akar yang terinfeksi dihitung dengan rumus sebagai berikut :

% Infeksi akar

=

Jumlah akar yang terinfeksi

Jumlah contoh akar x 100% Indeks Sensitivitas kekeringan

Toleransi tanaman legum terhadap cekaman kekeringan dinilai dengan indeks sensitivitas terhadap kekeringan (S) dengan rumus (Fischer dan Maurer, 1978): S = (1-Y/Yp)/(1-X/Xp), Y = nilai respon jenis legum pada perlakuan cekaman kekeringan (W1), Yp = nilai respon rata-rata empat jenis legum pada perlakuan cekaman kekeringan (W1), X = nilai respon jenis legum pada perlakuan disiram setiap hari (W0), Xp = nilai respon rata-rata empat jenis legum pada perlakuan disiram setiap hari (W0). Peubah setiap jenis legum dikelompokkan menjadi toleran (T) jika ISK ≤ 0,5; agak toleran (AT) jika 0,5 < ISK ≤ 1,0; dan peka (P) terhadap cekaman kekeringan jika ISK > 1,0. Setelah dilakukan penentuan tingkat toleransi, selanjutnya dilakukan skoring terhadap tingkat toleransi dengan kaidah sebagai berikut : P = skor 0, AT = skor 1 dan T = skor 2. Hasil dari perhitungan skoring kemudian dikalikan dengan skoring terhadap hari dengan kaidah : H16 = skor 1, H20 = skor 2, H24 = skor 3 dan H28 = skor 4.


(30)

17 Metode

Rancangan percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 4 ulangan. Jenis legum yang digunakan, yaitu Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra , L. leucocephala. Setiap jenis legum merupakan penelitian yang terpisah.

Perlakuan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: M0W0 = Tanpa mikoriza dan disiram tiap hari.

M0W1 = Tanpa mikoriza dan tidak disiram. M1W0 = Dengan mikoriza dan disiram tiap hari. M1W1 = Dengan mikoriza dan tidak disiram. Model

Model statistik yang digunakan adalah sebagai berikut :

Yij = μ + ρi + εij

Keterangan: i = 1, 2, 3, 4 j = 1, 2, 3, 4

Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

 = Nilai rataan umum

ρi = Pengaruh perlakuan ke-i

εijk = pengaruh galat Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian dianalisis menggunakan analisa ragam (Analyses of Variance, ANOVA) dan bila terjadi perbedaan dilanjutkan dengan uji pembanding berganda Duncan (Program SAS 9.1).


(31)

18 HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengamatan Umum Penelitian

Pada penelitian ini semua jenis tanaman legum yang akan diamati (Desmodium sp, Indigofera sp, L. leucocephala dan S. scabra) ditanam dengan menggunakan anakan/pols yang masih muda. Tanaman tumbuh dengan baik pada awal pertumbuhan sebelum mendapatkan perlakuan karena masih mendapatkan perlakuan yang sama yaitu disiram satu kali sehari. Hal ini bertujuan agar tanaman tumbuh sampai pada kondisi yang siap untuk diberikan perlakuan cekaman kekeringan.

Pengamatan pada tanaman diberhentikan bila tanaman yang mendapatkan perlakuan cekaman kekeringan tidak dapat tumbuh lagi atau mati. Kondisi tanaman yang tidak dapat tumbuh lagi atau mati yang diakibatkan oleh cekaman kekeringan ditandai dengan terjadinya pelayuan pada daun (daun berwarna kuning) kemudian rontok, lalu diikuti dengan pembusukan pada batang. Pada kondisi ini biasa disebut dengan kondisi titik layu permanen, yaitu kondisi kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman mulai tidak mampu lagi menyerap air dari tanah sehingga tanaman mengalami layu permanen dalam arti sukar disembuhkan kembali meskipun telah ditambahkan sejumlah air yang mencukupi. Pada tanaman Desmodium sp, tanaman yang mendapatkan perlakuan cekaman kekeringan mengalami kematian pada hari ke-16, sedangkan pada tanaman Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala mengalami kematian pada hari ke-20, ke-24 dan ke-28. Lama pengamatan pada setiap jenis legum dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Lama Pengamatan pada Setiap Jenis Legum.

Jenis Legum Lama Pengamatan (Hari)

Desmodium sp 16

Indigofera sp 20

S. scabra 24

L. leucocephala 28

Keadaan suhu pada rumah kaca selama penelitian berkisar antara 23°C-34°C. Pada pagi hari suhu rumah kaca berkisar antara 23°C-26°C, dengan suhu rata-rata 25°C. Pada siang hari suhu rumah kaca berkisar antara 29°C-34°C, dengan suhu


(32)

rata-19 rata 32°C, sedangkan pada sore hari suhu rumah kaca berkisar antara 24°C-30°C, dengan suhu rata-rata 26°C.

Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Air Tanah

Kadar air tanah menggambarkan besarnnya air tersedia yang diserap oleh tanaman untuk melakukan pertumbuhan hingga batas dimana air menjadi tidak tersedia dan tanaman mengalami layu. Rataan persen kadar air tanah dari legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala dapat dilihat pada Tabel 3. Data rataan kadar air tanah pada Tabel 3 merupakan data kadar air tanah pada saat panen dilakukan, artinya data kadar air tanah perlakuan tersebut merupakan data kadar air tanah kondisi titik layu permanen pada perlakuan M1W1 dan M0W1. Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air tanah pada legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala. Pengaruh perlakuan terhadap rataan persen kadar air tanah dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Persen Kadar Air Tanah.

Persen Kadar Air Tanah (%)

Perlakuan Desmodium sp Indigofera sp S. scabra L. leucocephala

M0W0 37,2±0,9 A 37,5±0,8 A 38,5±2,5 A 39,5±2,5 A M0W1 22,7±0,6 B 23,5±0,7 B 20,4±0,4 B 23,8±0,2B M1W0 32,3±5,8 A 35±2,7A 38,1±1,8 A 41.6±2,2A M1W1 22,5±0,1 B 23±0,8B 20±1,1B 25,3±2,2B

Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (F0,01). M0W0 : Tanpa mikoriza dan disiram tiap hari; M0W1 : Tanpa

mikoriza dan tidak disiram; M1W0 : Dengan mikoriza dan disiram tiap hari; M1W1 : Dengan mikoriza dan tidak disiram. Tanaman yang berbeda dilakukan penelitian yang terpisah.

Pada Tabel 3, setiap perlakuan menghasilkan kadar air tanah yang berbeda-beda pada tiap jenis legum yang diujikan. Kisaran rataan kadar air tanah pada masing-masing legum sebagai berikut : 22,5%-37,2% pada legum Desmodium sp; 23%-37,5% pada legum Indigofera sp; 20%-38,5% pada legum S. scabra dan 23,8%-41,6% pada legum L. leucocephala. Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa untuk legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. sacbra dan L. leucocephala perlakuan M0W0 (32,7%, 37,5%, 38,5% dan 39,5%) dan perlakuan M1W0 (32,3%, 35%,


(33)

20 38,1% dan 41,6%) sangat berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan M0W1 (22,7%, 23,5%, 20,4% dan 23,8%) dan perlakuan M1W1 (22,5%, 23%, 20% dan 25,3%).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan perlakuan M0W0 dan M1W0 memiliki kadar air tanah yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan M0W1 dan M1W1. Hal ini dikarenakan pada kedua perlakuan mendapatkan perlakuan penyiraman setiap hari sehingga air yang terdapat di dalam tanah tetap tersedia. Untuk perlakuan M0W1 dan M1W1 kadar air tanah yang rendah disebabkan oleh perlakuan cekaman kekeringan yang diberikan pada kedua perlakuan sehingga ketersediaan air di dalam tanah pada kedua perlakuan tersebut sangat rendah. Pada penelitian ini, pemberian mikoriza dalam kondisi disiram setiap hari maupun dalam kondisi cekaman kekeringan belum memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini dapat dilihat dari kadar air pada perlakuan M0W0 sama dengan kadar air perlakuan M1W0 dan kadar air perlakuan M0W1 sama dengan kadar air perlakuan M1W1.

Dari Tabel 3 menunjukkan bahwa legum Desmodium sp mengalami kondisi titik layu permanen pada kadar air 22,5% (M1W1) dan 22,7% (M0W1). Untuk legum Indigofera sp tanaman mengalami kondisi titik layu permanen pada kadar air 23% (M1W1) dan 23,5% (M0W1). Untuk legum S. scabra mengalami kondisi titik layu permanen pada kadar air 20% (M1W1) dan 20,4% (M0W1), sedangkan legum L. leucocephala tanaman mengalami kondisi titik layu permanen pada kadar air 25,3% (M1W1) dan 23,8% (M0W1). Pada keempat legum yang diteliti menunjukkan bahwa keempat legum mengalami kondisi titik layu permanen pada kadar air tanah berkisar antara 20%-25,3%. Dari keempat legum yang diteliti, legum S. scabra menunjukkan bahwa legum tersebut dapat bertahan pada kadar air yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tiga legum lain yang diteliti (Desmodium sp, Indigofera sp dan L. leucocephala).

Ketersediaan air tanah merupakan suatu faktor dalam kemampuan bertahan hidup dan distribusi spesies tanaman (Lakitan, 1995). Salah satu faktor yang mempengaruhi ketersediaan air dalam tanah adalah iklim. Faktor iklim yang mempengaruhi ketersediaan air dalam tanah adalah curah hujan dan evapotranspirasi. Evapotranspirasi berpengaruh terhadap ketersediaan air tanah, evapotranspirasi


(34)

21 merupakan gabungan evaporasi dari permukaan tanah dan transpirasi tanaman yang menguap melalui akar tumbuhan ke batang daun menuju atmosfer (BMG, 2006). Menurut Djondronegoro et al., (1989), produksi tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air yang diantaranya berasal dari curah hujan. Ketersediaan air dalam tanah bagi tanaman tergantung pada banyaknya curah hujan atau air irigasi, kemampuan tanah menahan air, besarnya evapotranspirasi, serta tingginya permukaan air tanah (Hardjowigeno, 1989).

Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran yang tidak dapat kembali ke asal (irreversibel) yang meliputi pertambahan volume dan massa. Salah satu parameter pertumbuhan yang sering diamati adalah tinggi tanaman, dengan mengetahui pertambahan tinggi suatu tanaman maka dapat dilihat pertumbuhannya. Pengaruh perlakuan terhadap rataan pertambahan tinggi vertikal tanaman dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman.

Rataan Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman (cm/4 hari)

Perlakuan Desmodium sp Indigofera sp S. scabra L. leucocephala

M0W0 22,9±3,1 ab 44,8±8,7 A 21,5±8,5A 98,5±24,3A M0W1 8,8±10,7 bc 16,6±10,7B 3,5±4,4B 35,3±18,1B M1W0 32±2,2a 56,3±7,8 A 26,3±1,5A 88,5±4,5 A M1W1 2,3±21,4 c 10,8±7,7 B 7,5±2,5B 33,3±7,8 B

Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (F0,05). Huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh

yang sangat berbeda nyata (F0,01). M0W0 : Tanpa mikoriza dan disiram tiap hari;

M0W1 : Tanpa mikoriza dan tidak disiram; M1W0 : Dengan mikoriza dan disiram tiap hari; M1W1 : Dengan mikoriza dan tidak disiram. Tanaman yang berbeda dilakukan penelitian yang terpisah.

Nilai rataan pertambahan tinggi tanaman setiap perlakuan pada masing-masing legum dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) meningkatkan pertambahan tinggi tanaman pada legum Desmodium sp, sedangkan pada legum Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) dalam meningkatkan pertambahan tinggi tanaman.


(35)

22 Nilai rataan tertinggi pertambahan tinggi tanaman pada legum Desmodium sp, Indigofera sp dan S. scabra ditunjukkan oleh perlakuan M1W0 (32 cm, 56,3 cm dan 26,3 cm), sedangkan nilai pertambahan tinggi tanaman terendah pada legum Desmodium sp dan Indigofera sp ditunjukkan oleh perlakuan M1W1 (2,3 cm dan 10,8 cm) dan M0W1 (3,5 cm) pada legum S. scabra. Untuk legum L. leucocephala nilai pertambahan tinggi tanaman tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan M0W0 (98,5 cm) dan terendah ditunjukkan oleh perlakuan M1W1 (33,3 cm).

Berdasarkan hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa pada legum Desmodium sp perlakuan M1W0 (32 cm) berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 (29,9 cm), M0W1 (8,8 cm), M1W1 (2,3 cm) dan perlakuan M0W0 (29,9 cm), M0W1 (8,8 cm) berbeda nyata dengan perlakuan M1W1 (2,3 cm). Untuk legum Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala perlakuan M1W0 (56,3 cm, 26,3 cm dan 88,5 cm) dan M0W0 (44,8 cm, 21,5 cm dan 98,5 cm) sangat berbeda nyata bila dibandingkan dengan perlakuan M0W1 (16,6 cm, 3,5 cm dan 35,3 cm) dan M1W1 (10,8 cm, 7,5 cm dan 33,3 cm).

Pada data Tabel 4 dapat dilihat bahwa pemberian mikoriza pada legum Desmodium sp lebih efektif meningkatkan pertambahan tinggi vertikal tanaman dalam kondisi disiram setiap hari bila dibandingkan dengan pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan pada legum Desmodium sp masih belum memberikan respon yang positif karena pertambahan tinggi vertikal pada perlakuan ini masih lebih rendah bila dibandingkan dengan perlakuan yang tanpa diberi mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan.

Pada legum Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala pemberian mikoriza dalam kondisi disiram setiap hari maupun pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan belum memberikan pengaruh terhadap pertambahan tinggi vertikal tanaman. Hal ini dapat dilihat pada perlakuan M1W0 yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan M0W0 dan perlakuan M1W1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan M0W1.

Pada data Tabel 4 dapat dilihat bahwa perlakuan M1W0 dan M0W0 setiap jenis legum yang diuji memiliki pertambahan tinggi vertikal tanaman yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan M1W1 dan M0W1. Hal ini menunjukkan


(36)

23 bahwa pertumbuhan tanaman terutama tinggi tanaman sangat dipengaruhi oleh ketersediaan air di dalam tanah. Mapegau (2006) menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh kondisi cekaman air. Sasli (2004) juga menjelaskan bahwa kekurangan air secara internal pada tanaman berakibat langsung pada penurunan dan pembesaran sel sehingga tumbuhan akan mengalami penurunan pertambahan tinggi tanaman pada saat tanaman berada dalam kondisi cekaman air.

Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Daun

Produksi bahan kering merupakan peubah yang sangat penting untuk menduga produksi potensial tanaman dan dijadikan pedoman untuk mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Salisbury dan Ross, 1995). Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap berat kering daun pada legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala, sedangkan pada legum Indigofera sp perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering daun.

Pada Tabel 5, nilai rataan berat kering daun tertinggi pada legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala ditunjukkan oleh perlakuan M1W0 (13,75 gram/pot, 8,08 gram/pot, 14,03 gram/pot dan 5,88 gram/pot). Untuk nilai rataan berat kering daun terendah legum Desmodium sp dan Indigofera sp ditunjukkan oleh perlakuan M0W1 (3,85 gram/pot dan 3,43 gram/pot), sedangkan pada legum S. scabra dan L. leucocephala rataan berat kering daun terendah ditunjukkan oleh perlakuan M1W1 (4,3 gram/pot dan 2,43 gram/pot). Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa untuk legum Desmodium sp perlakuan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M1W1, M0W1, M0W0. Untuk legum S. scabra dan L. leucocephala perlakuan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W1, M1W1.

Untuk hasil analisis secara keseluruhan berat kering daun keempat jenis legum menunjukkan bahwa legum Indigofera sp kurang respon terhadap perlakuan pemberian mikoriza dalam kondisi disiram setiap hari maupun pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan; akan tetapi masih terdapat peningkatan terhadap rataan berat kering daun untuk perlakuan M1W0 (8,08 gram/pot) dan M1W1 (4,6 gram/pot) bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 (4,28 gram/pot) sebagai


(37)

24 kontrol. Rataan berat kering daun dari legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Rataan Berat Kering Daun, Batang dan Akar.

Berat Kering Daun (gram/pot)

Perlakuan Desmodium sp Indigofera sp S. scabra L. leucocephala

M0W0 8,35±1,63B 4,28±3,06 9,18±4,44AB 4,5±1,15AB M0W1 3,85±0,87B 3,43±0,85 5,8±1,67B 2,9±1,3B M1W0 13,75±4,19A 8,08±3,32 14,03±4,29A 5,88±0,9A M1W1 5,63±1,57B 4,6±1,15 4,3±1B 2,43±0,87B

Berat Kering Batang (gram/pot)

Perlakuan Desmodium sp Indigofera sp S. scabra L. leucocephala

M0W0 8,4±1,32B 6,8±4,66 16,53±7,84AB 10,73±3,26A M0W1 2,73±0,67B 6,18±1,61 10,28±0,83B 4,33±1,93B M1W0 15,1±4,74A 11,88±4,21 24,13±5,83A 10,3±2,15A M1W1 5,45±1,55B 8,1±0,99 8,33±1,22B 3,13±0,35B

Berat Kering Akar (gram/pot)

Perlakuan Desmodium sp Indigofera sp S. scabra L. leucocephala

M0W0 3,38±0,57B 3,43±2,45 8,48±5,47AB 4,83±2,12a M0W1 1,28±0,46C 3,13±0,66 1,9±0,42B 2,43±0,59b M1W0 6,2±1,42 A 6,15±2,07 13,2±7,12A 5,03±1,79a M1W1 2,78±0,55BC 4,8±1,42 1,18±0,78B 1,88±0,22b

Keterangan : Huruf kecil yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (F0,05). Huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan pengaruh

yang sangat berbeda nyata (F0,01). M0W0 : Tanpa mikoriza dan disiram tiap hari;

M0W1 : Tanpa mikoriza dan tidak disiram; M1W0 : Dengan mikoriza dan disiram tiap hari; M1W1 : Dengan mikoriza dan tidak disiram. Tanaman yang berbeda dilakukan penelitian yang terpisah.

Pada legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala terjadi peningkatan rataan berat kering daun pada perlakuan M1W0 bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 sebagai kontrol. Peningkatan rataan berat kering daun yang disebabkan oleh pemberian mikoriza pada legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala membuktikan bahwa pemberian mikoriza pada ketiga legum tersebut dapat meningkatkan berat kering daun pada kondisi disiram setiap hari. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Murtiani (1999) yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan bobot kering tanaman rumput yang disebabkan adanya pemberian mikoriza pada tanaman yang diteliti. Menurut Delvian (2006) mikoriza


(38)

25 sangat berperan bagi tanaman dalam meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara terutama unsur fosfat serta berfungsi meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman.

Untuk pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan pada legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala belum terjadi peningkatan rataan berat kering daun bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 sebagai kontrol. Hal ini disebabkan belum adanya respon yang nyata dari mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan yang dapat meningkatkan berat kering daun.

Pada Tabel 5, data berat kering daun memperlihatkan bahwa secara keseluruhan pada legum yang mendapatkan cekaman kekeringan terjadi penurunan rataan berat kering daun bila dibandingkan dengan legum yang disiram setiap hari. Hal ini dikarenakan pada legum tersebut terjadi cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan dapat menurunkan berat kering tanaman yang disebabkan oleh menurunnya transpor air dan unsur hara yang diperlukan dalam proses fotosintesis sehingga menurunkan hasil fotosintat (Alfiyah, 2000). Menurut Sasli (2004) tanaman yang tumbuh pada kondisi cekaman kekeringan akan mengurangi jumlah stomata sehingga mengurangi laju kehilangan air. Penutupan stomata akan menyebabkan serapan CO2 bersih pada daun berkurang secara paralel (bersamaan) selama kekeringan. Dampaknya, proses asimilasi karbon terganggu sebagai akibat dari rendahnya ketersediaan CO2 pada kloroplas karena cekaman air yang menyebabkan terjadinya penutupan stomata sehingga laju fotosintesis akan terhambat dan pembentukan karbohidrat akan menurun. Hal ini menyebabkan penurunan berat kering akar, batang dan daun pada tanaman.

Pada penelitian ini setiap perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap keempat jenis legum yang diteliti. Berat kering daun tertinggi perlakuan M1W0, M0W0 dan M0W1 didapat dari legum S. scabra, sedangkan untuk perlakuan M1W1 didapat dari legum Desmodium sp. Secara keseluruhan, perlakuan M1W0 merupakan perlakuan yang dapat meningkatkan berat kering daun tertinggi pada tiap jenis legum yang diujikan.

Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Batang

Rataan berat kering batang dari legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil sidik ragam


(39)

26 menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat kering akar pada legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala, sedangkan pada legum Indigofera sp perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar.

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai rataan berat kering batang tertinggi pada legum Desmodium sp, Indigofera sp dan S. scabra ditunjukkan oleh perlakuan M1W0 (15,1 gram/pot, 11,88 gram/pot dan 24,13 gram/pot), sedangkan nilai rataan berat kering batang terendah pada legum Desmodium sp dan Indigofera sp ditunjukkan oleh perlakuan M0W1 (2,73 gram/pot dan 6,18 gram/pot) dan pada legum S. scabra ditunjukkan oleh perlakuan M1W1 (8,33 gram/pot). Untuk legum L. luecocephala nilai rataan berat kering batang tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan M0W0 (10,73 gram/pot) dan terendah ditunjukkan oleh perlakuan M1W1 (3,13 gram/pot).

Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa pada legum Desmodium sp perlakuan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W0, M0W1, M1W1. Untuk legum S. scabra perlakuan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W1, M1W1. Untuk legum L. leucocephala perlakuan M0W1 dan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W1 dan M1W1.

Untuk hasil analisis secara keseluruhan berat kering batang keempat jenis legum menunjukkan bahwa legum Indigofera sp kurang respon terhadap perlakuan pemberian mikoriza dalam kondisi disiram setiap hari maupun pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan; akan tetapi masih terdapat peningkatan terhadap rataan berat kering batang untuk perlakuan M1W0 (11,88 gram/pot) dan M1W1 (8,1 gram/pot) bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 (6,8 gram/pot) sebagai kontrol.

Hasil penelitian data Tabel 5, untuk legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala terjadi penurunan rataan berat kering batang pada perlakuan M0W1 dan M1W1 bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 dan M1W0. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi cekaman kekeringan dapat menurunkan rataan berat kering batang pada legum Desmodium sp, S. scabra dan L. leucocephala sehingga pertumbuhan ketiga legum dapat dikatakan akan menurun dengan adanya cekaman kekeringan. Mapegau (2006) menjelaskan bahwa pertumbuhan tanaman sangat peka


(40)

27 terhadap defisit (cekaman) air karena berhubungan dengan turgor dan hilangnya turgiditas dapat menghentikan pembelahan dan pembesaran sel yang mengakibatkan tanaman menjadi lebih kecil. Selain itu, hal ini juga akan berdampak terhadap produksi dari tanaman tersebut.

Pada Tabel 5, pemberian mikoriza pada legum Desmodium sp terjadi peningkatkan rataan berat kering batang pada perlakuan M1W0 bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 dan perlakuan M1W1 bila dibandingkan dengan perlakuan M0W1. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian mikoriza pada legum Desmodium sp dapat meningkatkan produksi berat kering batang dalam kondisi disiram setiap hari maupun dalam kondisi cekaman kekeringan. Menurut Rungkat (2009) mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara pada tanaman yang diinfeksinya, sehingga pertumbuhan dan produksi tanaman tersebut dapat meningkat.

Pada penelitian ini perlakuan M1W0 merupakan perlakuan yang dapat meningkatkan berat kering batang tertinggi secara keseluruhan tiap jenis legum yang diujikan. Hal ini dikarenakan pemberian mikoriza dan penyiraman tanaman lebih memberikan pengaruh yang dapat meningkatkan berat kering batang tiap jenis legum yang diujikan.

Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Akar

Rataan berat kering akar dari legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil sidik ragam perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap berat kering akar pada legum Desmodium sp dan S. scabra, sedangkan legum L. leucocephala perlakuan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap berat kering akar. Untuk legum Indigofera sp perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap berat kering akar.

Nilai rataan berat kering akar tertinggi pada legum Desmodium sp, Indigofera sp, S. scabra dan L. leucocephala ditunjukkan oleh perlakuan M1W0 (6,2 gram/pot, 6,15 gram/pot, 13,2 gram/pot dan 5,03 gram/pot). Untuk nilai rataan berat kering akar terendah pada legum Desmodium sp dan Indigofera sp ditunjukkan oleh perlakuan M0W1 (1,28 gram/pot dan 3,13 gram/pot), sedangkan nilai rataan berat kering akar terendah pada legum S. scabra dan L. leucocephala ditunjukkan oleh perlakuan M1W1 (1,18 gram/pot dan 1,88 gram/pot).


(41)

28 Hasil uji jarak Duncan menunjukkan bahwa pada legum Desmodium sp perlakuan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W0, M1W1, M0W1 dan perlakuan M0W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W1. Untuk legum S. scabra perlakuan M1W0 sangat berbeda nyata dengan perlakuan M0W1, M1W1. Untuk legum L. leucocephala perlakuan M0W0 dan M1W0 berbeda nyata dengan perlakuan M0W1 dan M1W1.

Untuk hasil analisis secara keseluruhan berat kering akar keempat jenis legum menunjukkan bahwa legum Indigofera sp kurang respon terhadap perlakuan pemberian mikoriza dalam kondisi disiram setiap hari maupun pemberian mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan; akan tetapi masih terdapat peningkatan terhadap rataan berat kering akar untuk perlakuan M1W0 (6,15 gram/pot) dan M1W1 (4,8 gram/pot) bila dibandingkan dengan perlakuan M0W0 (3,43 gram/pot) sebagai kontrol.

Data Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan mikoriza pada kondisi tanaman disiram setiap hari terjadi peningkatan rataan berat kering akar bila dibandingkan dengan rataan berat kering akar yang tanpa diberikan mikoriza pada kondisi yang sama. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian mikoriza dapat meningkatkan berat kering akar tanaman legum yang diteliti. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Utama dan Yahya (2003), dimana terjadi peningkatan berat kering akar pada tanaman legum penutup tanah (Calopogonium mucunoides, Calopogonium ceurelieum, Centrosema pubescens dan Pueraria javanica) yang diberikan mikoriza. Menurut Sasli (2004) peranan langsung dari mikoriza adalah membantu akar dalam meningkatkan penyerapan air dari dalam tanah ke dalam akar, karena mikoriza dapat memperluas permukaan akar dalam penyerapan air dari dalam tanah. Air yang diserap dari dalam tanah akan digunakan oleh tumbuhan untuk pembelahan dan pembesaran sel yang salah satunya terwujud dalam pertumbuhan akar, yaitu meningkatnya derajat percabangan dan diameter akar.

Untuk rataan berat kering akar pada legum yang diberikan perlakuan mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan hanya pada legum Desmodium sp terjadi peningkatan rataan berat kering akar bila dibandingkan dengan legum Desmodium sp yang tanpa diberi mikoriza dalam kondisi cekaman kekeringan, sedangkan pada legum S. scabra dan L. leucocephala pemberian mikoriza dalam


(1)

42 Lampiran 3. Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah

Kadar Air Tanah.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 2007,98 669,326 14,83 0,0012

Galat 8 361,053 45,1317

Total 11 2369,03

Lampiran 4. Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 2176,05 725,349 4,95 0,0183

Galat 12 1756,69 146,391

Total 15 3932,73

Lampiran 5. Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah Berat Kering Daun.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 224,012 74,6706 12,75 0,0005

Galat 12 70,2775 5,85646

Total 15 294,289

Lampiran 6. Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah Berat Kering Batang.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 339,487 113,162 16,74 0,0001

Galat 12 81,1375 6,76146

Total 15 420,624

Lampiran 7. Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah Berat Kering Akar.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 50,9869 16,9956 23,82 <,0001

Galat 12 8,5625 0,71354

Total 15 59,5494

Lampiran 8. Hasil Sidik Ragam pada Legum Desmodium sp untuk Peubah Infeksi Akar.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 3537 1179 6,17 0,0088

Galat 12 2294 191,167


(2)

43 Lampiran 9. Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah

Kadar Air Tanah.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 2204,86 734,952 62,54 <,0001

Galat 8 94,0133 11,7517

Total 11 2298,87

Lampiran 10. Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 5754,17 1918,06 24,75 <,0001

Galat 12 929,938 77,4948

Total 15 6684,11

Lampiran 11. Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah Berat Kering Daun.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 50,3469 16,7823 2,99 0,0735

Galat 12 67,4225 5,61854

Total 15 117,769

Lampiran 12. Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah Berat Kering Batang.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 78,2825 26,0942 2,42 0,1163

Galat 12 129,135 10,7613

Total 15 207,418

Lampiran 13. Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah Berat Kering Akar.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 23,185 7,72833 2,43 0,1154

Galat 12 38,105 3,17542

Total 15 61,29

Lampiran 14. Hasil Sidik Ragam pada Legum Indigofera sp untuk Peubah Infeksi Akar.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 2839,19 946,396 6,84 0,0061

Galat 12 1660,75 138,396


(3)

44 Lampiran 15. Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Kadar

Air Tanah.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 4181,09 1393,7 78,74 <,0001

Galat 8 141,6 17,7

Total 11 4322,69

Lampiran 16. Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 1427,69 475,896 18,8 <,0001

Galat 12 303,75 25,3125

Total 15 1731,44

Lampiran 17. Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Berat Kering Daun.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 223,155 74,385 7,1 0,0053

Galat 12 125,655 10,4713

Total 15 348,81

Lampiran 18. Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Berat Kering Batang.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 609,328 203,109 8,32 0,0029

Galat 12 292,89 24,4075

Total 15 902,218

Lampiran 19. Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Berat Kering Akar.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 391,663 130,554 6,42 0,0077

Galat 12 244,075 20,3396

Total 15 635,738

Lampiran 20. Hasil Sidik Ragam pada Legum S. scabra untuk Peubah Berat Infeksi Akar.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 3686,5 1228,83 14 0,0003

Galat 12 1053,5 87,7917


(4)

45 Lampiran 21. Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah

Kadar Air Tanah.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 3914,7 1304,9 48,65 <,0001

Galat 8 214,587 26,8233

Total 11 4129,29

Lampiran 22. Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 14250,3 4750,08 19,08 <,0001

Galat 12 2987,5 248,958

Total 15 17237,8

Lampiran 23. Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah Berat Kering Daun.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 29,735 9,91167 8,71 0,0024

Galat 12 13,655 1,13792

Total 15 43,39

Lampiran 24. Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah Berat Kering Batang.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 187,522 62,5073 13,12 0,0004

Galat 12 57,1625 4,76354

Total 15 244,684

Lampiran 25. Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah Berat Kering Akar.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 31,4875 10,4958 5,2 0,0157

Galat 12 24,23 2,01917

Total 15 55,7175

Lampiran 26. Hasil Sidik Ragam pada Legum L. leucocephala untuk Peubah Infeksi Akar.

DB JK KT FHitung P>F

Perlakuan 3 2063,25 687,75 3,88 0,0376

Galat 12 2126,5 177,208


(5)

46 Lampiran 27. Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan

pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Kadar Air Tanah.

Jenis Y X Yp Xp IS Kelas

Dd 22,60 34,75 22,65 37,46 0,0 T

Id 23,25 36,25 22,65 37,46 -0,8 T

Ss 20,20 38,30 22,65 37,46 -4,8 T

Ll 24,55 40,55 22,65 37,46 1,0 AT

Lampiran 28. Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Pertambahan Tinggi Vertikal Tanaman.

Jenis Y X Yp Xp IS Kelas

Dd 5,55 27,45 14,76 48,85 1,4 P

Id 13,70 50,55 14,76 48,85 -2,1 T

Ss 5,50 23,90 14,76 48,85 1,2 P

Ll 34,30 93,50 14,76 48,85 1,4 P

Lampiran 29. Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Berat Kering Daun.

Jenis Y X Yp Xp IS Kelas

Dd 4,74 11,05 4,12 8,51 0,5 T

Id 4,02 6,18 4,12 8,51 0,1 T

Ss 5,05 11,61 4,12 8,51 0,6 AT

Ll 2,67 5,19 4,12 8,51 0,9 AT

Lampiran 30. Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Berat Kering Batang.

Jenis Y X Yp Xp IS Kelas

Dd 4,09 11,75 6,07 12,98 3,4 P

Id 7,14 9,34 6,07 12,98 -0,6 T

Ss 9,31 20,33 6,07 12,98 0,9 AT


(6)

47 Lampiran 31. Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan

pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Berat Kering Akar.

Jenis Y X Yp Xp IS Kelas

Dd 2,03 4,79 2,42 6,34 0,7 AT

Id 3,97 4,79 2,42 6,34 -2,6 T

Ss 1,54 10,84 2,42 6,34 -0,5 T

Ll 2,16 4,93 2,42 6,34 0,5 T

Lampiran 32. Perhitungan Indeks Sensitivitas terhadap Cekaman Kekeringan pada Legum Desmodium sp (Dd), Indigofera sp (Id), S. scabra (Sc) dan L. leucocephala (Ll) untuk Peubah Infeksi Akar.

Jenis Y X Yp Xp IS Kelas

Dd 47,75 41,75 55,76 57,05 0,5 T

Id 50,40 48,50 55,76 57,05 0,6 AT

Ss 62,15 65,90 55,76 57,05 0,7 AT