Ajaran K.H. Ahmad Dahlan

C. Ajaran K.H. Ahmad Dahlan

1. Pelajaran Pertama

  Kita manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh. Sesudah mati akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah? Kerap kali beliau mengutarakan perkataan ulama : Artinya: “Manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali para ulama, yaitu orang–orang yang berilmu. Dan ulama–ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang ikhlas dan bersih”.

  Tiap–tiap manusia masing–masing tertarik dan merasakan hal–hal yang sedang meliputi dirinya dan disitulah mereka mempunyai kepentingan sendiri sendiri. Hingga mereka lupa tidak ingat akan nasibnya di kemudian hari. Kebanyakan manusia tidak memikirkan nasibnya sesudah mati karena tergila-gila merasakan kesenangan atau tenggelam merasakan kesusahan.

  Manusia lupa bahwa bertambah hari, makin berkurang umurnya, dan makin dekat dengan kepada saat kematiannya. Hidup didunia hanya sekali buat tebakan, hidup sekali buat pertaruhan. Hal itu dapat diuraikan :

  a. Golongan orang–orang yang belum mendapat ajaran agama, atau menolak ajaran agama, tergesa–gesa mengambil keputusan akan menemui kejadian apapun tidak ada pengusutan dan tidak ada pembalasan pahala dan hukuman.

  b. Menurut ajaran para nabi, para Rasul dan terutama ajaran nabi Muhammad saw berganti– ganti, terus–menerus hingga sekarang ini, mereka umat islam mengambil keputusan bahwa manusia itu ada asal usulnya, sesudah mati akan menerima akibat pahala ataupun hukuman.

  Terhadap orang–orang yang berbuat salah, buruk tingkah lakunya akan mendapatkan hukuman dan siksa yang sangat pedih. Kalau hidupnya yang sekali itu sampai sesat, keliru apalagi sampai salah kepercayaan dan tingkah lakunya pasti akan salah terka, akan rugi, celaka dan sengsara selama-lamanya. Bertalian dengan pelajaran pertama ini, didekat meja tulis K.H. Ahmad Dahlan tertpampang papan tulis. Pada papan tersebut suatu peringatan yang khusus untuk beliau yang selalu diperhatikan siang dan malam. Peringatan itu berbunyi demikian : Artinya: “Hai Dahlan!! Sungguh bahaya yang menyusahkan itu terlalu besar demikian pula perkara–perkara yang mengejutkan di depanmu, dan pasti kau akan menemui kenyataan demikian itu, mungkin engkau selamat tetapi juga mungkin tewas menemui bahaya. Hai Dahlan !! coba bayangkanlah seolah–olah badanmu sendiri hanya berhadapan dengan Terhadap orang–orang yang berbuat salah, buruk tingkah lakunya akan mendapatkan hukuman dan siksa yang sangat pedih. Kalau hidupnya yang sekali itu sampai sesat, keliru apalagi sampai salah kepercayaan dan tingkah lakunya pasti akan salah terka, akan rugi, celaka dan sengsara selama-lamanya. Bertalian dengan pelajaran pertama ini, didekat meja tulis K.H. Ahmad Dahlan tertpampang papan tulis. Pada papan tersebut suatu peringatan yang khusus untuk beliau yang selalu diperhatikan siang dan malam. Peringatan itu berbunyi demikian : Artinya: “Hai Dahlan!! Sungguh bahaya yang menyusahkan itu terlalu besar demikian pula perkara–perkara yang mengejutkan di depanmu, dan pasti kau akan menemui kenyataan demikian itu, mungkin engkau selamat tetapi juga mungkin tewas menemui bahaya. Hai Dahlan !! coba bayangkanlah seolah–olah badanmu sendiri hanya berhadapan dengan

  Pada suatu hari K.H. Ahmad Dahlan memberi fatwa demikian : “Bermacam–macam corak–ragamnya mereka mengajukan pertanyaan demikian : harus bagaimanakah supaya diriku selamat dari api neraka? Harus mengerjakan perintah apa? Beramal apa? Menjauhi dan meninggalkan apa? Pernyataan K.H. Ahmad Dahlan : “Orang yang sedang tersangkut perkara criminal, dia takut akan dijatuhi hukuman penjara. Menunggu–nunggu putusan hakim pengadilan negeri, karena takut hukuman penjara. Siang dan malam selalu termenung, sampai makan tidak enak, tidur tidak nyenyak. Selalu gelisah dan kesana kemari mencari Advocat atau pokrol.

  Tentu saja orang mukmin yang takut akan bahaya maut, takut akan diusut perbuatannya, takut akan diputus perkaranya, takut akan adanya pembalasan berupa siksa atau hukuman, pasti selalu harus bingung mencari usaha bagaimana caranya mendapat keselamatan, harus kemana–mana bertanya, bagaimana supaya dapat selamat. Tidak cukup hanya kira– kira dan diputusi sendiri. Ingatlah : hanya sekali hidup di dunia untuk bertaruh”.

2. Pelajaran Kedua

  Kebanyakan diantara manusia berwatak angkuh, dan takabur, mereka mengambil keputusan sendiri – sendiri. Sebagaimana orang Yahudi yang menganggap bahwa dirinya akan bahagia, selain orang Yahudi akan sengsara. Begitu juga orang Kristen menganggap bahwa hanya golongannya yang akan bahagia mendapat surga, lainnya akan sengsara.

  Sekarang bagaimana orang yang tidak beragama ? Adapun Golongan mereka yang tidak berdasar agama ditetapkan oleh golongan – golongan beragama baik golongan Islam, Yahudi, Kristen, Majusi ataupun golongan agama lain – lainnya bahwa golongan yang tidak beragama itu semuanya akan celaka dan sengsara. Golongan yang tidak beragama mempunyai anggapan bahwa manusia itu sesudah mati tidak akan celaka dan tidak akan disiksa. Disini teranglah bahwa tiap – tiap golongan melemparkan kecelakaan kepada lainnya. Pernyataan fatwa K.H. Ahmad Dahlan : “Manusia satu sama lain selalu melemparkan pisau cukur, mempunyai anggapan pasti tepat dia melemparkan celaka kepada orang lain”.

  K.H. Ahmad Dahlan heran, mengapa pemimpin – pemimpin agama dan tidak beragama selalu hanya beranggap, mengambil keputusan sendiri tanpa mengadakan pertemuan antara mereka, tidak mau bertukar fikiran memperbincangkan mana yang benar dan mana yang salah? Hanya anggapan-anggapan, disepakatkan dengan isterinya, disepakatkan dengan muridnya, disepakatkan dengan teman gurunya sendiri. Tentu saja dibenarkan. Tetapi marilah mengadakan permusyawaratan dengan golongan lain di luar golongan masing – masing untuk membicarakan manakah sesungguhnya yang benar itu?

  “Semua golongan bersukaria dengan barang yang ada dalam golongannya” mereka merasa sudah benar tidak memerlukan lagi untuk mengetahui

  keadaan golongan lain,

  tidak memerlukan bermusyawarah dengan golongan lain dan mengabaikan terhadap hujjah atau alasan golongan lain. Sudah teguh pendiriannya sengaja tidak mau membanding – banding atau menimbang. Tetapi kenyataanya satu sama lain selalu bertengkar, berselisih dan bermusuhan. Padahal sudah menjadi kepastian bahwa barang yang diperselisihkan itu kalau sudah diselidiki, tentu akan terdapat mana yang benar dan mana yang salah. Hanya satu yang benar diantara yang banyak itu.

  Tersebut dalam Al Qur’an : “Maka tidak ada sesudahnya yang benar, kecuali yang salah”. Hanya sekali hidup di bumi untuk bertaruh. K.H. Ahmad Dahlan membacakan surat Al ‘araf : 99 :

  “Tidaklah khawatir akan siksa Allah, kecuali mereka golongan yang rugi”.

3. Pelajaran Ketiga

  Manusia itu kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali, berulang – ulang maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai, maka kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk di robah. Sudah menjadi tabi’at, bahwa kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik pun dari sudut keyakinan atau I’tiqad, perasaan kehendak mau pun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merobah, sanggup membela dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapan bahwa apa yang dimiliki adalah benar.

  Hati atau nafsu manusia itulah ada ibarat sebuah botol yang tidak berisi. Mula – mula lahir di dunia suci-bersih, kemudian orang tuanya diberi tuntunan, dari pergaulannya mendapat pendidikan dan pelajaran, baikpun dari teman, guru atau pun dari orang – orang tua di kampong halamannya. Dengan demikian masuklah beberapa pengetahuan yang mempengaruhi kepada akal fikiran, perasaan, kehendak dan perbuatannya, tercetak dalam nafsunya hingga menjadi kesenangan dan kepuasan dan menjadi keteguhan kemudian menganggap hanya itu yang benar. Bilamana apa berbeda dengan dirinya dianggapnya itu salah. “Manusia itu semua benci kepada yang yang tidak diketahui.”

4. Pelajaran Keempat

  Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama – sama mempergunakan akal fikirannya untuk berfikir, bagaimana sebenarnya hakikat dan tujuan manusia hidup di dunia. Apakah perlunya? hidup di dunia harus mengerjakan apa? dan mencari apa? dan apa yang dituju? Manusia harus mempergunakan akal fikirannya untuk mengoreksi soal I’tikad dan kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran yang sejati, karena kalau hidup di dunia hanya sekali ini sampai sesat, akibatnya akan celaka dan sengsara selama – lamanya. “Adakah engkau menyangka, bahwasannya kebanyakan manusia, suka mendengarkan atau memikir– mikir? Mau mencari ilmu yang benar?

5. Pelajaran Kelima

  Setelah manusia mendengarkan pelajaran–pelajaran fatwa yang bermacam–macam membaca beberapa tumpuk buku dan sesudah memperbincangkan, memikir–mikir, menimbang, membanding– banding kesana kemari, barulah mereka itu dapat memperoleh keputusan, memperoleh barang yang benar yang sesungguh–sungguhnya.

  Fatwa K.H. Ahmad Dahlan: “Mula–mula agama islam itu cemerlang, kemudian kelihatan makin suram. Tetapi sesungguhnya yang suram itu adalah manusianya bukanlah agamanya.” Agama adalah bukan barang yang kasar, yang harus dimasukan kedalam telinga, akan tetapi agama Islam adalah agama fitrah. Artinya ajaran yang mencocoki kesucian manusia. Sesungguhnya agama bukanlah amal lahir yang dapat dilihat. Amal yang kelihatan itu hanyalah manifestasi dan daya dari ruh agama. Sesungguhnya agama itu ialah: “ Condongnya nafsu ruhani naik kepada kesempurnaan tertinggi yang suci dan luhur, bersih dari pengaruh kebendaan.” Jadi orang menetapi agama ialah orang yang condong kepda kesucian iman kepada Allah bersih dari pengaruh yang bermacam– macam.

  Keterangan :

  1. Manusia asal mulanya suci

  2. Kemudian manusia kemasukan adat atau kebiasaan kotor lalu hatinya mengandung penyakit

  3. Kemudian menolak ajaran – ajaran yang baik yang suci dan yang benar

  4. Manusia harus mengadakan kebersihan diri dari kotoran – kotoran yang ada dalam hati. Setelah hatinya jernih, baru dapat menerima ajaran – ajaran para rasul, kemudian baru dapat meningkat naik ke alam kesucian

6. Pelajaran Keenam

  Kebanyakan pemimpin–pemimpin rakyat, belum berani mengorbankan harta benda dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin– pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia yang bodoh– bodoh dan lemah.

7. Pelajaran Ketujuh

  Pelajaran terbagi kepada dua bagian :

  1. Belajar Ilmu (pengetahuan dan teori)

  2. Belajar amal (mengerjakan, memperaktekan)

  Semua pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat. Misalnya : seorang anak akan mempelajari huruf a, b, c, d kalau belum faham benar – benar tentang 4 huruf a, b, c, d itu, tidak perlu ditambah pelajarannya dengan e, f, g, h. Demikian juga belajar beramal, harus dengan cara bertingkat. Kalau setingkat saja belum dapat mengerjakan tidak perlu ditambah.