Nasib Internasionalisasi Pendidikan

Nasib Internasionalisasi Pendidikan

Pemerintah Indonesia merespon tantangan era globalisasi dalam dunia pendidikan dengan melakukan upaya internasionalisasi, RSBI merupakan manifestasi upaya tersebut. Proyek internasionalisasi ini merupakan fenomena global yang mengubah cara-cara sistem pendidikan agar mencermati layanan pendidikan yang dijalankan lebih berkualitas, Pemerintah Indonesia merespon tantangan era globalisasi dalam dunia pendidikan dengan melakukan upaya internasionalisasi, RSBI merupakan manifestasi upaya tersebut. Proyek internasionalisasi ini merupakan fenomena global yang mengubah cara-cara sistem pendidikan agar mencermati layanan pendidikan yang dijalankan lebih berkualitas,

Lebih lanjut, Verhoeven (2004) melihat internasionalisasi dari empat macam pendekatan. Pertama pendekatan kegiatan, internasionalisasi mengacu pada mobilitas lembaga dan siswa, serta perekrutan siswa. Kedua pendekatan kompetensi, yaitu hasil dan sasaran siswa dan guru sebagai produk dari interaksi dengan dunia internasional. Ketiga pendekatan budaya, hadirnya akademisi berkebangsaan asing di sebuah sekolah yang mempengaruhi budaya lokal. Dan keempat, pendekatan proses dan strategi, yaitu memisahkan tiga pendekatan di atas ketika mereka menyatu dalam sebuah perencanaan dalam rangka memberikan nuansa internasional dalam sebuah kebijakan pendidikan sebuah negara.

Menurut Altbach dan Knight (2006), upaya internasionalisasi sesungguhnya bukanlah sesuatu fenomena baru dalam dunia pendidikan di dunia. Sudah banyak negara-negara di dunia yang mengimplementasikan, termasuk negara-negara yang berada di kawasan Asia. Beberapa negara tersebut, seperti Jepang, China, India, Singapura, Thailand, dan Malaysia telah lama membangun jaringan dan kerjasama dengan berbagai negara Barat dan Timur Tengah dalam rangka memajukan pendidikan mereka. Serta perlu diketahui bahwa China merupakan negara eksportir utama bagi sesama negara Asia.

Program RSBI merupakan salah satu upaya pemerintah Indonesia melakukan upaya mengintegrasikan dengan dunia global dalam ranah pendidikan. Pemerintah melalui RSBI mengimajinasikan agar kualitas pendidikan Indonesia bisa bersanding dengan negara- negara maju. Program internasional ini secara umum bertujuan meningkatkan mutu kinerja sekolah. Agar dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara optimal serta meiliki daya saing di level global. Secara khusus RSBI bertujuan meningkatkan mutu pelayanan pendidikan dalam rangka menyiapkan siswa dengan standar kompetensi lulusan yang memiliki daya saing internasional, yaitu dengan 14 karakter yang telah

ditetapkan 5 (Abdul Syukur, 2010). Singkatnya, program RSBI secara ideal akan berdampak langsung pada kemajuan sekolah bila secara nyata diimplementasikan.

Secara serentak kebijakan RSBI ini telah dimulai sejak tahun 2005 sebagai penerjemahan dari UU Sisdiknas tahun 2003. Program RSBI bukan hanya dibebankan kepada pemerintah

5 Karakter tersebut adalah (i) meningkatnya keimanan dan ketaqwaan serta berakhlak mulia; (ii) meningkatkan kesehatan jasmani dan ruhani; (iii) meningkatnya mutu lulusan dengan standar yang lebih

tinggi dari pada standar kompetensi lulusan nasional; (iv) menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi; (v) siswa termotivasi untuk belajar mandiri, berfikir kritis, kreatif, dan inovatif; (vi)) mampu menyelesaikan masalah secara efektif; (vii) meningkatnya kecintaan pada persatuan dan kesatuan bangsa; (viii) Menguasai bahasa Indonesia yang baik dan benar; (ix) membangun kejujuran, objektifitas, dan tanggung jawab; (x) mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris, dan atau bahasa asing lainnya secara efektif; (xi) siswa memiliki daya saing melanjutkan pendidikan bertaraf internasional; (xii) mengikuti sertifikasi internasionak; (xiii) meraih mendali tingkat internasional; dan (xiv) dapat bekerja pada lembaga internasional. Bisa dilihat dalam Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Panduan Penyelenggaraan Program Rintisan SMA Berstaraf Internasional. Dirjen Dikdasmen, hlm. 5-6.

pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan saja tetapi juga Pemerintah Propinsi dan Daerah. Bahkan, secara yuridis (siapa) mewajibkan kepada setiap pemerintah daerah menyelenggarakan RSBI sebagai program unggulan untuk menghadapi era global. Sehingga hampir seluruh daerah di Indonesia memiliki minimal satu sekolah sebagai pilot project RSBI.

Dalam perkembangannya, banyak sekolah negeri maupun swasta juga berlomba-lomba untuk mendapatkan label RSBI. Hal ini disebabkan karena label tersebut bukan hanya bisa mendatangkan prestise tapi juga sebagai strategi untuk mendapatkan bantuan dana sekaligus juga cara memperoleh pendapatan tambahan di luar biaya regular. Sehingga sangat wajar bila label RSBI ini memiliki daya tarik tersendiri bagi sekolah. Bagi orang tua yang menjadi wali murid, tentu akan menjadi kebanggaan sosial, bahwa anak mereka masuk kelas atau sekolah program internasional.

Terlepas dari persoalan di atas, harus diakui bahwa program RSBI ini merupakan upaya pemerintah melakukan internasionalization at home, yaitu upaya mengintegrasikan pendidikan nasional di level sekolah dengan sistem pendidikan luar negeri. Proses pengintegrasian ini dilakukan agar para siswa mendapatkan pengetahuan dan keterampilan seperti yang diberikan pada sekolah-sekolah luar negeri, khususnya di negara-negara maju. Maka, upaya secara objektif harus didukung dengan berbagai dukungan bukan hanya dari segi regulasi, tapi juga dari ketersediaan SDM dan siswa tetapi juga dari sarana dan prasaran proses pembelajaran program internasional ini. Sehingga, sangat wajar bila untuk menjalankan program ini pemerintah harus mengalokasikan anggaran secara khusus.

Akan tetapi sayang, dalam perjalanannya, belum genap enam tahun program ini mendapatkan tantangan dan penolakan yang sangat luar biasa dari sebagian elemen masyarakat. Mereka menolak dengan berbagai alasan dan argumentasi yang telah dijelaskan di bagian sebelumnya. Paling tidak secara umum mereka menolak didasarkan pada dua ranah, yaitu subtansial dan prosedural. Pada ranah prosedural, mereka menggangap RSBI bertentangan dengan semangat nasionalisme, bias kelas sosial, diskriminatif bagi kelompok masyarakat tertentu, dan bertentangan dengan prinsip pendidikan yang tertuang dalam UUD 1945. Secara prosedural, mereka melihat RSBI menghabiskan dana yang cukup banyak tetapi belum mampu memenuhi target yang sesuai yang diharapkan sesuai aturan. Lebih lanjut, mereka juga menggunakan hasil evaluasi Kemendikbud ternyata banyak guru yang mengajar di RSBI belum memenuhi kualifikasi, khususnya dalam penguasaan bahasa Inggris.

Setelah landasan hukum RSBI dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka berakhir pula program internasionalisasi pendidikan di level pendidikan menengah di Indonesia. Harus diakui, bahwa program ini terdapat titik kelemahan karena memang masih mencari bentuk. Dengan berbagai evaluasi program, beberapa titik kelemahan yang telah dibahas di atas oleh para pengritik kebijakan tersebutseharusnya bisa diperbaiki. Secara objektif terlepas dari berbagai kekurangan yang dimiliki oleh program RSBI mampu menggerakkan secara struktural sekolah-sekolah melakukan proses internasionalisasi; mulai membangun kemitraan, mengintrodusir kurikulum luar negeri, menggunakan bahasa asing dalam Setelah landasan hukum RSBI dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka berakhir pula program internasionalisasi pendidikan di level pendidikan menengah di Indonesia. Harus diakui, bahwa program ini terdapat titik kelemahan karena memang masih mencari bentuk. Dengan berbagai evaluasi program, beberapa titik kelemahan yang telah dibahas di atas oleh para pengritik kebijakan tersebutseharusnya bisa diperbaiki. Secara objektif terlepas dari berbagai kekurangan yang dimiliki oleh program RSBI mampu menggerakkan secara struktural sekolah-sekolah melakukan proses internasionalisasi; mulai membangun kemitraan, mengintrodusir kurikulum luar negeri, menggunakan bahasa asing dalam

Salah satu kritikan tajam terhadap RSBI adalah penggunaan kurikulum, buku, dan bahasa pengantar dalam bahasa Inggris, yang dianggap bisa melunturkan nasionalisme. Dalam konteks tertentu kritikan ini ada benarnya, namun pada sisi lain juga bentuk ketakutan yang berlebihan dengan setiap sesuatu yang berbau asing. Di sinilah seharusnya baik itu pemerintah, pengamat pendidikan, serta pegiat pendidikan mencari solusi dalam proses mencari bentuk sekolah berwawasan global dengan mengabungkan keunggulan lokal, nasional,dan internasional.

Dalam kasus penggunaan bahasa asing, jauh sebelum RSBI telah banyak pondok pesantren yang juga menerapkan bahasa asing sebagai bahasa pembelajaran. Bahkan lembaga- lembaga pendidikan tersebut mewajibkan para santri berkomunikasi baik di sekolah maupun asrama dengan menggunakan bahasa Inggris atau bahasa Arab. Namun, tidak membuat guru dan siswa yang mempraktikan bahasa asing tersebut luntur jiwa nasionalisme. Ini yang juga menarik menjadi catatan bagi kelompok yang menolak penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran RSBI.

Meski program RSBI tidak lagi ada tetapi banyak sekolah negeri dan swasta melakukan proses internasionalisasi melalui program kelas internasional yang dibiayai mandiri dan tidak menggunakan pembiayaan dari pemerintah. Misalnya, banyak sekolah yang mengikuti Cambridge International Class baik dari sekolah swasta dan sedikit sekolah negeri. Meskipun demikian, hal ini tidak menjadi polemik di kalangan masyarakat luas. Hal ini disebabkan karena program ini tidak diatur di dalam undang-undang secara ketat serta didanai melalui anggaran negara, layaknya RSBI. Meski program internasionalisasi melalui RSBI dan SBI dibubarkan oleh Pemerintah atas perintah Mahkamah Konstitusi, tapi program pendidikan kelas internasional masih terus diselenggarakan oleh berbagai lembaga pendidikan dasar dan menengah, meskipun jumlahnya tidak sebanyak dan semassif ketika RSBI diselenggarakan.

Kelompok kontra RSBI melihat bahwa program ini hanya melayani masyarakat kelas menangah atas yang tinggal di kota karena modalitas yang mereka miliki, baik modal ekonomi, sosial dan budaya. Mereka-lah yang kemudian bisa mempersiapkan generasi muda mereka untuk berpartisipasi di era globalisasi. Namun, dengan tidak adanya RSBI justru lebih parah lagi, karena hanya mereka yang bersekolah di lembaga pendidikan swasta yang berbiaya mahal sajalah yang bisa mempersiapkan sekaligus juga mengintegrasikan diri dengan dunia global.Melalui program RSBI, yang disubsidi negara, harapannya mampu membuka akses kepada siswa kelas menengah bawah untuk juga bisa mengaitkan diri dengan dunia global. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya dilapangan justru membuat mereka tersisih.

Bentuk dan praktik RSBI yang telah dibatalkan oleh MK tidak ideal tetapi sebagai sebuah semangat membangun pendidikan berkualitas sangat dibutuhkan.Tentu dengan berbagai perubahan dan perbaikan perlu membangun program internasionalisasi dalam bentuk dan modus operandi lainnya. Program pendidikan yang mampu mempersiapkan serta membekali pelajar Indonesia yang memiliki kompetensi sesuai dengan kebutuhan dunia global harus diberikan. Agar mereka siap berkiprah dan bersanding sejajar dengan berbagai pelajar dari negara lain dengan percaya diri. Eksperimentasi internasionalisasi pendidikan pasca RSBI tentu perlu dilakukan di masa akan datang sebagai respon produktif terhadap globalisasi.

PUSTAKA ACUAN

Altbach, P. G.& Jane Knight. (2006). The Internationalization of Higher Education:

Motivations and Realities. The NEA Almanac of Higher Education: hlm. 4-5. Beck, U. (2000).What is Globalization?. Cambridge: Polity Press. Darmaningtyas. & Subhan, E. (2012). Manipulasi Kebijakan Pendidikan. Yogyakarta: Resist

Book. Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Panduan Penyelenggaraan Program Rintisan SMA Berstaraf Internasional. Dirjen Dikdasmen Giddens, A. (2001). Runaway World; Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita. Jakarta: Gramedia. Hill, Dave. (2007) . Critical Teacher Education, New Labour, and The Global Project of

Neoliberal Capital , Policy Futures in Education, Vo. 5, No. 2, hlm. 204-225. Knight, Jane. (2003) . Updated Defintion of )nternationalization , )nternational (igher

Education. The Boston College Center For International Education. Lie, Anita.

6 . Pendidikan dalam Dinamika Globalisasi , dalam Pendidikan Manusia Indonesia. Jakarta: Penerbit Kompas.

Martono, Nanang.(2011). Sosiologi Perubahan Sosial; Perspektif Klasik, Modern, Posmodern, dan Poskolonial. Jakarta; Rajawali Press. Ma'ruf, Ade dan Alimi, Anas Syahrul. (2000). Shaping Globalization . Yogyakarta: Jendela.

Mudzakkir, Moh. . RSB) dan Reproduksi Kesenjangan Sosial. Suara Muhammadiyah Edisi Februari, 2012.

Soesastro, H. (2000). "Setelah Muncul Globaphobia, Harus Bagaimana Hadapi Globalisasi?". Dalam N. Leksono, Indonesia Abad XXI, di Tengah Kepungan Perubahan Global (hlm. 33-43). Jakarta: Kompas.

Scholte, Jan Aart. (2000). Globalization: A Critical Introduction. New York: Saint Martin Press Suyanto, (2006). Dinamika Pendidikan Nasional dalam Percaturan Dunia Global. Jakarta; PSAP Muhammadiyah. Syukur, Abdul. (2010). Internasionalisasi Pendidikan di Indonesia, Thesis S2. Jakarta: Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah. Tilaar, H.A.R. (2005). Manifesto Pendidikan Nasional. Jakarta: Buku Kompas..

………… . Perubahan Sosial dan Pendidikan; Pengantar Pedagogik Transformatif untuk Indonesia. Jakarta; Rineka Cipta. Verhoeven, Jef C. (2004) . )nternationalization and Commercialization of Higher Education

inan Era of Globalization , Presented in Second Internationalization Academic Workshop: Shenyang Educational System in Asia and Europe.

Astika, Gusti. http://gurupembaharu.com/home/model-kelas-bilingual-di-sekolah-bertaraf- internasional-sebuah-pemikiran-konseptual/ , didownload pada 15/11/2015. www. antaranews, 30/03/2010, diunduh pada 15/11/2015 www.kompas.com, 8/01/2013, diunduh pada 15/10/2015 www.jppn.coms, 4/01/2012, diunduh pada 15/10/2015