78
melayani suami. Marital rape lebih baik ditangani psikolog atau pemuka agama, jangan diatur KUHP.
5
Menurut Quraish Shihab, seorang ahli tafsir Indonesia yang terkenal berpendapat pemerkosaan itu haram hukumnya dalam islam, walaupun dilakukan
terhadap istrinya. Dalam agama islam, istri memang berkewajiban turut pada perintah suami. Tapi kalau permintaan dan perintah suami itu melanggar norma
agama seperti meminta hubungan seksual ketika masa nifas, terlarang hukumnya atas nama agama bagi sang istri untuk menuruti perintah suaminya. Istri
mempunyai hak untuk mengadukan pada hakim atas perbuatan suaminya itu.
B. Relevansi Hukum Islam Dengan Hukum Positif Mengenai Masalah Bentuk
Pemaksaan Hubungan Seksual Suami Kepada Istri
Berdasarkan penelitian bahwa Islam tidak mengenal istilah atau definisi kekerasan dalam rumah tangga secara khusus. Kekerasan dalam rumah tangga
menurut Islam termasuk ke dalam kategori kejahatan kriminalitas secara umum. Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, danatau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
5
Marlia, Milda , Marital Rape “Kekerasaan Seksual Terhadap Istri”, Yogyakarta : PT. LkiS
Pelangi Aksara, Cet.1, Januari 2007, h.64.
79
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Cara penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga menurut hukum Islam yaitu melalui pemberian sanksihukuman dimana hukuman tersebut diterapkan
sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan oleh pelaku. Cara penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdiri dari empat bagian yaitu Kewajiban Pemerintah dan Masyarakat; Hak-Hak Korban Kekerasan
Dalam Rumah Tangga; Pemulihan Korban; dan Penyelesaian Kekerasan Dalam Rumah Tangga Melalui Penerapan Sanksi Hukum.
Perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga menurut hukum Islam yaitu Perjanjian suami atas istri ketika akad nikah
Sighat Ta‟liq Talaq dan Hak perempuan atas suami untuk meminta cerai Khulu‟. Perlindungan hukum bagi perempuan korban kekerasan dalam rumah
tangga menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah Perlindungan Sementara; Penetapan
Perintah Perlindungan Oleh Pengadilan; Penyediaan Ruang Pelayanan Khusus RPK di kantor kepolisian; Penyediaan rumah aman atau tempat tinggal
alternatif; Pemberian konsultasi hukum oleh advokat mengenai informasi hak- hak korban dan proses peradilan; Pendampingan advokat terhadap korban pada
tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan dalam sidang pengadilan.
80
Implikasi teoritis penelitian ini adalah adanya pembentukan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga sehingga diharapkan nantinya akan membuat kinerja Pemerintah Indonesia semakin optimal dan efektif dalam mengatasi
tindak pidana kekerasan di dalam rumah tangga. Implikasi praktis penelitian ini adalah adanya penghargaan dan penghormatan terhadap kaum perempuan
sehingga mereka tidak menjadi korban tindak pidana kekerasan di dalam rumah tangga. Implikasi teoritis dan praktis ini harus dilaksanakan secara
berkesinambungan agar cita-cita Pemerintah Indonesia menghapus tindak pidana kekerasan di dalam rumah tangga dapat segera terwujud.
Istilah perkosaan terhadap istri merupakan istilah baru yang belum dikenal luas oleh masyarakat, sebab selama ini pengertian perkosaan lebih dikhususkan
pada perkosaan terhadap perempuan yang terjadi diluar perkawinan. Pandangan sebagian masyarakat selama ini, apabila seseorang telah menjadi suami istri,
maka seorang suami memiliki hak penuh atas istrinya, termasuk kepemilikian penuh atas organ reproduksi perempuan. Pandangan demikian banyak
dipengaruhi pemahaman terhadap teks-teks al-Qu r‟an maupun Hadits Nabi yang
terkait dengan persoalan relasi suami istri. Selain itu, pengertian perkawinan yang diungkapkan oleh sebagian besar ahli fiqh yang mengartikan perkawinan
sebagai „aqd tamlik hak kepemilikan telah menempatkan seorang suami sebagai pemilik penuh terhadap perempuan yang menjadi istrinya.
81
Berdasarkan uraian di atas, penulis berkesimpulan bahwa perkosaan dalam rumah tangga merupakan perbuatan yang dilarang, karena bertentangan dengan
firman Alllah dalam QS. ALBaqarah 2:187. Dengan demikian, suami maupun istri tidak boleh memaksa melakukan hubungan seksual, sebab memaksa itu
sama halnya dengan memperlakukan pasangannya tidak manusiawi, memandang pasangannya sebagai obyek pelampiasan nafsu, serta menempatkan pasangannya
seperti layaknya orang yang dijajah. Sedangkan dalam kajian hukum pidana Islam, perkosaan terhadap istri dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang
termasuk jarimah ta‟zir. Padahal larangan pemaksaan hubungan seksual dalam rumah tangga telah
ditegaskan di dalam pasal 8 huruf a UU Penghapusan KDRT No. 23 Tahun 2003, yaitu : Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf c meliputi
pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
Pengertian Undang-undang di atas bisa jadi sangat bias, sehingga seorang isteri tidak dapat menolak keinginan seks suami walau dengan alasan yang dapat
diterima. Karena kalimat pemaksaan hubungan seksual tidak dijelaskan secara rinci dalam penjelasan UU penghapusan KDRT No. 23 tahun 2004. Belum
adanya hukum yang ditetapkan secara tegas terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap istri dalam hukum pidana Islam, mengakibatkan kerancuan dan
kesewenangan itu senantiasa lestari.
82
Kesimpulannya pasal 8 Undang undang penghapusan KDRT No. 23 tahun 2004 tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam bahwa istri harus patuh pada
suami, khususnya dalam melayani hubungan seksual, akan tetapi akan sebaliknya apabila ada kekerasan dalam melakukan hubungan seksual. Justru Undang
undang penghapusan KDRT pasal 8 ini ingin mengcounter pandangan yang menempatkan istri sebagai sex provider atas nama institusi perkawinan.
Prinsipnya bahwa setiap orang berhak memiliki control atas integritas tubuhnya dan terhindar dari berbagai bentuk kekerasan seksual. Tidak ada satu institusipun
yang berwenang merenggut hak-haknya ini.
C. Analisis Hukum Islam Dalam Pemaksaan Hubungan Seksual Suami Kepada