LANDASAN TEORI Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey (MOQS)

Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009

BAB III LANDASAN TEORI

3.1. Konsep Dasar Ergonomi 1 1 Tarwaka, Solichulha, Bakri, Lilik S. Ergonomi Surakarta : Uniba Press,2004, p.03 Ergonomi sebenarnya berasal dari kata Yunani yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti ilmu atau hukum. Dengan demikian ergonomi dimaksudkan sebagai disiplin keilmuan yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya. Didiplin ergonomi secara khusus akan mempelajari keterbatasan dari kemampuan manusia dalam berinteraksi dengan teknologi dan lingkungan kerjanya. Disiplin ini juga berangkat dari kenyataan bahwa manusia memiliki batas – batas kemampuan baik jangka pendek maupun jangka panjang pada saat berhadapan dengan keadaan lingkungan sistem kerjanya yang berupa perangkat keras mesin, peralatan kerja, dll dan perangkat lunak metode kerja, sistem dan prosedur, dll. Maksud dan tujuan dari disiplin ergonomi adalah mendapatkan suatu pengetahuan yang utuh tentang permasalahan – permasalahan interaksi manusia dengan teknologi dan lingkungan kerjanya, sehingga dimungkinkan adanya suatu rancangan sistem kerja yang optimal. Disiplin ilmu ergonomi merupakan suatu cabang keilmuan yang secara sistematis memanfaatkan informasi – informasi mengenai sifat , kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang dan memperbaiki suatu sistem kerja, sehingga setiap orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan dari pekerjaan itu dengan efektif, efisien, aman dan nyaman. Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 Informasi yang lengkap mengenai manusia, peralatan dan lingkungan kerja dalam ergonomi diperoleh melalui penyelidikan - penyelidikan yang dibagi dalam 4 kelompok, yaitu : 1. Penyelidikan tentang display Display adalah bagian dari lingkungan yang mengkomunikasikan keadaannya kepada manusia. Informasi yang diberikan menyangkut semua rangsangan yang bisa diterima indera manusia baik langsung maupun tidak langsung. Display langsung merupakan display yang langsung dapat diterima oleh alat indera manusia, misalnya jalan raya. Sedangkan display tidak langsung adalah display yang tidak dapat diterima langsung oleh indera manusia, misalnya speedometer. Display statis adalah display yang memberikan informasi tentang sesuatu yang tidak bergantung terhadap waktu, misalnya peta. Display dinamis adalah display yang menggambarkan perubahan menurut skala waktu misalnya speedometer pada kendaraan bermotor. Display menjadi penting apabila rangsangan tersebut tidak dapat dirasakan dengan baik dikarenakan : 1. Terlalu kecil sehingga diperlukan alat pembesar. 2. Terlalu besar sehingga perlu diperkecil. 3. Bercampur dengan gangguan noise 4. Diluar batas kemampuan manusia. 5. Perlu pengamatan yang teliti. 6. Perlu disimpan untuk jangka waktu yang lama. 7. Rangsangan dapat diterima dengan baik apabila dalam bentuk yang lain. 8. Display merupakan cara terbaik untuk menyatakan informasi tersebut. Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 Perancangan display yang baik adalah display yang dapat menyampaikan informasi selengkap mungkin tanpa menimbulkan banyak kesalahan dari manusia yang menerimanya. 2. Penyelidikan tentang hasil kerja manusia dan proses pengendalian. Hal ini menyelidiki tentang aktivitas kerja dan mempelajari cara mengukur setiap aktivitas. Mengukur aktivitas kerja manusia adalah mengukur berapa besarnya tenaga yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya dalam satuan kilo kalori. Secara umum terbagi 2 kriteria, yaitu kriteria fisiologis dan operasional. a. Kriteria fisiologis ditentukan berdasarkan kecepatan denyut jantung dan pernapasan. Usaha untuk menentukan besarnya tenaga yang tepat berdasarkan kriteria ini agak sulit karena perubahan fisik dari keadaan normal yang aktif melibatkan beberapa fungsi psikologis lain, seperti tekanan darah, peredaran udara, jumlah oksigen dan lainnya. b. Kriteria operasional melibatkan teknik-teknik untuk mengukur atau menggambarkan hasil-hasil yang bisa dilakukan tubuh atau anggota- anggota tubuh pada saat melaksanakan gerakan - gerakannya. Secara umum hasil gerakan yang bisa dilakukan tubuh atau anggota tubuh dapat dibagi dalam bentuk - bentuk rentangan gerakan, pengukuran aktivitas berdasarkan kekuatan, ketahanan, kecepatan dan ketelitian. Untuk mengukur aktivitas tersebut digunakan alat ukur seperti dinamometer, alat pengukur tegangan dan lainnya. 3. Penyelidikan tentang tempat kerja. Diarahkan untuk mendapatkan ukuran - ukuran tempat kerja yang sesuai dengan tubuh manusia. Penyelidikan ini banyak berhubungan dengan antropometri. 4. Penyelidikan tentang lingkungan fisik. Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 Yang dimaksud dengan lingkungan fisik meliputi ruangan dan fasilitas yang biasa digunakan serta kondisi lingkungan kerja, sehingga mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien dan produktif. Faktor - faktor yang mempengaruhi antara lain temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran mekanis, bau-bauan dan warna. 3.2. Metode Ergonomi Makro Macroergonomic Methods Makro ergonomi adalah suatu cabang ilmu yang pertama kali diperkenalkan oleh Hal W. Hendrik pada era tahun 80’an. Cabang ergonomi ini muncul diakibatkan oleh perkembangan teknologi yang begitu pesat, melebihi kecepatan perkembangan organisasi, selain itu juga disebabkan terdapatnya kelemahan dalam mikro ergonomi. Makro ergonomi juga meneliti tentang pekerjaan, namun makro ergonomi memeriksa pekerjaan dan sistem kerja secara lebih luas. Beberapa hal yang dibahas dalam makro ergonomi adalah struktur organisasi, interaksi antara orang-orang yang ada dalam organisasi dan aspek motivasi dari pekerja. Dengan kata lain, ergonomi hanya melihat dari tingkat pekerjaan, namun makro ergonomi melihat dari tingkat pekerjaan dan juga tingkat organisasi. 2 a. Genarasi pertama Hendrick mendeskripsikan ergonomi dalam sebuah seri dari tiga generasi : Ergonomi berkaitan dengan kemampuan fisik, fisiologis, lingkungan, dan karekteristik perceptual dalam merancang dan mengaplikasikan sistem antar manusia dan mesin. Hal ini meliputi control, display, penyusunan ruang kerja dan lingkungan kerja. b. Generasi kedua 2 Hal W. Hendrick. Macroergonomics. Santa monica : HFES, 2001, p.06 Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 Generasi ini ditandai ketika berahlinya perhatian para ahli dengan berkembangnya sistem komputer. Disini para ahli ergonomi menekankan penelitian pada bagaimana manusia menerima, mempersepsikan, mengolah, dan menyimpulkan data dan informasi. Hendrick menjelaskan bahwa generasi kedua meningkatkan penekanan pada pengembangan dan aplikasi penggunaan sistem antar teknologi dan pengguna. c. Generasi ketiga Generasi ini ditandai dengan masuknya unsur eksternal yaitu organisasi dan sistem sosioteknik ke dalam ergonomi. Generasi ini menekankan perhatian pada aspek penerapan pengetahuan tentang individu dan organisasi pada perancangan, implementasi dan penggunaan teknologi baru. Atau dengan kata lain, generasi ketiga fokus pada makro ergonomi, atau keseluruhan organisasi sistem kerja dan berkonsentrasi pada pengembangan dan aplikasi dari teknologi dihubungankan dengan organisasi. Makro ergonomi dapat dimulai pada tingkat organisasi dari atas ke bawah. Ergonomi dan makro ergonomi tidak bertentangan, dalam kenyataanya keduanya saling melengkapi satu sama lain. Perbandingan antara kedua konsep ini dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Perbandingan Antara Mikro Ergonomi Dengan Makro Ergonomi Karakteristik Ergonomi Makro Ergonomi Tingkat bahasan Mikro Makro Unit kerja Tugas, sub-tugas Divisi kerja Tujuan Mengoptimalkan pekerja Mengoptimalkan sistem kerja Fokus Perincian Peninjauan secara luas Alat pengukuran Umumnya mengukur secara fisik seperti: luas, tenaga, luminasi, decibel, waktu Umumnya organisasional dan mengukur subjektifitas seperti jumlah orang, rentang kendali, Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 perilaku dan moral Sejarah penelitian 27 - 47 tahun 10 - 12 tahun Sejarah aplikasi 17 - 27 tahun 8 - 9 tahun Aplikasi keahlian Anatomi, psikologi, psikologi pesepsi, teknik industri Organisasi, psikologi organisasi 3.3. Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS 3 3 Hal W. Hendrick. Handbook of Human Factor And Ergonomics. CRC Press ; 2005. P.75.1 3.3.1. Dasar Dan Aplikasi Sebagaimana survei kuisioner dalam penelitian, Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS juga digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai aspek atau variabel dari suatu sistem kerja Carayon and Smith, 2000. Informasi dapat berupa tugas, kondisi organisasi, masalah lingkungan, peralatan kerja, teknologi dan karakteristik individual. Sebagai tambahan, MOQS juga digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang berbagai variabel keluaran seperti kepuasan kualitas kerja misalnya kepuasan kerja job satisfaction, stress fisik dan psikologis, kesehatan mental dan fisik, kinerja dan sikap misalnya niat untuk meninggalkan pekerjaan. MOQS dapat sangat bermanfaat dalam beberapa tahap seperti pada tahap diagnosa, penilaian organisasi, evaluasi pengaruh suatu perubahan pada suatu karakteristik kunci, serta memonitor opini pekerja terhadap implementasi sesuatu yang baru. 3.3.2. Prosedur Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 Hal yang paling penting untuk diperhatikan dalam MOQS yaitu pada tahap pengembangan kuisioner. Metode yang diterapkan dalam mengembangkan, implementasi dan penyebaran kuisioner menjadi sangat penting dalam menentukan kualitas dan kegunaan data yang dikumpulkan. Carayon dan Hoonakker 2001 menekankan bahwa terdapat lima langkah penting dalam mengembangkan suatu survei kuisioner yaitu : 1. Konseptualisasi Menentukan konsep apa yang akan diukur dengan MOQS, antara lain : - Elemen sistem kerja mana yang akan dievaluasi ; tugas task, kondisi organisasi, lingkungan fisik, peralatan dan teknologi serta karakteristik individual. - Elemen keluaran mana yang akan dievaluasi; kualitas bekerja, stress fisik dan psikologis, kesehatan fisik dan mental, kinerja serta sikap. Serta menentukan tujuan utama penelitian dan mencocokkannya dengan konsep yang akan diukur dengan kuisioner penelitian. 2. Operasionalisasi Menentukan dimensi dari setiap konsep yang akan diukur, memeriksa apakah terdapat elemen yang tumpang tindih dan melakukan pemeriksaan ulang setiap dimensi. 3. Sumber Kuisioner Menelaah jenis survei kuisioner yang telah ada yang memungkinkan untuk digunakan dan sebagai landasan untuk penelitian. Adapun jenis survei kuisioner dalam ergonomi makro yang telah dikembangkan antara lain: - Office worker survey University of Wisconsin – Madison - NIOSH Job Stress Questionnaire Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 - Karasek’s Job Strain Questionnaire 4. Pembuatan Kuisioner Menentukan bentuk kuisioner yang akan digunakan, menentukan skala pengukuran serta item pertanyaan, petunjuk pengisian, layout dan sebagainya. 5. Pengujian Awal Kuisioner Dalam hal ini menentukan siapa yang akan berpartisipasi dalam tahap pengujian awal kuisioner yang bertujuan untuk memeriksa kejelasan setiap pertanyaan, menguji format kuisioner serta menilai durasi waktu pengisian kuisioner. Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS dalam pelaksanaannya akan melewati beberapa tahap yaitu sebagai berikut: 1. Tahap Pengumpulan Informasi Tahap ini meliputi pengumpulan informasi sebanyak – banyaknya tentang sistem kerja yang diamati, siapa yang menjadi partisipan dalam survei serta komitmen perusahaan pihak manajemen dalam memperbaiki sistem kerjanya. 2. Tahap Penetapan Tujuan Tahap ini meliputi perumusan tujuan yang ingin dicapai dalam survei tersebut serta manfaat yang dapat diperoleh oleh pihak perusahaan. Tujuan penelitian ini selanjutnya dikomunikasikan kepada pihak manajemen serta kepada responden yang terlibat. 3. Tahap Pelaksanaan Tahap ini meliputi penentuan kapan survei akan dilaksanakan, prosedur pelaksanaan, serta metode untuk pengumpulan data survei. 4. Tahap Analisis dan Interpretasi Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 Tahap ini meliputi penggunaan metode dan software statistik untuk menyajikan, mengolah, menganalisa dan menginterpretasikan data hasil survei kuisioner. Serta mengaitkan hasil olahan statistik tersebut dengan tujuan penelitian. 5. Tahap Penyampaian Hasil Tahap ini berkaitan dengan penyusunan format hasil penelitian untuk menggambarkan keadaan sistem kerja yang diteliti. 6. Tahap Follow – Up Action Merupakan tahap akhir dari penelitian yaitu untuk merencanakan kegiatan atau aksi berikutnya yang harus dilakukan sesuai dengan hasil survei kuisioner yang diperoleh, seperti memberikan usulan perbaikan atau implementasi suatu metode, teknologi dan komponen baru lainnya pada sistem kerja yang diamati. 3.4. Metode Penelitian Survey Penelitian survei dapat digunakan untuk maksud penjajakan eksploratif, deskriptif, penjelasan explanatory, evaluasi, prediksi, dan penelitian operasional. Penelitian survey dapat dilakukan langsung kepada populasi penelitian populasi jika populasi terhingga dan objeknya tidak terlalu besar dan juga dapat dilakukan dengan mengambil sampel dari satu populasi yang besar. Adapun instrumen yang dapat digunakan dalam penelitian survey antara lain dengan wawancara interview dan kuisioner angket. Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 3.4.1. Wawancara Interview 4 a. Angket dengan pertanyaan bebas Angket tidak berstruktur Wawancara interview merupakan cara pengumpulan data dengan menanyakan langsung kepada informan atau pihak yang kompeten dalam suatu permasalahan. Pertanyaan yang diajukan biasanya disiapkan terlebih dahulu yang diarahkan pada informasi untuk topik yang akan digarap. Dalam menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan, penanya tidak semata-mata bergantung pada pertanyaan tersebut, tetapi bila ada informasi yang menarik dan perlu diketahui lebih lanjut, maka penanya boleh saja mengajukan pertanyaan di luar daftar yang telah disiapkan. Dalam wawancara, hasil yang diperolehh dapat dipertanggungjawabkan secara kualitatif dan memiliki nilai yang tinggi. Semua kesalahpahaman dapat dihindari, pertanyaan yang disiapkan dapat dijelaskan oleh informan dengan penjelasan tambahan dan tiap pertanyaan dapat dikembangkan lebih lanjut. Di pihak lain, wawancara memiliki kelemahan, yaitu data atau informasi yang dikumpulkan akan terbatas dan bila harus dilakukan dalam suatu wilayah yang luas akan memakan biaya dan waktu yang besar. 3.4.2. Kuisioner Angket 4 Kuisioner angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya dan hal- hal lain yang diketahuinya. Bentuk angket secara umum dapat dibagi atas beberapa bentuk yaitu : 4 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: PT.Rineka Cipta, p.153 Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 Jawaban yang dapat diberikan berupa jawaban bebas, maksudnya adalah uraian berupa pendapat, hasil pemikiran, tanggapan, dan lain lain mengenai segala sesuatu yang dipertanyakan setiap item angket. b. Angket dengan pertanyaan terikat Angket berstruktur Angket bentuk ini memberikan pertanyaan yang telah disediakan sejumlah alternatif jawabannya. Sehingga jawaban yang didapatkan tidak akan berkisar jauh dari alternatif yang telah diberikan. c. Angket dengan jawaban singkat Short answer item Angket ini berupa kombinasi gabungan antara angket tidak berstruktur dengan angket berstruktur. Kebebasan dalam menjawab merupakan faktor yang menyebabkannya hampir sama dengan angket tidak berstruktur. Sebaliknya permintaan jawaban yang mengkhusus dan tertentu terarah dengan peluang menjawab secara singkat, merupakan faktor yang menyebabkannya hampir sama dengan angket berstruktur. Langkah-langkah dalam penyusunan kuesioner secara umum adalah : 1. Tahap persiapan , meliputi : - Merumuskan maksud dan tujuan penelitian - Menyusun pertanyaan-pertanyaan angket sesuai dengan rincian aspek aspek yang berhubungan. - Angket yang sudah disiapkan dianjurkan untuk dikonsultasikan dengan seorang atau lebih pakar dalam bidang yang diselidiki. - Kemudian susunlah petunjuk pengisian kuesioner dalam memandu responden. 2. Tahap Uji Coba Try Out kuesioner pendahuluan Tahap uji coba bertujuan untuk : Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 - Memeriksa kemungkinan terdapat pertanyaan-pertanyaan yang kurang jelas maksudnya bagi responden. - Memeriksa kemungkinan terdapat kata kata yang asing sehingga tidak dimengerti oleh responden. - Memeriksa kemungkinan terdapat pertanyaan-pertanyaan yang terlalu dangkal dalam mengungkapkan masalah penelitian. - Memeriksa kemungkinan terdapat pertanyaan yang tidak relevan dengan masalah dan tujuan penelitian. - Menyempurnakan kuisioner, dari sisi isi, desain, validitas, dan kehandalan. Kuisioner pendahuluan dapat dilakukan dengan berdiskusi sesama anggota tim riset atau uji coba dengan 10-30 responden Prima Ariestonandri;Marketing Research For Beginner 5 3. Penyebaran Pengisian kuesioner Tahap berikutnya adalah menyampaikan kuesioner kepada responden untuk diisi agar data yang diperlukan dalam suatu penelitian dapat dikumpulkan. Penyebaran angket dapat menggunakan surat pengantar, yang disahkan diterima dan ditanda tangani oleh responden. Penyebaran angket dapat menggunakan jasa tenaga khusus pengumpul data yang langsung datang ke responden atau dengan menggunakan surat menyurat kepada responden. Tetapi untuk cara yang kedua, perlu dipikirkan strategi dan cara agar responden mau mengembalikan kuesioner yang telah diisi dengan memuaskan. Hal ini dapat dirangsang misalnya dengan memberikan hadiah kepada responden. 4. Tindak Lanjut Follow Up kuesioner 5 P rima Ariestonandri. Marketing Research For Beginner Penerbit Andi, Yogyakarta, p.90 Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 Tindak lanjutnya dapat berupa : - Penanggulangan masalah angket yang belum kembali, dengan memberikan surat susulan kepada responden. - Peneliti dapat meminta bantuan pihak ketiga yang disegani dan dihormati oleh responden baik secara langsung maupun dengan perantara surat. - Dilakukan pengecekan terhadap jawaban angket untuk mengetahui konsistensi jawaban terhadap pertanyaan sebelumnya. 3.5. Skala Pengukuran 6 1. Skala Nominal Skala Scale merupakan suatu instrumen atau mekanisme untuk membedakan individu dalam hal terkait suatu variabel minat yang diamati. Dalam ilmu statistik pada umumnya skala dapat digolongkan ke dalam empat jenis yaitu: Merupakan skala yang memungkinkan peneliti untuk menempatkan subjek pada kategori atau kelompok teretentu. Misalnya responden suatu penelitian dikelompokkan berdasarkan gender yaitu pria dan wanita. Kedua kategori tersebut diberi kode masing – masing 1 dan 2. Nomor tersebut hanya sebagai label yang sederhana dan tidak memeiliki nilai instrinsik. 2. Skala Ordinal Skala ordinal tidak hanya mengategorikan variabel – variabel untuk menunjukkan perbedaan di antara berbagai kategori, tetapi juga mengurutkannya berdasarkan tingkatan orde. Misalnya opini responden terhadap tingkat kepentingan terhadap sejumlah kegiatan tugas. 3. Skala Interval 6 Uma Sekaran. Research Methods For Business. Jakarta : Salemba Empat : 2006 p.15 Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 Data yang dikumpulkan dengan menggunakan skala ini dapat dioperasikan dengan operasi aritmatika tertentu. Dengan kata lain, skala interval tidak hanya mengelompokkan individu menurut kategori tertentu dan menentukan urutan kelompok, namun juga mengukur besaran magnitude perbedaan preferensi antarindividu. 4. Skala Rasio Skala ini merupakan angka yang memiliki sifat nominal, ordinal dan interval serta memiliki nilai absolut dari objek yang diukur. Misalnya seseorang dengan berat 250 pon adalah dua kali berat seseorang dengan berat 125 pon. Setelah mengetahui empat tipe skala yang dapat dipakai untuk mengukur dimensi dan elemen variabel secara operasional, adalah perlu untuk menelaah metode penskalaan yaitu menentukan nomor dan simbol untuk memperoleh respon subjek terhadap objek, peristiwa atau orang. Terdapat dua kategori utama dalam penskalaan dalam penelitian organisasional yaitu: A. Skala Peringkat Memiliki beberapa kategori respon dan digunakan untuk mendapatkan respon yang terkait dengan objek, peristiwa atau orang yang dipelajari, meliputi : 1. Skala Dikotomi 6. Skala Peringkat Terperinci 2. Skala Kategori 7. Skala Jumlah Konstan 3. Skala Likert 8. Skala Stapel 4. Skala Numerikal 9. Skala Peringkat Grafik 5. Skala Diferensial 10. Semantik Skala Konsensus Dari sepuluh kategori tersebut, yang paling banyak digunakan dalam penelitian organisasional adalah skala Likert. Skala Likert ini berhubungan dengan Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 pernyataan tentang sikap seseorang terhadap sesuatu, misalnya setuju – tidak setuju, senang – tidak senang dan baik – tidak baik dengan lima skala penilaian yaitu 1, 2, 3, 4, dan 5. 7 a. Kumpulkan sejumlah pernyataan yang sesuai dengan sikap yang akan diukur dan dapat diidentifikasikan dengan jelas positif atau negatif. Untuk membuat skala Likert, langkah-langkah yang dilakukan adalah : b. Berikan pernyataan-pernyataan di atas kepada sekelompok responden untuk diisi dengan benar. c. Respon dari tiap pernyataan dihitung dengan cara menjumlahkan angka-angka dari setiap pernyataan sedemikian rupa sehingga respon yang berada pada posisi yang sama akan menerima secara konsisten nilai angka yang selalu sama. Misalnya bernilai 5 untuk yang sangat positif dan bernilai 1 untuk yang sangat negatif. Hasil hitung akan mendapatkan skor tiap-tiap pernyataan dan skor total, baik untuk tiap responden maupun secara total untuk seluruh responden. d. Mencari pernyataan-pernyataan yang tidak dapat dipakai dalam penelitian, patokannya adalah : - Pernyataan yang tidak diisi lengkap oleh responden. - Pernyataan yang secara total responden tidak menunjukkan korelasi yang substansial dengan nilai totalnya. - Pernyataan-pernyataan hasil saringan akhir akan membentuk skala Likert yang dapat dipakai untuk mengukur skala sikap, serta menjadi kuesioner baru untuk pengumpulan data berikutnya. 7 Bilson Simamamora, Riset Pemasaran, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004, p.156 Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 Dalam menggunakan skala Likert untuk riset pemasaran dijumpai kelebihan dan kelemahan yaitu antara lain: Kelebihan skala Likert: - Alasan kemudahan pembuatan - Interval respons yang lebih besar yang membuat skala ini dapat memberi keterangan yang nyata dan tegas mengenai pendapat responden - Reliabilitas yang relatif tinggi makin banyak jumlah item, makin berkurang reliabilitasnya - Dapat memperlihatkan beberapa responsi alternatif konsumen terhadap karakteristik produk sangat setuju, setuju, bimbang, tidak setuju, sangat tidak setuju Kelemahan skala Likert: - Karena ukuran yang digunakan adalah ordinal, skala Likert hanya dapat mengurutkan tingkat tanggapan individu dalam skala tetapi tidak dilakukan perbandingan berapa kali satu individu lebih baik dari individu lain. - Kadangkala skor total tidak memberi arti yang jelas karena banyak pola tanggapan terhadap beberapa item akan memberikan skor yang sama. - Validitas skala Likert masih memerlukan penelitian empiris. B. Skala Ranking Membuat perbandingan antarobjek, peristiwa, atau orang serta mengungkap pilihan yang lebih disukai dan merankingnya, meliputi : 1. Skala Perbandingan Berpasangan 2. Skala Komparatif Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 3.6. Pengujian Validitas Validitas dapat dikatakan sebagai suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkannya dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul sesuai dengan variabel yang dimaksud. Untuk menguji ketepatan data ini diperlukan teknik uji validitas. Ada dua macam validitas sesuai dengan cara pengujiannya, yaitu validitas eksternal dan validitas internal. 1. Validitas Eksternal Validitas Eksternal adalah validitas yang tidak berkenaan dengan instrumen penelitian. Validitas ini berkenaan dengan penyusunan generalisasi sebagai kesimpulan yang diperoleh dari atau tanpa penyusunan hipotesis. Validitas eksternal adalah tingkat ketepatan generalisasi yang tidak sekedar berlaku bagi sampel, tetapi juga bagi populasi penelitian dalam suatu penelitian kuantitatif. Instrumen yang dicapai apabila data yang dihasilkan dari insterumen tersebut sesuai dengan data dan informasi lain mengenai variabel penelitian yang dimaksud. 2. Validitas Internal Validitas Internal adalah validitas yang berkenaan dengan instrumen alat penelitian. Validitas ini mempersoalkan apakah instrumen yang digunakan, sungguh- sungguh mengungkapkan atau mengukur variabel yang sebenarnya dari suatu penelitian. Validitas ini dicapai apabila terdapat kesesuaian antara bagian – bagian instrumen secara keseluruhan. Dengan kata lain sebuah instrumen dikatakan memiliki Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 validitas internal apabila setiap bagian instrumen mendukung “misi” instrumen secara keseluruhan, yaitu mengungkapkan data dari variabel yang dimaksud. Validitas yang dipergunakan untuk instrumen penelitian antara lain : a. Validitas Permukaan Face Validity Validitas ini dinyatakan dari penampilan instrumen berupa kemampuannya menjelajahi semua gejala atau unsur gejala di dalam variabel penelitian. b. Validitas Logika Logical Validity Validitas ini disebut juga validitas konstruksi construct validity karena menekankan pada bagaimana logika penyusunan pertanyaan demi pertanyaan atau instrumen secara keseluruhan. c. Validitas Isi Content Validity Validitas ini disebut juga validitas kur ikulum Curricular Validity karena diukur dari kesesuaiannya dengan sejumlah bahan yang secara keseluruhan merupakan sebuah kurikulum, yang telah diberikan kepada sekelompok individu yang akan menjawab item-item di dalam instrumen. d. Validitas Empiris Empirical Validity Validitas ini dapat diketahui dengan membandingkan hasil yang pernah dicapai individu dalam mengerjakan menjawab suatu instrumen, dengan kemampuan atau tingkah laku nyata yang ditampilkannya sehari hari. e. Validitas Faktor Factorial Validity Validitas ini disebut juga validitas statistik Statistical Validity karena diperoleh melalui perhitungan statistika. Nilai dari sekelompok individu menjawabmengerjakan item di dalam sebuah instrumen disebut sebagai prediktor yang akan diukur tingkat validitasnya. Disamping itu diperlukan tolak ukur berupa Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 nilai lain dari kelompok individu yang sama untuk membandingkannya, yang disebut kriterium. Jenis kriteria uji validitas yang umum digunakan adalah : 1. Korelasi Product Moment Korelasi ini banyak digunakan untuk ukuran sampel yang relatif besar, sehingga bisa didekati dengan distribusi normal. [ ] [ ] 2 2 2 2 . ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ − − − = Y Y N X X N Y X XY N r xy 2. Korelasi Tata Jenjang Korelasi ini tepat digunakan untuk jumlah subjek sampel kecil, karena untuk sampel yang kecil, sampel cenderung tidak mengikuti distribusi normal populasinya. Sehingga korelasi tata jenjang dipandang lebih tepat digunakan. 1 6 1 2 2 − Σ − = N N D rho xy Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 Suatu kuisioner yang memuat pernyataan tidak jelas bagi responden tidak termasuk sahih tidak valid. Dengan validitas data dapat menilai seberapa baik penarikan kesimpulan tersebut didukung. Langkah-langkah melakukan uji validitas adalah : 1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur. 2. Mencari definisi dan rumusan tentang konsep yang akan diukur yang telah ditulis para ahli dalam literatur. Kalau sekiranya sudah ada rumusan yang cukup operasional untuk digunakan sebagai alat pengukur, maka rumusan tersebut dapat langsung dipakai. Tetapi bila rumusan belum operasional, maka tugas penelitilah untuk merumuskannya seoperasional mungkin. 3. Kalau sekiranya didalam literatur tidak dapat diperoleh definisi atau rumusan konsep yang akan diukur, maka tugas peneliti lah untuk membuat definisi dan rumusan konsep tersebut. Untuk lebih mematangkan definisi dan rumusan tersebut, si peneliti harus mendiskusikannya dengan para ahli lain. Pendapat para ahli lain ini kemudian disarikan ke dalam bentuk rumusan yang operasional. 4. Menanyakan langsung kepada calon responden penelitian mengenai aspek-aspek konsep yang akan diukur. Dari jawaban yang diperoleh peneliti dapat membuat kerangka konsep dan kemudian menyusun pertanyaan yang operasional. 5. Melakukan uji coba skala pengukur tersebut pada sejumlah responden. Responden diminta untuk menyatakan apakah mereka setuju atau tidak setuju dengan masing-masing pernyataan. Sangat disarankan agar jumlah responden untuk uji coba, minimal 30 orang. Dengan jumlah 30 orang ini maka distribusi skor nilai akan lebih mendekati kurva normal. Asumsi kurva normal sangat diperlukan di dalam perhitungan statistik. Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 3.7. Pengujian Reliabilitas Reliabilitas atau tingkat ketetapan consistency atau keajegan adalah tingkat kemampuan instrumen penelitian untuk mengumpulkan data secara tetap dari sekelompok individu. Instrumen yang menghasilkan reliabilitas yang tinggi cenderung menghasilkan data yang sama tentang suatu variabel atau unsur-unsurnya, jika diulangi pada waktu yang berbeda pada kelompok individu yang sama. Tingkat reliabilitas dapat diukur untuk setiap item test atau angket secara keseluruhan. Dalam analisa item untuk membuat test atau angket yang bersifat standar, reliabilitas setiap item perlu dihitung. Sedang dalam penelitian biasanya cukup dengan menghitung reliabilitas instrumen secara keseluruhan. Untuk menghitung reliabilitas instrumen secara keseluruhan dapat ditempuh perhitungan korelasi, dengan berbagai cara sebagai berikut : 1. Alpha Cronbach Metode Alpha Cronbach adalah suatu cara membandingkan nilai koefisien r terhadap skala Alpha Cronbach dimana skalanya adalah 0 – 1. Jika skala itu dikelompokkan kedalam 5 kelas dengan range yang sama, maka ukuran alpha dapat diimplementasikan sebagai berikut ini. a. Nilai alpha Cronbach 0,00 s.d. 0,20, berarti kurang reliabel b. Nilai alpha Cronbach 0,21 s.d. 0,40, berarti agak reliabel c. Nilai alpha Cronbach 0,42 s.d. 0,60, berarti cukup reliabel d. Nilai alpha Cronbach 0,61 s.d. 0,80, berarti reliabel e. Nilai alpha Cronbach 0,81 s.d. 1,00, berarti sangat reliabel 2. Korelasi Belah Dua Korelasi Genap Ganjil Distribusi nilai yang dikorelasikan dalam cara ini diperoleh dari hasil uji coba suatu angket atau test, yang dibuat menjadi dua distribusi nilai. Distribusi nilai yang Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 pertama diperoleh dari nilai item-item genap, sedang distribusi nilai kedua diperoleh dari nilai item-item ganjil. Distribusi pertama berfungsi sebagai prediktor dan yang kedua menjadi kriterium. Oleh karena distribusi nilai awal dipecah atau dibagi menjadi dua, maka korelasi ini disebut juga korelasi belah dua atau korelasi setengah-setengah. Hasil perhitungan itu dimasukkan dalam rumus untuk mendapatkan koefisien korelasi variabel X dan variabel Y sebagai berikut : 1 6 1 2 2 − Σ − = N N D r gg gg gg xy r r r + = 1 2 Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 3. Penggunaan Test yang Sejajar Perhitungan reliabilitas ini disebut juga penggunaan test yang seimbang atau bentuk alternatif atau bentuk keseimbangan rasional. Untuk keperluan ini seorang peneliti harus membuat atau merekonstruksi dua buah test, meskipun hanya salah satu diantaranya yang akan dipergunakan sebagai alat instrumen pengumpul data. Test ini disusun dengan bentuk dan mempergunakan bahan yang sama. Berdasarkan uraian diatas berarti test pertama berfungsi sebagai prediktor yang akan diprediksi dan dipersiapkan sebagai alat instrumen penelitian, sedangkan test yang kedua sebagai kriterium tolak ukur untuk mengetahui tingkat reliabilitas test pertama. Untuk mengetahui tingkat reliabilitas test tersebut, dilakukan perhitungan korelasi guna memperoleh koefisien korelasinya. Koefisien korelasi dibandingkan dengan indeks tabel r product moment untuk mengetahui signifikansinya, sebagai ukuran reliabilitas test yang akan dijadikan sebagai alat instrumen pengumpul data. 3.8. Analisis Jalur Path Analysis 8 Analisis jalur atau Path Analysis pertama kali dikembangkan pada tahun 1920 – an oleh seorang ahli genetika yaitu Sewall Wright. Analisis jalur digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variabel dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung maupun tidak langsung dari seperangkat variabel bebas eksogen terhadap 3.8.1. Konsep dan Defenisi 8 Riduwan, Engkos A. Kuncoro. Analisis Jalur. Bandung : Alfabeta : 2007 p.01. Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 variabel terikat endogen. Model path analysis yang dibicarakan adalah pola hubungan sebab akibat atau ”a set of hypothesized causal asymetric relation among the variables”. Oleh sebab itu, rumusan masalah penelitian dalam kerangka path analysis berkisar pada : 1 Apakah variabel eksogen X 1 , X 2 ,…. X k berpengaruh terhadap variabel endogen Y. 2 Berapa besar pengaruh kausal langsung, kausal tidak langsung, kausal total maupun simultan dari seperangkat eksogen X 1 , X 2 ,…. X k berpengaruh terhadap variabel endogen Y. 3.8.2. Langkah – langkah Analisis Jalur A. Menentukan Hipotesis dan Model Awal Analisis Jalur Model merupakan representasi dari suatu sistem yang sedang diamati. Dalam penelitian ini, model sederhana yang digunakan yaitu model skematis dan matematis. Model skematis dibuat dalam suatu ”diagram jalur” yang digunakan untuk menggambarkan kerangka hubungan kausal antar jalur satu variabel terhadap variabel lainnya. Sedangkan model matematisnya merupakan model persamaan regresi yang juga menjelaskan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. B. Perhitungan Skor Setiap Variabel 1. Transformasi Data Ordinal ke Data Interval Skala data yang seharusnya digunakan dalam analisis jalur adalah skala interval. Oleh karena itu, skala ordinal pada data penelitian kuisioner ditransformasikan menjadi skala interval. Hal ini juga dilakukan untuk memenuhi sebagian dari syarat analisis parametrik dimana data setidaknya berskala interval. Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 Teknik transformasi data ordinal ke data interval yang paling sederhana yaitu dengan menggunakan MSI Methods of Successive Interval. Adapun langkah – langkah perhitungan untuk transformasi data ordinal menjadi data interval dengan MSI Methods of Successive Interval adalah sebagai berikut : 1. Memperhatikan setiap butir jawaban responden dari kuisioner penelitian yang telah disebarkan. 2. Menentukan frekuensi responden yang memilih alternatif jawaban 1, 2, 3, 4 dan 5 untuk setiap item pertanyaan. 3. Menentukan Proporsi Proporsi diperoleh dari hasil perbandingan antara jumlah frekuensi per item jawaban dengan total frekuensi. 4. Menentukan Proporsi Kumulatif Proporsi kumulatif diperoleh dengan menjumlahkan secara berurutan untuk setiap nilai proporsi. 5. Menentukan Nilai z Nilai proporsi kumulatif PK dianggap mengikuti distribusi normal baku dengan melihat tabel distribusi normal kumulatif. 6. Menentukan Densitas Nilai densitas diperoleh dari tabel koordinat kurve normal baku. 7. Menentukan Scale Value SV Rumus Limit Lower Below Area Limit Upper Below Area Limit Upper at Density Limit Lower at Density SV − − = 8. Menentukan Skala Akhir Sa Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 Transformasi data interval diperoleh dengan menggunakan rumus : Sa i = SV i + [1+|NS min |] 2. Rekapitulasi Skor Variabel Berdasarkan data hasil transformasi selanjutnya dibuat rekapitulasi skor semua variabel dengan cara menjumlahkan skor setiap item pertanyaan yang terkait dengan variabel tersebut. C. Perhitungan Analisis Korelasi Dan Regresi Selanjutnya dilakukan analisis korelasi dan regresi terhadap data rekapitulasi skor variabel yang dapat dilakukan dengan software SPSS . D. Perhitungan Koefisien Jalur Berdasarkan hasil perhitungan regresi dan korelasi di atas, maka dapat ditentukan bahwa: R 2 yx1x2x3x4x5x6 r ij = nilai korelasi parsial antara variabel i dan j diperoleh dari tabel korelasi ij = koefisien jalur antara variabel i dan j diperoleh dari tabel regresi y y = 2 1 R − ε ρ ρ ρ ρ ρ ρ ρ y yx yx yx yx yx yx X X X X X X Y + + + + + + = 6 6 5 5 4 4 3 3 2 2 1 1 Kemudian dapat digambarkan diagram jalur akhir lengkap dengan koefisien korelasi dan koefisien jalur akhir. E. Pengujian Analisis Jalur 1. Pengujian Secara Keseluruhan Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 2. Pengujian Secara Individual 3.9. Stress Kerja Job Stress 9 a. Dalam bahasa teknik, stress diartikan sebagai kekuatan dari bagian – bagian tubuh. Terdapat beberapa pengertian tentang stress yang dapat dimaknai dari beberapa sudut pandang keilmuwan. Levi 1991 mendefinisikan stress sebagai berikut : b. Dalam bahasa biologi dan kedokeran, stress dapat diartikan sebagai proses tubuh untuk beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh. c. Secara umum, stress diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun mental. Secara lebih tegas manuaba 1998 mendefinisikan bahwa stress merupakan segala rintangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam – macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stress tersebut akan menjurus kepada menurunnya performansi, efisiensi dan produktifitas kerja yang bersangkutan. Mendelson 1990 mendefinisikan stress lebih sederhana yaitu sebagai suatu ketidakmampuan pekerja untuk menghadapi tuntutan tugas dengan akibat suatu ketidaknyamanan dalam kerja. Sedangkan respon stress merupakan suatu total emosional individu dan atau merupakan respon fisiologis terhadap kejadian yang 9 Tarwaka, Solichulha, Bakri, Lilik S. Ergonomi Surakarta : Uniba Press,2004, p.03 Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 diterimanya. Dari beberapa pengertian tersebut maka dapat digarisbawahi bahwa stress muncul akibat adanya berbagai stressor yang diterima oleh tubuh, yang selanjutnya tubuh memberikan reaksi strain dalam berbagai tampilan. Dan secara konsep, stress juga dapat didefinisikan menurut variabel kajian: 1. Stress sebagai stimulus. Stress sebagai variabel bebas independent variable menitikberatkan lingkungan sekitarnya sebagai stressor. 2. Stress sebagai respon. Stress sebagai variabel terikat dependent variable memfokuskan pada reaksi tubuh terhadap stressor. 3. Stress sebagai interaksi antara individu dan lingkungannya. Stress dalam hal ini merupakan suatu proses penghubung antara stressor dan strain dengan reaksi stress yang berbeda pada stressor yang sama. Kaitannya dengan tugas dan pekerjaan di tempat kerja, faktor yang menjadi penyebab stress kemungkinan besar lebih spesifik. Clark 1995 dan Wantoro 1999 mengelompokkan penyebab stress stressor di tempat kerja menjadi tiga kategori yaitu stressor fisik, psikofisik dan psikologis. Selanjutnya Cartwright et. al. 1995 mencoba memilah – milah penyebab stress akibat kerja menjadi enam kelompok yaitu : 1 Faktor Instrinsik Pekerjaan. Faktor ini berkaitan dengan kondisi fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman bising, bau, berdebu, panas, lembab dan sebagainya, stasiun kerja yang tidak ergonomis, shift kerja, jam kerja panjang, pekerjaan yang beresiko, penggunaan teknologi baru, beban kerja berlebih, dan lainnya. 2 Faktor peran individu dalam organisasi kerja. Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan lebih memberikan stress yang tinggi dibandingkan dengan beban kerja fisik. Karasek Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 et. al. 1988 mengemukakan bahwa karyawan yang mengalami beban psikologis lebih tinggi dan ditambah dengan keterbatasan wewenang untuk mengambil keputusan mempunyai resiko terkena penyakit jantung koroner, tekanan darah tinggi dan juga kecenderungan untuk merokok. 3 Faktor hubungan kerja. Kecurigaan antara pekerja, kurangnya komunikasi, ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan merupakam indikasi terjadinya stress akibat kerja. 4 Faktor pengembangan karir. Menurut Wantoro 1999, faktor pengembangan karir yang dapat memicu stress antara lain : ketidakpastian pekerjaan seperti adanya reorganisasi dan mutasi kerja, promosi yang berlebihan dan tidak ada sama sekali. 5 Faktor struktur organisasi dan suasana kerja. Biasanya berawal dari budaya organisasi dan model manajemen yang digunakan. Beberapa faktor penyebabnya antara lain kurangnya pendekatan parsipatoris, konsultasi yang tidak efektif, kurangnya komunikasi dan kebijaksanaan kantor. 6 Faktor di luar pekerjaan. Faktor kepribadian seseorang ekstrovert dan introvert sangat berpengaruh terhadap stressor yang diterima. Perselisihan antara anggota keluarga atau kelompok, lingkungan tetangga dan komunitas sosial juga merupakan faktor penyebab timbulnya stress yang kemungkinan besar masih akan terbawa dalam lingkungan kerja. Selain faktor – faktor tersebut tentunya masih banyak lagi faktor penyebab terjadinya stress akibat kerja. Faktor – faktor lain yang kemungkinan besar dapat Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009 menyebabkan stress akibat kerja antara lain ancaman pemutusan hubungan kerja, perubahan politik nasional, krisis ekonomi nasional dan lain sebagainya. Faktor – faktor tersebut harus selalu diidentifikasi dan dinilai untuk mengetahui faktor dominan penyebab stress di tempat kerja. Melalui identifikasi dan penilaian yang cermat akan dapat segera dilakukan langkah – langkah pengendalian untuk meminimalkan pengaruh stress yang lebih parah baik bagi kepentingan organisasi maupun kepentingan individu karyawan. Sedangkan pengaruh stress di tempat kerja menurut model Cartwright et. al. 1995 dikelompokkan berdasarkan reaksinya terhadap : 1 Individu Karyawan. Dapat berupa : a. Reaksi emosional. Dalam keadaan stress tingkat emosi seseorang sangat tidak stabil sehingga lebih cepat marah, emosi berlebihan, curiga berlebihan dan bahkan perasaan tidak aman. b. Reaksi perubahan kebiasaan. Dalam keadaan stress atau tertekan seseorang dengan tanpa sadar mencari pelarian dari permasalahan yang ada yang terkadang merubah kebiasaannya menjadi buruk seperti merokok, mabuk, dan sebagainya. c. Perubahan fisiologis. Dalam keadaan stress otot – otot kepala dan leher menjadi tegang yang menyebabkan sakit kepala, insomnia, bahkan sampai ke hipertensi, serangan jantung, maag dan menurunnya daya tahan tubuh. 2 Organisasi Perusahaan Akibat stress pada organisasi kerja akan memberikan pengaruh yang kurang baik. Pengaruhnya dapat berupa tingginya angka tidak masuk kerja, turnover, hubungan dan suasana kerja yang menjadi tegang dan rendahnya kualitas pekerjaan. Elfrida : Penilaian Dan Perbaikan Sistem Kerja Dengan Macroergonomic Organizational Questionnaire Survey MOQS, 2009. USU Repository © 2009

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN