BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat, yakni dengan adanya kompetitor yang memiliki produk dan desain outlet yang sama, seperti Kebab
Kings, Kebab Abror Madina dll maka perusahaan harus menyusun strategi pemasaran yang tepat, disamping menekan cost production juga melaksanakan
strategi promosi salah satunya menggunakan peran public relations yang sudah dilakukan PT KTBR dalam memperkenalkan produk Kebab Turki kepada calon
pembeli hak usaha franchisee, tetapi peran PR dalam rangka membangun suatu hubungan timbal balik yang baik antara PT KTBR sampai kepada pembeli end
user belum maksimal, karena franchisor melihat franchisee sebagai end user-
nya, sehingga praktis tidak ada lagi aktivitas PR yang berperan disetiap outlet dalam mempromosikan produk Kebab itu sendiri.
Terkait dengan tanggung jawab PR dalam komunikasi pemasaran suatu perusahaan, kegiatan PR PT Kebab Turki Baba Rafi yang meliputi pemberian
informasi dan edukasi memiliki peran penting yaitu berupaya memperoleh pengertian, membangun kepercayaan, memberikan konsumen alasan untuk
membeli, dan memperoleh penerimaan konsumen atas produk atau jasa perusahaan tersebut. Sehingga segala macam kegiatan PR dalam komunikasi
pemasaran terpadu ditujukan untuk mendukung upaya komunikasi pemasaran perusahaan. Salah satu teknik yang dipergunakan PT KTBR adalah publisitas.
Melalui publisitas diharapkan mampu mempengaruhi opini publik untuk menerima suatu organisasi atau perusahaan dan produk atau jasa yang
ditawarkannya, bertujuan untuk menjaring calon franchisee, karena publisitas terkait dengan penciptaan citra baik bagi perusahaan ataupun produk makanan
yang mereka tawarkan. Personal selling merupakan cara promosi tatap muka yang memungkinkan konsumen dapat berinteraksi dengan marketer secara langsung
agar tercipta penjualan. Melalui personal selling, setiap outlet KTBR berusaha untuk mempengaruhi target pasar untuk melakukan pembelian terhadap produk
makanan Kebab. Di sini terjadi komunikasi yang memungkinkan bisa lebih bersifat personal dibandingkan bentuk komunikasi pemasaran lainnya, sehingga
perlu keluwesan dalam menyampaikan pesan melalui suatu peragaan atau demonstrasi produk atau pun melalui ajakan berupa undangan untuk mencoba
produk makanan yang ditawarkan. Komunikasi pemasaran word of mouth terasa mendominasi dalam promosi
bisnis franchise ini karena merupakan suatu komunikasi pemasaran yang tidak mempergunakan biaya besar seperti halnya iklan. Hal tersebut dikarenakan
komunikasi pemasaran tergantung pada penyebaran informasi dari seseorang kepada yang lain. Dalam hal ini, cerita positif antara seorang konsumen kepada
calon konsumen lainnya menjadi kekuatan bagi komunikasi word of mouth yang secara dominan dipergunakan oleh setiap outlet KTBR tersebut. Tetapi jika dilihat
dari segi advertising, setiap outlet terlihat pasif, tidak terlihat iklan standing- banner
ataupun kekompakan satu outlet dengan outlet lainnya, bahkan ada yang hanya mengandalkan aktivitas PR dari mall, karena kebetulan berada di dalam
mall, lalu bagaimana dengan outlet yang berada dilokasi lain? Seperti contohnya outlet KTBR yang berada di Muwardi Grogol, tidak melakukan aktivitas promosi
apapun, karena lay-out dari gerobak Kebab itu sendiri dirasa sudah cukup untuk mengkomunikasikan produknya. Sementara itu berbeda pula dengan outlet KTBR
yang berada di Tanjung Duren Grogol, hanya mengandalkan posisi gerobak stan- nya yang strategis yaitu di halaman minimarket dengan pencahayaan yang cukup
terang, sehingga berharap setiap orang yang lewat dapat menyadari keberadaan outlet KTBR disitu. Hal ini diakibatkan oleh berbedanya pemahaman promosi
yang dimiliki setiap franchisee dan tidak adanya peran PR dalam menjalin hubungan yang berkelanjutan secara terus menerus agar franchisor mendukung
secara penuh dalam memberikan bekal pemahaman bagaimana strategi promosi dan langkah-langkah PR sales promotion, personal selling, direct marketing
kepada franchisee, sehingga akan terciptanya pemahaman yang sama untuk diterapkan secara efektif dan efisien di setiap outletnya.
Secara umum, ketika mengamati bentuk-bentuk komunikasi pemasaran yang dilakukan setiap outlet KTBR, keterbatasan dana tetap terlihat. Outlet-outlet
itu tetap saja tidak dapat secara maksimal melakukan komunikasi pemasaran akibat keterbatasan dana. Hal ini membuat mereka cenderung memanfaatkan hal-
hal yang mampu mereka lakukan seperti direct selling, penyebaran brosur, ataupun personal selling dengan menyapa dan menawarkan produk secara
langsung kepada konsumen. Pemanfaatan tersebut tanpa disadari memperlihatkan penggunaan konsep komunikasi pemasaran terpadu dalam usaha komunikasi
pemasaran yang dilakukannya, dimana beberapa elemen dalam bauran
komunikasi pemasaran diintegrasikan antara satu dengan lainnya dalam sehingga dampak yang diperoleh menjadi lebih besar. Namun bila diamati lebih jauh lagi,
pengintegrasian tersebut dilakukan secara reaktif terhadap kebutuhan dan kesempatan yang ada, bukan dilakukan sebagai suatu program terkoordinasi yang
telah direncanakan sebelumnya baik dari segi implementasinya di lapangan maupun evaluasi kegiatan. Tidak ditemui adanya ukuran tingkat keberhasilan
pada kegiatan komunikasi pemasaran tersebut. Peran PR yang didukung komunikasi yang terpadu dari hulu hingga hilir
perusahaan terlebih lagi usaha franchise yang membutuhkan keterpadauan komunikasi dari setiap unit outletnya sangat penting. Bagaimanapun baiknya
perusahaan tanpa didukung adanya strategi pemasaran yang tepat, kecil kemungkinan tujuan perusahaan akan tercapai, sehingga tercipta two-way-
communication, dimana calon pembeli end user tidak hanya mengenal produk Kebab secara sekilas, tetapi juga beranjak dari tahap aware sadar akan suatu
produk kepada tahap loyal pelanggan customer. PT Kebab Turki Baba Rafi menerapkan kebijakan bahwa franchisee
berkewajiban untuk mengikuti program promosi KPT hanya pada saat masa training
1 bulan setelah franchisee membeli hak usaha dari franchisor. Selanjutnya franchisee bertanggung jawab penuh atas usahanya sendiri, mulai dari
peningkatan penjualan, maupun aktivitas promosi ataupun segala aktivitas pemasaran lainnya. Sehingga jelas dari 4 empat outlet Kebab Turki Baba Rafi
yang diteliti, memiliki beragam variasi sistem KPT promosi yang berbeda satu dengan yang lainnya.
Keragaman tersebut berakibat berbeda-bedanya strategi dan pola KPT yang diterapkan dari setiap pemilik outlet. Sehingga baik tidaknya transaksi
penjualan tiap outlet sangat bergantung dari kepedulian para franchisee. Dengan visinya “Menjadi Franchise Makanan Cepat Saji Fast Food ala
Timur Tengah yang terdepan di Indonesia dan Internasional.” Perusahaan
memfokuskan pada pasar, berorientasi pada pelanggan dan usaha pemasaran yang terkoordinasi yang ditujukan untuk menghasilkan kepuasan pelanggan serta
menyusun suatu kombinasi yang dapat dari bauran pemasaran dengan tanpa menutupi kemungkinan adanya strategi-strategi yang lain sesuai dengan
perubahan-perubahan lingkungan. Kebab Turki Baba Rafi berusaha berinovasi dan meningkatkan pelayanan
yang diikuti dengan strategi komunikasi pemasaran yang tepat supaya bisnis waralaba makanan fastfood tidak dianggap sebagai bisnis yang tidak menjanjikan.
Akan tetapi dari hasil observasi diketahui bahwa, sistem komunikasi franchise Kebab Turki Baba Rafi di Jakarta Barat, berjalan sendiri – sendiri dengan kata
lain tidak terpadu dan terkoordinir dengan konsep yang terpadu, dimana setiap franchisee
hanya membeli hak lisensi saja dari franchisor tanpa didukung komunikasi yang terintegrasi. Jadi pendapat peneliti, selayaknya franchising PT
Kebab Turki Baba Rafi Indonesia adalah suatu hubungan berdasarkan kontrak antara Kebab Turki Baba Rafi dan franchisee, dimana Kebab Turki Baba Rafi
menawarkan dan berkewajiban menyediakan perhatian terus menerus pada bisnis franchisee
melalui penyediaan pengetahuan dan pelatihan dan franchisee beroperasi dengan menggunakan nama dagang, format, atau prosedur yang
dipunyai serta dikendalikan oleh Kebab Turki Baba Rafi dan membantu franchise dalam mempromosikan usahanya dan tidak di lepas begitu saja. Sehingga
komunikasi terpadu tidak berjalan sebagai mana mestinya, karena peran komunikasi berjalan sendiri – sendiri.
Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Shimp 2003 : 321, yang mengemukakan Komunikasi Pemasaran Terpadu KPT sebagai sebuah proses
komunikasi yang terdiri dari perencanaan, kreasi, integrasi, dan implementasi atas berbagai bentuk komunikasi pemasaran periklanan, promosi penjualan, event,
dan sebagainya, yang dilakukan secara berkala dan terpadu terhadap prospek dan target konsumen dari sebuah merek.
Akibatnya penerapan pola KPT juga tidak optimal seperti yang didefinisikan oleh Duncan, 2002: 8 sebagai satu proses komunikasi, yang
merupakan jantung dari semua hubungan, serta proses yang saling berputar sehingga memperoleh, mempertahankan, dan mengembangkan pelanggan dapat
tercipta dengan baik, yang diindikasikan banyaknya franchisee yang tutup karena diabaikan oleh franchisor.
Peran public relation, baik dari pihak franchisor maupun franchisee terlihat penerapannya dilapangan tidak maksimal, sesuai dengan perjanjian-
perjanjian yang telah disepakati, terdapat beberapa poin yang diabaikan, karena pada intinya, franchisor hanya menjalankan peran PR hanya pada saat mengikuti
pameran dan seminar-seminar yang bertujuan menjaring calon franchisee, seperti contohnya, pihak franchisor akan mempersiapkan dan melakukan launching
untuk calon franchisee pada waktu grand opening, setelah itu pada
pelaksanaannya, komunikasi yang berkesinambungan tersebut tidak terjadi lagi, sehingga tidak ada proses ‘two way communication’. Proses ini jelas tidak sesuai
seperti yang di ungkapkan Coulsin dan Thomas 2002 : 10, mengungkapkan bahwa public relations sebagai usaha yang direncanakan secara terus menerus
dengan sengaja, guna membangun dan mempertahankan timbal balik antara organisasi dan masyarakat. Sehingga penulis menyimpulkan bahwa public
relations yang dianggap sebuah proses aktivitas yang bertujuan untuk menjalin
antara organisasi dan pihak luar organisasi, tidak berjalan baik. Selain itu, dari observasi keempat outlet KTBR, tidak semua menjalankan promosi seperti yang
disepakati pihak franchisor kepada franchisee, yaitu salah satunya adalah mempromosikan +- 1 km dari outlet, pada outlet KTBR yang berada di jalan
Muwardi Grogol dan di Daan Mogot Mall tidak terlihat bentuk-bentuk alat promosi seperti standing banner maupun spanduk. Sedangkan menurut Ruslan,
2005 : 10, beberapa kegiatan public relations adalah mempromosikan produk melalui membangun identitas dan citra perusahaan untuk menciptakan image
positif dan identitas perusahaan, sehingga terjadi komunikasi timbal balik dari dua arah dengan berbagai pihak.
Secara umum, ketika mengamati bentuk-bentuk komunikasi pemasaran yang dilakukan perusahaan berskala kecil dan menengah, keterbatasan dana tetap
terlihat. Perusahaan-perusahaan itu tetap saja tidak dapat secara maksimal melakukan komunikasi pemasaran akibat keterbatasan dana. Hal ini membuat
mereka cenderung memanfaatkan hal-hal yang mampu mereka lakukan seperti pemberian diskon, iklan baris, ataupun undangan publikasi melalui radio.
Pemanfaatan tersebut tanpa disadari memperlihatkan penggunaan konsep komunikasi pemasaran terpadu dalam usaha komunikasi pemasaran yang
dilakukannya, dimana beberapa elemen dalam bauran komunikasi pemasaran diintegrasikan antara satu dengan lainnya dalam sehingga dampak yang diperoleh
menjadi lebih besar. Namun bila diamati lebih jauh lagi, pengintegrasian tersebut dilakukan secara reaktif terhadap kebutuhan dan kesempatan yang ada, bukan
dilakukan sebagai suatu program terkoordinasi yang telah direncanakan sebelumnya baik dari segi implementasinya di lapangan maupun evaluasi
kegiatan. Tidak ditemui adanya ukuran tingkat keberhasilan pada kegiatan komunikasi pemasaran tersebut.
6.2 Saran