Prinsip-Prinsip Pokok Kehakiman Tinjauan Umum Tentang Kekuasaan Kehakiman 1. Pengertian Kekuasaan Kehakiman

15 9. Mahkamah Pelayaran 10. Pengadilan Adat di Papua 11. Pengadilan Tilang

3. Prinsip-Prinsip Pokok Kehakiman

Secara umum dapat dikemukakan ada dua prinsip yang biasa dipandang sangat pokok dalam sistim peradilan judicial system, yaitu i the principle of judicial indepedence, dan ii the principle of judicial impartiality. Kedua prinsip ini diakui sebagai prasyarat pokok sistim disemua negara yang disebut hukum modern atau “modern constitutional state”. Prinsip indepedensi itu sendiri antara lain harus diwujudkan dalam sikap para hakim dalam memerikasa dan memutus perkara yang dihadapinya. Disamping itu, indepedensi itu juga tercermin dalam berbagai pengaturan hal-hal yang berkaitan dengan pengangkatan, masa kerja, pengembangan karir, sistim penggajian, dan pemberhentian para hakim. Sementara itu, prinsip kedua yang penting adalah prinsip ketidakberpihakan the principle of impartiality. Bahkan oleh O.Hood PHILLIPS dan kawan-kawan dikatakan, “the impartiality of the judiciary ia recognised as an important, if not the most important element, in the administrasion of justice”. Dalam praktik, ketidakberpihakan atau impartiality itu sendiri mengandung makna dibutuhkannya hakim yang tidak saja bekerja secara imparsial to be impartial, tetapi juga terlihat bekerja secara imparsial to appear to be impartial. 16 Namun, disamping kedua prinsip tersebut, dari perspektif hakim sendiri berkembang pula pemikiran mengenai prinsip-prinsip lain yang juga dianggap penting. Misalnya, dalam forum international judicial conference di Bangalore, India, 2001, berhasil disepakati draft kode etika dan perilaku hakim sedunia yang kemudian disebut The Bangalore draft. Selanjutnya, setelah mengalami revisi dan penyempurnaan berkali-kali, drat ini akhirnya diterima luas oleh berbagai kalangan hakim di dunia sebagai pedoman bersama dengan sebutan resmi The Bangalore Principles Of Judicial Conduct. Dalam the Bangalore Principles itu, tercantum adanya enam prinsip penting yang harus dijadikan pegangan bagi para hakim di dunia, yaitu prinsip-prinsip Indepedence, Impartiality, Intergrity, Propriety, Equlity, dan Competence Diligence. 1 Indepedensi Indepedence Principle: 2 Ketidakberpihakan Impartiality Principle 3 Integritas Integrity Principle 4 Kepantasan dan Sopan-Santun Property Principle 5 Kesetaraan Equality Principle 6 Kecakapan dan Keseksamaan Competence and Diligence Principle Keenam prinsip etika hakim itu oleh hakim indonesia dapat dijadikan untuk merumuskan sendiri kode etik yang berlaku di indonesia. Dalam hubungan ini, Mahkamah Konstitusi telah menetapkan Kode Etik Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 01PMK2005. 17 Disamping itu, sebagaimana telah diuraikan diatas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelengggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Prinsip negara hukum tersebut tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi : “Negara Indonesia adalah negara hukum”. Dalam penjelasan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, diuraikan bahwa kekuasaan kehakiman yang merdeka tersebut mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman itu bebas dari segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial tersebut bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia. Dengan kata lain, kemerdekaan atau independensi peradilan itu dibatasi oleh hukum dan keadilan itu sendiri. Keadilan dimaksud harus merupakan keadilan menurut perasaan keadilan yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat Indonesia sendiri. Hanya saja yang menjadi persoalan adalah bagaimana mengukur bahwa 18 sesuatu itu sudah merupakan cermin dari perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang sangat majemuk? Apakah sesuatu yang populer dalam media massa dapat dikatakan sebagai cerminan dari rasa keadilan dalam seluruh masyarakat Indonesia? Apakah mungkin cita rasa masyarakat yang demikian majemuk seperti Indonesia dapat tercermin hanya dalam satu ekspresi tentang keadilan yang bersifat nasional. Apakah cerminan rasa keadilan itu harus bersifat nasional atau bersifat lokal, yaitu terkait langsung dengan kasus demi kasus konkrit yang terjadi dalam masyarakat, sehingga perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat itu benar-benar dapat tercermin dalam keputusan-keputusan yang konkrit yang ditetapkan oleh hakim.

B. Tinjauan Umum Tentang Peradilan Pajak Dalam Hukum Pajak