15
9. Mahkamah Pelayaran
10. Pengadilan Adat di Papua
11. Pengadilan Tilang
3. Prinsip-Prinsip Pokok Kehakiman
Secara umum dapat dikemukakan ada dua prinsip yang biasa dipandang sangat pokok dalam sistim peradilan judicial system, yaitu i the principle of judicial
indepedence, dan ii the principle of judicial impartiality. Kedua prinsip ini diakui sebagai prasyarat pokok sistim disemua negara yang disebut hukum modern atau
“modern constitutional state”. Prinsip indepedensi itu sendiri antara lain harus diwujudkan dalam sikap para
hakim dalam memerikasa dan memutus perkara yang dihadapinya. Disamping itu, indepedensi itu juga tercermin dalam berbagai pengaturan hal-hal yang berkaitan
dengan pengangkatan, masa kerja, pengembangan karir, sistim penggajian, dan pemberhentian para hakim.
Sementara itu, prinsip kedua yang penting adalah prinsip ketidakberpihakan the principle of impartiality. Bahkan oleh O.Hood PHILLIPS dan kawan-kawan
dikatakan, “the impartiality of the judiciary ia recognised as an important, if not the most important element, in the administrasion of justice”. Dalam praktik,
ketidakberpihakan atau impartiality itu sendiri mengandung makna dibutuhkannya hakim yang tidak saja bekerja secara imparsial to be impartial, tetapi juga terlihat
bekerja secara imparsial to appear to be impartial.
16
Namun, disamping kedua prinsip tersebut, dari perspektif hakim sendiri berkembang pula pemikiran mengenai prinsip-prinsip lain yang juga dianggap
penting. Misalnya, dalam forum international judicial conference di Bangalore, India, 2001, berhasil disepakati draft kode etika dan perilaku hakim sedunia yang kemudian
disebut The Bangalore draft. Selanjutnya, setelah mengalami revisi dan
penyempurnaan berkali-kali, drat ini akhirnya diterima luas oleh berbagai kalangan hakim di dunia sebagai pedoman bersama dengan sebutan resmi The Bangalore
Principles Of Judicial Conduct. Dalam the Bangalore Principles itu, tercantum adanya enam prinsip penting
yang harus dijadikan pegangan bagi para hakim di dunia, yaitu prinsip-prinsip Indepedence, Impartiality, Intergrity, Propriety, Equlity, dan Competence
Diligence. 1
Indepedensi Indepedence Principle: 2
Ketidakberpihakan Impartiality Principle 3
Integritas Integrity Principle 4
Kepantasan dan Sopan-Santun Property Principle 5
Kesetaraan Equality Principle 6
Kecakapan dan Keseksamaan Competence and Diligence Principle Keenam prinsip etika hakim itu oleh hakim indonesia dapat dijadikan untuk
merumuskan sendiri kode etik yang berlaku di indonesia. Dalam hubungan ini, Mahkamah Konstitusi telah menetapkan Kode Etik Hakim Konstitusi sebagaimana
tertuang dalam peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 01PMK2005.
17
Disamping itu, sebagaimana telah diuraikan diatas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menentukan bahwa
kekuasaan kehakiman
adalah kekuasaan
negara yang
merdeka untuk
menyelengggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia. Prinsip negara
hukum tersebut tercantum dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi : “Negara Indonesia adalah negara
hukum”. Dalam penjelasan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, diuraikan bahwa kekuasaan kehakiman yang merdeka tersebut mengandung pengertian bahwa kekuasaan kehakiman itu bebas dari
segala campur tangan pihak kekuasaan ekstra yudisial, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Kebebasan dalam melaksanakan wewenang yudisial tersebut bersifat tidak mutlak karena tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat Indonesia.
Dengan kata lain, kemerdekaan atau independensi peradilan itu dibatasi oleh hukum dan keadilan itu sendiri. Keadilan dimaksud harus merupakan keadilan
menurut perasaan keadilan yang tumbuh dan hidup dalam masyarakat Indonesia sendiri. Hanya saja yang menjadi persoalan adalah bagaimana mengukur bahwa
18
sesuatu itu sudah merupakan cermin dari perasaan keadilan yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang sangat majemuk? Apakah sesuatu yang populer dalam
media massa dapat dikatakan sebagai cerminan dari rasa keadilan dalam seluruh masyarakat Indonesia? Apakah mungkin cita rasa masyarakat yang demikian
majemuk seperti Indonesia dapat tercermin hanya dalam satu ekspresi tentang keadilan yang bersifat nasional. Apakah cerminan rasa keadilan itu harus bersifat
nasional atau bersifat lokal, yaitu terkait langsung dengan kasus demi kasus konkrit yang terjadi dalam masyarakat, sehingga perasaan keadilan yang hidup dalam
masyarakat itu benar-benar dapat tercermin dalam keputusan-keputusan yang konkrit yang ditetapkan oleh hakim.
B. Tinjauan Umum Tentang Peradilan Pajak Dalam Hukum Pajak