15
3. Implementasikan program pendidikan yang mempromosikan “global citizenship” dan
eksplorasi sarana untuk memperkenalkan pendidikan kewarganegaraan dalam kurikulum
sekolah, buku ajar, dan materi pengajaran. Bangun kapasitas guru untuk mendukung
agenda ini.
4. Kerjasama dengan otoritas lokal untuk menciptakan peluang ekonomi dan sosial.
5. Sediakan opsi karir tambahan bagi para pemuda dengan mengembangkan kultur wirausaha.
g. Komunikasi Strategis, Internet, dan Media
Sosial
1. Mengembangkan dan mengimplementasikan strategi komunikasi nasional, bekerjasama
dengan perusahaan social media, untuk melawan narasi violent extremism.
2. Menyerukan riset tentang hubungan antara penyalahgunaan internet dan media sosial
oleh kelompok violent extremismdan faktor yang menyebabkan satu individu tertarik pada
violent extremism.
3. Promosikan usaha dari kalangan akar rumput untuk mengembangkan nilai-nilai toleransi,
pluralism, dan sikap saling memahami. 4. Memastikan bahwa peraturan hukum nasional
melindungi kebebasan untuk beropini, berekspresi, pluralism, dan perbedaan di media.
5. Kuatkan para korban violent extremismdengan menyediakan forum online yang bisa membuat
mereka bisa bercerita tentang kisah mereka. 6. Lindungi para jurnalis, yang memainkan peran
kunci dalam masyarakat demokrasi, dengan memastikan investigasi yang cepat, tepat, dan
menyeluruh terkait dengan ancaman terhadap mereka, dan himbau para jurnalis untuk bekerja
bersama mengembangkan pelatihan media dan etika perilaku yang menghargai toleransi.
C. CACAT DALAM PROGRAM PREVENT VIOLENT
EXTREMISM PVE
Plan of action tersebut bukan tanpa kritikan, banyak lubang cacat di sana yang membuat
sejumlah akademisi memberikan catatan dan kritikan. Naz K. Modirzadeh, Direktur Harvard Law
School Program on International Law and Armed Conflict PILAC, menyatakan bahwa plan of action
tersebut tidak memberi diagnosa, tapi justru banyak memberi ketentuan; skeptis pada pendekatan
kontraterorisme saat ini, tapi justru mendukung sebagian besar pendekatan yang sebenarnya sedang
dilakukan.
24
Modirzadeh menulis beberapa cacat fatal yang ada dalam Plan of Action tersebut:
Pertama, tidak mendefinisikan apa itu violent
extremism, bahkan PBB menyerahkan definisi tersebut pada negara masing-masing yang
berpotensi disalahgunakan untuk melakukan represinya atas rakyatnya.
Di Inggris, misalnya, mereka mendefinisikan “ekstremisme” secara sangat meluas, yaitu
“penentangan aktif terhadap nilai-nilai British yang fundamental, termasuk demokrasi, aturan hukum,
kebebasan individu, saling menghormati, dan toleransi antar keyakinan yang berbeda.”
Definisi ini bahkan ditentang oleh Kepala Polisi Manchester, Sir Peter Fahy, dengan menganggapnya
sebagai definisi yang sangat samar, karena ia menggiring polisi menjadi “polisi pikiran”, yang
membuka pintu kecurigaan bagi setiap orang yang mengemukakan ide kritis terhadap kebijakan
Inggris.
25
Plan of Action mencampuradukkan antara “Violent Extremism”, “Terrorism”, dan “Extremism”.
Manifestasi apa saja yang termasuk dalam violent extremism? Perilaku apa yang dimaksud sebagai
violent extremism? Apakah violent extremism terkait
24 https:www.lawfareblog.comif-its-broke-dont-make-it-worse-
critique-un-secretary-generals-plan-action-prevent-violent- extremism
25 http:www.theguardian.comuk-news2014dec05peter-fahy-
police-state-warning