Representasi Maskulinitas dalam Film (Analisis Semiotika John Fiske Mengenai Maskulinitas dalam Film “Miracle In Cell No.7”)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BIODATA

Nama Lengkap : Eunike Stephanie Purba Tempat, Tanggal Lahir : Pekanbaru, 08 April 1994 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Alamat : Jl.Pasar 6 Gg.Sehati No.13 Kota Medan Telepon / HP : - / 085275753546

Email : eunikestephanie94@gmail.com

SILSILAH KELUARGA

Ayah : Jhon Tariman Purba Ibu : Salmah Sianturi

RIWAYAT PENDIDIKAN

2000 – 2006 : SD. St. Maria II Pekanbaru

2006 – 2009 : SMP. Kr. Kalam Kudus Pekanbaru 2009 – 2012 : SMK. Telkom Sandhy Putra Medan

2012 – sekarang : Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Public Relations), FISIP USU

Organisasi :

- IMAS-USU (Ikatan Mahasiswa Simalungun Universitas Sumatera Utara) Bendahara Umum periode 2013-2014

- GMKI Komisariat FISIP USU


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Barnard, M. (2011). Fashion sebagai komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra.

Bungin, Burhan. (2006). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana. Bungin, Burhan. (2008). Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta: Kencana. Chaney, David. (2008). Lifestyle: Sebuah pengantar komprehensif. Yogyakarta:

Jalasutra.

Christomy,Tommy & Untung Yuwono. (2004). Semiotika Budaya. Depok: Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia.

Cangara. (2000). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. Dachruddin, Andi. (2012). Dasar-dasar Produksi Televisi. Jakarta: Kencana. Danesi, Marcel. (2010). Pesan Tanda dan Makna; Buku Teks Dasar Mengenai

Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra.

Darmaprawira,Sulasmi. (2002). Warna: Teori dan kreativitas penggunaannya. Bandung: ITB.

Echols,John M. & Shadily, Hassan. (1976). Kamus Inggris Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Effendy, Onong Uchjana. (2005). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya Offset.


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LKiS.

Erlina. (2011). Metodologi Penelitian. Medan: USU Press.

Fiske,John. (2004). Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.

Fribadi, Desi Oktavia. (2012). Representasi Maskulinitas dalam Drama TV Korea You’re Beautiful. Jakarta: Universitas Indonesia.

Girsang, Romi Comando. (2014). Maskulinitas dalam Iklan Televisi (Analisis Semiotika Maskulinitas dalam Iklan Televisi Gudang Garam Merah Versi “The Cafe”). Medan: USU.

Harahap, Rani Indah Komala.(2011).Representasi Feminisme dalam Film (Analisi Semiotika Representasi Feminisme dalam Film “Sex And The City 2”. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Ibrahim, M. Nasir. (2007). Analisis Pengaruh Media Iklan terhadap Pengambilan Keputusan Membeli Air Minum dalam Kemasan Merek Aqua pada Masyarakat Kota Palembang. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Irawanto, Budi. (1999). Film, Ideologi, dan Militer. Yogyakarta: Media Pressindo. Kriyantono, Rachmat. (2008). Teknik Praktis Riset Komunikasi : disertai contoh praktis riset media, public, relations, advertising, komunikasi organisasi, komunikasi pemasaran. Jakarta: Kencana.

Kusumaningrum, E. (2012). Maskulinitas dalam Iklan Majalah Men’s Health. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Latifa, Rena. (2012). Psikologi Emosi. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, Dirjen Pendidikan Islam, Kementrian Agama RI.


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Morissan & Wardhany, Andy Corry. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Mulyana,Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya Offset.

Nurudin. (2004). Komunikasi Massa. Malang: Cespur.

Osella, Filippo & Osella, Carolina. (2000). Migration, Money and Masculinity in Kerala. The Journal of the Royal Anthropological Institute. Volume 6, No.1.

Piliang, Yasraf Amir. (2003). Hipersemiotika. Bandung: Jalasutra.

Rosita, Heppy Damanik. (2013). Strategi Pemenuhan Kebutuhan Hidup Keluarga Tukang Parkir. Bengkulu: UNIB.

Subagyo, P.Joko. (1997). Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Sumarno, M. (1996). Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta: PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia.

Sobur, Alex. (2001). Analisis Teks Media:suatu pengantar untuk analisis wacana, analisis semiotik, dan analisis framing. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya Offset.

Sobur,Alex. (2004). Semiotika Komunikasi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya Offset.


(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kontemporer Indonesia. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia.

Tubbs, S,L & Moss, S. (1996). Human communication (Prinsip-prinsip Dasar). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Usman, Husaini & Akbar, Purnomo Setiady. (2009). Metodologi Penelitian Sosial Jakarta: Bumi Aksara.

Vera, Nawiroh. (2014). Semiotika dalam Riset Komunikasi. Jakarta: Gahlia Indonesia.

Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. (2011). Semiotika Komunikasi-Aplikasi Praktis bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Wiryanto. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT.Grasindo. Weber,Max. (2006). Sosiologi. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Sumber Internet :

http://argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08/maskulinitas-ind1.pdf, (diakses tanggal 7 Januari 2016 pukul 13.00 WIB)

http://perfilman.perpusnas.go.id/artikel/detail/127, (diakses tanggal 25 Februari 2016 pukul 15.00 WIB)

http://www.scribd.com/doc/15252080/ParadigmaKonstruktivisme

ParadigmaKritikal, (diakses tanggal 28 Februari 2016 pukul 15.00 WIB) masculinity : wikipedia free encyclopedia (diakses tanggal 15 Februari 2016

pukul 15.00 WIB)

https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Miracle_in_Cell_No_7_poster.j pg&filetimestamp=20140315075711&, (diakses tanggal 26 Maret 2016 pukul 14.00 WIB)


(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA http://kejaksaan.go.id/upldoc/produkhkm/UU%2033%20Tahun%202009.pdf,

(diakses tanggal 25 Februari 2016 pukul 15.00 WIB)

http://repository.unikom.ac.id/repo/sector/perpus/view/jbptunikomppgdyuwanatri a-22903.pdf, (diakses tanggal 25 Februari 2016 pukul 15.00 WIB) https: //muhsinbudiono.com, (diakses tanggal 25 Februari 2016 pukul 15.00 WIB) http://kbbi.web.id/punya, (diakses tanggal 29 Maret 2016 pukul 20.00 WIB) http://kbbi.web.id/kesetiakawanan, (diakses tanggal 29 Maret 2016 pukul 20.00

WIB)

http://library.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2/2011-2-00997-JP%20Bab2001.pdf, (diakses tanggal 30 Maret 2016 pukul 20.00 WIB) https://id.wikipedia.org/wiki/Mahkota, (diakses tanggal 30 Maret 2016 pukul


(7)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Defenisi Konseptual

Dalam penelitian yang berjudul “Representasi Feminisme” dalam Film “Maleficent”, maka definisi konseptual yang dipaparkan dan dijelaskan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

1. Representasi

Dalam (Danesi, 2010: 20), Representasi adalah penggunaan tanda (gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan, menggambarkan, memotret atau memreproduksi sesuatu yang dilihat, diindera, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik tertentu.

2. Maskulinitas

Maskulin merupakan sebuah bentuk konstruksi kelelakian terhadap laki-laki. Laki-laki tidak dilahiran begitu saja dengan sifat maskulinnya secara alami, maskulinitas dibentuk oleh kebudayaan. Secara umum, maskulinitas tradisional menganggap tinggi nilai-nilai, antara lain kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, kemandirian, kepuasan diri, kesetiakawanan laki-laki, dan kerja.

3. Film

Film merupakan salah satu bentuk dari media massa yang memberikan hiburan untuk masyarakat. Selain memberikan hiburan, sebuah film juga dapat menjadi media yang menyebarkan nilai-nilai tertentu dalam masyarakat.

4. Semiotika

Semiotika adalah studi mengenai pertandaan dan makna dari sistem tanda; ilmu tentang tanda, bagaimana makna dibangun dalam “teks” media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya apapun dalam masyarakat yang mengkonsumsi makna” (Fiske, 2004: 282).


(8)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan sosial berdasarkan kondisi realitas yang holistis, kompleks, dan rinci. Dalam menganalisis media, paradigma yang lazim digunakan adalah paradigma konstruktivisme.

Paradigma Konstruktivisme dalam ilmu sosial merupakan kritik terhadap paradigma positivis. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum positivis. Paradigma konstruktivisme yang ditelusuri dari pemikiran Weber, menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam karena manusia bertindak sebagai agen yang mengonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik melalui pemberian makna maupun pemahaman perilaku di kalangan mereka sendiri.

Kajian paradigma konstruktivisme ini menempatkan posisi peneliti setara dan sebisa mungkin masuk dengan subjeknya, dan berusaha memahami dan mengonstruksikan sesuatu yang menjadi pemahaman si subjek yang akan diteliti. Metodologi dalam penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan bagaimana peneliti akan mengumpulkan serta menganalisis data yang ada.


(9)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sasaran dalam penelitian ini mencakup subjek dan objek penelitian. Dalam penelitian mengenai representasi maskulinitas dalam film “Miracle In Cell No.7” ini, subjek penelitiannya mengarah pada gambar dan suara yang memuat representasi maskulinitas. Sedangkan, objek penelitiannya adalah film “Miracle In Cell No.7”.

3.4.Kerangka Analisis

Penelitian ini akan menganalisis mengenai maskulinitas yang ditampilkan dalam film “Miracle In Cell No.7” tahun 2013. Penulis menggunakan analisis semiotika, dengan menggunakan teknik analisis semiologi John Fiske dengan tiga level yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi. Unit analisis dari penelitian ini adalah paradigma dan sintagma dari level realitas,representasi dan juga ideologi. Paradigma adalah kumpulan dari tanda-tanda yang dari kumpulan itulah dilakukan pemilihan dan hanya satu unit dari kumpulan yang dipilih itu. Contoh sederhananya adalah huruf-huruf abjad. Anggota-anggota di dalam paradigma harus memiliki kesamaan karakteristik. Misalkan huruf M dan A adalah paradigma, karena mereka memiliki karakteristik yang sama sehingga masuk dalam paradigma abjad.

Sedangkan sintagma adalah kumpulan dari paradigma. Andaikan paradigma adalah sebuah kosakata dalam sebuah tata bahasa, maka sintagma adalah sebuah kalimat yang terdiri dari kumpulan kosakata. ”Aspek penting sintagma adalah aturan atau konvensi yang menjadi dasar penyusunan paduan unit-unit itu” (Fiske, 2004: 84). Contohnya adalah kalimat merupakan sintagma kata-kata, pakaian kita juga merupakan sintagma pilihan dari paradigma topi, dasi, baju, jaket, celana, kaos kaki, dan seterusnya. Paradigma dan sintagma ini adalah seluruh visual dan suara di film “Miracle In Cell No.7” yang menggambarkan maskulinitas.

Dalam penelitian ini, peneliti hendak mencari kode-kode sosial mana yang mampu merepresentasikan maskulinitas dalam film “Miracle In Cell No.7”


(10)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.3.1.Studi dokumenter

Studi dokumenter yaitu dengan mengunduh film “Miracle In Cell No.7” dari situs online. Film “Miracle In Cell No.7” berdurasi 127 menit yang disutradarai oleh Lee Hwan-kyung dengan produser Kim Min-ki dan Lee Sang-hun. Film “Miracle In Cell No.7” diproduksi oleh studio Fineworks/CL Entertainment.

3.3.2. Studi Pustaka

Studi pustaka adalah suatu pembahasan yang berdasarkan pada buku-buku referensi yang bertujuan untuk memperkuat materi pembahasan maupun sebagai dasar untuk menggunakan rumus-rumus tertentu dalam menganalisa dan mendesain suatu struktur.

Studi Kepustakaan yaitu penelitian ini dilakukan dengan mencari dan mengumpulkan data dari sumber buku dan literatur yang relevan seperti buku, jurnal penelitian, dan dari sumber bacaan dari internet yang tentunya dapat dipercaya keabsahan datanya.

3.6. Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan & Biklen ( Meleong, 2005: 248 ) , analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,


(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA mensistesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Peneliti memilah-milah adegan-adegan yang merepresentasikan maskulinitas dalam film “Miracle In Cell No.7” dengan menggunakan acuan unit analisis dalam tiga level yaitu: level realitas, level representasi, dan level ideologi. Berikut adalah tahapan dalam melaksanakan analisis semiotika yang dikemukakan

oleh Jane Stokes

(http://repository.unikom.ac.id/repo/sector/perpus/view/jbptunikomppgdyuwanatr ia-22903.pdf) :

1. Mendefinisikan objek analisis atau penelitian

Objek analisis haruslah sesuatu yang memungkinkan kita untuk menguji hipotesis sementara. Objek analisis dalam penelitian ini adalah representasi maskulinitas dalam film “Miracle In Cell No.7”.

2. Mengumpulkan teks

Dalam penelitian ini, teks adalah tanda dan lambang dalam film “Miracle In Cell No.7”. Film tersebut berbentuk video untuk di jadikan subjek penelitian.

3. Mendeskripsikan teks

Tahap pertama dari analisis adalah menerangkan isi teks dengan hati-hati. Secara cermat, kita harus mengidentifikasikan semua unsur di dalam teks.

4. Menafsirkan teks

Selanjutnya, kita dapat memulai mendiskusikan makna dan implikasi masing-masing tanda secara terpisah, kemudian secara kolektif. Dalam tahap ini kita akan menimbang makna konotasi dari teks.

5. Menjelaskan kode-kode kultural

Dalam tahap ini, kita akan memberikan makna dan menafsirkannya sesuai dengan pengetahuan kultural kita. Pemaknaan tersebut juga didasarkan pada kode-kode kultural.

6. Membuat generalisasi

Membagi makna-makna tersebut ke dalam kode-kode yang telah ditentukan. Lalu, kita membandingkan cara kode-kode tersebut digunakan.


(12)

(13)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1.Gambaran Umum Film “Miracle In Cell No.7” 4.1.1.Film “Miracle In Cell No.7”

Gambar 4.1.Poster “Miracle In Cell No.7” Sumber :

https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Berkas:Miracle_in_Cell_No_7_poster.j pg&filetimestamp=20140315075711&


(14)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA youn dari Rec Studio dengan penata musik Lee Dong-june. Film Miracle In Cell No. 7 didistribusikan oleh NEW. Film Miracle In Cell No. 7 diproduksi oleh studio Fineworks/CL Entertainment.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Miracle_in_Cell_No._7

4.1.2.Sinopsis “Miracle In Cell No.7”

Lee Yong Go adalah seorang laki-laki berusia 40 tahunan yang mengalami cacat mental karena kecerdasannya sangat rendah. Walaupun begitu, Lee Yong Go mempunyai anak perempuan berusia 6 tahun yang cantik dan cerdas bernama Ye Sung. Lee Yong Go yang bekerja sebagai tukang parkir ini sangat sayang pada anak satu-satunya itu. Suatu ketika terjadi peristiwa tragis yang membuat Lee Yong Go dipenjara. Peristiwa tragis itu diawali ketika Ye Sung sangat tertarik dengan tas kuning bergambar Sailor Moon di sebuah toko. Karena belum gajian, Lee Yong Go dan Ye Sung hanya bisa melihat tas itu dari balik kaca etalase toko, Lee Yong Go berjanji akan membelikan tas itu setelah gajian.

Tapi betapa kecewanya Lee Yong Go dan Ye Sung karena tas Sailor Moon itu dibeli seorang anak perempuan bersama orang tuanya. Karena sangat sayang kepada anaknya, Lee Yong Go nekad masuk ke dalam toko dan meminta agar tas Sailor Moon itu tidak jadi dibeli. Tapi malang sekali, ayah dari anak pembeli tas itu adalah seorang Komisaris Jendral Polisi yang sombong dan langsung memukuli Lee Yong Go. Walaupun Lee Yong Go dan Ye Sung gagal mendapatkan tas Sailor Moon itu tapi Lee Yong Go tetap berjanji akan membelikan tas Sailor Moon itu setelah gajian nanti.


(15)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Setelah Lee Yong Go gajian, Ji Yeong menemui Lee Yong Go dan menunjukkan toko lain yang juga menjual tas Sailor Moon. Tapi disinilah awalnya petaka karena di perjalanan, Ji Yeong terpeleset dan meninggal dunia. Lee Yong Go dituduh membunuh Ji Yeong karena kening Ji Yeong terluka dan disamping kepalanya ada batu bata sehingga Lee Yong Go dituduh memukul kepala Ji Yeong dengan batu bata padahal batu bata itu jatuh dengan sendirinya di kepala Ji Yeong ketika terjatuh.

Lebih parah lagi, sesuai dengan pelajaran yang diterima Lee Yong Go ketika menjalani pelatihan sebagai tukang parkir, cara menyelamatkan orang yang pingsan adalah membuka celana agar pernapasan lebih longgar kemudian memberi pernapasan buatan dari mulut ke mulut. Karena itulah, Lee Yong Go dituduh selain membunuh juga memperkosa Ji Yeong. Karena kecerdasannya sangat rendah, Lee Yong Go tidak bisa membuat pernyataan yang bisa membela dirinya. Lebih celaka lagi, ayah Ji Yeong ternyata bukan hanya seorang Komisaris Jendral Polisi yang sombong tapi juga jahat dan kejam. Dengan kekerasan, ayah Ji Yeong memaksa Lee Yong Go untuk mengaku bahwa ia memang telah membunuh dan memperkosa Ji Yeong untuk balas dendam karena pernah dipukuli di toko. Si Komisaris jendral itu mengancam akan membunuh Ye Sung jika Lee Yong Go tidak menuruti perintahnya.

Karena sangat sayang pada Ye Sung, Lee Yong Go terpaksa menuruti perintah ayah Ji Yeong walaupun akibatnya di pengadilan ia divonis hukuman mati.Luar biasa pengorbanan Lee Yong Go, rela berkorban sampai mati demi anak yang sangat dicintainya. Untuk menunggu eksekusi hukuman mati, Lee Yong Go dipenjara di sel nomor 7 yang merupakan penjara untuk narapidana-narapidana kelas kakap dan berbahaya. Selama Lee Yong Go dipenjara, Ye Seung dititipkan di panti asuhan.

Di sel no 7, Lee Yong Go dicampur bersama 5 narapidana kelas kakap lainnya yaitu Bong Sik (pencopet), Chun Ho (penipu), Man Beom (pezinah), Kakek Seo (penipu) dan So Yang Ho si gangster penyelundup tapi buta huruf yang merupakan pemimpin narapidana sel nomor 7. Sudah menjadi budaya para narapidana di seluruh dunia bahwa jenis narapidana yang paling dibenci oleh


(16)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Go hanya satu yaitu bertemu dengan Ye Sung.

Kelima sahabat penjara Lee Yong Go bisa mempertemukannya dengan Ye Sung ketika diadakan acara keagamaan bagi narapidana yang beragama Kristen. Pada acara keagamaan itu, diadakan pertunjukan paduan suara oleh anak-anak panti asuhan dan kebetulan sekali, Ye Sung termasuk di dalamnya. Man Beom berhasil menyelundupkan Ye sung ke sel nomor 7 dengan memasukkan Ye Sung ke dalam kardus roti. Bisa dibayangkan betapa gembiranya Lee Yong Go dan Ye Sung karena bisa bertemu kembali.

Tapi sayang sekali kelima sahabat Lee Yong Go gagal mengembalikan Ye sung ke panti asuhan karena Pendeta di acara keagamaan itu mendadak terkena serangan jantung sehingga anak-anak panti asuhan pulang lebih awal dan menurut perkiraan akan kembali ke penjara 2 hari lagi. Celakanya ternyata perkiraan sahabat-sahabat Lee Yong Go itu meleset karena 2 hari kemudian bukan diadakan acara keagamaan bagi narapidana beragama Kristen tetapi Budha, akibatnya Ye sung tinggal lebih lama di sel nomor 7 dan akan sangat berbahaya jika sampai ketahuan. Tapi dalam beberapa hari itu malah terjalin persahabatan antara para narapidana di sel nomor 7 dengan Ye Sung si anak yang cantik, cerdas dan baik hati itu. Para narapidana berusaha mati-matian agar Ye Sung tidak ketahuan para penjaga penjara.

Akhirnya Ye Sung ketahuan juga oleh para sipir akibatnya Ye Sung dikembalikan ke panti asuhan dan Lee Yong Go dipindahkan ke sel lain yang lebih sempit dan tidak nyaman. Selanjutnya terjadi hal yang terduga karena Kepala Penjara yang terkenal galak yaitu Jang Min Hwan juga berbalik menjadi sahabat Lee Yong Go. Hal itu disebabkan karena Lee Yong Go berhasil


(17)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Min Hwang sang kepala penjara, Ye Sung bisa datang ke sel nomor 7 kapan saja. Tidak hanya itu, Jang Min Hwang bersama kelima sahabat penjara Lee Yong Go berusaha agar Lee Yong Go bisa bebas dari dakwaan palsu yang membuatnya divonis hukuman mati. Bahkan Jang Min Hwang nekad menghadap Komisaris Jendral Polisi yang anaknya diduga diperkosa dan dibunuh oleh Lee Yong Go. Jang Min Hwang mengajukan permohonan agar dilakukan persidangan ulang bagi Lee Yong Go karena memang belum ditemukan bukti kuat bahwa Lee Yong Go telah membunuh dan memperkosa.

Perjuangan Jang Min Hwang berhasil karena disetujui untuk dilakukan persidangan ulang bagi Lee Yong Go. Tapi semua jerih payah Jang Min Hwang dan kelima sahabat penjara Lee Yong Go sia-sia belaka karena sang Komisaris Jendral Polisi ternyata tetap tidak mau melepaskan Lee Yong Go, dengan liciknya ia berkonspirasi dengan pengacara pembela Lee Yong Go. Pengacara Lee Yong Go malah mengintimidasi agar Lee Yong Go tetap mengaku sebagai pembunuh dan pemerkosa Ji Yeong atau Ye Sung akan dibunuh.

Karena khawatir dengan keselamatan Ye Sung yang sangat dicintainya itu, maka di pengadilannya yang kedua, Lee Yong Go terpaksa kembali mengaku bahwa ia memang membunuh dan memperkosa Ji Yeong. Akibatnya Lee Yong Go tetap divonis hukuman mati dan eksesuksinya akan dilaksanakan tanggal 23 Desember. Kelima sahabat penjara Lee Yong Go tetap tidak menyerah. Karena Lee Yong Go tetap divonis mati, mereka berusaha mengeluarkan Lee Yong Gu dari penjara dengan balon terbang. Sayang sekali walaupun sudah didukung oleh seluruh narapidana tapi usaha kelima sahabat Lee Yong Go itu gagal karena balon gasnya tersangkut dipagar penjara.

Tibalah saatnya Lee Yong Gu dieksekusi tanggal 23 Desember. Suasana sebelum eksekusi sangat mengharukan karena Lee Yong Gu dan Ye Sung menangis meraung-raung tapi tidak ada yang bisa menolongnya karena sudah dua kali diadakan pengadilan dan Lee Yong Gu mengaku bahwa ia telah membunuh dan memperkosa Ji Yeong. Akhirnya Lee Yong Gu tewas dieksekusi.

Beberapa tahun kemudian, Ye Sung tumbuh menjadi gadis cantik dan berprofesi sebagai pengacara. Dengan keahliannya sebagai pengacara Ye sung


(18)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA anak.

4.2. Temuan Data

Dalam film “Miracle In Cell No.7”, peneliti akan menganalisa data yang ditentukan dalam unit analisis maskulinitas berdasarkan film “Miracle In Cell No.7”. Unit analisis pada film ini adalah maskulinitas dalam hubungan dunia kerja, maskulinitas dalam hubungan keluarga, dan maskulinitas dalam hubungan dunia sosial. Unit analisis ditentukan setelah peneliti melihat film “Miracle In Cell No.7”, dan unit analisis tersebut dapat mewakili analisa peneliti dalam merepresentasikan maskulinitas dalam film “Miracle In Cell No.7”.

Selanjutnya, unit analisis tersebut akan diteliti berdasarkan teori John Fiske melalui paradigma dan sintagma level realitas, level representasi dan level ideologi yang digambarkan dalam kode-kode yang ada di dalam film tersebut. Pencarian data ini akan ditutup dengan kesimpulan secara keseluruhan dari representasi maskulinitas yang ada di dalam film “Miracle In Cell No.7”, dengan meneliti dari awal sampai akhir dari film tersebut.


(19)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA - Level Realitas

 Kode Kostum

Pada gambar 4.2. terlihat Lee Yong-Gu mengenakan pakaian musim dingin yaitu winter coat berwarna coklat dan syal berwarna biru tua.

 Kode Lingkungan

Pada gambar 4.2. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di sebuah toko mainan anak-anak.

 Kode Perilaku

Pada gambar 4.2. terlihat Lee Yong-Gu sedang merebut tas berwarna kuning yang dikenakan oleh seorang anak kecil.

 Kode Dialog

Pada gambar 4.2. terlihat Lee Yong-Gu mengatakan bahwa tas yang dipakai anak kecil tersebut adalah milik putrinya yang bernama Ye Sung.

- Level Representasi

 Kode Kerja Kamera

Gambar 4.2. terlihat diambil secara medium shoot yang memperlihatkan tangan hingga ke atas kepala Lee Yong-Gu.

Gambar 4.2.


(20)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA lain. Hal ini menunjukkan bahwa Lee Yong-Gu sangat menyayangi dan mencintai putrinya. Rasa cinta dan sayang Lee Yong-Gu kepada putrinya terlihat dari cahaya yang terang pada gambar 4.2. dimana cahaya yang terang identik dengan warna putih yang berarti cinta dan kemurnian. Cinta Lee Yong-Gu kepada putrinya membuat Lee Yong-Gu berani merebut tas yang dikenakan anak kecil tersebut. Keberanian itu ditunjukkan melalui pakaian yang dikenakan Lee Yong-Gu berwarna coklat. Warna coklat melambangkan stabilitas dan sering dihubungkan dengan hal-hal berbau kejantanan atau maskulin. Lee Yong-Gu tampak jantan dan berani ketika masuk ke dalam toko untuk memperjuangkan tas yang diingini putrinya. Lee Yong-Gu juga memakai syal berwarna biru tua dimana biru tua adalah warna yang paling diterima oleh para lelaki. Biru tua melambangkan pengetahuan, kekuatan, integritas, dan keseriusan (http://basuki.lecturer.pens.ac.id/lecture/MaknaWarnaDalamDesain.pdf). Seperti arti warna biru tua, Lee Yong-Gu terlihat keseriusannya untuk mengambil tas sailormoon agar tidak dibeli orang lain. Lee Yong-Gu mencoba menarik tas sailormoon yang telah dipakai oleh orang lain.

Pada gambar 4.2. terlihat pengambilan gambar secara medium shoot yang menjelaskan kode aksi yang dilakukan Lee Yong-Gu dimana Lee Yong-Gu tampak sedang merebut tas yang hendak dibelikannya untuk putrinya. Sisi maskulin seorang ayah terlihat ketika Lee Yong-Gu langsung masuk ke toko ketika melihat tas yang diinginkan putrinya akan dibeli orang lain. Ia berusaha mempertahankan tas tersebut agak tidak jadi dibeli orang lain. Ia tidak memikirkan resiko apa yang akan diterima dari perbuatannya, tetapi ia hanya memikirkan bahwa ia harus memenuhi keinginan putrinya. Hal ini dipertegas


(21)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yaitu milik; yang dimiliki (http://kbbi.web.id/punya). Lee Yong-Gu merasa bahwa tas tersebut harus menjadi milik Ye Sung. Hal ini menunjukkan bahwa keinginan putrinya adalah yang utama dan dia mau melakukan apa saja untuk memenuhi apa yang diinginkan putrinya.

Aksi Lee Yong-Gu dalam gambar ini menunjukkan konsep maskulinitas yang dinamakan konsep maskulin yang tradisional dalam pandangan barat. Menurut tulisan Levine yang diambil dari Ensiklopedia Wikipedia yang juga mengutip tulisan dari dua orang ilmuwan sosial Deborah David dan Robert Brannon (Nasir, 2007: 2) tentang salah satu aturan memperkokoh sifat maskulinitas yaitu Give em Hell: Laki-laki harus mempunyai aura keberanian dan agresi, serta harus mampu mengambil risiko walaupun alasan dan rasa takut menginginkan sebaliknya. Lee Yong-Gu tidak memikirkan resiko yang akan diterimanya dari perbuatannya tersebut, ia malah mengambil resiko dengan aura keberaniannya demi putrinya.

- Level Realitas

 Kode Kostum

Pada gambar 4.3. terlihat Lee Yong-Gu mengenakan pakaian musim dingin yaitu jaket baseball dengan warna putih biru dan syal berwarna biru tua.

Gambar 4.3.


(22)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA segera masuk ke dalam rumah agar tidak kedinginan.

- Level Representasi

 Kode Kerja Kamera

Gambar 4.3. terlihat diambil secara medium shoot yang memperlihatkan tangan hingga ke atas kepala Lee Yong-Gu.

 Kode Pencahayaan

Gambar 4.3. terlihat cahaya yang terang yang identik dengan warna putih.

- Analisis gambar 4.3.

Pada gambar 4.3. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di tengah jalan bersama putrinya. Ia akan berangkat bekerja. Lee Yong-Gu tampak memegang tangan putrinya dan meniupnya. Aktifitas itu menunjukkan cinta dan kepedulian seorang ayah kepada putrinya dimana Lee Yong-Gu memberikan kehangatan melalui hembusan dan genggaman pada tangan putrinya agar putrinya tidak kedinginan. Genggaman tangan yang dilakukan Lee Yong-Gu merupakan usaha Lee Yong-Gu sebagai seorang ayah dalam memberikan kehangatan kepada putrinya. Lee Yong-Gu ingin menjaga putrinya agar tidak kedinginan.

Hal ini diperkuat dengan dialog Lee Yong-Gu kepada putrinya Ye Sung kedinginan, Ye Sung masuklah ke dalam karena situasi pada saat itu adalah musim dingin, terlihat dari jaket yang digunakan Lee Yong-Gu dan putrinya. Jaket merupakan pakaian yang dipakai untuk menahan angin dan cuaca dingin (https://id.wikipedia.org/wiki/Jaket). Dialog Lee Yong-Gu diatas menunjukkan bahwa ia tidak ingin putrinya sakit karena cuaca di luar sangat dingin. Kasih


(23)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang dilakukan Lee Yong-Gu kepada putrinya. Lee Yong-Gu menyuruh putrinya untuk segera masuk ke rumah agar tidak kedinginan. Lee Yong-Gu tampak begitu mengkhawatirkan segala sesuatu tentang putrinya. Ia tidak ingin melihat putrinya menderita. Dengan menyuruh putrinya segera masuk ke dalam rumah, maka putrinya akan terhindar dari kedinginan. Kepedulian dan kecintaannya yang ditunjukkan Lee Yong-Gu kepada putrinya didukung oleh cahaya yang terang pada gambar 4.3. yang mengartikan cinta dan kemurnian.

Karakter kepeduliaan dan cinta Lee Yong-Gu kepada putrinya terlihat dari pakaian yang digunakan Lee Yong-Gu. Ini terlihat dari jaket baseball yang digunakan Lee Yong-Gu berwarna biru dan putih. Warna biru dan putih pada jaket yang dikenakan Lee Yong-Gu melambangkan ketulusan hati Lee Yong-Gu dalam menyayangi putrinya dimana biru berarti kesucian dan kedamaian (Darmaprawira, 2002: 46), begitu pula kesucian hati Lee Yong-Gu yang menyayangi putrinya. Sedangkan putih berarti cinta dan murni (Darmaprawira, 2002: 38). Perlakuan Lee Yong-Gu menunjukkan cinta seorang ayah yang begitu murni kepada putrinya.

Ketika memilih pakaian sebaiknya harus disesuaikan dengan kepribadian kita karena pakaian kita merupakan perlambangan jiwa kita(carlyle, seperti dikutip barnard,1996: VI). Pada gambar 4.3. pemeran Lee Yong-Gu mengenakan jaket baseball. Baseball merupakan olahraga yang biasanya dimainkan oleh laki-laki. Olahraga ini tidak bisa dilakukan sendiri, membutuhkan kerjasama yang baik dan kepedulian terhadap pemain yang lain. Seperti gambar 4.3. terlihat sosok ayah yang sangat peduli kepada putrinya dalam diri Lee Yong-Gu. Ia selalu memperhatikan kondisi putrinya. Hal ini didukung gambar 4.3. yang diambil secara medium shoot sehingga memperlihatkan kode aksi pada gambar 4.3.

Perlakuan Lee Yong-Gu ini menunjukkan Lee Yong-Gu merupakan pria maskulin dengan konsep new man as nurturer dimana new man as nurturer merupakan gelombang awal reaksi laki-laki terhadap maskulinitas. Laki-laki pun menjalani sifat alamiahnya seperti laki-laki sebagai makhluk yang mempunyai rasa perhatian. Laki-laki mempunyai kelembutan sebagai seorang bapak, misalnya, untuk mengurus anak.


(24)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA - Level Realitas

 Kode Kostum

Pada gambar 4.4. terlihat Lee Yong-Gu mengenakan pakaian kerja berwarna oranye dan celana hitam.

 Kode Lingkungan

Pada gambar 4.4. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di rest area parkiran.

 Kode Perilaku

Pada gambar 4.4. terlihat Lee Yong-Gu sedang duduk untuk beristirahat sambil memakan roti.

- Level Representasi

 Kode Kerja Kamera

Gambar 4.4. terlihat diambil secara medium long shoot yang memperlihatkan ujung kepala hingga setengah kaki Lee Yong-Gu.  Kode Pencahayaan

Gambar 4.4. terlihat cahaya terang yang identik dengan warna putih.

Gambar 4.4.


(25)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada gambar 4.4. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di rest area parkiran dimana tempat ia bekerja. Lee Yong-Gu tampak sedang beristirahat dan memakan roti. Lee Yong-Gu bekerja sebagai tukang parkir. Hal ini menunjukkan bahwa Lee Yong-Gu adalah sosok ayah yang bertanggung jawab dan pekerja keras. Sosok ayah yang mampu menafkahi putrinya walaupun di tengah keterbelakangan mental yang dimilikinya, ia tetap bekerja agar dapat menafkahi keluarganya. Hal ini ditunjukkan dengan cahaya terang pada gambar 4.4. dimana cahaya terang identik dengan warna putih yang juga mengartikan harapan. Lee Yong-Gu bekerja keras dengan harapan dia dapat memenuhi keinginan putrinya.

Pada gambar 4.4. pemeran Lee Yong-Gu mengenakan pakaian kerjanya. Ia bekerja sebagai tukang parkir. Ia bekerja sebagai tukang parkir karena Lee Yong-Gu adalah seorang keterbelakangan mental yang membuatnya miskin. Dalam jurnal strategi pemenuhan kebutuhan hidup keluarga tukang parkir, tukang parkir merupakan pekerjaan yang bisa menghindari kemiskinan.Keadaan miskin itulah yang membuat Lee Yong-Gu semangat bekerja sebagai tukang parkir untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Hal ini didukung dengan pakaian yang digunakannya identik dengan warna oranye dimana arti warna oranye yaitu semangat dan kekuatan. Pengambilan gambar secara medium shoot memperjelas warna pakaian yang digunakan Lee Yong-Gu.

Gambar 4.4. mencerminkan bahwa Lee Yong-Gu adalah ayah yang menjadi penanggung kehidupan keluarganya. Ia dituntut untuk melindungi dan menghidupi keluarga secara umum. Peran ayah saat ini digambarkan dengan ayah sebagai penyokong keuangan dari keluarga (Wibowo, 2011: 132). Maskulin sebelum tahun 1980-an, sosok maskulin yang muncul adalah pada figur-figur laki-laki kelas pekerja (Nasir, 2007: 2). Lee Yong-Gu merupakan ayah yang bertanggung jawab. Lee Yong-Gu mampu menjadi penyokong keuangan dalam keluarga. Hal ini dapat dilihat dari janji Lee Yong-Gu untuk membelikan putrinya tas sailor moon, berarti Lee Yong-Gu dapat menghidupi keluarganya.


(26)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA - Level Realitas

 Kode Kostum

Pada gambar 4.5. terlihat Lee Yong-Gu mengenakan jaket berwarna hitam, memakai masker dan topi.

 Kode Lingkungan

Pada gambar 4.5. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di tempat rekonstruksi ulang kejadian yaitu di pasar.

 Kode Perilaku

Pada gambar 4.5. terlihat Lee Yong-Gu melakukan rekonstruksi ulang kejadian.

 Kode Latar

Pada gambar 4.5. terlihat kondisi cuaca sedang hujan. - Level Representasi

 Kode Kerja Kamera

Gambar 4.5. terlihat diambil secara medium shoot yang memperlihatkan tangan hingga ke atas kepala Lee Yong-Gu.

 Kode Pencahayaan

Gambar 4.5. terlihat cahaya redup. Gambar 4.5.


(27)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada gambar 4.5. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di tempat rekonstruksi ulang kejadian. Lee Yong-Gu tampak sedang melaksanakanan rekonstruksi ulang. Lee Yong-Gu berada dalam kehancuran karena dirinya dituduh sebagai pembunuh dan pemerkosa. Kehancuran dalam diri Lee Yong-Gu semakin didukung oleh baju yang dikenakan Lee Yong-Gu yaitu jaket berwarna hitam. Hitam menandakan kehancuran atau kekeliruan (Darmaprawira, 2002: 48). Pada gambar ini, Lee Yong-Gu dilanda kehancuran dan kekeliruan. Gambar ini menunjukkan saat rekonstruksi ulang tempat kejadian dimana Lee Yong-Gu dituduh melakukan tindak pidana pembunuhan dan pemerkosaan yang sebenarnya tidak dilakukannya. Hal ini juga didukung dengan pengambilan gambar yang diambil secara medium shoot sehingga memperlihatkan pencahayaan yang redup. Redup identik dengan warna hitam. Selain itu, kondisi hujan deras yang terlihat pada gambar 4.5. mendukung kehancuran yang dirasakan Lee Yong-Gu.

Pada gambar 4.5. terlihat juga Lee Yong-Gu masker dan topi dimana masker dan topi digunakan untuk menjaga marwah Lee Yong-Gu dikarenakan ia belum terbukti melakukan pemerkosaan dan pembunuhan tersebut. Walaupun Lee Yong-Gu tidak membunuh tetapi ia tetap bersedia menjalani pemeriksaan. Lee Yong-Gu tidak menjalani pemeriksaan dengan emosi. Ia bersikap tenang dan menjalani pemeriksaan sesuai tata cara yang berlaku. Sikap tenang dan tidak emosi pada Lee Yong-Gu menunjukkan maskulinitas dirinya dimana seorang laki-laki harus tetap bertindak kalem dalam berbagai situasi, tidak menunjukkan emosi, dan tidak menunjukkan kelemahannya (Nasir, 2007: 2). Lee Yong-Gu tetap menjalani rekonstruksi ulang kejadian dengan tetap bertidak kalem dan tidak emosi meskipun ia tahu dirinya tidak bersalah. Lee Yong-Gu tidak menunjukkan kelemahannya yaitu keterbelakangan mental yang dimilikinya. Ia tetap bertindak seperti orang normal ketika menjalani segala pemeriksaan.


(28)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 4.6.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7” - Level Realitas

 Kode Kostum

Pada gambar 4.6. terlihat Lee Yong-Gu mengenakan pakaian berwarna orange.

 Kode Lingkungan

Pada gambar 4.6. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di tempat kejadian yaitu di pasar.

 Kode Perilaku

Pada gambar 4.6. terlihat Lee Yong-Gu sedang memberikan nafas buatan.

 Kode Latar

Pada gambar 4.6. terlihat kondisi aspal yang basah menandakan baru selesai hujan.

- Level Representasi

 Kode Kerja Kamera

Gambar 4.6. terlihat diambil secara long shoot yang memperlihatkan Lee Yong-Gu dari ujung kepala hingga ujung kaki.

 Kode Pencahayaan


(29)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada gambar 4.6. terlihat Lee Gu sedang berada di pasar. Lee Yong-Gu tampak sedang melakukan nafas buatan untuk seorang anak kecil. Ia tampak mengerahkan seluruh tenaga dan kekuatannya untuk menolong anak kecil tersebut. Hal ini didukung dengan baju yang digunakan Lee Yong-Gu berwarna oranye dimana oranye berarti tenaga dan kekuatan. Lee Yong-Gu tampak kukuh untuk menolong anak tersebut. Sikap kukuh Lee Yong-Gu untuk menolong anak kecil tersebut didukung oleh pencahayaan yang redup yang identik dengan warna hitam dimana warna hitam berarti kukuh.

Pengambilan gambar secara long shot memperlihatkan dengan jelas aksi yang dilakukan oleh Lee Yong-Gu. Lee Yong-Gu memberikan nafas buatan kepada seorang anak kecil. Aksi yang dilakukan Lee Yong-Gu menunjukkan sisi maskulin Lee Yong-Gu dimana maskulin adalah sosok laki-laki sebagai new man. Beynon (Nasir, 2007: 3) menunjukkan dua buah konsep maskulinitas pada dekade 80-an itu dengan anggapan-anggapan bahwa new man as nurturer dan new man as narcissist. New man as nurturer merupakan gelombang awal reaksi laki-laki terhadap maskulinitas. Laki-laki pun menjalani sifat alamiahnya seperti laki-laki sebagai makhluk yang mempunyai rasa perhatian. Laki-laki mempunyai kelembutan sebagai seorang bapak, misalnya, untuk mengurus anak. Melalui gambar ini, terlihat sifat alamiah laki-laki ada pada diri Lee Gu. Lee Yong-Gu perhatian pada anak yang terjatuh pada gambar tersebut. Ketika melihat anak tersebut terjatuh, ia langsung memberikan nafas buatan untuk menolong anak tersebut. Terlihat kelembutan Lee Yong-Gu sebagai seorang ayah yang terbiasa mengurus anaknya, Lee Yong-Gu tahu harus melakukan apa ketika melihat anak tersebut tergeletak dan tidak sadarkan diri.


(30)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 4.7.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7”

- Level Realitas

 Kode Kostum

Pada gambar 4.7. terlihat Lee Yong-Gu mengenakan pakaian kerja berwarna oranye.

 Kode Lingkungan

Pada gambar 4.7. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di kantor.  Kode Perilaku

Pada gambar 4.7. terlihat Lee Yong-Gu sedang berbicara kepada seseorang.

 Kode Dialog

Pada gambar 4.7. terlihat Lee Yong-Gu mengkhawatirkan putrinya yang menunggunya di rumah.

 Kode Ekspresi

Pada gambar 4.7. terlihat mata Lee Yong-Gu melirik ke atas. - Level Representasi

 Kode Kerja Kamera

Gambar 4.7. terlihat diambil secara close up yang memperlihatkan dari leher hingga ke ujung kepala Lee Yong-Gu.

 Kode Pencahayaan


(31)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada gambar 4.7. terlihat Lee Yong-Gu berada di sebuah kantor. Lee Yong-Gu tampak sedang berbicara dengan seseorang. Lee Yong-Gu terlihat mengkhawatirkan putrinya Ye Sung. Hal ini terlihat dari dialog Ye Sung sendirian menunggu. Kode pengambilan gambar secara close up mendukung dialog yang dikatakan Lee Yong-Gu dimana memperlihatkan ekspresi pemeran Lee Yong-Gu. Ekspresi wajah atau mimik adalah hasil dari satu atau lebih gerakan atau posisi otot pada wajah. Ekspresi wajah merupakan salah satu bentuk komunikasi nonverbal, dan dapat menyampaikan keadaan emosi dari seseorang kepada orang yang mengamatinya. Ekspresi wajah merupakan salah satu cara penting dalam menyampaikan pesan sosial dalam kehidupan manusia. Menurut Darwin dalam buku psikologi emosi (Latifa, 2012: IV), menyatakan bahwa ekspresi wajah yang ditampilkan oleh tiap individu berbeda berdasarkan emosi yang mereka alami. Dari ekspresi wajah seseorang, individu dapat menyampaikan informasi tentang keadaan emosi mereka.

Pada gambar 4.7. terlihat ekspresi Lee Yong-Gu dengan mata melirik ke atas yang menandakan bahwa Lee Yong-Gu sedang berpikir, kemungkinan besar mengatakan sesuatu yang benar (https: //muhsinbudiono.com). Melalui ekspresi tersebut, Lee Yong-Gu menyampaikan bahwa ia begitu khawatir kepada putrinya yang sendirian menunggu di rumah. Perasaan Lee Yong-Gu tidak menentu. Kekhawatiran dan perasaan tidak menentu Lee Yong-Gu didukung juga oleh pencahayaan yang redup pada gambar 4.7. dimana cahaya redup identik dengan warna hitam. Hitam yang berarti tidak menentu.

Kekhawatiran dan perasaan tidak menentu Lee Yong-Gu adalah wujud rasa perhatiannya sebagai seorang ayah yang selalu mengurus anaknya. Hal ini menunjukkan maskulinitas Lee Yong-Gu seperti yang dikatakan Beynon (Nasir, 2007:3) new man as nurturer merupakan gelombang awal reaksi laki-laki terhadap maskulinitas. Laki-laki pun menjalani sifat alamiahnya seperti laki-laki sebagai makhluk yang mempunyai rasa perhatian. Laki-laki mempunyai kelembutan sebagai seorang bapak, misalnya, untuk mengurus anak.


(32)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sumber : Film “Miracle In Cell No.7

Gambar 4.9.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7

Gambar 4.10.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7

- Level Realitas

 Kode Kostum

Pada gambar 4.8. sampai pada gambar 4.10. terlihat Lee Yong-Gu mengenakan jaket berwarna hitam dan memakai masker dan topi.


(33)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada gambar 4.8. sampai pada gambar 4.10. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di tempat rekonstruksi ulang kejadian.

 Kode Perilaku

Pada gambar 4.8. sampai pada gambar 4.10. terlihat Lee Yong-Gu sedang bingung untuk melakukan perintah polisi atau menjalankan rekonstruksi dengan jujur.

 Kode Dialog

Pada gambar 4.8. sampai pada gambar 4.10. terlihat Lee Yong-Gu sedang di lobi untuk memanipulasi rekonstruksi.

 Kode Latar

Pada gambar 4.8. sampai pada gambar 4.10. terlihat kondisi cuaca sedang hujan.

- Level Representasi

 Kode Kerja Kamera

Gambar 4.8. sampai pada gambar 4.10. terlihat diambil secara medium shoot yang memperlihatkan tangan hingga ke atas kepala Lee Yong-Gu.

 Kode Pencahayaan

Gambar 4.8. sampai pada gambar 4.10. terlihat cahaya yang redup.  Kode Musik

Gambar 4.8. sampai pada gambar 4.10. terdengar suara hujan deras, suara teriakan orang, suara instrumen musik perkusi yang didominasi oleh piano dan biola dengan intonasi lambat.

- Analisis gambar 4.8. sampai pada gambar 4.10.

Pada gambar 4.8. sampai gambar 4.10. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di tempat rekonstruksi ulang kejadian. Lee Yong-Gu dalam keadaan bingung,tidak menentu dan tertekan pada saat pelaksanaan rekonstruksi ulang kasus pembunuhan dan pemerkosaan. Lee Yong-Gu dipaksa untuk membuka celananya oleh petugas kepolisian. Pihak Kepolisian melakukan pemaksaan agar seolah-olah Lee Yong-Gu melakukan pemerkosaan terhadap anak Komisaris


(34)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA melakukan hal tersebut. Namun, karena dialog polisi cepat selesaikan lalu pulang temui putrimu, Lee yong-Gu akhirnya membuka celananya.

Aktifitas Lee Yong-Gu ini menunjukkan rasionalitas Lee Yong-Gu dimana ia berpikir kalau dia melakukan yang disuruh oleh polisi maka ia akan pulang dan menemui putrinya. Be a Sturdy Oak: kelelakian membutuhkan rasionalitas, kekuatan dan kemandirian. Seorang laki-laki harus tetap bertindak kalem dalam berbagai situasi, tidak menunjukkan emosi, dan tidak menunjukkan kelemahannya (Nasir, 2007:3). Sosok Maskulin Lee Yong-Gu dapat dilihat pada saat Lee Yong-Gu bersedia melakukan apa yang diperintahkan oleh pihak Kepolisian. Kebersediaan Lee Yong-Gu membuka celana pada saat rekontruksi ulang dikarenakan Lee Yong-Gu berpikir secara rasional. Rasional menurut KBBI adalah menurut pikiran dan pertimbangan yang logis. Cara berpikir rasionalnya Lee Yong-Gu dapat dilihat pada gambar 4.10. dimana saat pihak kepolisian mengatakan bahwa Lee Yong-Gu harus secepatnya menyelesaikan rekonstruksi ulang sesuai dengan keinginan pihak kepolisian agar ia dapat pulang dan menemui putrinya, Lee Yong-Gu melaksanakaan perintah dari pihak kepolisian tersebut karena Lee Yong-Gu ingin segera menemui putrinya yang sendirian di rumah menunggu kepulangan Lee Yong-Gu. Ia sangat khawatir kepada putrinya sehingga ia mau melaksanakan perintah pihak kepolisian tersebut. Rasa khawatir Lee Yong-Gu akan keberadaan putrinya didukung dengan kondisi latar yang terlihat hujan. Suara musik perkusi yang identik dengan piano dan biola dengan intonasi lambat juga mendukung rasa kekhawatiran Lee Yong-Gu terhadap putrinya.


(35)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 4.11.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7”

Gambar 4.12.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7

Gambar 4.13.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7”

Gambar 4.14.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7”

Gambar 4.15.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7”

Gambar 4.16.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7

Gambar 4.17.


(36)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA  Kode Perilaku

Pada gambar 4.11. terlihat Lee Yong-Gu sedang heran melihat orang yang menggesekkan sikat gigi di tiang besi.

Pada gambar 4.12. terlihat Lee Yong-Gu sedang memperhatikan segerombolan orang yang berada di sekitar pria yang menggesekkan sikat gigi.

Pada gambar 4.13. terlihat segerombolan orang dan pria yang menggesekkan sikat gigi sedang berjalan mendekati teman satu sel Lee Yong-Gu.

Pada gambar 4.14. terlihat Lee Yong-Gu semakin heran melihat segerombolan orang dan pria yang menggesekkan sikat gigi sedang berjalan mendekati teman satu selnya.

Pada gambar 4.15. terlihat Lee Yong-Gu berlari mendekati teman satu selnya ketika melihat segerombolan orang dan pria yang menggesekkan sikat gigi tersebut semakin cepat mendekati teman satu selnya.

Pada gambar 4.16. terlihat segerombolan orang dan pria yang menggesekkan sikat gigi berlari untuk mendekati temen satu sel Lee Yong-Gu.

Pada gambar 4.17. terlihat Lee Yong-Gu mendorong teman satu selnya agar tidak tertusuk sikat gigi dan Lee Yong-Gu yang tertusuk sikat gigi tersebut.


(37)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA  Kode Kerja Kamera

Gambar 4.11. dan 4.16. terlihat diambil secara middle close up dimana memperlihatkan ujung kepala hingga perut.

Gambar 4.12. dan 4.14. terlihat diambil secara close up yang memperlihatkan leher hingga ujung kepala.

Gambar 4.13. , 4.15. , dan 4.17. diambil secara long shoot yang memperlihatkan ujung kepala hingga ujung kaki.

 Kode Pencahayaan

Gambar 4.11. sampai pada gambar 4.17. terlihat cahaya yang terang.

 Kode Musik

Gambar 4.14. terdengar suara gesekan sikat gigi ke tiang besi.

- Analisis gambar 4.11. sampai pada gambar 4.17.

Pada gambar 4.11 sampai pada gambar 4.17. terlihat Lee Yong-Gu mengenakan pakaian penjara berwarna oranye. Lee Yong-Gu bersama tahanan yang lainnya sedang berada di lapangan penjara. Lee Yong-gu tampak sedang memperhatikan seseorang yang sedang menggesekkan sikat gigi ke tiang besi.

Melalui gambar 4.11. sampai gambar 4.17. terlihat kesetiakawanan Lee Yong-Gu. Maskulinitas dapat disebut sebagai cara menjadi seorang pria sesuai dengan apa yang diterima di masyarakat. Awal pertemuan Lee Yong-Gu dengan teman satu sel kurang baik dimana teman-temannya membenci Lee Yong-Gu karena kasus yang dituduhkan kepadanya. Namun Lee Yong-Gu akhirnya diterima oleh teman satu selnya dikarenakan Lee Yong-Gu menyelamatkan teman satu selnya dari seorang narapida yang ingin melukai/menusuk dirinya. Kesetiakawanan Lee Yong-Gu ini merupakan sebuah bentuk konstruksi kelelakian terhadap laki-laki. Secara umum, maskulinitas tradisional menganggap tinggi nilai-nilai, antara lain kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, kemandirian, kepuasan diri, kesetiakawanan laki-laki, dan kerja.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia arti kesetiakawanan adalah “perasaan bersatu, sependapat dan sekepentingan”, namun apabila ditambahkan


(38)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA manusia mempunyai perasaan empati dan simpati

Lee Yong-Gu memiliki sifat kesetiakawanan yang dapat dilihat dari bahasa tubuh Lee Yong-Gu. Pada gambar 4.15. Lee Yong-Gu terlihat berlari ketika mngetahui bahwa teman satu selnya akan dicelakai oleh orang lain. Lee Yong-Gu merelakan terluka dibandingkan temen satu selnya yang terlukai.

Gambar 4.18.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7”

Gambar 4.19.


(39)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA - Level Realitas

 Kode Kostum

Pada gambar 4.18. dan 4.19. terlihat Lee Yong-Gu mengenakan pakaian seragam penjara.

 Kode Lingkungan

Pada gambar 4.18. dan 4.19. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di dalam selnya.

 Kode Perilaku

Pada gambar 4.18. terlihat Lee Yong-Gu sedang menggendong putrinya.

Pada gambar 4.19. terlihat Lee Yong-Gu sedang meyakinkan putrinya dengan menatapnya.

 Kode Dialog

Pada gambar 4.18. terlihat Lee Yong-Gu sangat memperhatikan kondisi fisik putrinya.

Pada gambar 4.19. terlihat Lee Yong-Gu sedang menyakinkan putrinya bahwa dirinya bukan penjahat.

 Kode Ekspresi

Pada gambar 4.18. terlihat Lee Yong-Gu terharu karena bisa bertemu dengan putrinya.

- Level Representasi

 Kode Kerja Kamera

Gambar 4.18. dan 4.19. terlihat diambil secara medium shoot yang memperlihatkan tangan hingga ke atas kepala Lee Yong-Gu.

 Kode Pencahayaan

Gambar 4.18. sampai pada gambar 4.19. terlihat cahaya yang terang.

- Analisis gambar 4.18 sampai pada gambar 4.19

Pada gambar 4.18. sampai pada gambar 4.19. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada dalam ruang sel tahanan. Ia tampak memakai baju seragam penjara


(40)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Putih berarti cinta, senang dan murni. Gambar 4.18. memperlihatkan kedekatan antara seorang ayah dengan putrinya. Lee Yong-Gu terlihat begitu merindukan putrinya. Ini ditunjukkan dari ekspresi wajah Lee Yong-Gu yang terlihat seperti menangis. Menangis tidak selamanya menandakan kesedihan tetapi menangis juga menandakan kebahagiaan. Lee Yong-Gu terharu karena bisa berjumpa dengan putrinya yang selama ini terpisah dengannya. The family man/nurture berpatisipasi aktif dengan anak-anak sebagai ayah (Kusumaningrum, 2012 : 8). Lee Yong-Gu merupakan sosok ayah yang family man, hal ini dapat dilihat dari dialog Lee Yong-Gu Ye Sung sudah kurus. Mengapa ringan sekali?. Ia merasa putrinya begitu ringan saat digendong. Gambar 4.18. diambil secara medium shoot sehingga memperjelas kode aksi dan ekspresi pada gambar ini.

Pada gambar 4.19. terlihat gambar diambil secara medium shoot dimana pada gambar tersebut diperlihatkan Lee Yong-Gu sedang menjelaskan kepada putrinya bahwa ia bukan seorang penjahat meskipun ia sedang berada dalam sel penjara. Tatapan mata Lee Yong-Gu menandakan bahwa ia sedang mengeluarkan apa yang ada di perasaanya dan senyumannya berusaha meyakinkan bahwa apa yang dikatakan oleh dirinya adalah benar (https: //muhsinbudiono.com).


(41)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 4.20.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7

- Level Realitas

 Kode Kostum

Pada gambar 4.20. terlihat Lee Yong-Gu mengenakan kaos oblong berwarna putih.

 Kode Lingkungan

Pada gambar 4.20. terlihat Lee Yong-Gu berada di dalam selnya.  Kode Perilaku

Pada gambar 4.20. terlihat Lee Yong-Gu sedang memeluk putrinya.

 Kode Dialog

Pada gambar 4.20. terlihat Lee Yong-Gu berjanji kepada putrinya akan membelikan tas sailormoon.

 Kode Ekspresi

Pada gambar 4.20. terlihat kening Lee Yong-Gu berkerut dan mukanya tersenyum kecil.

- Level Representasi

 Kode Kerja Kamera

Gambar 4.20. terlihat diambil secara middle close up yang memperlihatkan ujung kepala hingga perut Lee Yong-Gu.


(42)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sedang tidur dengan putrinya. Lee Yong-Gu tampak memeluk putrinya dan menatap putrinya. Melalui kode setting terlihat Lee Yong-Gu tidur bersebelahan dengan putrinya. Sebagai seorang anak perempuan, Ye Sung dapat belajar bahwa dia adalah “putri kesayangan ayah” melalui sinar di mata ayah, cara ayah menggendong dan memeluknya, cara ayah memperhatikannya, cara ayah menciumnya dan cara ayah memberitahu betapa cantiknya dia dan betapa dia berkembang menjadi seorang gadis muda yang cantik. Seorang anak perempuan mempelajari berbagai kekuatan yang ayahnya miliki dan dia merasa aman ketika berada dekat ayahnya, dan tahu bahwa ayahnya akan melindunginya. Dengan kata lain, Lee Yong-Gu merupakan sosok ayah yang mampu mengurus anaknya dan sosok ayah family man dimana ia dapat berperan aktif dengan putrinya.

Pada gambar ini, Lee Yong-Gu terlihat sebagai sosok ayah yang bertanggung jawab dan mengasihi putrinya. Ini dapat dilihat dari dialog Lee Yong-Gu yang berjanji akan membeli tas Sailor Moon sekalipun ia sedang berada di dalam sel. Janji Lee Yong-Gu merupakan harapannya. Hal ini didukung oleh pakaian yang dikenakan Lee Yong-Gu berwarna putih dimana putih berarti harapan, murni, dan cinta. Kemurnian hati Lee Yong-Gu untuk membelikan tas keinginan putrinya menunjukkan cinta Lee Yong-Gu yang begitu besar pada putrinya.


(43)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 4.21.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7

Gambar 4.22.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7

Gambar 4.23.


(44)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sedang berada di luar ruangan sel penjara.

 Kode Perilaku

Pada gambar 4.21. sampai pada gambar 4.23. terlihat Lee Yong-Gu sedang mengejar kepala sipir untuk mendapatkan penjelasan tentang putrinya.

 Kode Dialog

Pada gambar 4.21. terlihat Lee Yong-Gu sedang menanyakan keberadaan putrinya.

Pada gambar 4.22. sampai pada gambar 4.23. sedang mengkhawatirkan putrinya.

 Kode Latar

Pada gambar 4.21. sampai pada gambar 4.23. terlihat kondisi cuaca sedang hujan lebat.

- Level Representasi

 Kode Kerja Kamera

Gambar 4.21. sampai pada gambar 4.23. terlihat diambil secara medium shoot yang memperlihatkan tangan hingga ke atas kepala Lee Yong-Gu.

 Kode Pencahayaan

Gambar 4.21. sampai pada gambar 4.23. terlihat cahaya yang redup.

 Kode Musik

Gambar 4.21. sampai pada gambar 4.23. terdengar suara hujan deras dan suara petir.


(45)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Pada gambar 4.21. sampai pada gambar 4.23. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di luar ruangan sel. Ia tampak mengejar kepala sipir untuk mendapatkan penjelasan tentang keberadaan putrinya. Putrinya diambil oleh kepala sipir karena kedapatan di dalam ruangan sel. Lee Yong-Gu tampak berdukacita karena ia harus terpisah lagi dengan putrinya. Hal ini didukung oleh pencahayaan redup yang identik dengan warna hitam. Hitam berarti dukacita. Selain itu, kondisi hujan deras dan suara petir mendukung kekacauan dan kesedihan hati Lee Yong-Gu.

Melalui gambar 4.21. sampai gambar 4.23. menggambarkan salah satu karakteristik maskulinitas yang dimiliki Lee Yong-Gu yaitu maskulinitas pahlawan dimana laki-laki digambarkan sebagai sosok yang tangguh, berani, dan sigap untuk menolong kaum perempuan (Kurnia, 2004: 27). Beberapa gambar diatas menggambarkan Lee Yong-Gu yang tampak tangguh,berani dan sigap. Lee Yong-Gu juga terlihat berani menjumpai kepala sipir meskipun ia tahu bahwa dirinya bersalah tetapi demi putrinya, ia memberanikan diri melakukan hal apapun. Gambar 4.21. sampai pada gambar 4.23. diambil secara medium shoot dimana menunjukkan hujan yang sangat deras. Ini terlihat dari pakaian dan rambut Lee Yong-Gu dan kepala sipir yang terlihat basah. Hujan sebagai kode latar pada gambar ini semakin menguatkan sosok Lee Yong-Gu yang terlihat tangguh. Meskipun hujan deras, Lee Yong-Gu tetap mengejar kepala sipir demi mendapati kejelasan tentang keberadaan putrinya. Lee Yong-Gu juga terlihat sigap dalam gambar ini dikarenakan ia terus mengejar kepala sipir meskipun kondisi hujan dan kepala sipir tidak menanggapinya. Lee Yong-Gu terlihat begitu khawatir terhadap putrinya. Hal ini dapat dilihat dari dialog Lee Yong-Gu ini hujan lebat. Ye Sung bisa kedinginan. Ye Sung tidak punya payung.


(46)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 4.24.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7

Gambar 4.25.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7

Gambar 4.26.


(47)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 4.27.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7

- Level Realitas

 Kode Kostum

Pada gambar 4.24. sampai pada gambar 4.26. terlihat Lee Yong-Gu mengenakan pakaian seragam penjara.

Pada gambar 4.27. terlihat Lee Yong-Gu mengenakan kaos putih.  Kode Lingkungan

Pada gambar 4.24. sampai pada gambar 4.26. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di dalam penjara.

Pada gambar 4.27. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di klinik.  Kode Perilaku

Pada gambar 4.24. terlihat Lee Yong-Gu sedang mecari bantuan untuk menolong kepala sipir yang terjebak di ruangan yang terbakar.

Pada gambar 4.25. dan gambar 4.26. terlihat Lee Yong-Gu sedang menerobos masuk ke dalam ruangan yang terbakar untuk menolong kepala sipir.

 Kode Dialog

Pada gambar 4.26. terlihat Lee Yong-Gu memberitahu kepada orang lain bahwa seseorang sedang terjebak di dalam ruangan yang terbakar.


(48)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA - Level Representasi

 Kode Kerja Kamera

Gambar 4.24. sampai pada gambar 4.25. terlihat diambil secara medium shoot yang memperlihatkan tangan hingga ke atas kepala Lee Yong-Gu.

Gambar 4.26. sampai pada gambar 4.27. terlihat diambil secara close up yang memperlihatkan leher hingga ke ujung kepala Lee Yong-Gu.

 Kode Pencahayaan

Gambar 4.24. sampai pada gambar 4.26. terlihat cahaya yang redup.

Gambar 2.27. terlihat cahaya terang.  Kode Musik

Gambar 4.24. sampai pada gambar 4.27. terdengar suara instrumen dengan dominasi piano yang berintonasi cepat, suara teriakan orang, dan suara lemari besi jatuh.

- Analisis gambar 4.24. sampai pada gambar 4.27.

Pada gambar 4.24. sampai pada gambar 4.27. terlihat kondisi penjara dalam keadaan terbakar. Pada gambar 4.24. sampai pada gambar 4.26. terlihat Lee Yong-Gu ingin menolong seseorang yang terjebak dalam ruangan yang terkepung api. Lee Yong-Gu berusaha mencari bantuan namun Lee Yong-Gu tidak mendapatkannya. Tidak ada orang yang mempedulikan Lee Yong-Gu. Suasana di penjara begitu kacau. Hal ini didukung dengan suara instrumen yang


(49)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lee Yong-Gu menerobos masuk ke ruangan tersebut seorang diri.

Melihat respon orang-orang sekelilingnya yang tidak peduli dengan perkataannya, Lee Yong-Gu memutuskan untuk menolong orang tersebut. Dengan kekuatan yang dimilikinya, ia melakukan hal itu dengan sendiri semampunya bahkan ia tidak memikirkan nyawanya. Hal ini didukung dengan pakaian Lee Yong-Gu berwarna oranye dimana oranye berarti kekuatan dan tenaga. Gambar 4.24. dan gambar 4.25. diambil secara medium shoot dimana memperlihatkan latar kejadian kebakaran. Terlihat api yang membara disekitar ruangan dan suasana yang kacau.Kode aksi Lee Gu terlihat pada gambar 4.26 dimana Lee Gu berusaha masuk ke dalam ruangan yang sudah terkelilingi oleh api. Lee Yong-Gu dengan kekuatan yang dimilikinya mendorong lemari besi yang dikelilingi dengan api hingga terjatuh dengan seorang diri. Kemandirian Lee Yong-Gu menunjukkan maskulinitas Lee Yong-Gu. Thomas Carlyle berpendapat maskulinitas dikaitkan dengan kemandirian, kekuatan, dan suatu orientasi tindakan. Carlyle ini mengedepankan maskulinitas sebagai suatu nilai yang memiliki dimensi-dimensi yang banyak dijadikan ukuran kenjantanan dan tentu saja dalam banyak budaya ini sangat identik dengan tampilan laki-laki pada umumnya (Wibowo, 2011: 130).

Gambar 4.27. terlihat bahwa Lee Yong-Gu mengalami luka bakar dan pingsan akibat dirinya menolong orang lain. Ini dapat dijadikan ukuran kejantanan yang dimiliki Lee Yong-Gu. Lee Yong-Gu begitu murni menolong kepala sipir. Ketulusan hati Lee Yong-Gu tergambar dari pakaian yang dipakainya berwarna putih. Putih berarti murni.


(50)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 4.28.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7”

Gambar 4.29.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7

Gambar 4.30.


(51)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gambar 4.31.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7”

Gambar 4.32.

Sumber : Film “Miracle In Cell No.7

Gambar 4.33.


(52)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sedang berada di ruang tunggu bersama Komisaris Jendral Polisi. Pada gambar 4.32. dan gambar 4.33. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di ruang persidangan.

 Kode Perilaku

Pada gambar 4.29. sampai pada gambar 4.1. terlihat Lee Yong-Gu tertekan dan bingung. Lee Yong-Gu tertunduk dan diam mendengarkan perkataan Komisaris Jendral Polisi.

Pada gambar 4.32. sampai pada 4.33. terlihat Lee Yong-Gu mengakui tuduhan yang ditudukan kepadanya di persidangan.  Kode Latar

Pada gambar 4.29. sampai pada gambar 4.31. terlihat Lee Yong-Gu bersama Komisaris Jendral Polisi di dalam ruangan.

Pada gambar 4.32. sampai pada gambar 4.33. terlihat Lee Yong-Gu berada di ruang sidang pengadilan.

- Level Representasi

 Kode Kerja Kamera

Gambar 4.29. sampai pada gambar 4.33. terlihat diambil secara medium shoot yang memperlihatkan tangan hingga ke atas kepala Lee Yong-Gu.

 Kode Pencahayaan

Gambar 4.28. sampai pada gambar 4.33. terlihat cahaya yang redup.

 Kode Musik

Gambar 4.32. dan gambar 4.33. terdengar suara teriakan banyak orang.


(53)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA - Analisis gambar 4.29. sampai pada gambar 4.33.

Pada gambar 4.29. sampai pada gambar 4.31. terlihat Lee Yong-Gu sedang berada di ruangan bersama Komisaris Jendral Polisi. Lee Yong-Gu tampak sedang bingung dan tertekan karena diancam oleh Komisaris Jendral Polisi. Lee Yong-Gu merasa hancur mendengar perkataan Komisaris Jendral Polisi. Kehancuran hati Lee Yong-Gu didukung oleh pencahayaan yang redup dimana redup identik dengan warna hitam. Hitam berarti kehancuran.

Melalui gambar 4.28. terlihat Lee Yong-Gu dipaksa oleh pengacaranya sendiri untuk mengakui tuduhan yang dituduhkan atas dirinya bahkan ia harus menjalani hukuman mati. Hal ini terlihat dari ucapan pengacara Lee Yong-Gu kepada Lee Yong-Gu pada gambar 4.28. Pengacara Lee Yong-Gu yang seharusnya membela Lee Yong-Gu malah memihak kepada pihak Komisaris Jendral Polisi. Nepotisme berasal dari istilah bahasa Inggris “Nepotism” yang secara umum mengandung pengertian “mendahulukan atau memprioritaskan keluarganya/kelompok/golongan untuk diangkat dan atau diberikan jalan menjadi pejabat negara atau sejenisnya. Dengan demikian nepotisme merupakan suatau perbuatan/tindakan atau pengambilan keputusan secara subyektif dengan terlebih dahulu mengangkat atau memberikan jalan dalam bentuk apapun bagi keluarga/kelompok/golongannya untuk suatu kedudukan atau jabatan tertentu (Echol dan Sadily, 1985: 21). Adanya nepotisme pada kasus pembunuhan dan pemerkosaan yang dituduhkan kepada Lee Yong-Gu membuat dirinya harus dihukum mati. Lee Yong-Gu yang tidak bersalah harus mati karena adanya nepotisme yang dilakukan pihak kepolisian dan pengacara untuk membela pihak Komisaris Jendral Polisi dalam kasus tersebut.

Gambar 4.29 sampai pada 4.31. diambil secara medium shoot dimana Lee Yong-Gu terlihat tertunduk mendengarkan ucapan Komisaris Jendral Polisi. Ini juga terlihat dari gambar 4.29. sampai pada gambar 4.31. dimana ucapan Komisaris Jendral Polisi mengancam Lee Yong-Gu dengan membawa nama Ye Sung. Lee Yong-Gu yang begitu sayang kepada putrinya tidak ingin anaknya mengalami hal yang dikatakan oleh Komisaris Jendral Polisi tersebut sehingga ia mau melakukan apa yang dikehendaki oleh Komisaris Jendral Polisi tersebut.


(54)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA - Level Ideologi dan pembahasannya

Ideologi maskulinitas yang mendukung kemaskulinitasan Lee Yong-Gu yaitu New man as nurturer dan maskulinitas tradisional. New man as nurturer merupakan gelombang awal reaksi laki-laki terhadap maskulinitas. Laki-laki pun menjalani sifat alamiahnya seperti laki-laki sebagai makhluk yang mempunyai rasa perhatian. Laki-laki mempunyai kelembutan sebagai seorang bapak, misalnya, untuk mengurus anak (Beynon, dalam Nasir, 2007: 3). Sedangkan, maskulinitas tradisional menganggap tinggi nilai-nilai, antara lain kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, kemandirian, kepuasan diri, kesetiakawanan laki-laki, dan kerja.

Dilihat dari ketiga unit analisis dalam film ini yaitu unit kerja,unit keluarga dan unit sosial, kedua ideologi maskulinitas diatas direpresentasikan dalam diri pemeran Lee Yong-Gu. Dalam unit dunia sosial, Lee Yong-Gu merupakan seorang pria yang memiliki kesetiakawanan laki-laki dimana ia merelakan dirinya dilukai orang lain daripada melihat teman satu selnya terluka. Selain itu, Lee Yong-Gu merupakan sosok yang memiliki kemandirian. Hal ini terlihat saat Lee Yong-Gu akan menolong kepala sipir. Ketika tidak satupun orang mempedulikan perkataannya, ia menolong kepala sipir sendirian dengan segala kekuatan yang dimilikinya. Dari aktifitas yang dilakukan Lee Yong-Gu, terlihat bahwa Lee Yong-Gu merupakan sosok maskulinitas tradisional dimana Lee Yong-Gu memiliki nilai-nilai kekuatan, kemandirian dan kesetiakawanan.

Dari unit dunia kerja, Lee Yong-Gu terlihat bekerja sebagai tukang parkir. Meskipun dirinya merupakan seseorang yang memiliki keterbelakangan mental, Lee Yong-Gu tetap bekerja dengan kemampuan yang dimilikinya. Lee


(55)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA penyokong keuangan dalam keluarganya. Bekerjanya Lee Yong-Gu ditengah keterbelakangan yang dimilikinya menjadikan dirinya menjadi sosok ayah yang maskulin yaitu sosok maskulinitas tradisional yang memiliki nilai kemandirian dan kerja.

Dari unit dunia keluarga, Lee Yong-Gu merupakan sosok maskulinitas New man as nurturer dimana Lee Yong-Gu termasuk ayah yang mengurus anaknya. Ia merupakan ayah yang memiliki kelembutan hati. Lee Yong-Gu mengurus putrinya dengan cintanya yang begitu besar kepada putrinya. Lee Yong-Gu selalu memikirkan segala sesuatu yang terbaik untuk putrinya. Lee Yong-Gu adalah sosok ayah yang berperan aktif dalam keluarga. Ia bukan sosok ayah yang berkuasa, bukan sosok ayah yang keras tetapi Lee Yong-Gu sosok ayah yang bersahabat dan tidak mendominasi dalam keluarga.

4.3. Realitas Sosial dalam film “Miracle In Cell No.7”

Film adalah bentuk komunikasi massa visual yang dominan karena dianggap mampu menjangkau banyak segmen sosial, serta memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayak. Isi dari pesan yang dibawa oleh film dapat mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan cerita yang dibawa dibalik film. Isi dari film adalah merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Menurut Turner (Irawanto, 1999: 14), film sebagai representasi dari realitas masyarakat dimana film adalah potret dari realitas masyarakat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar lebar.

Diamati lebih jauh, film bukan hanya sebagai tontonan maupun hiburan semata. Film mampu merepresentasikan berbagai hal dalam kehidupan masyarakat seperti sejarah, kebiasaan masyarakat, hubungan pernikahan, kehidupan bertetangga, dan lain-lain. Setiap film tentu memiliki cara yang berbeda-beda dalam merepresentasikan isu maupun tema yang diangkat sesuai dengan tujuan pembuat film.

Pada sub bab ini, peneliti mencoba mengemukakan realitas sosial media seperti yang ditampilkan dalam film “Miracle In Cell No.7”. Begitu pula halnya


(56)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kelamin. Jenis kelamin merupakan konstruksi biologis yang dibawa sejak lahir yang membedakan manusia menjadi laki-laki dan perempuan, sedangkan gender merupakan hasil konstruksi sosial dan budaya yang membedakan manusia menjadi maskulin dan feminin. Perbedaan ini dipertahankan secara kultural dan terwujud di dalam budaya patriarkhi . Budaya patriarkhi menggiring anggapan umum bahwa karakteristik maskulin lekat dengan laki-laki, dan karakter ini dikaitkan dengan tiga sifat khusus yaitu kuat, keras,dan beraroma keringat. Secara sederhana laki-laki dilabeli sifat 'macho'.

Barker mengatakan maskulin merupakan sebuah bentuk konstruksi kelelakian terhadap laki-laki. Laki-laki tidak di lahiran begitu saja dengan sifat maskulinnya secara alami, maskulinitas dibentuk oleh kebudayaan. Secara umum, maskulinitas tradisional menganggap tinggi nilai-nilai, antara lain kekuatan, kekuasaan, ketabahan, aksi, kendali, kemandirian, kepuasan diri, kesetiakawanan dan kerja. Ciri maskulinitas tradisional inilah yang ditampilkan dalam film “Miracle In Cell No.7”. Film ini menampilkan sosok maskulinitas Lee Yong-Gu meskipun Lee Yong-Gu dalam kondisi memiliki keterbelakangan mental. Kekuatan, kemandirian, kesetiakawanan, aksi dan kerja Lee Yong-Gu menjadi ciri maskulinitas yang ditonjolkan. Film “Miracle In Cell No.7” ini juga khas dengan menampilkan laki-laki yang pemberani dan penyayang. Perbuatan yang menonjolkan kasih sayang terhadap putrinya menjadi ciri maskulin yang ditampilkan dalam film ini.

Berdasarkan pengamatan dan hasil analisis dari gambar yang diambil dari potongan-potongan film “Miracle In Cell No.7” tahun 2013, laki-laki digambarkan dalam sosok maskulinitas tradisonal dalam sosok ayah yang memiliki keterbelakangan mental. Visualiasasi gambar dalam film ini dapat


(57)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA gambar, latar dan aksi yang dilakukan oleh pemeran Lee Yong-Gu.

Penggunaan warna paling dominan pada gambar maskulinitas ini adalah warna terang. Warna terang atau dapat terlihat warna oranye yang cukup dominan membuat kesan sebuah kebahagiaan dan sukacita yang melatarbelakangi gambar tertangkap dalam suatu frame. Warna oranye dapat memiliki makna kehangatan, persahabatan, dan kegembiraa seperti halnya Lee Yong-Gu yang ditunjukkan melalui warna baju baju yang dikenakannya. Tidak hanya terang, dalam film ini juga memakai warna gelap yang identik dengan warna hitam yang membuat kesan kejantanan. Hitam merupakan warna yang melambangkan perlindungan, kekuatan, formalitas, kekayaan, ketakutan, kejahatan, ketidak bahagiaan, perasaan yang dalam, kesedihan, kemarahan, harga diri. Pemilihan warna tersebut bukanlah tanpa alasan, melainkan untuk membuat gambar terlihat semakin dramatis.

Selain warna, bahasa tubuh pemeran Lee Yong-Gu yang terdapat dalam gambar maskulinitas ini juga sangat penting. Karena bahasa tubuh dapat memberikan pesan-pesan yang ingin disampaikan. Bahasa tubuh dapat memberikan pesan-pesan yang ingin disampaikan secara nonverbal. Bahasa tubuh yang begitu terlihat jelas dalam setiap gambar adalah pada saat Lee Yong-Gu selalu berusaha untuk menjaga putrinya Ye Sung agar tidak dilukai oleh orang lain dan bahagia. Selain itu juga terlihat saat Lee Yong-Gu ingin menolong teman satu selnya saat ingin dilukai oleh tahanan lainnya serta pada saat Lee Yong-Gu menolong kepala sipir ketika kebakaran terjadi di penjara. Terlihat pergerakan tubuh Lee Yong-Gu selalu sigap dalam memperjuangkan kebahagiaan putrinya dan orang-orang sekitarnya. Hal ini juga tampak begitu jelas karena didukung dengan metode pengambilan gambar. Metode pengambilan gambar yang diambil secara long shoot menampilkan pergerakan Lee Yong-Gu secara keseluruhan dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Karena cerita dikemas dengan begitu baik dan juga adegan di setiap gambar yang tidak dilebih-lebihkan, film Miracle In Cell No.7 ini mampu membuat emosi penonton naik dan turun dengan adegan-adegan dalam film Miracle In Cell No.7. Atas hasil tersebut, maka disimpulkan bahwa media memiliki kekuatan untuk membius dan mempengaruhi khalayak. Khalayak yang


(58)

(59)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dalam film “Miracle In Cell No.7” maskulinitas direpresentasikan melalui kode kostum, ekspresi dan cara berbicara. Pada level representasikan digunakan kode kamera. Pada level ini pula ditransmisikan melalui kode konflik, karakter, dialog, aksi, naratif dan setting. Dari pengamatan peneliti, ideologi maskulinitas yang terbagi melalui subtema-subtema yang peneliti pilih, yang paling berperan mewakilkan adanya maskulinitas dalam film ini adalah maskulinitas dalam hubungan dengan dunia kerja, maskulinitas dalam hubungan dengan keluarga dan maskulinitas dalam hubungan dengan dunia sosial. Maskulinitas dalam hubungan dengan dunia sosial, berperan penting dalam kehidupan sosial, dengan sendirinya perubahan sikap dan perilaku orang yang berada di sekitar dapat berubah melalui perbuatan maskulinitas yang dilakukan. Pilihan-pilihan paradigma yang digunakan untuk menggambarkan ketiga subtema tersebut merupakan gabungan sintagmatis dari beberapa kode yang ditampilkan menonjol dari pada kode-kode yang lain yang ada dalam level realitadan level representasi.

Pada subtema maskulinitas dalam hubungan dengan dunia kerja terdapat penggunaan secara menonjol kode kostum pada level realita. Melalui kostum yang digunakan dapat tergambarkan bahwa pekerjaan yang dilakukan adalah pekerjaan yang membutuhkan sisi maskulinitas dalam diri pekerjanya. Pada subtema Maskulinitas dalam hubungan dengan keluarga digunakan kode ekspresi, cara bicara pada level realita dan kode dialog serta aksi yang digunakan pada level representasi. Pada subtema dalam hubungannya dengan dunia sosial, digunakan kode kostum dan ekspresi pada level realita, serta kode setting, kamera, aksi yang digunakan pada level representasi. Konsep maskulinitas yang terjadi pada pemeran Lee Yong-Gu dalam film “Miracle In Cell No.7” merupakan maskulinitas sebelum 1980-an dimana Lee Yong-Gu dianggap sebagai laki-laki yang mempunyai sifat kelelakian, memiliki rasionalitas, kekuatan dan kemandirian. Lee Yong-Gu menunjukkan laki-laki yang tetap bertindak kalem


(60)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang dilakukan Lee Yong-Gu untuk menyatakan rasa sayangnya kepada putrinya dan perbuatan yang dilakukan Lee Yong-Gu dalam menolong orang disekitarnya.

Dari secara keseluruhan, film “Miracle In Cell No.7” ingin menyampaikan, maskulinitas terjadi dalam kehidupan lelaki yang memiliki keterbelakangan mental. Dalam dunia keluarga, seorang lelaki yang memiliki keterbelakangan mental mampu menjadi ayah yang baik dan bertanggung jawab. Dalam dunia sosial pun, lelaki yang memiliki keterbelakangan mental mampu menjadi sahabat bagi lelaki normal dan mampu melindungi orang sekitarnya. Dalam dunia kerja, lelaki yang memiliki keterbelakangan mental mampu menjalankan pekerjaannya dengan baik. Akhirnya melalui penelitian ini bahwa film dapat menjadikan media menyampaikan pesan berupa representasi atas realitas sosial yaitu maskulinitas.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah diperoleh peneliti selama melakukan penelitian, ada beberapa saran yang peneliti anggap perlu, yaitu:

1. Bidang Akademis

Untuk penelitian berikutnya disarankan agar lebih menggali lagi konsep-konsep maskulinitas yang lainnya dengan menggunakan analisis semiotika dengan tokoh yang lain atau menggunakan metode yang lain seperti metode analisis teks media. Sehingga penelitian tersebut dapat


(61)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA media massa lainnya

2. Bidang Praktis

Diharapkan bagi pembuat film dapat membuat atau mengadaptasi film-film yang bertemakan sosok ayah dengan mengambil sudut pandang yang berbeda sehingga dapat memberikan pemahaman bahkan pengalaman yang berbeda kepada penonton. Bagi penonton diharapkan untuk lebih mencerna dan memahami setiap makna dan pesan yang terkandung dalam film atau media lainnya.


(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademik Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Eunike Stephanie Purba NIM : 120904053

Departemen : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas : Universitas Sumatera Utara Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non Eksklusif (Noneksklusive Royalty-Free Rights) atas karya ilmiah saya yang berjudul

“ Representasi Maskulinitas dalam Film (Analisis Semiotika John Fiske Mengenai Maskulinitas dalam Film “Miracle In Cell No.7”).”

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa menerima izin dari saya selama tetap mencantuman nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Medan Pada Tanggal : Juli 2016

Yang Menyatakan,


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skrispsi ini adalah karya saya sendiri, semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya cantumkan sumbernya dengan benar. Jika di kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran (plagiat) maka saya

bersedia diproses sesuai dengan hukum yang berlaku.

Nama : Eunike Stephanie Purba NIM : 120904053

Tanda Tangan :


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA REPRESENTASI MASKULINITAS DALAM FILM

(ANALISIS SEMIOTIKA JOHN FISKE MENGENAI FEMINISME DALAM FILM MALEFICENT )

Abstrak

Film selalu mempengaruhi masyarakat berdasarkan isi pesan yang tersirat dalam film tersebut. Pesan yang terkandung dalam film dapat membentuk pola pikir dan perilaku penonton. Film “Miracle In Cell no.7” merupakan film yang menceritakan tentang perjuangan seorang ayah yang memiliki keterbelakangan mental dalam membahagiakan putrinya. Melalui film ini, ayah yang memiliki keterbelakangan mental digambarkan sebagai pria maskulin dan membawa pesan maskulinitas. Topik maskulinitas menarik perhatian peneliti karena peneliti ingin melihat maskulinitas seorang ayah yang memiliki keterbelakangan mental. Berdasarkan hal tersebut peneliti ingin mengetahui bagaimanakah representasi maskulinitas dalam film “Miracle In Cell No.7”. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan paradigma konstruktivisme dan menggunakan pendekatan semiotika khususnya semiotika John Fiske. Terdapat tiga level untuk menganalisis objek menurut Fiske, yaitu level realitas, level representasi dan level ideologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa film “Miracle In Cell No.7” merupakan film yang merepresentasikan maskulinitas dengan menampilkan ciri-ciri maskulinitas pada diri seorang yang memiliki keterbelakangan mental. Unit analisis yang digunakan untuk menganalisa film tersebut adalah hubungan pria dengan dunia sosial, pria dengan dunia kerja dan hubungan pria dengan keluarga. Kata Kunci : Maskulinitas, Film, Semiotika, John Fiske


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI

HALAMAN COVER LEMBAR PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR ... i

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iv

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Konteks Masalah ... 1

1.2.Fokus Masalah ... 4

1.3.Pembatasan Masalah ... 4

1.4.Tujuan Penelitian ... 5

1.5.Manfaat Penelitian ... 5

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1. Paradigma Konstruktivisme ... 6

2.2. Kerangka Teori ... 8

2.2.1. Komunikasi ... 8

2.2.2. Komunikasi Massa ... 14

2.2.3. Film ... 21

2.2.4. Representasi ... 30

2.2.5. Semiotika ... 32

2.2.6. Television Code ... 39

2.2.7.Maskulinitas ... 46

2.2.8.Konstruksi Realitas ... 52


(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Definisi Konseptual ... 58

3.2. Metode Penelitian ... 59

3.3. Sasaran Penelitian ... 60

3.4. Kerangka Analisis ... 60

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 61

3.6. Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Film “Miracle In Cell No.7” ... 64

4.1.1. Film “Miracle In Cell No.7” ... 64

4.1.2. Sinopsis Film “Miracle In Cell No.7” ... 65

4.2. Temuan Data ... 69

4.2.1.Analisis Film “Miracle In Cell No.7” ... 70

4.3. Realitas Sosial dalam Film “Miracle In Cell No.7” ... 106

DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN


(6)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1. ... 64

Gambar 4.2. ... 70

Gambar 4.3. ... 72

Gambar 4.4 ... 75

Gambar 4.5. ... 77

Gambar 4.6. ... 79

Gambar 4.7. ... 81

Gambar 4.8. – Gambar 4.10. ... 83

Gambar 4.11. – Gambar 4.17. ... 86

Gambar 4.18. – Gambar 4.19. ... 89

Gambar 4.20. ... 92

Gambar 4.21. – Gambar 4.23. ... 94

Gambar 4.24. – Gambar 4.27. ... 97