Pemidanaan Korporasi di bidang Lingkungan Hidup

menimbulkan pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup atau membahayakan kesehatan umum. 4. melakukan perbuatan berupa memberikan informasi palsu, atau menghilangkan informasi, atau menyembunyikan informasi atau merusak informasi yang diperlukan dalam kaitannya dengan perbuatan angka 3 di atas, yang mana perbuatan ini dapat menimbulkan pencemaran danatau perusakan lingkungan atau membahayakan kesehatan umum atau nyawa orang lain. 5. melakukan perbuatan pada angka 3 atau angka 4 yang mengakibatkan orang mati atau luka berat.

C. Pemidanaan Korporasi di bidang Lingkungan Hidup

Pidana hanyalah sebuah alat untuk mencapai tujuan pemidanaan. 60 Menurut Subekti dan Tjitrosoedibio dalam bukunya kamus hukum, “pidana” adalah “hukuman”. 61 Pada hakekatnya sejarah hukum pidana adalah sejarah dari pidana dan pemidanaan yang senantiasa mempunyai hubungan erat dengan masalah tindak pidana. 62 Masalah tindak pidana merupakan masalah kemanusiaan dan masalah sosial yang senantiasa dihadapi oleh setiap bentuk masyarakat. Di mana ada masyarakat, di situ ada tindak pidana. Tindak pidana selalu bertalian erat dengan nilai, struktur dan 60 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum pidana, Cetakan Ketiga Edisi Revisi, Bandung: Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2005, hlm. 98 61 Subekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta : Pradnya Paramita, 1980, hlm. 83. 62 Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung: Alumni, 1986, hlm. 23. Universitas Sumatera Utara masyarakat itu sendiri. Sehingga apapun upaya manusia untuk menghapuskannya, tindak pidana tidak mungkin tuntas karena tindak pidana memang tidak mungkin terhapus melainkan hanya dapat dikurangi atau diminimalisir intensitasnya. Mardjono Reksodiputro, menjelaskan bahwa tindak pidana sama sekali tidak dapat dihapus dalam masyarakat, melainkan hanya dapat dihapuskan sampai pada batas-batas toleransi. Hal ini disebabkan karena tidak semua kebutuhan manusia dapat dipenuhi secara sempurna. Disamping itu, manusia juga cenderung memiliki kepentingan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, sehingga bukan tidak mungkin berangkat dari perbedaan kepentingan tersebut justru muncul berbagai pertentangan yang bersifat prinsipil. Namun demikian, tindak pidana juga tidak dapat dibiarkan tumbuh dan berkembang dalam masyarakat karena dapat menimbulkan kerusakan dan gangguan pada ketertiban sosial. Dengan demikian sebelum menggunakan pidana sebagai alat, diperlukan permahaman terhadap alat itu sendiri. Pemahaman terhadap pidana sebagai alat merupakan hal yang sangat penting untuk membantu memahami apakah dengan alat tersebut tujuan yang telah ditentukan dapat dicapai. Menurut Sudarto berpendapat yang dimaksud dengan pidana ialah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. 63 Bila dilihat dari filosofinya, hukuman mempunyai arti yang sangat beragam. R. Soesilo menggunakan istilah “hukuman” untuk menyebut istilah “pidana” dan ia merumuskan bahwa apa yang dimaksud dengan hukuman adalah suatu perasaan tidak enak sangsara yang dijatuhkan oleh hakim dengan vonis kepada orang 63 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Bandung: Alumni, 1984, hlm. 2. Universitas Sumatera Utara yang telah melanggar Undang-undang hukum pidana. 64 Feurbach menyatakan, bahwa hukuman harus dapat mempertakutkan orang supaya jangan berbuat jahat. 65 Secara umum istilah pidana sering kali diartikan sama dengan istilah hukuman. Tetapi kedua istilah tersebut sebenarnya mempunyai pengertian yang berbeda. Pembedaan antara kedua istilah di atas perlu diperhatikan, oleh karena penggunaannya sering dirancukan. Hukuman adalah suatu pengertian umum, sebagai suatu sanksi yang menderitakan atau nestapa yang sengaja ditimpakan kepada seseorang. Sedang pidana merupakan pengertian khusus yang berkaitan dengan hukum pidana. Sebagai pengertian khusus, masih juga ada persamaannya dengan pengertian umum, sebagai suatu sanksi atau nestapa yang menderitakan. 66 Menurut Moeljatno, istilah “hukuman” yang berasal dari kata “Straf” merupakan istilah-istilah yang konvensional. Dalam hal ini beliau tidak setuju dengan istilah-istilah itu dan menggunakan istilah yang in konvensional, yaitu “pidana” untuk menggantikan kata “straf”. Moeljatno mengungkapkan jika “straf” diartikan “hukum” maka strafrechts” seharusnya diartikan “hukum hukuman”. Menurut beliau “dihukum” berarti” diterapi hukum”. 67 Selanjutnya terkait penghukuman pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi di bidang lingkungan hidup korporasi dapat dipidana maka pemidanan terhadap korporasi di atur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup khususnya Pasal 98 ayat 1 64 Lihat : R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP serta komentar- komentarnya lengkap pasal demi pasal, Bogor: Politeia, 1996, hlm 35, Lihat juga : R. Sugandhi, KUHP dengan penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional, 1980, hlm 12. 65 Ibid, hlm 42. 66 Andi Hamzah, Stelsel Pidana dan pemidanaan di indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983, hlm. 1. 67 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Op cit, hlm. 1. Universitas Sumatera Utara mengandung beberapa unsur yang harus dipenuhi dalam kerangka penerapan pemidanaan yakni: Pertama, unsur barang siapa. Kedua, secara melawan hukum. Ketiga, dengan sengaja. Keempat, melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup. Sedangkan Pasal 116 ayat 1 menyebutkan bahwa “apabila tindak pidana lingkungan hidup dilakukan oleh, untuk, atau atas nama badan usaha, tuntutan pidana dan sanksi pidana dijatuhkan kepada: badan usaha; dan atau orang yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut. jika tindak pidana sebagaimana di maksud dalam pasal ini, dilakukan oleh atau atas orang yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha maka sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama. Ayat 2 menyatakan bahwa apabila tindak pidana lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan oleh orang, yang berdasarkan hubungan kerja atau berdasarkan hubungan lain yang bertindak dalam lingkup kerja badan usaha, sanksi pidana dijatuhkan terhadap pemberi perintah atau pemimpin dalam tindak pidana tersebut tanpa memperhatikan tindak pidana tersebut dilakukan secara sendiri atau bersama-sama. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya Pasal 117 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 menyatakan bahwa jika tuntutan pidana diajukan kepada pemberi perintah atau pemimpin tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat 1 huruf b, ancaman pidana yang dijatuhkan berupa pidana penjara dan denda diperberat dengan sepertiga. Terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat 1 huruf a, sanksi pidana dijatuhkan kepada badan usaha yang diwakili oleh pengurus yang berwenang mewakili di dalam dan di luar pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selaku pelaku fungsional. 68 Berdasarkan rumusan Pasal 116 ayat 1 di atas mensyaratkan bahwa pemidanaan terhadap korporasi yang melakukan kerusakan lingkungan hidup dapat dijatuhkan kepada badan usaha; dan atau orang yang memberikan perintah untuk melakukan tindak pidana tersebut atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana tersebut. Oleh karenanya korporasi dalam upaya pengelolaan lingkungan hidup mempunyai kewajiban untuk membuat kebijakanlangkah-langkah yang harus diambilnya yaitu: 69 1. Merumuskan kebijakan di bidang lingkungan; 2. Merumuskan rangkaianstruktur organisasi yang layak pantas serta menetapkan siapa yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan lingkungan tersebut; 3. Merumuskan intruksiaturan-aturan internal bagi pelaksanaan aktifitas-aktifitas yang menganggu lingkungan dimana juga harus diperhatikan pegawai-pegawai perusahaan mengetahui dan memahami instruksi-instruksi yang diberlakukan perusahaan yang bersangkutan. 4. Penyediaan sarana-sarana finansial atau menganggarkan biaya pelaksanaan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup; 68 Lihat, Pasal 118 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup 69 Ibid, hlm. 35 Universitas Sumatera Utara Jika terhadap kewajiban-kewajiban, korporasi tidak atau kurang memfungsikan dengan baik, hal ini dapat merupakan alasan untuk mengasumsikan bahwa korporasi kurang berupaya atau kurang kerja keras dalam mencegah kemungkinan dilakukan tindak terlarang. Selanjutnya, untuk menetapkan korporasi sebagai pelaku tindak pidana lingkungan khususnya kejahatan korporasi corporate crime, 70 ada beberap faktor yang harus diperhatikan yaitu: 71 1. Apakah kasus tersebut berkenaan dengan tindak pidana dimana gangguan terhadap kepentingan yang dilindungi dinyatakan sebagai tindak pidana. 2. Norma-norma ketelitiankecermatan yang terkait pada perilaku yang mengganggu lingkungan. 3. Sifat, struktur dan bidang kerja dari badan hukum tersebut. 70 Singgih dalam Mahmul Mulyadi, Op.cit, hlm. 26-28, bahwa kejahatan korporasi corporate crime dibagi dan didefenisikan dalam 6 enam kategori yaitu: 1. Defrauding the stock holders perusahaan tidak melaporkan besar keuntungan yang sebenarnya kepada pemegang saham. 2. Defrauding the public mengelabui publik tentang produk-produk terutama yang berkaitan dengan mutu dan bahan. 3. Defrauding the Government membuat laporan pajak yang tidak benar. 4. Endangering employess perusahaan yang tidak memperhatikan keselamatan kerja para karyawan. 5. Illegal intervention in the political process berkolusi dengan partai politik dengan memberikan sumbangan kampanye. 6. Endangering the public welfare proses produksi yang menimbulkan polusi yakni debu, limbah, suara dan lain sebagainya. Berbagai fakta dan data tentang kejahatan korporasi di tingkat nasional, misalnya pencemaran kali Brantas yang dilakukan oleh pabrik tahu PT. Sidomakmur, kasus Indorayon Utama di Sumatera Utara dan bahkan kasus yang masih hangat dibicarakan dan menjadi perhatian sekarang ini bagi semua elemen lapisan masyarakat, dalam menggambarkan perilaku korporasi yang membahayakan dan merugikan masyarakat luas adalah ”kasus lumpur Lapindo Brantas” di Sidoharjo, semburan lumpur ini membawa dampak yang luar biasa bagi masyrakat sekita, dimana lumpur ini telah menggenangi dua belas desa dan tiga kecamatan. Kasus lumpur Lapindo Brantas ini dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi corporate crime. 71 Ibid, hlm. 36 Universitas Sumatera Utara

BAB III PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU KORPORASI DI BIDANG