Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dengan Perendaman dalam Air Panas dan Giberelin

PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis
guineensis Jacq) DENGAN PERENDAMAN DALAM AIR
PANAS DAN GIBERELIN

LIDIA AMINARNI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pematahan Dormansi
Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) dengan Perendaman dalam Air
Panas dan Giberelin adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Lidia Aminarni
NIM A24100160

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK
LIDIA AMINARNI. Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis
Jacq) dengan Perendaman dalam Air Panas dan Giberelin. Dibimbing oleh
SATRIYAS ILYAS.
Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pengolahan Benih PT Astra Agro Lestari
Tbk, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada bulan Mei-Agustus 2014. Tujuan
penelitian untuk mempelajari metode pematahan dormansi benih kelapa sawit
dengan perendaman dalam air panas dan giberelin. Percobaan ini menggunakan
rancangan acak lengkap dua faktor. Faktor pertama adalah intensitas perendaman
dalam air terdiri atas lima taraf (benih direndam dalam air suhu 26 OC selama 7
hari [P0], benih direndam dalam air panas suhu 80 OC selama 3x24 jam [P1], P1

+ air suhu 26 OC selama 2 hari [P2], P1+ air suhu 26 OC selama 4 hari [P3] dan
P1+ air suhu 26 OC selama 6 hari [P4]). Faktor kedua adalah perendaman dalam
giberelin (0, 50 dan 100 ppm) setelah perlakuan perendaman dalam air. Hasil
penelitian menunjukkan, giberelin tidak berpengaruh nyata terhadap
perkecambahan. Benih persilangan nomor 2 yang direndam dalam air panas suhu
80 OC selama 3x24 jam (P1) atau benih persilangan nomor 5 yang direndam
dalam air panas suhu 80 OC selama 3x24 jam kemudian air suhu 26 OC selama 6
hari (P4) merupakan perlakuan terbaik dengan rata-rata daya berkecambah 41%
dan 41.6%. Akan tetapi, persentase benih terserang cendawan pada perlakuan P4
lebih tinggi (2.3-2.7%) dibandingkan dengan P1 (0-0.7%). Total waktu yang
diperlukan untuk pematahan dormansi dan perkecambahan dengan perendaman
dalam air panas lebih cepat yaitu 46 hari, dibandingkan dengan metode
konvensional yang memerlukan waktu 113 hari. Akan tetapi, daya berkecambah
benih kelapa sawit dengan perlakuan perendaman dalam air panas masih rendah
(42%) dibandingkan konvensional (74.7%).
Kata kunci: intensitas perendaman, metode konvensional, perkecambahan, waktu
pematahan dormansi

ABSTRACT
LIDIA AMINARNI. Dormancy Breaking of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.)

Seeds by Hot Water Soaking and Gibberellin Application. Supervised by
SATRIYAS ILYAS
This research was conducted at Seed Processing Unit PT Astra Agro Lestari
Tbk, Pangkalan Bun, Central Borneo on May-August 2014. The purpose of this
research was to study dormancy breaking methods of oil palm seeds by hot water
soaking and gibberellin application. The experiment was arranged in a completely
randomized design with two factors. The first factor was water soaking intensity,
consisted of five levels (seeds were soaked in water at 26 ˚C for 7 days [P0], seeds
were soaked in 80˚C hot water for 3x24 hours [P1], P1 + water at 26 ˚C for 2
days [P2], P1 + water at 26 ˚C for 4 days [P3], dan P1 + water at 26 ˚C for 6 days
[P4]). The second factor was soaking in gibberellin (0, 50, and 100 ppm) after
water soaking treatment. The result showed that gibberellin application did not
give significant effect on germination of oil palm seed. Seeds of crossing number
2 which was soaked in hot water for 3x24 hours (P1) or seeds of crossing number
5 which was soaked in hot water for 3x24 hours then in water at 26 ˚C for 6 days
(P4) were considered as the best treatments with average germination of 41% and
41.6%. However, the percentage of seeds attacked by fungi in treatment P4 was
higher (2.3-2.7%) compared to P1 (0-0.7%). Total time required for dormancy
breaking and germination by soaking in hot water was faster (46 days) than
conventional method (113 days). However, germination percentage of oil palm

seeds soaked in hot water was still low (42%), compared to the conventional
method (74.7%).
Keywords: breaking dormancy time, conventional method, germination, soaking
intensity

PEMATAHAN DORMANSI BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis
guineensis Jacq) DENGAN PERENDAMAN DALAM AIR
PANAS DAN GIBERELIN

LIDIA AMINARNI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei-Agustus 2014 di Seed Processing
Unit PT Astra Agro Lestari Tbk, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah adalah
Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit dengan Perendalam dalam Air Panas
dan Giberelin. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan moril
dan materil serta doa yang tulus kepada penulis;
2. Prof Dr Ir Satriyas Ilyas, MS selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingannya dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan
skripsi;
3. Ir Adolf Pieter Lontoh, MS selaku dosen pembimbing akademik atas
arahan dan masukan selama penulis melaksanakan studi;
4. Dr Ir Eny Widajati, MS selaku dosen penguji utama dan Dr Ir Hariyadi,
MS selaku dosen penguji wakil urusan program studi atas masukan,
motivasi, dan revisi yang diberikan terhadap skripsi saya;
5. Bapak Lalu Firman Budiman, SP selaku pendamping penelitian dari PT

Astra Agro Lestari, Tbk yang telah memberikan saran dan masukannya
selama penelitian;
6. Bapak SP Mulyono, Bapak Jumar, serta seluruh karyawan bagian Seed
Processing Unit PT Astra Agro Lestari, Tbk. atas dukungan dan
bantuannya selama penelitian;
7. Staf riset dan keluarga besar PT Astra Agro Lestari, Tbk yang telah
membantu penulis selama penelitian;
8. Rekan-rekan Agronomi 47 (Edelweiss) dan BUD PT Adaro Indonesia
yang selalu memberikan dukungan dan bantuannya selama penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat, khususnya bagi mahasiswa atau civitas
akademika Institut Pertanian Bogor dan semua pihak yang memerlukan.
Bogor, Agustus 2015
Lidia Aminarni

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN


vii
vii
vii
1

Latar Belakang

1

Tujuan

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Perkecambahan Kelapa Sawit

3


Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit

3

METODE PENELITIAN

5

Tempat dan Waktu

5

Benih Kelapa Sawit

5

Rancangan Percobaan

6


Pematahan Dormansi Benih

6

Perkecambahan Benih

9

Parameter Pengamatan

9

HASIL DAN PEMBAHASAN

10

Kondisi Umum Penelitian

10


Kadar Air

12

Daya Berkecambah

13

Potensi Tumbuh Maksimum

15

Kecepatan Tumbuh

16

Persentase Benih Terserang Cendawan

16


Intensitas Dormansi

17

Perbandingan Perkecambahan Benih secara Konvensional dengan
Perlakuan Terbaik

18

KESIMPULAN DAN SARAN

20

Kesimpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

27

DAFTAR TABEL
1
2
3

Teknik dan lama perlakuan pematahan dormansi benih kelapa sawit
Pertambahan persentase daya berkecambah benih kelapa sawit
Hasil sidik ragam perlakuan intensitas perendaman dalam air dan
perendaman
dalam
giberelin
pada
berbagai
parameter
perkecambahan kelapa sawit
4 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin
terhadap kadar air benih kelapa sawit
5 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin
terhadap daya berkecambah benih kelapa sawit
6 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin
terhadap potensi tumbuh maksimum benih kelapa sawit
7 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin
terhadap kecepatan tumbuh benih kelapa sawit
8 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin
terhadap persentase benih terserang cendawan
9 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin
terhadap intensitas dormansi benih kelapa sawit
10 Perbandingan perkecambahan benih secara konvensional dengan
perlakuan terbaik

8
11

12
12
14
15
16
17
18
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Bagan alir percobaan pematahan dormansi dengan perendaman
dalam air dan giberelin
Bagan alir pematahan dormansi benih kelapa sawit secara
konvensional
Kriteria kecambah normal dan abnormal
Kondisi perkecambahan benih secara konvensional

7
8
11
19

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan
konsentrasi giberelin terhadap kadar air benih kelapa sawit
Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan
konsentrasi giberelin terhadap daya berkecambah benih kelapa sawit
Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan
konsentrasi giberelin terhadap potensi tumbuh maksimum benih
kelapa sawit

23
23

23

4
5
6
7

Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan
konsentrasi giberelin terhadap kecepatan tumbuh benih kelapa sawit
Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan
konsentrasi giberelin terhadap persentase benih terserang cendawan
Sidik ragam pengaruh intensitas perendaman dalam air dan
konsentrasi giberelin terhadap intensitas dormansi benih kelapa sawit
Kondisi perkecambahan benih kelapa sawit

24
24
24
25

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan penting
penghasil minyak makanan, minyak industri, maupun bahan bakar nabati
(biodiesel). Dalam perekonomian Indonesia, kelapa sawit memegang peranan
yang sangat strategis karena budi daya ini mempunyai prospek yang sangat bagus
sebagai sumber devisa negara dan berdampak positif terhadap perluasan
kesempatan berusaha. Selain menciptakan lapangan kerja yang luas, kelapa sawit
memiliki peluang pasar yang sangat besar, baik di dalam negeri maupun di luar
negeri (Risza 2010).
Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan
yang signifikan. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan, tahun 2011
luas areal perkebunan kelapa sawit sekitar 8 992 824 ha, tahun 2012 meningkat
menjadii 9 572 715 ha, tahun 2013 mencapai 10 465 020 ha, dan pada tahun 2014
tercatat mencapai 10 956 231 ha. Peningkatan areal ini berdampak pada
permintaan penyediaan bibit kelapa sawit yang sangat besar. Produsen benih di
Indonesia pada tahun 2006 mampu menghasilkan 141 000 000 kecambah dan
pada tahun 2010 mampu menghasilkan 215 002 019, akan tetapi ketersediaan
benih tersebut belum memenuhi permintaan kecambah yang mencapai 230 000
000 kecambah.
Perkecambahan benih kelapa sawit memerlukan waktu yang lama untuk
berkecambah yaitu sekitar 3-4 bulan karena adanya mekanisme dormansi pada
benih. Dormansi pada benih kelapa sawit diakibatkan oleh cangkang kelapa sawit
yang keras dan tebal, adanya penutup atau mikropil pada bagian munculnya
kecambah sehingga impermeable terhadap air dan gas. Menurut Lubis (1992),
teknik perkecambahan kelapa sawit pada umumnya adalah dengan merendam
benih dalam air beberapa hari hingga kadar airnya mencapai 18%. Setelah
perendaman kemudian dikering-anginkan selama 1 hari dimana sebelumnya telah
dicelupkan ke dalam larutan Dithane 0.1-0.2% selama 3 menit. Setelah dikeringanginkan, benih kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik dan disimpan
pada ruang pemanas dengan suhu 39-40 oC selama 40-60 hari. Setiap minggu
kantong plastik diperiksa dan benih yang kelihatan terlalu kering disiram dengan
menyemprotkan air. Setelah dari ruang pemanas, kemudian benih dikeluarkan dan
direndam dalam air selama 3 hari untuk menaikkan kadar air dari 18% menjadi
23%. Benih kemudian dikering-anginkan selama 1 hari dan dimasukkan kembali
ke kantong plastik dan diletakkan pada ruang perkecambahan dengan suhu 26-28
o
C. Setelah 12-15 hari akan mulai berkecambah dan selanjutnya tiap minggu
diperiksa dan dikeluarkan. Setelah 4-5 minggu persentase kecambah mencapai 7085% dan ada yang dapat mencapai 90%.
Lamanya waktu perkecambahan merupakan suatu kendala bagi konsumen
dan produsen benih. Konsumen benih memerlukan kecambah dalam waktu yang
cepat, sementara karena perkecambahan benih kelapa sawit yang lama, konsumen
harus memesan kecambah kelapa sawit minimal 6 bulan sebelumnya. Kendala
yang dialami produsen benih adalah produsen harus terus melakukan proses
produksi kecambah untuk mengantisipasi permintaan konsumen yang banyak dan

2
memerlukan waktu yang cepat. Masalah yang timbul akibat proses produksi
kecambah terus menerus adalah ketika permintaan kecambah rendah, banyak
kecambah yang terbuang. Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan cara
mempercepat periode perkecambahan, sehingga selang waktu proses produksi
dengan permintaan konsumen menjadi lebih pendek yang akan berguna untuk
memudahkan dalam membuat rencana produksi kecambah.
Penelitian Kesaulija (1979) pada perkecambahan benih Casuarina
equisetifolia Lum dengan perlakuan perendaman air panas suhu 60 oC selama 24
jam mampu memberikan hasil nilai kecambah yang besar jika dibandingkan
dengan perlakuan air panas 40 oC, perendaman dengan air dingin dan penanaman
langsung. Putra et al. (2011) menyatakan perendaman benih kopi dengan suhu air
awal 90 oC dan waktu perendaman 30 menit yang dilakukan setiap hari
selama 7 hari mampu meningkatkan indeks vigor dan daya tumbuh benih kopi
sebesar 77.7%. Farhana et al. (2013) menyatakan pematahan dormansi dapat
dilakukan dengan perendaman benih dalam air suhu 80 oC selama 3x24 jam dapat
meningkatkan perkecambahan benih kelapa sawit dibanding kontrol sedangkan
perendaman dalam ethephon 0.4% yang didahului dengan perendaman dalam air
panas 80 oC selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering selama 1
minggu mampu menghasilkan potensi tumbuh maksimum benih sebesar 52%
namun belum efektif untuk mematahkan dormansi benih kelapa sawit.
Hasil penelitian Purba (2000) pada perkecambahan benih palem kol
menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan konsentrasi giberelin adalah linier
positif tergantung kepada perlakuan mekanis. Persentase benih berkecambah
paling tinggi terdapat pada kombinasi benih digerus pada bagian titik tumbuhnya
sampai benih kelihatan putih (menipiskan kulit benih) dan perendaman dalam
larutan giberelin 200 ppm, yaitu 68.9%. Kecepatan benih berkecambah paling
cepat terdapat pada kombinasi perlakuan kulit benih digerus dan konsentrasi
giberelin 150 dan 200 ppm, yaitu 85.6 hari dan 79.6 hari. Penelitian Maryani dan
Irfandri (2008) juga menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi dan perendaman
benih dalam larutan giberelin 50 ppm memperlihatkan pertumbuhan bibit aren
terbaik dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya.
Penyediaan benih kelapa sawit memerlukan waktu yang lama karena adanya
sifat dormansi benih merupakan suatu masalah bagi produsen-produsen benih.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu adanya penelitian tentang metode yang
cepat dan tepat untuk mematahkan sifat dormansi benih kelapa sawit agar
ketersedian benih kelapa sawit dapat terjamin. Metode pematahan dormansi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah dengan perlakuan perendaman benih kelapa
sawit dalam air panas dan penggunaan zat pengatur tumbuh giberelin.

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mencari metode pematahan dormansi benih
kelapa sawit yang paling tepat melalui perendaman dalam air panas dan giberelin
sehingga dapat mempersingkat waktu perkecambahan dengan persentase
kecambah yang tinggi.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Perkecambahan Kelapa Sawit
Secara morfologi perkecambahan benih adalah perubahan bentuk dari
embrio menjadi kecambah, secara fisiologi perkecambahan benih adalah
dimulainya kembali proses metabolisme dan pertumbuhan struktur penting embrio
yang tadinya tertunda ditandai dengan munculnya struktur tersebut menembus
kulit benih. Secara biokimiawi perkecambahan benih merupakan rangkaian
perubahan lintasan-lintasan oksidatif dan biosintetis, secara teknologi benih
adalah muncul dan berkembangnya struktur penting dari embrio serta
menunjukkan kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal dan
diharapkan berproduksi normal pada kondisi yang optimal (Widajati et al. 2013).
Perkecambahan dimulai dari pengambilan air, penyerapan, diikuti dengan proses
metabolisme dalam benih yang menyebabkan pembesaran embrio dan tumbuh
menjadi kecambah (Schmidt 2002).
Kelapa sawit berkembang biak dengan biji dan akan berkecambah untuk
selanjutnya tumbuh menjadi tanaman. Kecambah kelapa sawit berasal dari embrio
yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah. Arah tegak lurus ke atas
(phototrophy) disebut plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun
kelapa sawit. Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy) disebut radikula yang
selanjutnya akan menjadi akar. Plumula akan muncul setelah radikula tumbuh
sekitar satu sentimeter (Sunarko 2009). Kriteria kecambah normal kelapa sawit
yang digunakan PPKS adalah kecambah tumbuh sempurna, plumula dan radikula
sudah dapat dibedakan, plumula dan radikula tampak segar, kecambah tidak
berjamur serta panjang plumula dan radikula masing-masing maksimum 2 cm.
Kriteria kecambah abnormal adalah tumbuh membengkok, plumula dan radikula
tumbuh searah, layu dan berjamur (Kurnila 2009).
Perkecambahan kelapa sawit dilakukan setelah pematahan dormansi dengan
perlakuan pemanasan suhu 39-40 oC selama 60 hari (Lubis 1992). Benih kelapa
sawit dapat diletakkan di ruang perkecambahan menggunakan kantong plastik
yang diletakkan pada rak-rak perkecambahan dan menggunakan tray plastik
dengan kapasitas satu tray ± 1000 benih. Selanjutnya tray ditumpuk dengan
tray lainnya ± 21 tumpukan. Suhu ruang perkecambahan berkisar antara 28-30 ºC
dan kelembaban berkisar antara 65–75% (Kurnila 2009). Setelah 12-15 hari di
ruang perkecambahan, benih kelapa sawit akan berkecambah. Setelah 4-5 minggu
persentase kecambah mencapai 70-85% dan ada yang dapat mencapai 90% (Lubis
1992).

Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit
Dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat
(viabel) gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik
untuk perkecambahan, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang
sesuai (Schmidt 2002). Dormansi benih merupakan cara tanaman agar dapat
bertahan hidup dan beradaptasi dengan lingkungannya dan merupakan sifat yang
diturunkan secara genetis. Mekanisme dormansi terjadi pada beberapa benih baik

4
fisik maupun fisiologi, termasuk dormansi primer dan sekunder (Ilyas 2012).
Penyebab dormansi banyak dan beragam, diantaranya karena impermeabilitas
kulit biji terhadap air dan gas, embrio belum matang, persyaratan khusus suhu
atau cahaya, adanya inhibitor, dan pembatasan mekanik untuk pertumbuhan
embrio dan pengembangan atau perpanjangan radikula dalam perkecambahan
(Murray 1984).
Benih kelapa sawit mempunyai masa dormansi sehingga tidak langsung
dapat berkecambah dengan serentak. Dormansi benih kelapa sawit terjadi karena
kulit benih (cangkang) yang tebal dan bukan dikarenakan oleh embrionya yang
dorman (Hartley 1977). Kulit benih kelapa sawit yang keras menghambat
perkecambahan akibat tingginya kadar lignin pada tempurung benih kelapa sawit
(Nurmailah 1999). Metode pematahan dormansi yang disebabkan kerasnya kulit
benih dapat dilakukan dengan skarifikasi mekanis untuk menipiskan testa,
pemanasan, pendinginan (chilling), perendaman dalam air mendidih, pergantian
suhu drastis dan skarifikasi kimia dengan asam sulfat untuk mendegradasi testa
(Ilyas 2012).
Pematahan dormansi benih kelapa sawit memerlukan perlakuan khusus,
yaitu dengan melakukan pemanasan temperatur 39-40 oC dengan kadar air 18%
selama kurang lebih 60 hari. Selanjutnya dilakukan perkecambahan benih dalam
ruang perkecambahan pada suhu kamar. Untuk mempercepat perkecambahan,
kadar air benih dinaikkan menjadi 22-24% dengan cara merendam benih tersebut
dalam air selama tiga hari (Tim Penulis 1992).
Menurut Nurmailah (1999), perlakuan matriconditioning dengan vermikulit
plus inokulasi Trichoderma meningkatkan perkecambahan benih kelapa sawit
tetapi belum efektif untuk menurunkan kadar lignin tempurung benih kelapa sawit
dan ABA pada endosperm. Menurut Silomba (2006) perkecambahan benih kelapa
sawit mampu ditingkatkan dengan perlakuan pemanasan selama 40 hari yaitu
daya berkecambahnya mencapai 82%.
Perendaman dalam air panas merupakan salah satu metode pematahan
dormansi fisik yang menyebabkan benih menjadi permeabel. Lama waktu
perendaman dalam air panas bergantung pada suhu perlakuan. Perendaman dalam
air panas suhu 80 oC selama 600 detik mampu menghasilkan daya berkecambah
tertinggi pada benih Acacia falcata, A. terminalis dan A. suaveolens. Akan tetapi,
perendaman dalam air panas suhu 100 oC selama 200, 100 atau 20 detik dapat
menurunkan perkecambahan benih A. falcata, A. terminalis dan A. suaveolens
(Baskin dan Baskin 2001).
Ani (2006) menyatakan benih lamtoro yang direndam dalam air panas suhu
60-70 oC selama 10-12 menit menunjukkan daya berkecambah yang lebih tinggi
mencapai 75%. Marthen et al. (2013) menyatakan benih sengon yang
dicelupkan dengan air panas 60 oC selama 4 menit dilanjutkan dengan
perendaman air dingin selama 12 jam memberikan hasil tertinggi pada persentase
perkecambahan, laju perkecambahan, serta indeks vigor masing-masing sebesar
100%, 4.5 hari dan 27%. Farhana et al. (2013) menyatakan perendaman benih
kelapa sawit dalam air suhu 80 oC selama 3x24 jam dapat meningkatkan
perkecambahan benih kelapa sawit dibanding kontrol sedangkan perendaman
dalam ethephon 0.4% yang didahului dengan perendaman dalam air panas 80 oC
selama 3x24 jam dan diakhiri dengan pemanasan kering selama 1 minggu mampu

5
menghasilkan potensi tumbuh maksimum benih sebesar 52% namun belum efektif
untuk mematahkan dormansi benih kelapa sawit.
Asam giberelat atau gibberellines (GA) berperan utama dalam proses awal
perkecambahan melalui aktivitas produksi enzim dan pengangkutan cadangan
makanan. Penggunaan asam giberelat (biasanya GA3) pernah diperlihatkan
mempunyai pengaruh dalam mengatasi dormansi suhu, cahaya dan dormansi yang
diakibatkan oleh zat-zat penghambat (Bewley dan Black 1982, Villiers 1972
dalam Schmidt 2002). Murthy dan Reddy (1989) menggunakan larutan GA3 200
ppm untuk merangsang perkecambahan Ziziphus mauritiana.
Penelitian Saut (2002) menunjukkan, perendaman benih tomat dalam
larutan GA3 150 ppm selama 48 jam menghasilkan viabilitas tertinggi dengan
daya berkecambah sebesar 81.3%, perendaman benih terung dalam larutan GA3
200 ppm selama 24 jam menghasilkan viabilitas tertinggi dengan daya
berkecambah sebesar 90.7%. Hasil penelitian Purba (2000) pada perkecambahan
biji palem kol menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan perendaman giberelin
adalah linier positif bergantung pada perlakuan mekanis. Persentase benih
berkecambah paling tinggi terdapat pada kombinasi kulit biji digerus pada bagian
titik tumbuhnya sampai biji kelihatan putih (menipiskan kulit benih) dan
perendaman dalam larutan giberelin 200 ppm, yaitu 68.9%. Kecepatan benih
berkecambah paling cepat terdapat pada kombinasi perlakuan kulit biji digerus
dan perendaman dalam larutan giberelin 150 dan 200 ppm, yaitu 85.6 hari dan
79.6 hari.
Koyuncu (2005) menyatakan kombinasi perlakuan perendaman dalam 250
mg/l GA3 dan stratifikasi 4 oC selama 100 hari mampu menghasilkan daya
berkecambah mulberry hitam sebesar 96%. Penelitian Maryani dan Irfandri
(2008) juga menunjukkan bahwa perlakuan skarifikasi dan perendaman benih
dalam larutan giberelin 50 ppm memperlihatkan pertumbuhan bibit aren terbaik
dibandingkan kombinasi perlakuan lainnya. Hasil penelitian Murni et al. (2008)
menunjukkan bahwa pemberian asam giberelat (GA3) mempengaruhi
perkecambahan dan pertumbuhan vegetatif duku. Pemberian GA3 dengan
konsentrasi 100 ppm menghasilkan persentase perkecambahan yang paling tinggi
dan pemberian GA3 konsentrasi 150 ppm menghasilkan waktu perkecambahan
lebih cepat. Konsentrasi GA3 yang digunakan untuk pematahan dormansi benih
berbeda-beda untuk setiap jenis komoditi.

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Seed Processing Unit PT Astra Agro Lestari
Tbk, Gunung Sejahtera Ibu Pertiwi, Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah pada
bulan Mei 2014 sampai Agustus 2014.
Benih Kelapa Sawit
Benih kelapa sawit yang digunakan adalah varietas DxP Simalungun yang
terdiri atas enam persilangan (nomor 1, 2, 3, 4, 5 dan 6) diperoleh dari kebun

6
induk PT Astra Agro Lestari. Benih telah disimpan selama 4 bulan di ruang
penyimpanan dengan suhu 21 oC sebelum digunakan.
Rancangan Percobaan
Percobaan ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial dua
faktor. Faktor pertama adalah intensitas perendaman dalam air terdiri atas lima
taraf yaitu:
 Benih persilangan nomor 1 direndam dalam air suhu 26 oC selama 7 hari
(P0)
 Benih persilangan nomor 2 direndam dalam air panas (80 oC) selama 3x24
jam (P1)
 Benih persilangan nomor 3 direndam dalam air panas (80 oC) selama 3x24
jam kemudian dalam air suhu 26 oC selama 2 hari (P2)
 Benih persilangan nomor 4 direndam dalam air panas (80 oC) selama 3x24
jam kemudian dalam air suhu 26 oC selama 4 hari (P3)
 Benih persilangan nomor 5 direndam dalam air panas (80 oC) selama 3x24
jam kemudian dalam air suhu 26 oC selama 6 hari (P4).
Faktor kedua adalah perendaman dalam giberelin yang terdiri atas tiga taraf
yaitu 0 ppm, 50 ppm dan 100 ppm. Total kombinasi perlakuan adalah 15
kombinasi dengan masing-masing perlakuan terdiri atas tiga ulangan sehingga
terdapat 45 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan terdiri atas 100 butir
benih kelapa sawit. Model aditif yang digunakan berdasarkan RAL adalah sebagai
berikut:
Yijk = � + i + + (
)ij + �
Keterangan:
Yijk
: respon pengamatan perlakuan intensitas perendaman dalam air
dan konsentrasi giberelin

: nilai tengah umum.
i
: pengaruh intensitas perendaman dalam air taraf ke-i
Βj
: pengaruh konsentrasi giberelin ke-j
(
)ij
: interaksi antara perlakuan intensitas perendaman dalam air dan
konsentrasi giberelin

: pengaruh galat percobaan
Pematahan Dormansi Benih

Metode penelitian ini mengacu pada metode penelitian Farhana et al.
(2013) yaitu penggunaan air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam untuk
perendaman benih kelapa sawit. Benih kelapa sawit direndam dalam air panas
suhu 80 oC dan dibiarkan dingin hingga 24 jam, kemudian diganti dengan air
panas kembali hingga 3x24 jam. Setelah perendaman dengan air panas dilanjutkan
dengan perendaman dalam air suhu 26 oC selama (0, 2, 4 dan 6 hari). Kemudian
benih dikering-anginkan selama 4 jam. Kemudian benih direndam dalam larutan
GA3 sesuai konsentrasi perlakuan (0, 50, dan 100 ppm,) selama 24 jam. Setelah
proses perendaman dengan GA3, benih dicuci menggunakan air lalu direndam
dalam fungisida Dithane konsentrasi 2 g/l selama 5 menit. Kemudian benih

7
dikering-anginkan kembali selama 4 jam. Bagan alir pematahan dormansi dapat
dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan alir percobaan pematahan dormansi dengan perendaman dalam
air dan giberelin
Pematahan dormansi benih juga dilakukan dengan metode konvensional
sebagai pembanding. Dalam metode konvensional, benih persilangan nomor 6
dipanaskan pada suhu 39-40 oC selama 60 hari sebelum pengecambahan di ruang
germinator selama 42 hari. Prosedur pematahan dormansi adalah sebagai berikut:
benih kelapa sawit direndam selama 7 hari sebagai perendaman pertama untuk
meningkatkan kadar air, kemudian dikering-anginkan selama 1 hari, selanjutnya
dilakukan pemanasan kering selama 60 hari pada suhu 40 oC, kemudian benih
direndam kembali selama 3 hari sebagai perendaman kedua. Setelah benih
direndam kemudian dikering-anginkan selama 4 jam lalu dikecambahkan di ruang
perkecambahan. Bagan alir pematahan dormansi benih secara konvensional dapat
dilihat pada Gambar 2.

8

Gambar 2 Bagan alir pematahan dormansi benih kelapa sawit secara konvensional
Teknik dan lama pematahan dormansi setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Teknik dan lama perlakuan pematahan dormansi benih kelapa sawit
Teknik pematahan dormansi benih
Perendaman benih
Lama
dalam (hari)
pemanasan
Perlakuan
Pengeringpada suhu
anginan
Air
39-40 oC
Air
GA3
panas
(hari)
P0
7
1
4 jam
P1
3
1
4 jam
P2
3
2
1
4 jam
P3
3
4
1
4 jam
P4
3
6
1
4 jam
Konvensional*
7; 3
1 hari; 4 jam
60

Total
lama
perlakuan
(hari)
8
4
6
8
10
71

Keterangan: P0 = benih direndam dalam air 26 oC selama 7 hari; P1 = benih direndam dalam air
panas suhu 80 oC selama 3x24 jam; P2 = idem P1 + air 26 oC 2 hari; P3 = idem P1 +
air 26 oC 4 hari; P4 = idem P1 + air 26 oC 6 hari. *Teknik konvensional: benih
direndam dalam air selama 7 hari, kemudian dikering-angin selama 1 hari dan
dimasukkan ke ruang pemanasan suhu 39-40 oC selama 60 hari. Setelah itu
direndam kembali dalam air selama 3 hari dan kemudian dikering-angin selama 4
jam sebelum dimasukkan ke ruang perkecambahan

9
Perkecambahan Benih
Benih yang telah diberi perlakuan pematahan dormansi dimasukkan ke
ruang perkecambahan dan diletakkan pada tray perkecambahan dan diberi label.
Setelah 2 minggu dilakukan pengamatan daya berkecambah pertama dengan
interval pengamatan 7 hari dan dilakukan lima kali pengamatan sampai dengan
hari ke-42. Selama di ruang perkecambahan, benih disemprot setiap hari dengan
Dithane 3 g/l hingga lembab untuk menjaga kadar air yang optimal untuk
perkecambahan dan mencegah terjadinya serangan cendawan pada benih.

Parameter Pengamatan
Parameter yang diamati pada kedua percobaan ini adalah kadar air, daya
berkecambah, kecepatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum, intensitas dormansi
dan persentase benih terserang cendawan. Pengamatan perkecambahan dilakukan
selama 42 hari.
a. Kadar air benih (KA)
Pengukuran kadar air benih dilakukan dengan metode langsung
menggunakan oven. Benih dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 105 oC
selama 48 jam. Benih sebanyak lima butir dengan dua ulangan ditimbang
menggunakan timbangan digital. Penetapan kadar air benih ditentukan
menggunakan rumus (Martine et al. 2009):
KA % =

bobot basah benih-bobot kering benih
x 100%
bobot kering benih

b.

Daya berkecambah (DB)
Benih kelapa sawit diletakkan pada tray berukuran 32x65 cm yang telah
diberi alas karpet kain. Setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan dengan masingmasing 100 benih. Satu tray dibagi menjadi 6 bagian sehingga dalam satu tray
terdapat 600 butir benih kelapa sawit. Tray diletakan pada ruang perkecambahan
dengan suhu 29-31 oC dan kelembaban 60-65% selama 42 hari. Tray yang berisi
benih ditumpuk dengan tray lainnya hingga 5-10 tray dan tray bagian atas ditutup
dengan tray kosong. Pengamatan daya berkecambah dilakukan sebanyak lima kali
yaitu pada 14 HSP (hari setelah perkecambahan), 21 HSP, 28 HSP, 35 HSP dan
42 HSP.
Perhitungan daya berkecambah menggunakan rumus:
DB % =

jumlah kecambah normal
x 100%
jumlah seluruh benih yang dikecambahkan

c.

Kecepatan tumbuh (KCT)
Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan akumulasi kecepatan tumbuh
harian dalam tolok ukur persentase pertambahan kecambah normal per hari
selama 42 hari. Benih yang digunakan setiap ulangannya adalah 100 butir dengan
tiga kali ulangan. Perhitungan kecepatan tumbuh menggunakan rumus:
tn

Kecepatan tumbuh =
0

pertambahan % kecambah normal tiap hari
waktu pengamatan

10

d.

Potensi tumbuh maksimum (PTM)
Potensi tumbuh maksimum benih merupakan persentase benih yang
berkecambah (normal dan abnormal) sampai akhir pengamatan terhadap jumlah
keseluruhan benih yang dikecambahkan. Potensi tumbuh maksimum digunakan
untuk mengidentifikasi viabilitas total dari benih kelapa sawit yang diuji. Benih
yang digunakan setiap ulangannya adalah 100 butir dengan tiga kali ulangan.
Perhitungan potensi tumbuh maksimum menggunakan rumus:
PTM=

jumlah benih yang berkecambah
x 100%
jumlah benih yang dikecambahkan

e.

Intensitas dormansi (ID)
Intensitas dormansi adalah persentase benih yang tidak tumbuh sampai akhir
pengamatan (42 HSP). Benih yang terserang cendawan sebelum akhir pengamatan
dan belum berkecambah (dorman) termasuk ke dalam perhitungan intensitas
dormansi. Benih yang digunakan setiap ulangannya adalah 100 butir dengan tiga
kali ulangan. Perhitungan intensitas dormansi menggunakan rumus:
ID % =

jumlah benih yang tidak tumbuh
x 100%
jumlah benih yang dikecambahkan

f.

Persentase benih terserang cendawan
Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah benih yang terserang
cendawan selama pengecambahan (42 HSP). Benih yang digunakan setiap
ulangannya adalah 100 butir dengan tiga kali ulangan. Perhitungan persentase
benih terserang cendawan menggunakan rumus:
Persentase benih terserang cendawan=

jumlah benih yang terserang cendawan
x 100%
jumlah benih yang dikecambahkan

Hasil pengamatan dianalisis menggunakan analisis ragam (uji F) pada
selang kepercayaan 95% ( = 5%). Jika terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan
uji lanjut dengan DMRT (Duncan’t Multiple Range Test).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Perendaman benih dalam air panas yang dilanjutkan dengan perendaman
dalam air berpengaruh nyata terhadap perkecambahan sedangkan perendaman
benih dalam larutan giberelin tidak berpengaruh nyata. Benih kelapa sawit yang
hanya direndam dengan air kemudian pada berbagai konsentrasi giberelin
merupakan perlakuan yang menghasilkan daya berkecambah terendah. Benih
kelapa sawit yang mampu berkecambah dengan baik merupakan benih yang
berasal dari persilangan yang baik pula. Perbedaan persilangan sangat
mempengaruhi hasil perkecambahan benih kelapa sawit dengan perlakuan yang

11
diberikan. Pengujian daya berkecambah benih kelapa sawit dilakukan pada ruang
perkecambahan dengan suhu 29-31 oC dan kelembaban 60-65% selama 42 hari.
Benih kelapa sawit mulai berkecambah setelah 14 hari di ruang perkecambahan
dan akan berkembang menjadi kecambah normal setelah 5 hari tumbuh. Kriteria
kecambah normal kelapa sawit yang digunakan PPKS (Gambar 3) adalah
kecambah tumbuh sempurna, plumula dan radikula sudah dapat dibedakan,
plumula dan radikula tampak segar, kecambah tidak bercendawan serta
panjang plumula dan radikula masing-masing maksimum 2 cm. Kriteria
kecambah abnormal adalah tumbuh membengkok, plumula dan radikula tumbuh
searah, layu dan berjamur (Kurnila 2009).

Gambar 3 Kriteria kecambah normal dan abnormal: a) kecambah normal, b)
kecambah normal, c) kecambah abnormal (radikula dan plumula
tumbuh searah), d) kecambah abnormal (radikula tidak ada) dan e)
kecambah abnormal (plumula tidak ada)
Waktu berkecambah benih kelapa sawit tidak serentak. Pengamatan daya
berkecambah dilakukan lima kali (Tabel 2). Pada pengamatan pertama (14 HSP)
dan kedua (21 HSP) persentase perkecambahan masih sangat rendah yaitu 0% dan
3.1%. Pertambahan daya berkecambah kelapa sawit mulai meningkat pada
pengamatan ketiga (28 HSP) dan keempat (35 HSP) yaitu 10.7% dan 10% dan
mulai menurun pada pengamatan terakhir (42 HSP ) yaitu 4%.
Tabel 2 Pertambahan persentase daya berkecambah benih kelapa sawit
Perlakuan
P0
P1
P2
P3
P4
Rata-rata

1
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0
0.0

Pengamatan ke2
3
4
1.1
2.0
2.0
2.7
16.8
16.4
0.1
2.7
7.8
3.9
10.9
12.3
7.6
21.1
11.3
3.1
10.7
10.0

5
1.8
5.1
4.8
6.6
1.7
4.0

Persentase
perkecambahan
6.6
41.0
15.3
33.7
41.6

Keterangan: Pengamatan ke 1, 2, 3, 4 dan 5 masing-masing dilakukan saat 14, 21, 28, 35 dan 42
hari setelah perkecambahan

12

Hasil sidik ragam pematahan dormansi benih kelapa sawit pada Tabel 3
menunjukkan bahwa faktor tunggal perlakuan intensitas perendaman benih dalam
air menunjukkan pengaruh yang nyata pada semua parameter pengamatan. Faktor
tunggal perlakuan dengan perendaman benih dalam berbagai konsentrasi giberelin
hanya berpengaruh nyata pada parameter kadar air benih. Interaksi antara
perlakuan intensitas perendaman benih dalam air dan konsentrasi giberelin hanya
berpengaruh nyata pada parameter persentase benih terserang cendawan.
Tabel 3 Hasil sidik ragam perlakuan intensitas perendaman dalam air dan
perendaman dalam giberelin pada berbagai parameter perkecambahan
kelapa sawit
Perlakuan
KK
Intensitas
Peubah
Konsentrasi
(%)
perendaman
P*G
giberelin (G)
dalam air (P)
Kadar air
**
*
tn
4.0
Daya berkecambah
**
tn
tn
11.6
Potensi tumbuh maksimum
**
tn
tn
10.3
Kecepatan tumbuh
**
tn
tn
6.6
Persentase benih terserang
**
tn
*
12.9
cendawan
Intensitas dormansi
**
tn
tn
7.2
Keterangan: *Berpengaruh nyata pada taraf 5%; **berpengaruh nyata pada taraf 1%; tn = tidak
berpengaruh nyata; KK = koefisien keragaman

Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan sebelum benih dimasukkan ke ruang
perkecambahan. Kadar air merupakan faktor penting dalam perkecambahan benih
kelapa sawit. Air berfungsi sebagai reaktivasi enzim, melunakkan kulit benih,
transport metabolit dan memungkinkan masuknya oksigen (Widajati et al. 2013).
Intensitas perendaman dalam air berpengaruh nyata terhadap kadar air benih
(Tabel 4). Semakin lama benih direndam, kadar air benih kelapa sawit juga
mengalami peningkatan. Kadar air yang dibutuhkan benih kelapa sawit dalam
proses perkecambahan adalah 22-24% (Tim penulis 1992). Perlakuan P3 dan P4
sudah memenuhi standar kadar air benih untuk perkecambahan kelapa sawit yaitu
22.3% dan 22.9%, sedangkan pada perlakuan P1 kadar air benih yang dihasilkan
hanya mencapai 17.9%. Hal ini disebabkan oleh benih perlakuan P1 terlalu kering
karena tertundanya pengujian kadar air yang dilakukan selama 30 menit.
Meskipun kadar air awal perlakuan P1 sebelum masuk perkecambahan sebesar
17.9%, tetapi pada saat di ruang perkecambahan, setiap hari dilakukan
penyemprotan dengan larutan Dithane 3 g/l sampai lembab untuk menjaga kadar
air tetap optimal untuk perkecambahan dan mencegah terjadinya serangan
cendawan. Perlakuan perendaman dalam giberelin memberikan pengaruh yang
nyata terhadap kadar air benih kelapa sawit. Kadar air benih yang direndam dalam

13
giberelin 0 dan 50 ppm (20.7% dan 20.6%) tidak berbeda nyata, dan lebih rendah
dibandingkan dalam 100 ppm (21.6%).
Tabel 4 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin
terhadap kadar air benih kelapa sawit
Konsentrasi giberelin
Rata(ppm)
Intensitas perendaman dalam air
rata
0
50
100
---------------%---------------Benih persilangan nomor 1 direndam dalam
21.5
21.4
21.3
21.4b
air selama 7 hari (P0)
Benih persilangan nomor 2 direndam dalam
17.8
17.8
18.0
17.9d
air panas suhu 80oC selama 3x24 jam (P1)
Benih persilangan nomor 3 direndam dalam
air panas suhu 80oC selama 3x24 jam
19.6
20.3
21.2
20.4c
kemudian dalam air selama 2 hari (P2)
Benih persilangan nomor 4 direndam dalam
air panas suhu 80oC selama 3x24 jam
22.6
20.9
23.4
22.3a
kemudian dalam air selama 4 hari (P3)
Benih persilangan nomor 5 direndam dalam
22.0
22.6
24.0
22.9a
air panas suhu 80oC selama 3x24 jam
kemudian dalam air selama 6 hari (P4)
Rata-rata
20.7b 20.6b 21.6a
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1% dan angkaangka yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata
berdasarkan uji DMRT pada taraf 5%

Daya Berkecambah
Daya berkecambah mencerminkan kemampuan benih untuk tumbuh dan
berkembang menjadi tanaman normal. Perkecambahan benih kelapa sawit
merupakan salah satu yang sangat penting untuk dilakukan karena benih kelapa
sawit yang diedarkan ke pasar dalam bentuk kecambah. Daya berkecambah kelapa
sawit menggambarkan jumlah kecambah yang dapat dijual oleh produsen benih
kelapa sawit. Sebelum dilakukan perkecambahan benih, terlebih dahulu dilakukan
pematahan dormansi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan intensitas
perendaman dalam air memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya
berkecambah (Tabel 5). Hal ini karena semakin lama benih direndam, proses
imbibisi menjadi lebih cepat ditandai dengan meningkatnya kadar air benih
sehingga memudahkan proses perkecambahan. Imbibisi merupakan proses awal
perkecambahan dan erat kaitannya dengan ketersedian air. Benih persilangan
nomor 5 yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam kemudian
dalam air selama 6 hari (P4) memberikan hasil daya berkecambah tertinggi yaitu
41.6% dan tidak berbeda nyata dengan benih persilangan nomor 2 yang direndam
dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam (P1) yaitu 41%. Pada perlakuan P1
serangan cendawan pada benih lebih rendah (0-0.7%) dibandingkan dengan

14
perlakuan P4 (2.3-2.7%) dan waktu pematahan dormansinya relatif lebih cepat (4
hari) dibandingkan perlakuan P4 (10 hari), sehingga perlakuan P1 dapat dipilih
sebagai perlakuan terbaik. Secara umum benih yang direndam dalam air panas
suhu 80 oC selama 3x24 jam sudah mampu menghasilkan daya berkecambah yang
besar. Hal ini diduga pada perlakuan P1 benih memiliki viabilitas yang baik
sehingga dapat menghasilkan daya berkecambah yang baik pula.
Tabel 5 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin
terhadap daya berkecambah benih kelapa sawit
Konsentrasi giberelin
(ppm)
Rata-rata
Intensitas perendaman dalam air
0
50
100
----------------------%--------------------P0
5.7
7.0
7.0
6.6d
P1
42.0
44.7
36.3
41.0a
P2
13.7
15.3
17.0
15.3c
P3
31.7
34.3
35.0
33.7b
P4
41.3
40.3
43.3
41.6a
Rata-rata
26.9
28.3
27.7
Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1%, data
ditransformasi arc sin

Perlakuan perendaman benih pada berbagai konsentrasi giberelin tidak
memberikan pengaruh yang nyata, akan tetapi benih yang direndam dalam
konsentrasi giberelin 50 dan 100 ppm menghasilkan daya berkecambah yang lebih
besar dibandingkan perlakuan tanpa giberelin. Pada perkecambahan benih duku
pemberian giberelin 100 ppm menghasilkan daya berkecambah tertinggi yaitu
72.7% (Murni et al. 2008). Peningkatan konsentrasi giberelin dapat meningkatkan
daya berkecambah benih. Hal ini karena pemberian giberelin eksogen dapat
membantu giberelin endogen mengaktifkan reaksi enzimatik di dalam biji
sehingga perkecambahan terjadi lebih cepat (Ali dan Rostiwati 2011). Selama
proses perkecambahan benih, embrio yang sedang berkembang melepaskan
giberelin ke lapisan aleuron. Giberelin tersebut menyebabkan terjadinya
transkripsi beberapa gen penanda enzim-enzim hidrolitik diantaranya α-amilase.
Kemudian enzim tersebut masuk ke endosperma dan menghidrolisis pati dan
protein sebagai sumber makanan bagi perkembangan embrio (Weiss dan Ori
2007). Berdasarkan beberapa penelitian, peningkatan konsentrasi giberelin dapat
meningkatkan perkecambahan diantaranya perendaman benih Mucuna bracteata
pada larutan GA3 300 ppm selama 5 jam menghasilkan daya berkecambah 86.7%
(Astrari et al. 2014), perendaman benih Calopogonium caeruleum pada larutan
GA3 500 ppm selama 24 jam menghasilkan persentase perkecambahan yang
tertinggi yaitu sebesar 57.3% (Asra 2014).
Benih kelapa sawit yang direndam dalam air selama 7 hari merupakan
perlakuan yang menghasilkan daya berkecambah terendah yaitu sebesar 6.6%.
Rendahnya daya berkecambah disebabkan oleh air dengan suhu ruang (26 oC)
belum mampu mematahkan dormansi benih kelapa sawit yang memiliki cangkang

15
yang tebal dan keras. Air belum mampu menyerap ke dalam benih dengan baik
sehingga proses perkecambahan terhambat. Berbeda halnya dengan benih yang
direndam dalam air panas, air panas dapat mematahkan dormansi fisik pada
Leguminosae melalui tegangan yang menyebabkan pecahnya lapisan
macrosclereid atau merusak tutup strophiolar (Schmidt 2002). Perendaman dalam
air panas bertujuan untuk memudahkan penyerapan air oleh benih, dan benih
menjadi permeable (Sutopo 2004). Menurut Farhana et al. (2013) benih kelapa
sawit yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam mampu
mempercepat perkecambahan. Perendaman benih aren selama 15 menit dengan
suhu awal 75 oC kemudian direndam dalam larutan giberelin 150 ppm selama 24
jam menghasilkan persentase kecambah 65% (Purba et al. 2014). Perendaman
benih trembesi dalam air panas (suhu awal 60 °C) kemudian dibiarkan dingin
selama 72 jam menghasilkan persentase daya berkecambah tertinggi yaitu 68.7%
(Lubis et al. 2014).

Potensi Tumbuh Maksimum
Potensi tumbuh maksimum merupakan tolok ukur untuk melihat viabilitas
total benih kelapa sawit. Semua benih yang berkecambah baik kecambah normal
maupun abnormal dihitung sebagai potensi tumbuh maksimum. Hasil pengamatan
potensi tumbuh maksimum benih kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin
terhadap potensi tumbuh maksimum benih kelapa sawit
Intensitas perendaman dalam air

P0
P1
P2
P3
P4
Rata-rata

Konsentrasi giberelin
(ppm)
Rata-rata
0
50
100
-----------------------%--------------------8.3
13.3
11.7
11.1d
47.7
48.3
40.3
45.4ab
20.0
20.7
20.0
20.2c
37.3
42.7
40.7
40.2b
46.3
50.0
48.7
48.3a
31.9
35.0
32.3

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1%, data
ditransformasi arc sin

Intensitas perendaman dalam air memberikan pengaruh yang nyata terhadap
potensi tumbuh makimum. Potensi tumbuh maksimum tertinggi terdapat pada
benih persilangan nomor 5 yang direndam dalam air panas suhu 80 oC selama
3x24 jam yang dilanjutkan dengan perendaman air suhu 26 oC selama 6 hari (P4)
yaitu 48.3% dan tidak berbeda nyata dengan benih persilangan nomor 2 yang
direndam dalam air panas suhu 80 oC selama 3x24 jam (P1) yaitu 45.4%.
Perlakuan perendaman benih dalam berbagai konsentrasi giberelin tidak

16
memberikan pengaruh yang nyata. Benih persilangan nomor 1 yang direndam
dalam air suhu 26 oC selama 7 hari (P0) merupakan perlakuan yang menghasilkan
potensi tumbuh maksimum terendah yaitu 11.1%.

Kecepatan Tumbuh
Kecepatan tumbuh merupakan salah satu tolok ukur vigor kekuatan tumbuh.
Kecepatan tumbuh benih kelapa sawit diamati setiap hari di ruang perkecambahan
selama 42 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan intensitas
perendaman dalam air memberikan pengaruh yang nyata terhadap kecepatan
tumbuh (Tabel 7). Kecepatan tumbuh tertinggi terdapat pada benih persilangan
nomor 5 yang direndam dalam air panas 80 oC selama 3x24 jam yang dilanjutkan
dengan perendaman air selama 6 hari (P4) yaitu 1.63 %/etmal dan tidak berbeda
nyata dengan benih persilangan nomor 2 yang direndam dalam air panas suhu 80
o
C selama 3x24 jam (P1) yaitu 1.46 %/etmal. Perlakuan perendaman benih dalam
berbagai konsentrasi giberelin tidak memberikan pengaruh yang nyata. Benih
persilangan nomor 1 yang direndam dalam air suhu 26 oC selama 7 hari (P0)
merupakan perlakuan yang menghasilkan kecepatan tumbuh terendah yaitu
0.23 %/etmal.
Tabel 7 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin
terhadap kecepatan tumbuh benih kelapa sawit
Intensitas perendaman dalam air

P0
P1
P2
P3
P4
Rata-rata

Konsentrasi giberelin
Rata-rata
(ppm)
0
50
100
-------------------%/etmal---------------0.20
0.21
0.28
0.23d
1.49
1.61
1.29
1.46a
0.40
0.46
0.54
0.47c
1.09
1.17
1.28
1.18b
1.57
1.56
1.74
1.63a
0.96
1.00
1.03

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf 1%, data
ditransformasi  x + 0.5

Persentase Benih Terserang Cendawan
Persentase benih terserang cendawan diamati selama proses perkecambahan
berlangsung. Benih yang terserang cendawan selama di ruang perkecambahan
dipisahkan dari tray perkecambahan agar cendawan tidak menyebar ke benih
lainnya. Hasil pengamatan persentase benih terserang cendawan pada Tabel 8
menunjukkan adanya interaksi antara perlakuan intensitas perendaman benih
dalam air dan konsentrasi giberelin. Pada konsentrasi giberelin 0 dan 50 ppm

17
persentase benih terserang cendawan tertinggi terdapat pada persilangan nomor 3
(P2) yaitu 5.3% dan 6.0%. Pada konsentrasi giberelin 100 ppm benih terserang
cendawan tertinggi terdapat pada persilangan nomor 4 (P3) yaitu 5.0%. Pada
perlakuan lainnya persentase benih terserang cendawan cenderung rendah yaitu
0.0-2.7%. Perlakuan P1 dan P4 menghasilkan daya berkecambah tertinggi. Akan
tetapi, persentase benih terserang cendawan pada perlakuan P1 lebih rendah (0.00.7%) dibandingkan dengan perlakuan P4 (2.3-2.7%).
Tabel 8 Pengaruh intensitas perendaman dalam air dan konsentrasi giberelin
terhadap persentase benih terserang cendawan
Intensitas perendaman dalam air
P0
P1
P2
P3
P4

Konsentrasi giberelin (ppm)
0
50
100
------------------%-----------------0.0 Ab
0.3 Ab
0.3 Ab
0.7 Ab
0.3 Ab
0.0 Ab
5.3 Aa
6.0 Aa
0.3 Bb
1.3 Bb
4.3 Aa
5.0 Aa
2.7 Aab
2.3 Aab
2.3 Aab

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf kapital pada baris atau huruf kecil pada kolom yang
sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf
5%, data ditransformasi  x + 5

Cendawan pada benih kelapa sawit biasanya muncul pada saat benih
dikecambahkan. Benih yang terserang cendawan dapat diakibatkan oleh
pencucian benih yang kurang bersih, permukaan cangkang benih yang berserabut
dan benih yang pecah sehingga memacu tumbuhnya cendawan. Pada saat
pengamatan ditemukan benih yang pecah sehingga memacu munculnya
perkembangan cendawan. Menurut Farhana et al. 2013, persentase benih kelapa
sawit yang terserang cendawan erat kaitannya dengan kadar air benih. Kadar air
benih yang tinggi cenderung meningkatkan persentase benih terserang cendawan.
Tabel 4 menunjukkan, rata-rata kadar air benih perlakuan P1 (17.9%) nyata lebih
rendah dibanding P4 (22.9%).

Intensitas Dormansi
Intensitas dormansi menggambarkan tingkat dormansi benih setelah
dilakukan perlakuan pematahan dormansi. Persentase intensitas dormansi yang
tinggi menunjukkan tingginya persentase benih yang tidak tumbuh setelah
dilakukan pematahan dormansi. Perlakuan intensitas perendaman dalam air
berpengaruh nyata terh

Dokumen yang terkait

Balok Laminasi dengan Kombinasi dari Batang Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) dan Kayu Mahoni (Swietenia Mahagoni.)

0 36 60

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)pada Berbagai Perbandingan Media Tanam Sludge dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di Pre Nursery

4 102 53

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis Guineensis Jacq.) Dengan Menggunakan Media Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di Main Nursery

10 98 74

Balok Laminasi Dengan Kombinasi Dari Batang Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Dan Kayu Mahoni (Swietenia Mahagoni)

1 41 71

Pengaruh Pemberian Limbah Kalapa sawit (Sludge) dan Pupuk Majemuk NPK Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guinsensis Jacq) di Pembibitan Awal

0 25 95

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Konsentrasi dan Interval Pemberian Pupuk Daun Gandasil D Pada Tanah Salin Yang Diameliorasi Dengan Pupuk Kandang

1 28 184

Studi Analisis Residu Klorpirifos dalam Minyak Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Menggunakan Kromatografi Gas dengan Detektor Penangkap Elektron

2 60 99

Pertumbuhan Mucuna Bracteata L. Dan Kadar Hara Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) Dengan Pemberian Pupuk Hayati

3 63 66

Perubahan Pola Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, Jacq) Dengan Pemberian ZPT Atonik Pada Media Campuran Pasir Dengan Blotong Tebu Di Pre Nursery

4 33 67

Pengaruh Perendaman dalam Air Panas dan Konsentrasi Ethephon terhadap Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

2 12 104