Efektivitas Program Pembiayaan Usaha Kecil Mikro BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) Usaha Mulya di Kelurahan Kota Baru Bekasi Barat

(1)

EFEKTIVITAS PROGRAM PEMBIAYAAN USAHA KECIL

MIKRO BMT (BAITUL MAAL WA TAMWIL) USAHA MULYA

DI KELURAHAN KOTA BARU BEKASI BARAT

Skripsi

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh:

QONITA LUTFIYAH

NIM: 109054000006

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1436 H/2014 M


(2)

(3)

(4)

i ABSTRAK

Qonita Lutfiyah

Efektivitas Program Pembiayaan Usaha Kecil Mikro BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) Usaha Mulya di Kelurahan Kota Baru Bekasi Barat

Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) adalah lembaga keuangan mikro syariah yang secara konsepsi dan secara nyata memang lebih fokus kepada masyarakat bawah yang miskin dan hampir miskin. BMT berupaya membantu pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, terutama bantuan permodalan.

BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) selain sebagai lembaga alternatif penyalur modal, juga memiliki misi, yaitu mewujudkan gerakan pembebasan anggota dan masyarakat dari belenggu rentenir, jerat kemiskinan, dan ekonomi ribawi, gerakan pemberdayaan meningkatkan kapasitas dalam kegiatan ekonomi riil, dan kelembagaan menuju tatanan perekonomian yang makmur dan maju serta gerakan keadilan membangun struktur masyarakat madani dan berlandaskan syariah.

Tujuan dari penelitian ini adalah; (1) untuk mengetahui tujuan dari program pembiayaan usaha kecil mikro, dan (2) mengetahui ketercapaian tujuan dari program pembiayaan usaha kecil mikro.

Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan efektivitas program BMT Usaha Mulya dalam pembiayaan usaha kecil mikro ini telah berhasil dan dapat dikatakan program tersebut efektif karena telah mencapai tujuannya. Dengan adanya program pembiayaan usaha kecil mikro ini, para anggota atau nasabah sangat terbantu, baik itu untuk permodalan usahanya, maupun dalam mengangsur pinjamannya yang tidak menggunakan sistem riba, melainkan dengan sistem syariah Islam yaitu bagi hasil yang sesuai nisbah yang disepakati, keuntungan selisih harga jual, dan ujrah atau upah. Sehingga para anggota dan nasabah dapat bermuamalah secara nyaman, penuh berkah dan terhindar dari praktik ribawi (rentenir).

Selain itu juga para anggota atau nasabah mengalami peningkatan perekonomiannya setelah mendapatkan program tersebut. Sehingga kehidupan para anggota atau nasabah menjadi sejahtera dan terbebas dari jerat kemiskinan.


(5)

ii

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, segala puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayangnya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.

Penulisan karya ilmiah dalam bentuk skripsi merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi Strata Satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Kebahagian yang tidak ternilai bagi penulis secara pribadi adalah dapat mempersembahkan hasil yang terbaik kepada kedua orang tua, seluruh keluarga dan pihak-pihak yang telah ikut andil dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Sebagai bentuk penghargaan yang tidak tertuliskan, penulis sampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Arief Subhan, MA, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Wati Nilamsari, M.Si, selaku Ketua Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.

4. Muhammad Hudri MA, Sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi.


(6)

iii

5. Nurul Hidayati, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan pengarahan serta membantu literatur dalam proses penyelesaian tugas akhir ini.

6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi beserta jajarannya, yang senantiasa memberikan ilmu, membimbing, dan memberikan pengarahan selama perkulihan.

7. Pihak BMT Usaha Mulya yang telah banyak membantu dalam memperoleh data dan informasi yang penulis butuhkan dalam penyusunan skripsi.

8. Bapak dan Ibu tercinta, H. Sukardi dan Hj. Tati Taryati, serta kakak dan adikku Noor Kamila dan Muhammad Haykal terima kasih atas dukungan moril dan materiil dalam menempuh studi.

9. Sahabat dan teman-teman seperjuagan Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Angkatan 2009, yang terus memberikan dukungan dan suport dalam proses penyelesaian tugas akhir skripsi ini.

Semoga Allah SWT akan selalu melimpahkan rahmat dan balasan yang tiada tara kepada semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini. Akhirnya, dengan harapan semoga penyusunan skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 27 Oktober 2014

Qonita Lutfiyah NIM: 109054000006


(7)

iv DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

D. Metode Penelitian ... 9

E. Tinjauan Pustaka ... 12

F. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II LANDASAN TEORI A. Efektivitas ... 16

1. Pengertian Efektivitas ... 16

2. Pendekatan Efektivitas ... 17

B. BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) ... 18

1. Pengertian BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) ... 18

2. Prinsip BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) ... 20

3. Kegiatan Usaha BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) ... 21


(8)

v

1. Pengertian Pemeberdayaan Mayarakat ... 23

2. Tahapan-Tahapan Pemberdayaan Masyarakat ... 25

D. Pembiayaan atau Penyaluran Dana ... 28

1. Definisi Pembiayaan ... 28

2. Jenis-Jenis Pembiayaan atau Penyaluran Dana ... 30

E. Usaha Kecil Mikro ... 37

1. Pengertian Usaha Kecil Mikro ... 37

2. Fungsi dan Peran Usaha Kecil Mikro ... 39

BAB III GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum BMT Usaha Mulya ... 41

1. Latar Belakang BMT Usaha Mulya ... 41

2. Visi dan Misi BMT Usaha Mulya ... 42

3. Identitas BMT Usaha Mulya ... 42

4. Struktur Organisasi BMT Usaha Mulya ... 43

5. Produk dan Pelayanan BMT Usaha Mulya ... 43

B. Gambaran Lokasi Penelitian ... 47

1. Letak Geografis Kelurahan Kota Baru ... 47

2. Keadaan Penduduk Kelurahan Kota Baru ... 48

BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS LAPANGAN A. Tujuan Program Pembiayaan Usaha Kecil Mikro BMT Usaha Mulya ... 50

B. Ketercapaian Tujuan Program Pembiayaan Usaha Kecil Mikro BMT Usaha Mulya ... 57


(9)

vi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 69

B. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73


(10)

vii

DAFTAR TABEL

1. Tabel 1 Daftar Informan atau Responden ... 10 2. Tabel 2 AngsuranPembiayaan untuk Usaha Produktif dan Konsumtif ... 53 3. Tabel 3 Output dan Outcome berdasarkan Tujuan Program


(11)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang sempurna diturunkan oleh Allah SWT dimuka bumi untuk menjadi rahmatan lil ‘alamiin ( rahmat bagi seluruh alam). Islam adalah satu-satunya agama Allah SWT yang memberikan panduan yang lugas dan dinamis terhadap aspek kehidupan manusia kapan saja dan dalam berbagai situasi, di samping itu mampu menghadapi dan menjawab berbagai macam tantangan pada setiap zaman.1

Islam mengatur tatanan hidup dengan sempurna, tidak hanya mengatur masalah ibadah seseorang kepada Tuhannya, tetapi juga mengatur masalah muamalah yaitu hubungan dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan makhluk lain dan dengan alam sekitarnya, seperti sosial budaya, pertanian, teknologi dan tidak terkecuali di bidang ekonomi. Islam memandang penting persoalan ekonomi, hal ini dikarenakan ekonomi merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak dapat dipisahkan, namun bukanlah merupakan tujuan akhir dari kehidupan ini melainkan sebagai sarana untuk mencapai tujuan yang lebih baik. Setiap manusia memiliki kebutuhan pokok, yaitu kebutuhan sandang, pangan dan papan.2

Kondisi ekonomi masyarakat yang lemah menuntut adanya jalan keluar. Karena kondisi ekonomi masyarakat yang kurang baik, dapat menimbulkan

1

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 4.

2

Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 30.


(12)

2

dampak negatif terhadap kelangsungan hidup bermasyarakat, dampak negatif itu diantaranya meningkatnya pengangguran, banyaknya anak yang putus sekolah, masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti sandang, pangan dan papan.

Dampak negatif tersebut mengakibatkan krisis ekonomi yang melanda bangsa Indonesia sangat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Terutama lapisan masyarakat menengah ke bawah.

Kemiskinan merupakan masalah kronis yang melanda bangsa Indonesia. Ekonomi Islam memandang bahwa kemiskinan identik dengan penderitaan, kesengsaraan, ketidakadilan, perputaran harta yang hanya pada sebagian golongan dan tidak produktif. Hal ini tentu saja bertentangan dengan tujuan dari ekonomi Islam yaitu untuk mencapai falah (kebahagiaan), tentunya dengan memperhatikan kemaslahatan ummat.

Kesejahteraan hidup merupakan dambaan setiap manusia. Masyarakat yang sejahtera tidak akan terwujud jika para anggotanya hidup dalam keadaan miskin. Oleh karena itu, kemiskinan harus dihapuskan karena merupakan bentuk ketidaksejahteraan yang menggambarkan suatu kondisi yang serba kurang dalam memenuhi kebutuhan.3

Salah satu upaya untuk menanggulangi kemiskinan adalah dengan memutuskan mata rantai kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok melalui pengembangan microfinance, yakni suatu model penyediaan jasa keuangan bagi masyarakat yang memiliki usaha sadar pada sektor paling kecil yang tidak dapat mengakses bank karena berbagai keterbatasannya.

3

Yusuf Qardhani, Kiat Islam Mengentaskan Kemiskinan ( Jakarta: Gema Insani Press, 1995), h. 32.


(13)

3

Untuk mengatasi permasalahan yang ada, dibutuhkannya suatu upaya pemberdayaan masyarakat untuk merubah keadaan yang lebih baik lagi. Memberdayakan masyarakat juga ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dan kesatuan yang mengarahkan diri sendiri. Dengan demikian pemberdayaan masyarakat adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.

Sebagai tujuan maka pemberdayaan masyarakat menunjuk kepada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial.4 Sedangkan pemberdayaan menurut Islam ialah sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model pemecahan masalah ummat dalam bidang sosial, ekonomi dan lingkungan dalam perspektif Islam.

Upaya mengentaskan kemiskinan ini dapat dilakukan antara lain dengan memutus mata rantai kemiskinan itu sendiri, diantaranya adalah dengan penguatan berbagai aspek di sektor Usaha Kecil, Mikro dan Menengah (UMKM) yang pada dasarnya merupakan bagian dari masyarakat miskin yang mempunyai kemauan dan kemampuan produktif. Arti penting UMKM tidak terbantahkan lagi karena ia merupakan penyumbang lapangan pekerjaan terbesar perekonomian Indonesia. Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut, maka pemberdayaan UMKM

4

Siti Fatimah, ed., Masyarakat Berdaya: Jurnal Kajian Islam dan Pemberdayaan Masyarakat (Surabaya: PMI Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, 2013) h.3.


(14)

4

menjadi sesuatu yang niscaya dan perlu dilakukan, karena melalui penguatan UMKM diyakini akan dapat dicapai pemulihan ekonomi.5

Tanpa akses yang tetap pada Lembaga Keuangan Mikro (LKM) hampir seluruh rumah tangga miskin akan menggantungkan pembiayaan pada kemampuan sendiri yang sangat terbatas atau pada kelembagaan keuangan informal (rentenir) yang membatasi kelompok miskin untuk berpartisipasi dan mendapat manfaat dari kegiatan pembangunan. Secara khusus, LKM juga dapat menjadi jalan efektif dalam membantu dan memberdayakan perempauan yang menjadi bagian terbesar dari masyarakat miskin sekaligus juga berpotensi dan berperan besar untuk meningkatkan ekonomi keluarga.6

Oleh karena itu dibentuklah lembaga-lembaga simpan-pinjam yang disebut Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Soedjito mengungkapkan Melalui BMT, masyarakat miskin dan pedagang kecil akan dilepaskan dari jeratan sistem riba (bunga), dan mengalihkannya kepada sistem ekonomi Islam yang disebut dengan bagi hasil. BMT mendapatkan respon positif dari masyarakat, karena BMT tergolong lebih lincah dan fleksibel, karena tidak fully regulated. Hal ini menyebabkan konsep BMT dapat dihadirkan di lingkungan masyarakat kecil.

Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) adalah lembaga keuangan mikro syariah yang memiliki dua fungsi, fungsi sosial dan fungsi bisnis. Dalam fungsi sosialnya BMT lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dan penyaluran dana non profit, seperti zakat, infak dan shodaqah. Sedangkan fungsi bisnis tertuju pada usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersil. Usaha-usaha tersebut menjadi

5

Dr. Euis Amalia, M.Ag., Keadilan Distributid dalam Ekonomi Islam (Jakarta: rajawali Press, 2009), h. 7.

6


(15)

5

bagian yang tidak terpisahkan dari BMT sebagai lembaga pendukung ekonomi masyarakat kecil dengan berlandaskan syariah.7

Dewasa ini lembaga keuangan mikro berkembang pesat dan menjamur dimana-mana serta menawarkan berbagai produk yang dibutuhkan masyarakat. Lembaga keuangan mikro baik syariah maupun konvensional kini hadir sebagai jawaban bagi masyarakat kecil untuk memperoleh bantuan modal usahanya, karena lembaga keuangan formal seperti bank tidak mampu melayani.

BMT Usaha Mulya merupakan salah satu dari sekian BMT yang kian merebak di Indonesia, khususnya BMT tersebut berdiri di Kecamatan Bekasi Barat khususnya di Kelurahan Kota Baru. Sebagaimana umumnya BMT, BMT Usaha Mulya juga sebagai lembaga keuangan mikro syariah menerima tabungan dari masyarakat untuk dikelola menjadi usaha-usaha produktif dan tepat guna bagi pengembangan ekonomi ummat seperti perdagangan, argi-bisnis (pertanian), percetakan, dan lain-lain. Di samping itu, BMT Usaha Mulya juga melayani pinjaman modal bagi masyarakat yang ingin mengembangkan usahanya, atau membuka usaha khususnya unit usaha ekonomi kecil.

Kehadiran BMT Usaha Mulya di Kelurahan Kotabaru Bekasi Barat diharapkan mampu menanggulangi masalah permodalan yang dialami oleh pengusaha kecil mikro, sehingga distribusi modal dan pendapatan dapat dirasakan masyarakat kecil yang tidak tersentuh oleh kebijakan pemerintah. BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) selain sebagai lembaga alternatif penyalur modal, juga memiliki misi, yaitu mewujudkan gerakan pembebasan anggota dan masyarakat dari belenggu rentenir, jerat kemiskinan, dan ekonomi ribawi, gerakan

7

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Deskripsi dan Ilustrasi (Yogyakarta: Ekonisia Kampus Fakultas Ekonomi UII, 2007) Edisi Kedua, h. 96.


(16)

6

pemberdayaan meningkatkan kapasitas dalam kegiatan ekonomi riil, dan kelembagaan menuju tatanan perekonomian yang makmur dan maju serta gerakan keadilan membangun struktur masyarakat madani dan berlandaskan syariah.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis bermaksud untuk mengkaji ini dengan melakukan penelitian yang dituangkan dalam sebuah skripsi dengan judul

Efektivitas Program Pembiayaan Usaha Kecil Mikro BMT (Baitul Maal Wa

Tamwil) Usaha Mulya di Kelurahan Kota Baru Bekasi Barat”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya pembahasan mengenai pemberdayaan usaha kecil mikro, maka perlu adanya pembatasan masalah. Pembatasan masalah ini diharapkan agar pembahasan tidak terlalu meluas dan agar terarah.

Adapun pembatasan pada pembahasan skripsi ini adalah efektivitas program lembaga keuangan mikro BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) Usaha Mulya dalam pembiayaan usaha kecil mikro.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dideskripsikan tersebut, pokok masalah yang dihadapi adalah permasalahan ekonomi ummat, masih banyak masyarakat di sekitar kita yang terjerat dengan rentenir, tidak adanya lembaga yang dapat membantu untuk meningkatkan pendapatan mereka, tidak punya posisi tawar dengan pihak lain dan kondisi-kondisi lainnya yang serba tidak menguntungkan bagi masyarakat kecil. Maka apakah dengan adanya lembaga keuangan mikro BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) dapat digunakan sebagai alternatif untuk meningkatkan taraf ekonomi ummat dan membantu


(17)

7

dalam mengembangkan usaha kecil mikro di tengah-tengah masayarakat kita saat ini, adapun selanjutnya dapat penulis rumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Apa tujuan yang dimiliki BMT Usaha Mulya dalam program pembiayaan usaha kecil mikro tersebut ?

b. Apakah program pembiayaan usaha kecil mikro yang dilakukan oleh BMT Usaha Mulya telah mencapai tujuannya ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui tujuan yang dimiliki BMT Usaha Mulya dalam program pembiayaan usaha kecil mikro tersebut.

b. Untuk mengetahui ketercapaian tujuan program pembiayaan usaha kecil mikro yang dilakukan oleh BMT Usaha Mulya.

2. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta kontribusi yang baik bagi praktisi maupun akademisi diantaranya:

a. Bagi penulis, penelitian ini dapat bernilai lebih untuk menambah dan memperluas wawasan atau ilmu pengetahuan serta pengalaman di dalam praktik pemberdayaan ekonomi ummat yang dijalankan oleh BMT Usaha Mulya, dimana penulis dapat menerapkan teori-teori yang diperoleh selama di bangku perkuliahan.

b. Bagi akademisi, diharapkan hasil penelitian ini mampu memberikan sumbangan pemikiran baru bagi ilmu pemberdayaan masayarakat pada umumnya dan contoh lembaga keuangan dengan landasan


(18)

8

syari’ah pada khususnya, serta menjadi rujukan penelitian selanjutnya tentang efektivitas program pemberdayaan melalui pembiayaan usaha kecil mikro yang dilakukan oleh lembaga keuangan mikro BMT (Baitul Maal Wa Tamwil).

c. Bagi praktisi, diharapkan hasil penelitian ini bisa memberikan kajian yang menarik dan dapat menambah wawasan keilmuan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

d. Adapun bagi pihak BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) Usaha Mulya, dapat dijadikan sebagai catatan atau koreksi untuk tetap memepertahankan dan meningkatkan kinerja lembaga yang sudah baik, sekaligus memperbaiki kelemahan dan kekurangan yang ada.

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Dalam pendekatan ini, penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif, yaitu kegiatan pengumpulan dan menganalisis yang mana dipergunakan sebagai bahan menjawab permasalahan yang diteliti. Metode penelitian kualitatif yaitu jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kuatifikasi.

Meminjam salah satu definisi penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif, Kirk dan Miller menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya. Kemudian Bogdan dan Taylor


(19)

9

mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang perilaku yang dapat diamati.8

2. Sumber Data

a. Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari sumber data atau dari hasil penelitian lapangan. Untuk mendapatkan data premier ini, penulis mengadakan observasi (pengamatan) serta wawancara kepada pengurus dan mitra binaan BMT Usaha Mulya.

b. Sekunder, yaitu data yang diperoleh melalui studi dokumentasi yang ada hubungannya dengan pembahasan skripsi ini. Dalam penelitian ini, penulis melakukan studi kepustakaan (Library Research) yaitu dengan mempelajari buku kepustakaan, literatur, bulletin, serta materi kuliah yang berkaitan erat dengan pembahasan masalah ini.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kota Baru Bekasi Barat. Lokasi ini dipilih karena diperkirakan cukup data untuk menunjang penelitian.

4. Subyek dan Obyek Penelitian

Subyek dalam penelitian ini adalah pihak penyelenggara program pembiayaan usaha kecil mikro, yakni BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) Usaha Mulya. Sedangkan yang menjadi obyek penelitian dalam karya ilmiah ini adalah efektivtas program pembiayaan usaha kecil mikro BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) Usaha Mulya.

8

Nurul Hidayati, S. Ag., Metodologi Penelitian Dakwah dengan Pendekatan Kualitatif (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), Cet 1, h.8.


(20)

10

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah:

a. Interview (Wawancara)

Metode interview adalah metode pencarian data dengan melakukan wawancara, yaitu cara untuk mengumpulkan data dengan mengajukan berbagai macam pertanyaan yang dipersiapkan oleh peneliti dan diajukan kepada seseorang mengenai topik penelitian secara langsung dan peneliti merekam jawaban-jawabannya sendiri.9

Dalam penelitian ini peneliti mengadakan wawancara dengan pengurus dan beberapa nasabah BMT Usaha Mulya. Wawancara tersebut dilakukan berkali-kali agar peneliti mendapatkan data yang akurat. Informan dari kajian ini berjumlah 8 (delapan) orang, 2 (dua) oranf dari pengurus BMT Usaha Mulya dan 6 (enam) orang dari nasabah BMT Usaha Mulya, berikut daftar informan atau responden:

Tabel 1

Daftar Informan atau Responden

No Nama Responden Keterangan

1) Bapak Edy Purwanto, SE Ketua Pelaksana BMT 2) Ari Rosliana Teller BMT

3) Ibu Yanti Usaha warung kelontong 4) Ibu Adi Pedagang es kelapa

5) Ibu Nur Buruh cuci

6) Bapak Aqub Pedagang soto mie 7) Ibu Esti Usaha warung kelontong

8) Pak Nur Usaha Salon

9

Prof. Dr. Emzir, M.Pd., Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data (Jakarta: Rajawali Press, 2010, h.50.


(21)

11 b. Observasi (Pengamatan)

Metode observasi merupakan metode pengamatan yang didukung dengan pengumpulan dan pencatatan data secara sistematis terhadap obyek yang akan diteliti. Observasi atau pengamatan dapat didefinisikan sebagai perhatian yang terfokus terhadap kejadian, gejala atau sesuatu.10

Dalam penelitian ini metode observasi digunakan agar pokok permasalah yang ada, dapat diteliti secara langsung pada BMT Usaha Mulya. Pengumpulan data dengan teknik ini dengan mengandalkan pengamatan langsung dengan obyek penilitian.

c. Dokumentasi

Dalam sebuah penelitian lapangan dibutuhkan berbagai data sebagai dokumen pendukung, sehingga metode dokumentasi sangat perlu untuk mencari data yang terkait dengan berbagai hubungan atau variabel, berupa buku-buku, majalah, makalah, dan lain sebagainya. Dokumentasi ini digunakan untuk memperkuat terhadap hasil observasi dan wawancara.

6. Analisa Data

Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka. Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan,

10


(22)

12

membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditransformasi dalam bentuk angka). Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif.11

7. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Ada 3 (tiga) teknik yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan keabsahan data, diantaranya :

a. Memperpanjang masa pengamatan. Hal ini memungkinkan peningkatan derajat kepercayaan data yang dikumpulkan, bisa mempelajari kebudayaan dan dapat menguji informasi dari responden, dan untuk membangun kepercayaan responden terhadap peneliti dan juga kepercayaan diri peneliti sendiri.

b. Pengamatan yang terus-menerus. Dilakukan untuk menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang sedang diteliti, serta memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara rinci.

c. Triangulasi. Pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Triangulasi dilakukan dengan sumber data dan penelitian atau pengamat lain.12

E. Tinjauan Pustaka

Berdasarkan dalam melakukan penelitian terhadap Efektivitas Program

Pembiayaan Usaha Kecil MikroBMT (Baitul Maal Wa Tamwil) Usaha Mulya

11

Imam Gunawan, Metodologi Penelitian Kualitatif :Teori dan praktik (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 3013) , h. 87.

12

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 330.


(23)

13

di Kelurahan Kota Baru Bekasi Barat, maka perlu kiranya dilakukan telaah

terhadap penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Hal ini dimaksudkan untuk melihat relevansi dan sumber-sumber yang akan dijadikan rujukan dalam penelitian ini dan sekaligus sebagai upaya duplikasi terhadap penelitian ini.

Penelitian yang berkaitan dengan efektivitas program pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian-penelitian tersebut diantaranya adalah Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh :

1. Fanny Nur Oktaviana, “Evaluasi Program Baitul Maal Wa Tamwil Ar- Ridho dalam Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat di Kelurahan

Pisangan Kecamatan Ciputat Timur”. Skripsi ini disusun oleh Mahasiswa

Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam tahun 2010 ini, merumuskan permasalahannya pada tujuan yang telah dicapai oleh BMT Ar-Ridho melalui program simpan-pinjam mudharobah, pengaruh program tersebut terhadap peningkatan ekonomi masyarakat, dan hasil jangka panjang dari program simpan-pinjam mudharobah BMT Ar-Ridho.

2. Sherly Risnawati, “Evaluasi Hasil Program Simpan Pinjam Koperasi Karyawan Perum Pegadaian “Budi Setia” dalam Pemberdayaan

Ekonomi Karyawan”. Skripsi ini disusun oleh Mahasiswa Fakultas Ilmu

Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam tahun 2010 ini, merumuskan permasalahannya pada tujuan yang telah dicapai oleh Koperasi Karyawan Perum Pegadaian “Budi Setia” melalui program simpan-pinjam, pengaruh program tersebut terhadap peningkatan ekonomi


(24)

14

masyarakat, dan hasil jangka panjang yang nampak dari program simpan-pinjam Koperasi Karyawan Perum Pegadaian “Budi Setia”.

Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian kali ini mengambil pembahasan dengan obyek penelitiannya adalah efektivitas program pembiayaan kecil mikro BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) Usaha Mulya di Kelurahan Kota Baru Bekasi Barat.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini dalam penulisannya akan dibagi menjadi 5 (lima) bab, dan masing-masing bab akan dibagi lagi menjadi sub-sub bab, yaitu sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN, yang berisi tentang latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : LANDASAN TEORI, yang berisi tentang kajian teoritis

yang terdiri dari teori efektivitas, teori BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) teori pemberdayaan masyarakat, teori pembiayaan dan teori usaha kecil mikro.

BAB III : GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN, yang

berisi tentang gambaran umum BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) Usaha Mulya yaitu latar belakang berdirinya BMT Usaha Mulya, visi, misi dan tujuan BMT Usaha Mulya, struktur organisasi BMT Usaha Mulya, dan produk dan pelayanan BMT Usaha Mulya. Selain itu gambaran umum lokasi penelitian dari segi letak geografis dan batasan


(25)

15

wilayah, keadaan penduduk Kelurahan Kota Baru Bekasi Barat.

BAB IV : TEMUAN DAN ANALISIS LAPANGAN, yang berisi

tentang tujuan program pembiayaan usaha kecil mikro BMT Usaha Mulya, dan ketercapaian tujuan program pembiayaan usaha kecil mikro BMT Usaha Mulya.


(26)

16 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Efektivitas

1. Pengertian Efektivitas

Suatu organisasi secara keseluruhannya dalam kaitannya dengan efektivitas adalah mencapai tujuan organisasi. Jika tiap-tiap individu berperilaku atau bekerja efektif dalam mencapai tujuannya, maka kelompok dimana ia menjadi anggota juga efektif dalam mencapai tujuan, organisasi itu juga efektif mencapai tujuan. Efektivitas berbeda dengan efisiensi. Efisiensi adalah pengorbanan untuk mencapai tujuan. Dimana semakin kecil pengorbanannya dalam mencapai tujuan, maka dikatakan efisiensi. Sedangkan efektivitas adalah ukuran sejauh mana tujuan organisasi dapat dicapai.1

Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang dijalankannya. Efektivitas merupakan suatu ukuran yang dapat menunjukkan suatu program tersebut berhasil atau tidak. Efektivitas menunjukan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan.2

Suatu efektivitas dilihat berdasarkan pencapaian hasil atau pencapaian dari suatu tujuan. Efektivitas berfokus kepada outcome (hasil) dari suatu

1

Soehardi Sigit, Esensi Perilaku Organisasional (Yogyakarta: BPFE Universitas Sarjanawiyata Taman Siswa, 2003), h. 1.

2

Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2001), h. 24.


(27)

17

program atau kegiatan, yang dinilai efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan.3

2. Pendekatan Efektivitas

Menurut Martani dan Lubis ada tiga pendekatan dalam mengukur efektivitas organisasi, yaitu:

1. Pendekatan Sumber (Resource Approach) yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

2. Pendekatan Proses (Process Approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi.

3. Pendekatan Sasaran (Goals Approach) dimana pusat perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana. Pendekatan inilah yang akan digunakan peneliti dalam menjawab permasalahan yang diteliti.

Steers mengemukakan bahwa efektivitas bersifat abstrak, oleh karena itu hendaknya efektivitas tidak dipandang sebagai keadaan akhir akan tetapi merupakan proses yang berkesinambungan dan perlu dipahami bahwa komponen dalam suatu program saling berhubungan satu sama lain dan bagaimana berbagai komponen ini memperbesar kemungkinan berhasilnya program.4

3

Jhon M. Ivancevich, 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi, (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 23.

4

Lubis, S.B. Hari dan Martani Huseini, Pengantar Teori Organisasi: Suatu Pendekatan Makro (Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi: FISIP UI, 1987), h. 55.


(28)

18

B. BMT (Baitul Maal Wa Tamwil)

1. Pengertian BMT (Baitul Maal Wa Tamwil)

Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) adalah lembaga keuangan mikro syariah yang secara konsepsi dan secara nyata memang lebih fokus kepada masyarakat bawah yang miskin dan hampir miskin. BMT berupaya membantu pengembangan usaha mikro dan usaha kecil, terutama bantuan permodalan. Untuk melancarkan usaha membantu permodalan tersebut, yang biasa dikenal dengan istilah pembiayaan (financing).

BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi uatama, yaitu:

1. Baitul Maal (rumah harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.

2. Baitul Tamwil (rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.5

Sebagai Bait al-Maal, BMT berfungsi sebagai pengemban amanah, serupa amil zakat, menyalurkan bantuan dana secara langsung kepada pihak yang berhak menerima dan membutuhkan. Adapun bentuk penyaluran dana atau bantuan yang diberikan cukup beragam. Ada yang murni sifatnya hibah dan ada juga yang merupakan pinjaman bergulir tanpa dibebani biaya dalam pengembaliannya. Hibah bisa berupa bantuan langsung untuk kebutuhan

5

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 445.


(29)

19

hidup yang mendesak dan darurat dan bagi mereka yang sangat membutuhkan, diantaranya; bantuan berobat, baiaya sekolah, sumbangan bagi korban bencana dan lain-lainnya.yang bersifat pinjaman bergulir biasa diberikan sebagai modal produktif untuk melakukan usaha.

Sebagai Bait at-Tamwil, BMT terutama berfungsi sebagai suatu lembaga keuangan syariah yang melakukan upaya penghimpunan dan penyaluran dana berdasarkan prinsip syariah. Prinsip tersebut yang sering digunakan adalah sistem bagi hasil yang adil. Kebanyakan BMT berupaya menjalankan fungsi keuangan syariah tersebut secara profesional dan patuh pada syariah Islam.6

Secara umum profil BMT dapat dirangkum dalam butir-butir berikut: 1. Tujuan BMT, yaitu meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk

kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. 2. Visi BMT, yaitu menjadi lembaga keuangan yang mandiri, sehat dan kuat,

yang kualitas ibadah anggotanya meningkat sedemikian rupa sehingga mampu berperan menjadi wakil pengabdi Allah, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.

3. Misi BMT, yaitu mewujudkan gerakan pembebasan anggota dan masyarakat dari belenggu rentenir, jerat kemiskinan dan ekonomi ribawi, gerakan pemberdayaan meningkatkan kapasitas dalam kegiatan ekonomi riil dan kelembagaannya menuju tatanan perekonomian yang makmur dan maju dan gerakan keadilan membangun struktur masyarakat madani yang

6

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 89.


(30)

20

adil dan berkemakmuran berkemajuan, serta makmur maju berkeadilan berlandaskan syariah dari ridho Allah SWT.7

Salah satu tonggak penting gerakan BMT adalah didirikannya Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) pada tahun 1995 oleh Ketua Umum MUI, Ketua Umum ICMI, dan Direktur Utama Bank Muamalat Indonesia. PINBUK memperkenalkan serta mempopulerkan istilah BMT (Baitul Maal wa Tamwil). PINBUK pula yang paling giat mendorong pendirian BMT di wilayah, disertai dengan bantuan teknis untuk hal tersebut.8

2. Prinsip BMT (Baitul Maal Wa Tamwil)

Ada tiga prinsip yang dilaksanakan oleh BMT dalam fungsinya sebagai Baitut Tamwil, yaitu:

1. Prinsip Bagi Hasil

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pemodal dengan pengelola dana. Pembagian bagi hasil ini dilakukan antara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dan penyedia dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah Mudharabah dan Musyarakah.

2. Prinsip Jual Beli dengan Keuntungan (Mark-up)

Prinsip ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaanya BMT mengangkat nasabah sebagai agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kemudian BMT bertindak sebagai penjual, menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga

7

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 449.

8

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 92.


(31)

21

sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin Mark-up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga kepada penyedia atau penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalah Murabahah dan Bai’ Bitsaman Ajil.

3. Prinsip non Profit

Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebijakan, prinsip ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented. Sumber dana untuk pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya (non cost of money) tidak seperti bentuk-bentuk pembiayaan tersebut diatas. Bentuk produk prinsip ini adalah pembiayaan Qordul Hasan.9

3. Kegiatan Usaha BMT (Baitul Maal Wa Tamwil)

Dalam operasionalnya, BMT dapat menjalankan berbagai jenis kegiatan usaha, baik yang berhubungan dengan keuangan maupun non-keuangan. Adapun jenis-jenisusaha BMT yang berhubungan dengan keuangan dapat berupa:

1. BMT memobilisasi dana dengan mengembangkannya dalam aneka simpanan sukarela (semacam tabungan umum) dengan berasaskan akad mudharabah dari anggota bentuk:

a. Simpanan Biasa b. Simpanan Pendidikan c. Simpanan Haji d. Simpanan Umrah e. Simpanan Qurban f. Simpanan Idul Fitri g. Simpanan Walimah

9

Jamal Lulail Yunus, Manajemen Bank Syari’ah (Malang: UIN-Malang Press, 2009), h. 36-38.


(32)

22 h. Simpanan Aqiqah

i. Simpanan Perumahan (pembangunan dan perbaikan) j. Simpanan Kunjungan Wisata

k. Simpanan Mudharabah Berjangka

2. Kegiatan pembiayaan atau kredit usaha kecil bawah (mikro) dan kecil, antara lain dapat berbentuk:

a. Pembiayaan Mudharabah, yaitu pembiayaan total dengan menggunakan mekanisme bagi hasil.

b. Pembiayaan Musyarakah, yaitu pembiayaan bersama dengan menggunakan mekamisme bagi hasil.

c. Pembiayaan Murabahah, yaitu pemilikan suatu barang tertentu yang dibayar pada saat jatuh tempo.

d. Pembiayaan Bai’ bi Tsaman Ajil, yaitu pemilikan suatu barang tertentu dengan mekanisme pembayaran cicilan.

e. Pembiayaan Qard al Hasan, yaitu pinjaman tanpa adanya tambahan pengembalian kecuali sebatas biaya administrasi.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa BMT memiliki peluang cukup besar dalam ikut berperan mengembangkan ekonomi yang berbasis pada ekonomi kerakyatan. Hal ini disebabkan karena BMT ditegakkan di atas prinsip syariah yang lebih memberikan kesejukan dalam memberikan ketenangan baik bagi para pemilik dana maupun kepada para pengguna dana.10

10

Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 460.


(33)

23

C. Pemberdayaan Masyarakat

1. Pengertian dan Tujuan Pemeberdayaan Mayarakat

Konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian community development (pembangunan masyarakat) dan community-based development (pembangunan yang bertumpu pada masyarakat), dan tahap selanjutnya muncul istilah community-driven development yang diterjemahkan sebagaipembangunan yang diarahkan kepada masyarakat atau diistilahkan pembangunan yang digerakkan masyarakat.11

Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Pemberdayaan masyarakat berarti melakukan perubahan ke arah yang lebih baik yang identik dengan pembangunan yang berarti perubahan kemajuan atau progress yaitu peningkatan bidang-bidang kehidupan yang memang diarahkan kepada tujuan yang hendak dicapai. Pemberdayaan identik pula dengan melakukan pengembangan sumber daya manusia, yang tidak sekedar membentuk manusia profesional dan terampil yang sesuai dengan kebutuhan sistem untuk dapat memberikan kemampuan (power) manusia untuk mengaktualisasikan segala potensi yang ada.12

Pemberdayaan merupakan upaya yang dimulai dengan menciptakan diri mereka memperoleh akses yang paling mudah, serta dengan cara yang cepat guna untuk meningkatkan kualitas hidup mereka. Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia memiliki potensi yang dapat

11

Randy R Wihatnolo dan Rian Nugroho Dwidjowijoto, Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat (Jakarta: Gramedia, 2007), h. 75.

12

Siti Fatimah, ed., Masyarakat Berdaya: Jurnal Kajian Islam dan Pemberdayaan Masyarakat, (Surabaya: PMI Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel, 2013) h.3.


(34)

24

dikembangkan. Artinya tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa daya itu dengan mendorong, memotivasi, yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya.

Sedangkan pemberdayaan menurut Islam ialah sistem tindakan nyata yang menawarkan alternatif model pemecahan masalah umat dalam bidang sosial, ekonomi dan lingkungan dalam perspektif Islam.13 Beberapa ahli di bawah ini mengemukakan definisi pemberdayaan dilihat dari tujuan, proses, dan cara pemberdayaan:

a. Pemberdayaan menurut Ife bertujuan untuk meningkatkan kekuasaan orang-orang yang lemah atau tidak beruntung.

b. Pemberdayaan menurut Parsons adalah sebuah proses dengan mana orang-orang menjadi cukup kuat untuk berpartisipasi dalam berbagai pengontrolan atas dan mempengaruhi terhadap kejadian-kejadian serta lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupannya. Pemberdayaan menekankan bahwa orang memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan kekuasaan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupannya dan kehidupan orang lain yang menjadi perhatiannya.

c. Pemberdayaan menurut Swift dan Levin menunjuk pada usaha pengalokasian kembali kekuasaan melalui pengubahan stuktur sosial. d. Pemberdayaan menurut Rappaport adalah suatu cara dengan mana rakyat,

organisasi, dan komunitas diarahkan agar mampu menguasai (atau berkuasa atas) kehidupannya.

13Nanih Machendrawati dan Agus Ahmad Safe’i,

Pengembangan Masyarakat Islam (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), h. 29.


(35)

25

Dengan demikian, pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat.

Sebagai tujuan, pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memilki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya. Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.14

2. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat

Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam proses pemberdayaan, yaitu:

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan ini di dalamnya tahap (a) penyiapan petugas dan (b) penyiapan lapangan. Penyiapan petugas dalam hal ini adalah sebagai tenaga community worker, merupakan prasyarat suksesnya suatu pemberdayaan masyarakat. Sedangkan tahap penyiapan lapangan, petugas (community worker) melakukan studi kelayakan terhadap daerah yang akan dijadikan sasaran, baik dilakukan secara formal maupun informal.

14

Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memeberdayakan Rakyat:Kajian Strategis Pembangunan Kesejahtraan Sosial dan Pekerja Sosial (Bandung: PT refika Aditama, 2005), h. 59-60.


(36)

26 2. Tahap Assessment

Proses assesssment yang dilakukan di sini dengan mengidentifikasi masalah (kebutuhan yang dirasakan) dan juga sumber daya yang dimiliki klien. Di samping itu dalam proses penilaian (assessment) ini dapat pula digunakan teknik SWOT, dengan melihat Kekuatan (Strenght), Kelemahan (Weaknesses), Kesempatan (Opportunities), dan Ancaman (Threat). Dalam proses assessment ini masyarakat sudah dilibatkan secara aktif agar mereka dapat merasakan bahwa permasalahan yang keluar dari pandangan mereka sendiri.

3. Tahap Perencanaan Alternatif Program atau Kegiatan

Pada tahap ini petugas (community worker) secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi dan bagaimana cara mengatasinya. Dalam upaya mengatasi permasalahan yang ada, masyarakat diharapkan dapat memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat mereka lakukan. 4. Tahap Pemformulasian Rencana Aksi

Pada tahap ini agen perubahan (community worker) membantu masing-masing kelompok masyarakat untuk memformulasikan gagasan mereka dalam bentuk tertulis, terutama bila ada kaitannya dengan pembuatan proposal kepada pihak penyandang dana. Dalam tahap ini diharapkan community worker dan masyarakat sudah dapat membayangkan dan menuliskan tujuan jangka pendek apa yang akan mereka capai dan bagaimana mencapai tujuan tersebut.


(37)

27

Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling krusial (penting) dalam proses pemberdayaan masyarakat, karena sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik dapat melenceng dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerja sama antara petugas dan warga masyarakat, maupun kerja sama antar warga. Jadi kerja sama antar sesama sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan program untuk mencapai tujuan yang sudah direncanakan.

6. Tahap Evaluasi

Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan ada pemberdayaan masyarakat sebaiknya dilakukan dengan melibatkan warga. Evaluasi itu sendiri dapat dilakukan pada input, proses pemantauan (monitoring) dan juga pada hasil.

7. Tahap Terminasi

Tahap ini merupakan tahap pemutusan hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Tahap ini dilakukan untuk menciptakan kemandirian masyarakat dalam keberlanjutan program, agar tidak ada timbulnya ketergantungan terus-menerus. Meskipun demikian community worker tetap melakukan kontak meskipun tidak secara rutin.15

15

Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Jakarta: Penerbit Fakultas Ekonomi UI, 2002), h. 174-178.


(38)

28

D. Pembiayaan atau Penyaluran Dana

1. Definisi Pembiayaan

Pembiayaan adalah salah satu jenis kegiatan usaha bank syariah. Yang dimaksud dengan pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.

b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.

c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istisna. d. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qard.

e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/atau UUS dan pihak lain (nasabah penerima fasilitas) yang mewajibkan pihak lain yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Di samping pengertian tersebut di atas, berdasarkan PBI No. 13/13/PBI/2011 tentang Penilaian Kualitas Aktiva bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa:

a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.

b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik.


(39)

29

c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istisna. d. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qard.

e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak lain yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Dari pengertian mengenai pembiayaan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Sesuai dengan fungsinya, dalam transaksi pembiayaan bank syariah bertindak sebagai penyedia dana.

2. Setiap nasabah penerima fasilitas (debitur) yang telah mendapatkan pembiayaan dari bank syariah apa pun jenisnya, setelah jangka waktu tertentu wajib untuk mengembalikan pembiayaan tersebut kepada bank syariah berikut imbalan atau bagi hasil.16

Pembiayaan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam KSP/USP koperasi pola syariah pasal 1 ayat 10 menyebutkan bahwa “Pembiayaan adalah penyediaan dana dan atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan akad bagi hasil, dan atau akad jual beli antara KSP Syariah atau USP Syariah dengan anggota yang mewajibkan anggota untuk melunasi pokok pembiayaan yang

16

A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 78.


(40)

30

diterima sesuai akad disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan bagi hasil dan atau marjin”.

Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok Bank Syariah, yaitu pemberian fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang membutuhkan defisit unit. Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi 2 (dua) hal berikut :

1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produk perdagangan maupun investasi.

2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan.17

2. Jenis-Jenis Pembiayaan atau Penyaluran Dana

a. Pembiayaan Bagi Hasil

1. Pembiayaan Mudharabah

Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan seluruh kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai penyandang dana (shahibul maal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai dengan kesepakatan. Umumnya porsi bagi hasil ditetapkan bagi mudharib lebih besar daripada shohibul maal. Pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada

17Muhammad Syafi’i Antonio,

Bank Syariah : Dari Teori Ke Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 160.


(41)

31

bank.18Mudharabah dapat berupa mudharabah mutlaqah atau mudharabah muqayyadah.

Mudharabah mutlaqah untuk kegiatan usaha yang cakupannya tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana. Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah untuk kegiatan usaha yang cakupannya dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah bisnis sesuai permintaan pemilik dana.19 2. Pembiayaan Musyarakah

Pembiayaan Musyarakah adalah pembiayaan sebagian kebutuhan modal pada suatu usaha untuk jangka waktu terbatas sesuai kesepakatan. Hasil usaha bersih dibagi antara bank sebagai penyandang dana (shahibul maal) dengan pengelola usaha (mudharib) sesuai dengan kesepakatan. Umumnya, porsi bagi hasil ditetapkan sesuai dengan persentase kontribusi masing-masing, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan proporsi modal masing-masing. Pada akhir jangka waktu pembiayaan, dana pembiayaan dikembalikan kepada bank.20

Menurut Undang-Undang Perbankan Syariah pembiayaan musyarakah adalah kerjasama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan

18

Wirdyaningsih, dkk., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h. 115.

19

A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 192.

20

Wirdyaningsih, dkk., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h. 119.


(42)

32

kesepakatan, dan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing.

Dalam pembiayaan ini nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat ikut serta dalam pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati, seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan.21

b. Prinsip Jual Beli

1. Pembiayaan Murabahah

Pembiayaan Murabahah adalah pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang dengan kewajiban mengembalikan talangan tersebut seluruhnya ditambah margin keuntungan bank pada waktu jatuh tempo. Bank memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah.22

Dalam pembiayaan ini bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi murabahah dengan nasabah. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. Apabila telah ada kesepakatan antara bank dan nasabahnya dan pembiayaan murabahah telah ditandatangani oleh

21

A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 196.

22

Wirdyaningsih, dkk., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h. 106.


(43)

33

bank dan nasabah, maka bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah.23

2. Pembiayaan Bai’u bi Tsaman Ajil

Pembiayaan Bai’u bi Tsaman Ajil yaitu, pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang atau jasa dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut ditambah margin keuntungan bank secara mencicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah.

3. Pembiayaan Istishna

Pembiayaan Istishna adalah pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang atau jasa dengan pembayaran di muka, dicicil atau ditangguhkan. Nasabah wajib mengembalikan talangan dana tersebut ditambah margin keuntungan bank secara mencicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu atau tunai sesuai dengan kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah.

Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi istishna dengan nasabah, dan pembayaran oleh bank kepada

23

A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 200.


(44)

34

nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada bank atau dalam bentuk piutang bank.24

4. Pembiayaan Salam

Pembiayaan Salam adalah pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang atau jasa dengan pembayaran di muka sebelum barang atau jasa diantarkan atau terbentuk. Nasabah berkewajiban mengembalikan talangan dana tersebut ditambah margin keuntungan bank secara mencicil sampai lunas dalam jangka waktu tertentu atau tunai sesuai dengan kesepakatan. Bank memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi salam dengan nasabah.25

Penyediaan dana oleh bank kepada nasabah harus dilakukan secara penuh di muka, yaitu pembayaran segera setelah pembiayaan atas dasar akad Salam disepakati atau paling lambat 7 (tujuh) hari setelah pembiayaan atas dasar Akad Salam disepakati, dan pembayaran oleh bank kepada nasabah tidak boleh dalam bentuk pembebasan utang nasabah kepada bank atau dalam bentuk piutang bank.

c. Prinsip Sewa Menyewa

1. Pembiayaan Ijarah

Pembiayaan Ijarah adalah pembiayaan berupa talangan dana yang dibutuhkan nasabah untuk memiliki suatu barang atau jasa dengan

24

Wirdyaningsih, dkk., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), h. 109.

25


(45)

35

kewajiban menyewa barang tersebut sampai jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan. Pada akhir jangka waktu tersebut pemilikan barang dihibahkan dari bank keapada nasabah. Bank memperoleh mergin keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual bank kepada nasabah.

Dalam pembiayaan ini bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan objek sewa yang dipesan nasabah. Pengembalian atas penyediaan dana bank oleh nasabah dapat dilakukan baik dengan angsuran maupun sekaligus. Pengembalian atas penyediaan dana bank tersebut tidak dapat dilakukan dalam bentuk piutang maupun dalam bentuk pembebasan utang.

Dalam pembiayaan ijarah barang yang disewa oleh nasabah bukan milik nasabah, karena itu secara yuridis nasabah tidak bisa menjadikan objek sewa tersebut sebagai angunan.26

2. Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik

Pembiayaan Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah transaksi sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik objek sewa.

Undang-Undang Perbankan Syariah memberikan penjelasan bahwa penyediaan dana tersebut dalam rangka memindahkan hak guna atau memanfat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang. Selain bank sebagai

26

A. Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 215.


(46)

36

penyedia dana dalam kegiatan transaksi ijarah dengan nasabah, bank juga bertindak sebagai pemberi janji (wa’ad) antara lain untuk memberikan opsi pengalihan hak penguasaan objek sewa kepada nasabah sesuai kesepakatan.

Sama halnya dengan pembiayaan ijarah, maka dalam pembiayaan IMBT, selama masa sewa barang yang disewa secara prinsip adalah milik bank bukan milik nasabah, maka secara hukum nasabah tidak mungkin menjadikan objek sewa sebagai angunan.27

d. Prinsip Pinjam-Meminjam

Pembiayaan Qard adalah pembiayaan berupa pinjaman dana tanpa biaya/imbalan apa pun bagi kaum dhuafa yang merupakan asnaf zakat/infak/sedekah dan ingin mulai berusaha kecil-kecilan. dengan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qard merupakan salah satu bentuk pembiayaan atau penyaluran dana oleh bank syariah kepada nasabah penerima fasilitas (debitur).

Bank dilarang dengan alasan apa pun untuk meminta pengembalian pinjaman melebihi jumlah nominal yang sesuai akad. Bank juga dilarang membebankan biaya apa pun atas penyaluran dana pembiayaan atas dasar qard, kecuali administrasi dalam batas kewajaran. Pengembalian jumlah pembiayaan atas dasar qard harus dilakukan oleh nasabah pada waktu yang telah disepakati.

27


(47)

37

Dengan memperhatikan pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya pinjaman dana dalam transaksi dengan akad qard adalah pinjaman kebajikan. Dalam transaksi ini bank syariah berperan sebagai lembaga sosial yang dapat meningkatkan perekonomian nasabahnya secara maksimal.28

E. Usaha Kecil Mikro

1. Pengertian Usaha Kecil Mikro

UMKM adalah unit usaha produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang-perorangan atau badan usaha di semua sektor ekonomi. Pada prinsipnya, pembedaan antara Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menegah dan Usaha Besar umumnya didasarkan pada nilai aset awal (tidak termasuk tanah dan bangunan), omzet rata-rata per tahun, atau jumlah pekerja tetap.

Dalam konteks Indonesia, kriteria usaha penting dibedakan untuk penentuan kebijakan yang terkait. Skala usaha dibedakan menjadi usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Penyebutan UMKM adalah untuk ketiga skala usaha selain usaha besar, yakni usaha menengah, kecil dan mikro. Dalam kehidupan sehari-hari, usaha mikro dan usaha kecil mudah dikenali dan mudah dibedakan dari usaha besar. Awali Rizky menyatakan bahwa usaha mikro adalah usaha informal yang memiliki aset, modal, omzet yang amat kecil.29

28

Ibid., h. 223. 29

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 41.


(48)

38

Di Indonesia, definisi UMKM di ataur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM. Dalam Bab 1 (Ketentuan Umum), Pasal 1 dari Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa:

a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tersebut. Dengan kriteria ini, Usaha Mikro adalah unit usaha yang memiliki nilai aset paling banya Rp 50 juta, atau dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp 300 juta.

b. Usaha Kecil adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Mikro atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimakasud dalam Undang-Undang tersebut. Dengan kriteria Usaha Kecil dengan nilai aset lebih dari Rp 50 juta sampai dengan paling banyak Rp 500 juta, atau memilki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta hingga maksimum Rp 2.500.000.000,00.

c. Usaha Menengah adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau

badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Mikro atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Menengah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tersebut. Dengan kriteria Usaha Menengah adalah perusahaan dengan nilai kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta hingga


(49)

39

paling banyak Rp 10 milyar, atau memilki hasil penjualan tahunan di atas Rp 2 milyar lima ratus juta samapai paling tinggi Rp 50 milyar.30

Sedangkan usaha kecil, berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, memiliki pengertian, “segala kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini”. Menurut Hafsah, pengertian usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 milyar.31

2. Fungsi dan Peran Usaha Kecil Mikro

Diakui bahwa usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) memainkan peran penting di dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Di negara-negara maju UMKM sangat penting, tidak hanya kelompok usaha tersebut menyerap paling banyak tenaga kerja dibandingkan usaha besar.

Di negara sedang berkembang UMKM juga berperan sangat penting, khususnya dari perspektif kesempatan kerja dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan pengurangan kemiskinan, serta pembangunan ekonomi perdesaan. Karena itu, dengan menyadari betapa pentingnya UMKM, tidak mengherankan kenapa pemerintah di hampir

30

Tulus TH Tambunan, Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia: Isu-Isu Penting (Jakarta: LP3ES, 2012), h. 56.

31

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 43.


(50)

40

semua negara sedang berkembang (termasuk Indonesia) sudah sejak lama mempunyai berbagai macam program, dengan skim-skim kredit bersubsidi sebagai komponen terpenting, untuk mendukung perkembangan dan pertumbuhan UMKM.32

Dalam konteks Indonesia, sebagaimana data yang bersumber dari BPS bahwa sebagian besar dari usaha nasional adalah berkategori UKM. UKM ini menciptakan lapangan kerja lebih dari 90% dari total usaha nasional dan menyumbangkan sampai dengan 60% output yang dihasilkan usaha nasional pada sektor nonmigas. Hal ini memberikan keyakinan bahwa UKM mempunyai peranan penting bagi perekonomian Indonesia. UKM seharusnya menjadi salah satu prioritas pembangunan karena langsung menyentuh grassroots sehingga berpotensi menjadi penggerak sektor riil dan pengurang jumlah pengangguran. Salah satu kunci untuk membenahi perekonomian Indonesia secara nasional adalah berakar pada upaya membenahi dan memberdayakan UKM.33

32

Tulus TH Tambunan, Usaha Mikro Keci dan Menengah di Indonesia: Isu-Isu Penting (Jakarta: LP3ES, 2012), h. 53.

33

Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 236.


(51)

41 BAB III

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum BMT (Baitul Maal Wa Tamwil) Usaha Mulya 1. Latar Belakang Berdirinya BMT Usaha Mulya

BMT Usaha Mulya yang berdiri pada tanggal 01 Agustus 2002 adalah Lembaga Keuangan Mikro yang operasionalnya mengacu pada sistem syariah Islam, berfungsi sebagai sarana memberdayakan perekonomian ummat melalui kerjasama antara pihak BMT dengan masyarakat yang menjadi anggota atau nasabah dalam bentuk pembiayaan usaha produktif, layanan konsumtif, simpana atau tabungan ataupun transaksi produk-produk syariah lainnya. Semua transaksi muamalah yang dilakukan menggunakan beberapa mekanisme yang sesuai dengan standar muamalah yang disepakati, keuntungan selisih harga jual, dan ujrah atau upah. Dan sumber dana yang dikelola BMT berasal dari modal BMT, dana pihak ketiga dan ZIS produktif. BMT Usaha Mulya berupaya menghasilkan produk-produk yang praktis, kompetitif serta kemudahan dalam bertransaksi dengan harapan dapat memenuhi setiap kebutuhan anggota atau nasabah untuk bermuamalah secara nyaman, penuh berkah dan terhindar dari praktik ribawi.

Selain itu BMT Usaha Mulya juga berupaya untuk fokus pada pemberdayaan serta pengembangan kegiatan usaha produktif atau investasi dikalangan masyarakat bawah dan menengah dalam bentuk permodalan atau pengelolaan usaha baik secara finansial maupun nonfinansial dengan memadukan fungsi Baitul Maal (penghimpun dana) dan Baitut Tamwil (pengembangan usaha).


(52)

42

Kehadiran BMT Usaha Mulya di tengah hingar bingar kota metropolitan dapat menjadi solusi terbaik dan meraih kepercayaan para wirausaha masyarakat bawah dan menengah melalui sinergi amanah sehingga masyarakat dapat meningkatkan taraf perekonomian sejahtera kearah yang lebih baik melalui mekanisme muamalah yang sesuai dengan tuntunan syariah Islam.1

2. Visi dan Misi BMT Usaha Mulya

a. Visi

Menjadi lembaga keuangan yang berbasis syariah, terdepan serta terpercaya dalam mensosialisasikan dan mengembangkan sistem keuangan sebagai solusi efektif untuk meningkatkan perekonomian, produktifitas dan kesejahteraan masyarakat bawah dan menengah.

b. Misi

1) Mengaplikasikan mekanisme bermuamalah menurut tuntunan syariah Islam.

2) Memudahkan akses permodalan dan pengelolaan kegiatan usaha bagi masyarakat bawah dan menengah secara finansial maupun non finansial.

3) Mengembangkan potensi ummat untuk dapat berkiprah membangun perekonomian dengan mengentaskan kemiskinan.

4) Membangun budaya usaha yang amanah, bermartabat dan adil. 3. Identitas Lembaga BMT Usaha Mulya

Nama Lembaga : Koperasi Serba Usaha

1

Lembaga Keuangan Mikro Syariah: BMT Usaha Mulya Masjid Raya Pondok Indah (Jakarta: T.pn., t.t.), h. 1.


(53)

43

Baitul Maal Wa Tamwil Usaha Mulya Alamat Kantor : Jl. Sultan Iskandar Muda No. 1

Pondok Indah, Jakarta Selatan 12310 Telp./Fax. 021-75906868

Tanggal Berdiri : 01 Agustus 2002

Badan Hukum : 467/BH/MENEG.1/2006 SIUP : 0685/1.824.271

NPWP : 02.503.943.9-013.000 TDP : 09.03.2.51.01043

4. Struktur Organisasi BMT Usaha Mulya

a. Pengurus Pusat

1. Ketua : H. Ika Achmad Furqon, Lc. 2. Sekretaris : Warja, SE

3. Bendahara : Nur Baiti, Amd.2

b. Pengurus Cabang

1. Ketua : Edy Purwanto, SE 2. Teller : Ari Rosliana 3. Marketting : Ahmad Hamzah 5. Produk dan Pelayanan BMT Usaha Mulya

a. Penghimpunan Dana (Funding)

Penghimpunan dana yang dikelola oleh Lembaga BMT Usaha Mulya diperoleh dalam bentuk simpanan atau deposito, seperti :

1) Simpanan Mudharabah

2


(54)

44

Adalah simpanan dengan konsep mudharabah, simpanan anggota atau nasabah yang disetorkan akan dikelola oleh BMT, setoran awal minimal Rp 10.000. Anggota akan mendapatkan keuntungan dari pengelolaan simpanan tersebut. Keuntungan lainnya saldo simpanan dapat dijadikan jaminan pembiayaan atau pinjaman. Simpanan ini memiliki jumlah nasabah sebanyak 300 orang.

2) Simpanan Pendidikan

Simpanan untuk biaya pendidika, mulai jenjang sekolah TK sampai dengan Perguruan Tinggi dengan setoran awal minimal Rp 10.000. Simpanan dapat diambil sesuai dengan tahapan periode pendidikan (sepekan sebelum tahun ajaran baru semester dan akhir semester). Simpanan ini memiliki nasabah baru berjumlah 3 (tiga) orang saja.

3) Simpanan Idul Fitri

Simpanan bagi pemenuhan segala kebutuhan Hari Raya Idul Fitri, dengan setoran awal minimal Rp 10.000. penarikan simpanan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Simpanan ini memiliki jumlah nasabah sebanyak 20 orang.

4) Simpanan Idul Qurban

Merupakan simpanan bagi pembelian hewan qurban, dengan setoeran awal minimal Rp 50.000. Selain itu juga membantu penabung dalam menyalurkan hewan qurban pada para mustahik serta membuka kesempatan bagi anda sekeluarga melaksanakan ibadah qurban. Penarikan simpanannya dilakukan menjelang hari raya Idul


(55)

45

Adha. Simpanan ini belum ada nasabahnya atau belum ada peminatnya.

5) Simpanan Walimah

Simpanan untuk memenuhi kebutuhan biaya pernikahan serta penyelenggaraan pesta, dengan setoran awal minimal Rp 50.000. Penarikan simpanan dilakukan menjelang acara pernikahan. Simpanan walimah ini ternyata belum ada peminatnya atau tidak ada nasabahnya.

6) Simpanan Haji dan Umrah

Simpanan ini dikhususkan bagi nasabah yang berniat melaksanakan ibadah haji atau umrah, dengan setoran awal minimal Rp 500.000. Penarikannya dapat dilakukan menjelang keberangkatan ibadah haji atau umrah sebagai setoran ONH dan umrah atau kondisi-kondisi tertentu (dapat dikerjasamakan dengan KBIH Masjid Raya Pondok Indah). Nasabah pada simpanan ini baru berjumlah 4 (empat) orang saja.

7) Simpanan Berjangka

Simpanan ini adalah investasi syariah yang penarikannya berdasarkan jangka waktu tertentu (1, 3, 6 dan 12 bulan) setelah jatuh tempo atau perjanjian dengan BMT. Nasabah bagi hasil yang akan diberikan BMT kepada nasabah sesuai kesepakatan kedua belah pihak. Minimal simpanan Rp 500.00, namun dari hasil wawancara


(56)

46

bersama para pengurus BMT Usaha Mulya simpanan ini belum ada peminatnnya.3

b.Pembiayaan atau Penyaluran Dana (Lending)

BMT Usaha Mulya menyediakan jasa pembiayaan untuk berbagai jenis usaha dan perniagaan. Usaha yang dibiayai diantaranya dalam bentuk perdagangan, industri kerajinan atau home industry, serta usaha yang bersifat jasa seperti pendidikan dan jasa tranportasi. Produk pembiayaan syariah anatara lain :

1) Pembiayaan Murabahah

Murabahah dengan pembayaran berangsur adalah pembiayaan untuk investasi, usaha, konsumtif melalui mekanisme akad jual beli. Pembayaran dilakukan secara angsuran (harian, mingguan atau bulanan) dengan jangka waktu pembayaran mulai dari 4 (empat) bulan atau lebih. BMT Usaha Mulya mendapatkan selisih atau margin dari harga jual. Jumlah nasabah pada pembiayaan ini sebanyak 150 orang. Sedangkan jumlah nasabah yang mengalami peningkatan dalam usahanya sebanyak 125 orang.

2) Pembiayaan Ijarah

Adalah pemindahan hak guna dan jasa. Pemohon atau nasabah dan BMT melakukan kontrak ijarah dalam bentuk sewa jasa, seperti jasa pendidikan, kesehatan, transportasi. BMT mendapatkan ujrah atau upah dari pemohon mengacu pada kontrak ijarah yang dilakukan. Jumlah nasabah yang mengajukan pembiayaan ini sebanyak 30 orang. Hasil dari

3

Lembaga Keuangan Mikro Syariah: BMT Usaha Mulya Masjid Raya Pondok Indah (Jakarta: T.pn., t.t.), h. 3.


(57)

47

pembiayaan ini adalah keseluruhan nasabah menjadi lebih terbantu dalam memenuhi kebutuhannya, naik kebutuhan primer dan sekunder.

3) Pembiayan Musyarakah

Pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal antara BMT dan nasabah untuk menggarap suatu usaha. Tiap pihak menyertakan modal dalam jumlah yang sama atau berbeda sesuai kesepakatan. Mekanisme bagi hasil dan keuntungan disesuaikan dengan jumlah nisbah yang disepakati kedua belah pihak. Pembiayaan ini belum memiliki nasabah.4 4) Pembiayaan Hiwalah

Merupakan pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam hal ini terjadi perpindahan tanggungan atau hak dari satu orang kepada orang lain. Jumlah nasabah pembiayaan hiwalah ini sebanyak 30 orang. Begitupun dengan pembiayaan ini, keseluruhan nasabah menjadi lebih terbantu, apalagi yang sedang terlilit hutang dengan pihak lain.

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Letak Geografis dan Luas Wilayah Kelurahan Kota Baru Bekasi

Barat

Kelurahan Kota Baru merupakan bagian dari 5 kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Bekasi Barat Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat Indonesia. Wilayah kelurahan ini memiliki luas urang lebih 161.100 Ha dengan kondisi geografis berada di ketinggian 30 Meter dari permukaan laut

4


(1)

74

Suharto, Edi. Membangun Masyarakat Memeberdayakan Rakyat:Kajian Strategis Pembangunan Kesejahtraan Sosial dan Pekerja Sosial. Bandung: PT refika Aditama, 2005.

Tambunan,Tulus TH. Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Indonesia: Isu-Isu Penting. Jakarta: LP3ES, 2012.

Wangsawidjaja, A. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012.

Wirdyaningsih. dkk. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana, 2005.

Wrihatnolo, Randy R dan Rian Nugroho Dwidjowijoto. Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Gramedia, 2007.


(2)

75


(3)

HASIL WAWANCARA Nama : Ari Rosliana

Jabatan : Teller BMT Usaha Mulya Masjid

Al Furqon Kelurahan Kota Baru Bekasi Barat Tanggal : 14 November 2014

Waktu : 09.45 s/d 10.30 WIB

Tempat : Kantor Cabang BMT Usaha Mulya Masjid Al Furqon

A : Produk-produk apa saja yang ditawarkan/diperuntukkan kepada anggota/nasabah ?

B : Kan ada simpanan sama pembiayaan. Simpanan kaya tabungan ada simpanan mudharabah, simpanan pendidikan, simpanan umrah, simpanan idul fitri. Kalo yang yntuk pembiayaan ada murabahah, ijarah sama hiwalah. Kalo mudharabah sama musyarakah ada, tapi yang banyak dipilih sama nasabah itu tiga tadi.

Kan kalo murabahah mah berkaitan dengan modal usaha, bagi para pengusaha kecil. Kalo ijarah itu sewa-menyewa untuk jasa, seperti pendidikan, biaya berobat. Contohnya kaya anak perlu sekolah, berarti kan menyewa jasa seorang guru, terus untuk berobat menyewa jasa seorang dokter, ya begitu. Kalo yang hiwalah itu untuk hutang-piutang, misalnya orang punya hutang sama pihak lain lalu dia mengajukan pembiayaan ke kita, kita sebagai orang ketiga yang meminjamkan uang untuk melunasi hutang tersebut. Tentunya dengan basilnya. Seperti untuk pelunasan motor itu masuknya ke hiwalah.

A : Bagaimana cara mensosialisasikan lembaga BMT Usaha Mulya kepada masyarakat luas ?

B : Kita kan juga baru berdiri ya, kita keliling aja. Mungkin dari mulut ke mulut orang. Kita juga berdakwah menyebar luaskan.

A : Berapa banyak anggota/nasabah yang dimiliki BMT Usaha Mulya saat ini ?


(4)

B : Kalo untuk pembiayaan murabahah itu ada 150 orang, kalo yang ijarah ada 30 orang, hiwalah juga 30 orang. Untuk simpanan sendiri, kaya simpanan mudharabah ya, itu ada 300 orang, itu simpanan yang banyak dipilih karna kan simpanan tersebut bisa sebagai jaminan bagi para nasabah yang mengajukan pembiayaan. Untuk simpanan pendidikan ada tiga orang, simpanan idul fitri dua puluh orang, idul qurban belum ada, walimah juga belum ada, simpanan haji umrah ada empat orang.

A : Jenis pembiayaan apa yang banyak dipilih/diminati oleh para anggota/nasabah, mengapa ?

B : Kalo pembiayaan yang baru berjalan itu ada tiga, murabahah, ijarah, sama hiwalah.

A : Tujuan-tujuan apa saja yang ingin dicapai dengan adanya pelayanan pembiayaan tersebut ?

B: Kita kan dari ummat untuk ummat. Jadi fokusnya untuk memberdayakan ummat. Istilahnya gini, banyak bank keliling ya, jadi kita membebaskan ummat dari praktik ribawi. Selai itu juga kan kita membantu permodalan bagi para usaha.

A : Bagaimana kondisi masyarakat/anggota/nasabah setelah mendapatkan pelayanan pembiayaan tersebut ?

B : Di bidang usahanya ya, tergantung sih ada yang beberapa maju ada juga yang kurang ya. Tapi kita sebagai BMT kita tetep terus pantau. Kenapa nih koq bisa usahanya bisa menurun, mungkin dia juga meminjam pinjaman ke orang atau, atau juga ada banyak saingannya. Tapi sih tetap kan kalo kualitasnya menurun berarti cicilan ke kitanya jadi berkurang ya, namanya juga kita syariah, ya kita memaklumi, ga apa-apa dianya menunggak asalkan selesai pelunasannya. Tapi kalo ga bisa bayar juga kita beri kelunasan. Kaya awal kesepakatan 4 bulan tapi meleset dari itu, ya ga apa-apa, asalkan orang tersebut sudah sangat tidak mampu. Tapi kalo orang mampu tapi dia susah untuk melunasi, akan kita kasih teguran.


(5)

HASIL WAWANCARA Nama : Ibu Esti

Profesi : Pedagang warung klontong

(Nasabah/anggota BMT Usaha Mulya) Usia : 40 Tahun

Tanggal : 14 November 2014 Waktu : 11.00 s/d 11.20 WIB Tempat : Warung Ibu Esti

(Kampung Rawa Bebek)

A : Kapan ibu mulai bergabung menjadi nasabah BMT Usaha Mulya ?

B : Baru tahun kemaren lah emba, tahun 2013 kemaren.

A : Mengapa ibu memilih bergabung menjadi nasabah BMT Usaha Mulya ?

B : Waktu itu saya liat-liat, apaan yaa pembiayaan, segala ada murabahah, ijarah. Ya asaya coba aja, kata temen juga kalo mau minjem ke BMT itu aja, cicilannya murah lagi. Kebetulan juga saya lagi butuh uang buat segala modal warung de.

A : Apakah ibu tertarik dengan pinjaman melalui rentenir atau bank keliling?

B : Ah engga lah saya. Dengernya aja udah takut. Kan banyak tuh ya kejadian-kejadian. Disini mah banyak de kaya bank keliling gitu. Dengernya aja udah merinding, serem. Kan kalo di BMT kan aman tuh ya, dia juga peke syariah syariah gitu. Kaya bagi hasil.

Kalo minjem ke bank, kaya bank mandiri, BRI gitu, saya juga ga mau. Udah ribet, cicilannya juga gede. Telat sedikit aja bayarnya, udah di telpon-telponin, disamperin juga. Mau tanya-tanya ke bank aja udah takut duluan.


(6)

A : Modal apa yang ibu dapatkan dari BMT Usaha Mulya ?

B : Yaa saya cuma mengajukan aja untuk tambahan modal usaha warung. Kaya pinjaman uang gitu emba.

A : Bagaimana caranya ibu bisa mendapatkan pinjaman modal tersebut ?

B : Kita harus jadi anggotanya, kita ngisi formulir sama negelengkapin surat domisili RT, KTP suami istri sama jaminan BPKB. Kita juga disurvei sama pihak BMTnya, gimana keadaan kita.

A : Berapa banyak pinjaman modal yang ibu terima ?

B : Saya baru sekali. Kemaren itu ngajuinnya enam juta. Saya angsurannya selama satu tahun, hariannya cicilannya 26.000. saya sih bayarnya dua hari sekali aja gitu de.

A : Usaha apa yang selama ini ibu jalankan ?

B : Ya gini, saya warung. Kalo sekarang mah sepi. Apalagi kan katanya BBM mau naik. Saya tanya-tanya ke pemilik toko juga lagi pada sepi. Terus juga disini banyak saingannya. Beda 50 perak aja, udah ke pindah ketoko lain.

A : Apa/bagaimana yang dilakukan oleh BMT Usaha Mulya dalam mengembangkan usaha para nasabah ?

B : Apa yaa, paling cuma mantau- mantau aja, survei gimana keadaan kita. Ya sesekali ngasih masukan buat usaha saya juga sih, biar ga sepi pembeli, sekarang juga kan udah banyak warung ya de.

A : Berapa banyak pendapatan yang ibu peroleh selama sebulan dari hasil penjualan tersebut ?

B : Kalo bersihnya sehari bisa dapet satu juta. Saya sih buka warungnya full seminggu.

A : Bagaimana keadaan ekonomi ibu setelah menjadi nasabah BMT Usaha Mulya ?

B : Apa yaa, ya sangat terbantu lah, apalagi bisa buat nambahin modal usaaha, untuk segala beli isian warung.