Klasifikasi Daun Sehat Dan Terinfeksi Penyakit Huanglongbing Pada Jeruk Menggunakan Spektroskopi Vis-Nir
KLASIFIKASI DAUN SEHAT DAN TERINFEKSI PENYAKIT
HUANGLONGBING PADA JERUK MENGGUNAKAN
SPEKTROSKOPI Vis-NIR
R ARIEF FIRMANSYAH
F151130091
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul klasifikasi daun sehat dan
terinfeksi penyakit huanglongbing pada jeruk menggunakan spektroskopi vis-nir
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
R Arief Firmansyah
NIM F151130091
RINGKASAN
R. ARIEF FIRMANSYAH. Klasifikasi Daun Sehat dan Terinfeksi Penyakit
Huanglongbing pada Jeruk Menggunakan Spektroskopi Vis-NIR. Dibimbing oleh
KUDANG BORO SEMINAR dan WIDODO.
Huanglongbing adalah penyakit jeruk yang merupakan ancaman utama bagi
budidaya jeruk. Tidak ada pengendalian yang tepat untuk Huanglongbing. Oleh
karena itu, deteksi dini penting untuk mencegah penyebaran dan pengembangan
penyakit ini. Deteksi dini yang paling efektif menggunakan tes DNA dengan
metode PCR. Namun, identifikasi menggunakan tes DNA memerlukan persiapan
sampel, memakan waktu dan mahal. Tujuan dari penelitian ini adalah membangun
perangkat lunak deteksi daun sehat dan terinfeksi HLB berbasis absorban panjang
gelombang Vis-NIR.
Sampel daun dikumpulkan dari kebun jeruk di Desa Situ Gede, Bogor. Tahap
awal, kegiatan survey lapang dilakukan untuk menentukan pohon yang memiliki
gejala huanglongbing atau mirip dan pohon yang tidak bergejala huanglongbing
atau penyakit lain. Selanjutnya, pohon yang terindikasi gejala huanglongbing
diambil daunnya untuk diuji kandungan pati. Sampel daun dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu daun yang terinfeksi HLB, daun sehat dan daun belum bergejala.
Semua sampel tersebut telah diuji dengan PCR untuk verifikasi gejala visual
Huanglongbing. Spektrometer VIS-NIR dengan rentang spektrum dari 3391022nm digunakan untuk mengumpulkan data spektrum daun sakit HLB dan sehat.
MSC, SVN, baseline correction, turunan pertama dan kedua dari spektra digunakan
sebagai metode praperlakuan spektrum. Jaringan syaraf tiruan digunakan untuk
membangun model klasifikasi. Plot X-loading, hasil analisis komponen utama
digunakan untuk mendapatkan panjang gelombang sensitif. Absorban daun sehat
dan sakit pada panjang gelombang sensitif dari setiap metode praperlakuan
diklasikasi untuk mendapatkan panjang gelombang sensitif terbaik. Akurasi
klasifikasi dan kinerja cross entropy adalah parameter untuk menentukan panjang
gelombang sensitif terbaik.
Klasifikasi menggunakan panjang gelombang sensitif berbasis baseline
correction memiliki kinerja terbaik. Panjang gelombang sensitif tersebut, yaitu
500.52, 538.61, 658.16, 680.8, 725.84 dan 997.25nm. Nilai bobot dan bias JST dari
hasil klasifikasi spektrum daun sehat dan sakit HLB menggunakan absorban
panjang gelombang sensitif tersebut menjadi model klasifikasi untuk membedakan
spektrum daun sehat dan sakit HLB. Selanjutnya, model klasifikasi tersebut
ditanam pada perangkat lunak berbasis komputer desktop yang dikembangkan
dengan bahasa pemrograman visual basic. Data spektrum daun belum bergejala dari
pohon positif terinfeksi HLB digunakan untuk menguji model klasifikasi. Model
mengklasifikasikan data tersebut ke kelompok terinfeksi HLB, yang konsinten
dengan hasil pengujian PCR yang juga mengelompokkan pada daun terinfeksi HLB.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perangkat lunak tersebut dapat digunakan
untuk deteksi HLB pada tahap awal perkembangan penyakit.
Kata kunci: Huanglongbing, spektroskopi cahaya tampak-inframerah dekat,
jaringan saraf tiruan, jeruk
SUMMARY
R. ARIEF FIRMANSYAH. Classification of Healthy and Huanglongbing-infected
Leaves Citrus Using VIS-NIR Spectroscopy. Supervised by KUDANG BORO
SEMINAR and WIDODO
Huanglongbing is citrus disease which is a major threat for citrus orchard.
Neither disease has a cure nor an efficient means of control. Therefore, early
detection is important to prevent development and spread of the disease. The most
effective detection used DNA test by PCR. However, identification used DNA test
required sample preparation, time-consuming and expensive. The objective of this
study was to build detection of healthy and HLB-infected leaves software based on
Vis-NIR absorbance.
The leaf samples collected from citrus orchard in Situgede village, Bogor.
Firstly, scouting was carried out to find which trees had HLB or similar symptoms
and trees without HLB symptoms or other diseases. Secondly, tree was indicated
HLB symptoms, its leaves was picked for starch accumulation test. Sample leaves
divided into three group, i.e Huanglongbing-infected leaves, healthy leaves and
asymptomatic leaves. All samples was tested by PCR for verification visual
symptoms of huanglongbing. VIS-NIR spectrometer with a spectra range of 339 to
1022nm was used to acquisition HLB-infected and healthy leaves spectral data.
MSC, SNV, baseline correction, first and second derivative were used for
pretreatment method. Artificial neural network was used to build classification
model. X-loading plot from principal component analysis was used to obtain
sensitive wavelength. Healthy and HLB-infected absorbance on sensitive
wavelength from each pretreatment methods were classified to obtain the best
sensitive wavelengths. Classification accuracy and cross entropy value were
parameter to determine the best sensitive wavelength.
Classification model used sensitive wavelength baseline correction-based
had the best performance. The Sensitive wavelength, ie 500.52, 538.61, 658.16,
680.8, 725.84 and 997.25nm. Weights and biases value of neural network from
healthy and HLB-infected classification result using absorbance of sensitive
wavelength became classification model to distinguish healthy and HLB-infected
spectrum. Furthemore, the classification model was embedded in software PCdesktop based which was used visual basic programming language. Asymptomatic
leaves spectral from HLB-positive tree were used to testing classification model.
Model classified data into HLB-infected group, which was consistent with PCR test.
The result from this study indicated that developed software could be used to HLB
detection in early stage of disease.
Keyword: Huanglongbing, visible-near infrared spectroscopy, ANN, citrus
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KLASIFIKASI GEJALA DAUN SEHAT DAN TERINFEKSI
HUANGLONGBING PADA JERUK MENGGUNAKAN
SPEKTROSKOPI Vis-NIR
R ARIEF FIRMANSYAH
tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Sutrisno M.Agr
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kepada Allah azza wa jalla atas nikmat berupa
kesempatan untuk dapat mengikuti pendidikan pascasarjana di IPB hingga tuntas.
Terima kasih kepada Prof. Kudang Boro Seminar, ketua komisi pembimbing atas
kobaran semangatnya agar tetap bertahan di topik penelitian ini hingga tuntas.
Terima kasih kepada Dr.Widodo atas ide penelitian ini dan wawasan kebangsaan di
setiap konsultasi tesis. Pak Yunus dan keluarga, terimakasih atas kerelaannya untuk
pohon jeruknya dipetik berulang-ulang. Kawan-kawan TMP 2013, what a great
experience I have with you, guys, especially mas ubay, I hope, we can be a partner
for Ig Nobel Prizes, LOL. Penghuni Pondok D’qaka yang lama dan baru,
terimakasih atas kepercayaannya untuk menjadi tetua kalian. Terimaksih untuk ibu
dan saudara saya (Aria dan Anita), serta erdytaa. Terakhir, terimaksih kepada
pemerintah RI melalui kemenristek dikti atas bantuan beasiswa unggulan calon
dosen tahun 2013.
Bogor, Juni 2016
R Arief Firmansyah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
1
1
3
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Gejala penyakit Huanglongbing
Spektroskopi Vis-NIR
Metode Analisis Kualitatif Multivariat
4
4
5
7
3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan
Prosedur uji kandungan pati
Prosedur uji menggunakan PCR
Prosedur pengukuran spektrum VIS-NIR
Analisis data spektrum dan pembangunan model klasifikasi
Pengembangan aplikasi klasifikasi daun jeruk
8
9
9
10
11
11
12
13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik spektrum daun jeruk
Analisis spektrum dengan analisis komponen utama (PCA)
Pengklasifikasian menggunakan panjang gelombang sensitif
Aplikasi untuk deteksi penyakit HLB
13
13
15
17
19
5 PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
20
20
20
DAFTAR PUSTAKA
21
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
Hasil analisis KU dan klasifikasi menggunakan JST
Panjang gelombang sensitif tiga jenis praperlakuan spektrum
Hasil klasifikasi menggunakan JST
Hasil pengujian menggunakan sampel tidak bergejala
16
17
18
19
DAFTAR GAMBAR
1. Ilustrasi terminologi untuk jenis sampel yang digunakan
3
2. Perbandingan daun yang terinfeksi HLB dan kurang nutrisi
(Pourreza et al. 2013)
4
3. Gejala kurang nutrisi (kiri) dan gejala HLB (kanan) pada daun
(crec.ifas.ufl.edu)
5
4. Skema pembagian metode analisis multivariat kuantitatif dan
kualitatif (Blanco dan Villarroya 2002)
7
5. Tahapan penelitian
9
6. Sampel daun jeruk sehat (A), sakit (B) dan belum bergejala (C) 10
7. Potongan daun untuk uji kandungan pati, bagian panah
menunjukkan bagian yang perlu diamati (Etxeberria et al,
2007)
10
8. Uji kandungan pati daun jeruk terindikasi penyakit HLB (kiri)
dan daun jeruk sehat (kanan)
11
9. Pengambilan spektrum daun dengan spectrometer Vis-NIR
12
10. Hasil pengujian sampel daun dengan metode PCR
14
11. Spektrum daun jeruk sehat dan sakit
15
12. Plot skor komponen utama spektrum daun
16
13. Plot X-loading untuk tiga jenis praperlakuan spektrum
17
14. User interface aplikasi klasifikasi daun jeruk terinfeksi HLB 19
15. Tampilan hasil klasifikasi aplikasi klasifikasi daun jeruk
terinfeksi HLB
20
DAFTAR LAMPIRAN
1. Spektrum penuh daun jeruk sehat dan sakit
25
2. Plot antara Explained variance dan komponen utama (KU) untuk
5 jenis praperlakuan spektra dan tanpa praperlakuan spektra
26
3. Nilai bobot dan bias JST yang digunakan untuk pengembangan
aplikasi
27
4. Script aplikasi klasifikasi daun jeruk sakit dan sehat, dengan
bahasa pemograman visual basic
28
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Huanglongbing (HLB) atau citrus greening termasuk jenis penyakit
berbahaya bagi budidaya jeruk sebab kerugian akibat penyakit tersebut
menyebabkan kehilangan hasil sebesar 30-100% (Iftikhar et al. 2016). Di
Indonesia, penyakit tersebut telah memusnahkan 2000 ha kebun jeruk dalam jangka
waktu 6 bulan dengan nilai kerugian Rp 120 miliar/tahun (Nurhadi 2015) dan
menghancurkan daerah sentra produksi jeruk, yaitu Garut, Tawangmangu, Punten
dan Tejakula (Ekowarso dalam Asaad 2006). Di Asia, penyakit ini disebabkan oleh
bakteri Candidatus liberactus asiaticum (Bove et al. 2006) yang penyebarannya
dibantu oleh serangga Diaphorina citri (Taufik et al. 2010). Ciri gejala penyakit ini
adalah pucuk daun menguning, warna daun sebagian kuning, hijau, dengan
beberapa corak kuning, hijau pucat dan hijau gelap, yang warna tersebut saling
bercampur tanpa ada batasan antar corak (blotchy mottle), buah yang dihasilkan
berukuran kecil, bentuk asimetris dan miring sebelah (Bove et al. 2006). Selain itu
terdapat akumulasi pati pada jaringan parenkima daun yang terserang HLB
(Schneider 1968). Ciri gejala lain yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah
terdapat gejala mirip dengan gejala kekurangan nutrisi pada daun, misalnya gejala
kekurangan unzur Zn. Oleh karena itu, salah satu tantangan dalam deteksi penyakit
HLB adalah membedakan gejala yang disebabkan oleh HLB dan kekurangan nutrisi
(Sankaran and Ehsani 2011).
Pengendalian efektif terhadap penyakit ini belum ada hingga saat ini, tetapi
deteksi awal dan pemusnahan pohon berpenyakit menjadi solusi untuk
meminimalkan penyebaran penyakit dalam satu kebun (Sankaran and Ehsani 2011;
Pourreza et al. 2014). Metode paling efektif untuk mendeteksi penyakit ini adalah
menggunakan polymer chain reaction (PCR) (Iftikhar et al. 2016) tetapi metode
tersebut memerlukan waktu dan mahal (Mishra et al. 2012; Pourreza et al. 2014).
Selain itu, ada jeda waktu antara konfirmasi hasil deteksi dengan PCR dan tindakan
pengendalian yang dilakukan sehingga meningkatkan kemungkinan penyebaran
penyakit akibat tindakan pengendalian yang terlambat (Sankaran et al 2010).
Didasari atas kelemahan metode PCR maka dikembangkan metode deteksi
penyakit HLB yang bersifat cepat, mudah dan tidak merusak bahan
(nondestructive) seperti yang dilakukan oleh Sankaran et al (2010) dengan
menggunakan spektroskopi MIR (Mid-inframerah) pada rentang panjang
gelombang 5.15-10.72 m, dimana hasil akurasi klasifikasinya lebih dari 95%
menggunakan metode kNN, juga diperoleh panjang gelombang efektif untuk
mendeteksi HLB adalah pada rentang 9-10.5 m. Tehnik spektroskopi inframerah
digunakan oleh Cardinali et al. (2012) untuk mengklasifikasikan daun belum
bergejala HLB, daun bergejala HLB, daun sehat dan daun terinfeksi CVC (citrus
variegated chlorosis). Hasil akurasi klasifikasi yang diperoleh terhadap empat kelas
tersebut sebesar 94%. Metode deteksi HLB menggunakan spektroskopi
fluorescence juga dikembangkan oleh Sankaran dan Ehsani (2012) yang digunakan
untuk mengklasifikasikan tiga jenis objek kelas, yaitu daun terinfeksi HLB, sehat
dan kurang nutrisi. Akurasi klasifikasi yang diperoleh pada metode deteksi tersebut
dengan menggunakan metode klasifikasi Bagged decision tree lebih besar dari 94%
pada pengukuran kondisi lapang dan lebih besar dari 91% pada kondisi
laboratorium. Dari hasil penelitian tersebut juga diperoleh fluorescence features
2
yang efektif mendeteksi HLB pada kondisi laboratorium, yaitu yellow fluorescence
yang tereksitasi warna hijau dan far-red fluorescence yang tereksitasi gelombang
UV.
Tehnik spektroskopi VIS-NIR juga diaplikasikan untuk mendeteksi HLB,
Sankaran et al. (2011) menggunakan tehnik tersebut untuk pengaplikasian di lahan
menggunakan beberapa model klasifikasi. Lanjutan dari penelitian tersebut,
Sankaran dan Ehsani (2011) menggunakan teknih spektroskopi yang sama untuk
memperoleh spektrum terpilih. Dari hasil penelitian diperoleh spektrum terpilih
yaitu 537, 662, 713nm untuk daerah panjang gelombang cahaya tampak dan 813,
1120, 1472nm untuk daerah panjang gelombang NIR, dengan spektrum terpilih
tersebut nilai akurasi klasifikasi untuk dua kelas objek daun sehat dan sakit sekitar
84-87% dengan metode klasifikasi QDA (quadratic discriminant analysis). Mishra
et al. (2012) menggunakan tehnik spektroskopi yang sama untuk mendeteksi HLB
pada kondisi lapang dengan pengulangan pengukuran spektrum pada setiap pohon
yang diukur. Dari penelitian tersebut diperoleh bahwa keakuratan deteksi HLB
meningkat ketika diterapkan pengukuran spektrum pada setiap pohon sebanyak 3
dan 5 kali ulangan, dengan SVM (support vector machine) sebagai metode
klasifikasinya.
Metode deteksi HLB dengan tehnik pencitraan (imaging) telah dilakukan oleh
Kim et al. (2009) dimana menggunakan mikroskop sistem digital untuk akuisisi
citra RGB daun. Jenis kondisi sampel daun yang digunakan untuk deteksi HLB ada
7 jenis yaitu blotchy mottle, green island, kekurangan zat besi, kekurangan Zn,
kekurangan Mn, young flush leaf, dan daun normal. Klasifikasi dilakukan
berdasarkan analisis tekstur citra menggunakan metode matrik co-occcurence dari
citra warna, dimana citra RGB dikonversi ke ruang warna HSI terlebih dahulu. Nilai
akurasi klasifikasi terbaik didapatkan pada model HSI_15 yaitu 94% dimana
jumlah feature tekstur yang digunakan sebanyak 15 jenis. Tehnik deteksi
menggunakan pencitraan juga dikembangkan oleh Sankaran et al. (2013), dimana
pengambilan citra dilakukan menggunakan filter cahaya tampak (visible), nearinfrared dan termal untuk mendeteksi dua kelas objek yaitu daun sehat dan daun
terinfeksi HLB. Nilai akurasi klasifikasi yang diperoleh lebih dari 87% dengan
menggunakan metode klasifikasi SVM, juga diperoleh nilai spektrum pada daerah
spectrum VIS-NIR yang dapat digunakan untuk mendeteksi gejala HLB yaitu 560
nm dan 710 nm. Pourreza et al. (2013) mengembangkan tehnik deteksi HLB dengan
menggunakan analisis citra pada panjang gelombang cahaya tampak yang pada
bagian sistem sensornya dilengkapi dengan filter polarisasi untuk mendeteksi
kandungan pati pada daun terinfeksi HLB. Dari penelitian tersebut didapatkan
bahwa filter polarisasi berpotensi untuk digunakan sebagai tehnik deteksi HLB,
tetapi tehnik tersebut masih belum mampu mengklasifikasikan antara daun yang
terinfeksi HLB dan daun yang kekurangan unsur Zn.
Tehnik deteksi HLB yang ada di Indonesia dikembangkan oleh Balitjestro
(balitjestro.litbang.pertanian.go.id), dimana tehnik yang digunakan berbasis asam
nukleat yang tidak memerlukan thermal cycler yaitu Loop-mediated isothermal
amplification (LAMP). Hasil pengujian DNA dengan menggunakan tehnik ini pada
berbagi level pengenceran memiliki sensitivitas assay hingga level 10 picogram,
hasil tersebut relatif sama dengan nilai yang diperoleh dengan menggunakan tehnik
real time PCR. Keuntungan tehnik ini dibandingkan real time PCR adalah dapat
dilakukan di lapang dan mudah dikerjakan oleh petani dan petugas lapang.
3
Perumusan Masalah
Deteksi awal terhadap penyakit tanaman (sebelum muncul gejala penyakit)
diperlukan sebagai sumber informasi penting untuk melakukan tindakan strategis
manajemen penyakit serta mencegah perkembangan dan penyebaran penyakit
(Sankaran et al. 2010). Peningkatan kandungan pati pada daun terinfeksi HLB dapat
menjadi indikator untuk mendekteksi awal penyakit HLB (Cardinali et al. 2012)
sebab pohon yang terinfeksi HLB fase awal perkembangan penyakit, daunnya tidak
menunjukkan gejala sakit. Klasifikasi terhadap sampel daun yang belum bergejala
HLB dan daun sehat telah dilakukan oleh Sankaran et al. (2011), Sankaran dan
Ehsani (2011), dan Cardinali et al. (2012). Hasil akurasi klasifikasi terhadap dua
jenis sampel daun tersebut yang diperoleh oleh Sankaran et al. (2011) cukup tinggi
yaitu 88% tetapi hasil tersebut berlaku untuk klasifikasi terhadap daun belum
bergejala terhadap kelas daun sakit sedangkan pada klasifikasi sampel daun belum
bergejala HLB terhadap kelas daun sehat menghasilkan lebih banyak false positif
(daun sehat secara aktual tetapi masuk kategori daun sakit). Nilai akurasi klasifikasi
yang dihasilkan oleh Sankaran dan Ehsani (2011) lebih rendah (dibawah 80%). Hal
serupa juga diperoleh dari penelitian Cardinali et al. (2012) dimana hasil akurasi
klasifikasi antara dua jenis daun tersebut berkisar 80%, hal tersebut disebabkan
kenampakan visual kedua jenis daun tersebut sama.
Upaya untuk meningkatkan hasil akurasi klasifikasi terhadap daun belum
bergejala HLB dan daun sehat perlu ditingkatkan supaya terbentuk sistem deteksi
dini penyakit HLB. Gambar 1 adalah ilustrasi untuk menjelaskan istilah daun belum
bergejala. Pada penelitian ini objek kelas yang diklasifikasikan adalah daun belum
bergejala HLB pada pohon yang positif terinfeksi HLB, daun terinfeksi HLB dan
daun sehat. Penentuan kategori daun belum bergejala HLB bertujuan untuk
menganalisis potensi pendeteksian awal penyakit HLB sebelum gejala morfologi
(fisik) muncul karena gejala awal HLB menunjukkan peningkatan kandungan pati,
baik pada daun yang menunjukkan gejala fisik atau tidak (Fan et al. 2010). Tehnik
spektroskopi Vis-NIR digunakan untuk mengklasifikasi tiga kelas daun tersebut.
Spektroskopi Vis-NIR dipilih karena telah teruji dapat mengklasifikasikan daun
sakit dan daun sehat dengan tingkat akurasi tinggi. Pada penelitian ini, sampel yang
digunakan berupa helai daun yang spektrumnya diukur pada kondisi laboratorium.
Pembangunan model klasifikasi menggunakan metode jaringan saraf tiruan. Output
dari penelitian ini adalah panjang gelombang sensitif yang dapat digunakan untuk
mempersempit rentang spektrum dalam proses klasifikasi daun belum bergejala
HLB.
Gambar 1 Ilustrasi terminologi untuk jenis sampel yang digunakan
4
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut,
1. Menganalisis karakteristik spektrum Vis-NIR daun sakit HLB dan daun sehat.
2. Mengklasifikasi tiga kelas daun, yaitu daun jeruk belum bergejala HLB pada
pohon positif HLB, daun sakit HLB dan daun sehat.
3. Membangun aplikasi deteksi penyakit HLB pada jeruk berdasarkan data
panjang gelombang sensitif.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Gejala penyakit Huanglongbing
Menurut da Graça (1991), secara umum gejala penyakit ini pada daun terbagi
atas dua jenis, gejala primer berupa warna daun yang berukuran normal menjadi
kuning disepanjang tulang daun dan berkembang menjadi blotchy mottle. Blochy
mottle adalah pola klorosis acak yang tidak sama antara bagian kanan dan kiri daun
(crec.ifas.ufl.edu). Gejala sekunder dari HLB berupa ukuran daun yang kecil, daun
menggulung ke atas (upright), dan menunjukkan gejala klorosis yang mirip dengan
gejala kurang zinc (Zn). Analisis terhadap daun yang terinfeksi HLB didapatkan
kandungan potassium yang tinggi, rendahnya konsentrasi kalsium, magnesium dan
zinc. Gejala pada buah berupa ukuran buah yang kecil, memiliki rasa pahit,
sebagian bentuk buah berbentuk lebih kecil dari yang lain, banyak buah yang jatuh
sebelum waktunya, dan buah berwarna hijau pada bagian yang ternaungi. Fase
perkembangan awal penyakit ini diawali dengan gejala blotchy mottle, daun yang
menebal dan berkulit. Berikutnya, gejala berupa kurang zinc berkembang dan
beberapa daun tumbuh menggulung. Terakhir, tanaman mengalami kerontokan
(defoliation) dan mati (Bove et al. 2006). Kesulitan dalam mendeteksi penyakit ini
pada daun adalah gejala yang mirip dengan kekurangan hara, berikut adalah
contohnya yang tersaji pada Gambar 2.
Gambar 2 Perbandingan daun yang terinfeksi HLB dan kurang nutrisi (Pourreza et
al. 2013)
Perbedaan gejala HLB dan kurang nutrisi pada daun dapat diuji dengan pen
test (crec.ifas.ufl.edu), yaitu dengan membuat garis imajiner yang membelah dua
5
bagian daun yang bergejala mirip HLB atau kurang nutrisi. Selanjutnya pada kedua
sisi daun yang telah digaris, daerah yang menunjukkan gejala digambar lingkaran
pada kedua sisinya. Bila daerah yang ditandai lingkaran pada kedua sisi daun
berpola sama maka gejala tersebut termasuk gejala HLB. Gambar 2 menunjukkan
cara pengujian tersebut.
Gambar 3 Gejala kurang nutrisi (kiri) dan gejala HLB (kanan) pada daun
(crec.ifas.ufl.edu)
Penyakit ini di Indonesia berkembang pada daerah panas dataran rendah,
contohnya daerah dataran rendah seluruh pesisir pula Jawa sedangkan di Bali
penyakit ini berkembang pada daerah dengan ketinggian kurang dari 650 mdpl.
Pengendalian terhadap penyakit ini belum ada, tetapi upaya mencegah penyebaran
penyakit ini dapat dilakukan melalui kegiatan survey (scouting) serangan penyakit
untuk menccegah sebanyak mungkin pohon yang menjadi sumber infeksi. Tehnik
pengendaliannya dilakukan dengan memusnahkan pohon yang terinfeksi secepat
mungkin dan/atau menekan populasi dari vektor serangga pembawa bakteri
penyebab penyakit ini (Bove et al. 2006).
Spektroskopi Vis-NIR
Spektrum NIR (near infrared) termasuk salah satu bagian dari daerah
panjang gelombang inframerah, selain MIR (middle infrared) dan far-infrared,
spektrum NIR sendiri berada pada panjang gelombang antara 700 – 2500 nm
(Osborne et al. 1993). Spektrum cahaya tampak (visible) berada di daerah panjang
gelombang 400-700 nm. Prinsip dari tehnik spektroskopi adalah ketika bahan
ditembakkan cahaya pada daerah panjang gelombang Vis-NIR, molekul bahan
menyerap cahaya tersebut, dalam bentuk foton kemudian akibat penyerapan foton,
ikatan antar molekul bergetar pada frekuensi tertentu berdasarkan komposisi kimia
yang terkandung dari bahan tersebut (Chelladurai dan Jayas 2014). Selain diserap,
cahaya juga dipantulkan dan ditransmisikan oleh bahan. Pada tanaman, spektrum
panjang gelombang di daerah cahaya tampak lebih sedikit dipantulkan akibat
pigmen yang terdapat pada daun. Pigmen yang paling banyak menyerap cahaya
adalah klorofil a dan b, dengan daerah serapan antara 400-495nm (cahaya biru) dan
620-700nm (cahaya merah). Selain klorofil, karetonoid juga termasuk pigmen yang
banyak meryerap cahaya, dengan daerah serapan di 550nm, karetenoid berfungsi
mengurangi dampak dari penyerapan cahaya di daerah panjang gelombang UV.
Spektrum panjang gelombang di daerah NIR berkaitan dengan serapan bahan
kering yang terdapat dalam bahan. Oleh karena itu, spektrum NIR banyak
6
digunakan untuk tujuan kualitatif dan kuantitatif pengujian bahan (Burgess dan
Hammond 2007).
Informasi dari spektrum hasil pengukuran tidak dapat langsung digunakan
sebab data spektrum tersebut selain mengandung informasi juga terdapat gangguan
(noise). Ada dua alasan utama penyebab hal tersebut menurut Ozaki et al. (2007),
pertama adalah alasan intrisik bahwa spektrum NIR terdiri atas sejumlah panjang
gelombang yang timbul dari mode kombinasi dan overtone panjang gelombang
yang saling tindih (overlap) satu sama lain. Alasan kedua adalah alasan secara
praktek dimana tehnik spektroskopi cukup mewakili kondisi nyata sampel sehingga
menghasilkan rasio sinyal dan gangguan (noise) yang buruk, fluktuasi pada
baseline dan saling tindih antar panjang gelombang yang parah akibat banyaknya
komponen. Oleh karena itu, algoritma praperlakuan (pretreatment) diperlukan
untuk mengurangi kompleksitas model sehingga lebih mudah tercapai metode
intepretasinya selain itu metode dengan praperlakuan lebih stabil terhadap
gangguan spektrum yang tidak diinginkan dibandingkan model yang tidak
dilakukan praperlakuan spektrum (Heise dan Winzen 2002). Berikut adalah 4 jenis
metode pretreatment,
1. Noise Reduction Methods
Terdapat jenis gangguan yang timbul dari mencampurnya proses fisik
dan kimia, yaitu high frequency dan low frequency noise. Untuk mengurangi
gangguan tersebut, salah satu metode yang dapat digunakan adalah
smoothing (Heise dan Winzen 2002). Metode smoothing yang paling umum
digunakan adalah moving-average method dan Savitzky-Golay method
(Ozaki et al 2007). Metode Savitzky-Golay mencocokkan sebuah
polinomial derajat rendah melalui titik-titik data didalam spektrum lokal dan
menurunkan (derivative) nilai proses sinyal tersebut dari fungsi
polinomialnya.
2. Baseline Correction Methods
Dasar spektrum yang konstan dan efek non-sistemik yang
mempengaruhi bentuk global dan level absolut spektrum dapat dengan
mudah dihilangkan dengan turunan spektrum (Heise dan Winzen 2002).
Turunan spektrum adalah turunan dari persamaan berikut dnA/d λn (n=1,2..)
dimana A( ) adalah fungsi dari . Turunan kedua, yaitu d2A/d λ2 adalah yang
paling sering digunakan. Keuntungan dari spektrum turunan kedua adalah
puncak spektrum yang berlapis naik pada spektrum asli dibentuk dengan
jelas perbedaannya antara puncak yang menurun. Keuntungan lain dari
spektrum turunan kedua adalah menghapus penambahan dan pengalian
ragam baseline pada spektrum asli (Ozaki et al 2007). Beragam cara
digunakan untuk mengoreksi efek multiplicative pada data praperlakuan,
salah satunya adalah multicaptive scatter correction (MSC). Pendekatan
koreksi spektrum dengan MSC adalah dengan cara menggeser dan
mengskalakan setiap spektrum agar cocok dengan spektrum target, dalam
praktiknya spektrum rata-rata pada saat kalibrasi sering dipilih sebagai
spektrum target (Heise dan Winzen 2002). Umumnya, MSC secara esensi
meningkatkan sifat linear dari spektroskopi NIR (Ozaki et al 2007).
3. Resolution Enhancement Methods
Metode ini berperan penting meniadakan kekusutan panjang
gelombang yang saling tumpan tindih dan menguraikan keberadaan panjang
7
gelombang yang tidak jelas (Ozaki et al 2007). Salah satu metode
peningkatan resolusi pada praperlakuan spektrum adalah perbedaan spectra
(difference spectra), dimana perbedaan spektrum antara sampel a dan b
dihitung berdasarkan selisih spektrum sampel a dan spektrum sampel b.
Perhitungan perbedaan spectra berguna untuk menganalisis gangguan
spektrum NIR yang bersifat ketergantungan (dependent) contohnya
temperature-dependent, pH-dependent, atau concentration-dependent
spectra.
4. Centering and Normalization Methods
Centering adalah metode penskala spektra yang diaplikasikan pada
setiap variabel individu pada semua sampel (Kang 2011). Metode mean
centering digunakan untuk menghitung spektrum rata-rata dari data dan
mengurangkan nilai rata-rata pada setiap spektrum. Normalisasi
mentransformasikan titik spektra dalam sebuah unit hypersphere dan semua
data didekati dalam skala yang sama. Normalisasi berguna untuk
menemukan kesamaan antara dua vektor spektrum dengan mengukur
produk skalar dari dua vektor (Kang 2011).
Metode Analisis Kualitatif Multivariat
Analisis kualitatif, lebih dikenal dengan metode pengenalan pola bertujuan
untuk mengklasifikasikan objek yang dibagi menjadi dua, yaitu supervised dan
unsupervised learning algorithm. Algoritma pembelajaran tak terawasi
(unsupervised learning algorithm) tidak memerlukan pengetahuan tentang objek
yang dikelompokkan malah sebaliknya membentuk kelompok sendiri, sedangkan
algoritma pembelajaran terawasi (supervised learning algorithm) perlu ada struktur
kelompok data training (Heise and Winzen 2002). Metode ini menyusun kriteria
secara matematis yang membuat kesamaan (similarity) antar dua sampel atau
sampel antar kelas yang dinyatakan secara kuantitatif, umumnya kesamaan tersebut
dinyatakan sebagai koefisien korelasi antar sampel atau ukuran jarak (dapat
dihitung dengan Mahalanobis distance atau Euclidean distance) (Blanco dan
Villarroya 2002). Skema yang menerangkan metode kuantitatif dan kualitatif
multivariat tersaji pada Gambar 3.
Gambar 4 Skema pembagian metode analisis multivariat kuantitatif dan kualitatif
(Blanco dan Villarroya 2002)
8
Contoh dari metode analisis multivariate kualitatif (Gambar 3) antara lain,
LDA (linear discriminant analysis), KNN (k-nearest neighbors), SIMCA (Soft
Independent Modelling Class of Analogy), PLS regression, ANN (artificial neural
network) dan SVM (support vector machine). Metode kualitatif tidak hanya
digunakan untuk masalah klasifikasi untuk penyakit atau kerusakan tetapi juga telah
lama digunakan untuk masalah klasifikasi terutama kualitas pangan. Contoh
klasifikasi yang dilakukan adalah mengklasifikasikan benih berdasarkan daya
kecambah atau varietas (Li et al. 2008; Lohumi et al. 2013; Mo et al. 2014) dan
mengklasifikasikan produk segar berdasarkan kandungan kimia dan bahkan
varietas produk tersebut (Li et al. 2007; Mendoza et al. 2014).
3 METODE
Proses klasifikasi dimulai dari persiapan sampel daun yang digunakan untuk
pengujian secara kimia (uji kandungan pati), pengujian secara biologi (PCR), dan
pengukuran spektrum Vis-NIR. Pengambilan sampel daun terlebih dahulu diawali
dengan kegiatan survey lapang, hal tersebut dilakukan sebab tidak ada data hasil uji
kimia atau biologi tentang jumlah dan posisi pohon jeruk yang positif terserang
HLB pada kebun tersebut. Hasil kegiatan survey lapang diperoleh sejumlah pohon
jeruk yang memiliki gejala daun HLB atau mirip dengan gejala HLB dan pohon
yang tidak memiliki gejala HLB. Sejumlah tiga hingga empat daun dipetik dari
pohon jeruk yang diduga terserang HLB untuk dilakukan uji kandungan pati. Hasil
dari uji kandungan pati dievaluasi sampel daun yang memiliki perubahan warna
hitam pada bagian tulang daunnya. Sampel daun yang memiliki warna hitam pada
bagian tepi daunnya direkomendasikan untuk dilakukan pengujian biologi
menggunakan metode PCR. Hasil PCR menjadi patokan penentuan pohon jeruk
yang termasuk kategori sakit atau sehat. Pengambilan sampel daun untuk
pengukuran spektrum didasarkan atas hasil PCR tersebut, selanjutnya data
spektrum digunakan untuk pembangunan model klasifikasi daun jeruk sehat dan
sakit. Skema tahap penelitian tersaji pada Gambar 5.
9
mulai
A
Pengambilan sampel (daun) di kebun
jeruk Situgede
Klasifikasi menggunakan JST
Pengujian secara kimia
Iodine-based starch test
Tidak
CE
HUANGLONGBING PADA JERUK MENGGUNAKAN
SPEKTROSKOPI Vis-NIR
R ARIEF FIRMANSYAH
F151130091
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul klasifikasi daun sehat dan
terinfeksi penyakit huanglongbing pada jeruk menggunakan spektroskopi vis-nir
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
R Arief Firmansyah
NIM F151130091
RINGKASAN
R. ARIEF FIRMANSYAH. Klasifikasi Daun Sehat dan Terinfeksi Penyakit
Huanglongbing pada Jeruk Menggunakan Spektroskopi Vis-NIR. Dibimbing oleh
KUDANG BORO SEMINAR dan WIDODO.
Huanglongbing adalah penyakit jeruk yang merupakan ancaman utama bagi
budidaya jeruk. Tidak ada pengendalian yang tepat untuk Huanglongbing. Oleh
karena itu, deteksi dini penting untuk mencegah penyebaran dan pengembangan
penyakit ini. Deteksi dini yang paling efektif menggunakan tes DNA dengan
metode PCR. Namun, identifikasi menggunakan tes DNA memerlukan persiapan
sampel, memakan waktu dan mahal. Tujuan dari penelitian ini adalah membangun
perangkat lunak deteksi daun sehat dan terinfeksi HLB berbasis absorban panjang
gelombang Vis-NIR.
Sampel daun dikumpulkan dari kebun jeruk di Desa Situ Gede, Bogor. Tahap
awal, kegiatan survey lapang dilakukan untuk menentukan pohon yang memiliki
gejala huanglongbing atau mirip dan pohon yang tidak bergejala huanglongbing
atau penyakit lain. Selanjutnya, pohon yang terindikasi gejala huanglongbing
diambil daunnya untuk diuji kandungan pati. Sampel daun dibagi menjadi tiga
kelompok, yaitu daun yang terinfeksi HLB, daun sehat dan daun belum bergejala.
Semua sampel tersebut telah diuji dengan PCR untuk verifikasi gejala visual
Huanglongbing. Spektrometer VIS-NIR dengan rentang spektrum dari 3391022nm digunakan untuk mengumpulkan data spektrum daun sakit HLB dan sehat.
MSC, SVN, baseline correction, turunan pertama dan kedua dari spektra digunakan
sebagai metode praperlakuan spektrum. Jaringan syaraf tiruan digunakan untuk
membangun model klasifikasi. Plot X-loading, hasil analisis komponen utama
digunakan untuk mendapatkan panjang gelombang sensitif. Absorban daun sehat
dan sakit pada panjang gelombang sensitif dari setiap metode praperlakuan
diklasikasi untuk mendapatkan panjang gelombang sensitif terbaik. Akurasi
klasifikasi dan kinerja cross entropy adalah parameter untuk menentukan panjang
gelombang sensitif terbaik.
Klasifikasi menggunakan panjang gelombang sensitif berbasis baseline
correction memiliki kinerja terbaik. Panjang gelombang sensitif tersebut, yaitu
500.52, 538.61, 658.16, 680.8, 725.84 dan 997.25nm. Nilai bobot dan bias JST dari
hasil klasifikasi spektrum daun sehat dan sakit HLB menggunakan absorban
panjang gelombang sensitif tersebut menjadi model klasifikasi untuk membedakan
spektrum daun sehat dan sakit HLB. Selanjutnya, model klasifikasi tersebut
ditanam pada perangkat lunak berbasis komputer desktop yang dikembangkan
dengan bahasa pemrograman visual basic. Data spektrum daun belum bergejala dari
pohon positif terinfeksi HLB digunakan untuk menguji model klasifikasi. Model
mengklasifikasikan data tersebut ke kelompok terinfeksi HLB, yang konsinten
dengan hasil pengujian PCR yang juga mengelompokkan pada daun terinfeksi HLB.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perangkat lunak tersebut dapat digunakan
untuk deteksi HLB pada tahap awal perkembangan penyakit.
Kata kunci: Huanglongbing, spektroskopi cahaya tampak-inframerah dekat,
jaringan saraf tiruan, jeruk
SUMMARY
R. ARIEF FIRMANSYAH. Classification of Healthy and Huanglongbing-infected
Leaves Citrus Using VIS-NIR Spectroscopy. Supervised by KUDANG BORO
SEMINAR and WIDODO
Huanglongbing is citrus disease which is a major threat for citrus orchard.
Neither disease has a cure nor an efficient means of control. Therefore, early
detection is important to prevent development and spread of the disease. The most
effective detection used DNA test by PCR. However, identification used DNA test
required sample preparation, time-consuming and expensive. The objective of this
study was to build detection of healthy and HLB-infected leaves software based on
Vis-NIR absorbance.
The leaf samples collected from citrus orchard in Situgede village, Bogor.
Firstly, scouting was carried out to find which trees had HLB or similar symptoms
and trees without HLB symptoms or other diseases. Secondly, tree was indicated
HLB symptoms, its leaves was picked for starch accumulation test. Sample leaves
divided into three group, i.e Huanglongbing-infected leaves, healthy leaves and
asymptomatic leaves. All samples was tested by PCR for verification visual
symptoms of huanglongbing. VIS-NIR spectrometer with a spectra range of 339 to
1022nm was used to acquisition HLB-infected and healthy leaves spectral data.
MSC, SNV, baseline correction, first and second derivative were used for
pretreatment method. Artificial neural network was used to build classification
model. X-loading plot from principal component analysis was used to obtain
sensitive wavelength. Healthy and HLB-infected absorbance on sensitive
wavelength from each pretreatment methods were classified to obtain the best
sensitive wavelengths. Classification accuracy and cross entropy value were
parameter to determine the best sensitive wavelength.
Classification model used sensitive wavelength baseline correction-based
had the best performance. The Sensitive wavelength, ie 500.52, 538.61, 658.16,
680.8, 725.84 and 997.25nm. Weights and biases value of neural network from
healthy and HLB-infected classification result using absorbance of sensitive
wavelength became classification model to distinguish healthy and HLB-infected
spectrum. Furthemore, the classification model was embedded in software PCdesktop based which was used visual basic programming language. Asymptomatic
leaves spectral from HLB-positive tree were used to testing classification model.
Model classified data into HLB-infected group, which was consistent with PCR test.
The result from this study indicated that developed software could be used to HLB
detection in early stage of disease.
Keyword: Huanglongbing, visible-near infrared spectroscopy, ANN, citrus
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KLASIFIKASI GEJALA DAUN SEHAT DAN TERINFEKSI
HUANGLONGBING PADA JERUK MENGGUNAKAN
SPEKTROSKOPI Vis-NIR
R ARIEF FIRMANSYAH
tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof. Dr. Ir. Sutrisno M.Agr
PRAKATA
Syukur Alhamdulillah kepada Allah azza wa jalla atas nikmat berupa
kesempatan untuk dapat mengikuti pendidikan pascasarjana di IPB hingga tuntas.
Terima kasih kepada Prof. Kudang Boro Seminar, ketua komisi pembimbing atas
kobaran semangatnya agar tetap bertahan di topik penelitian ini hingga tuntas.
Terima kasih kepada Dr.Widodo atas ide penelitian ini dan wawasan kebangsaan di
setiap konsultasi tesis. Pak Yunus dan keluarga, terimakasih atas kerelaannya untuk
pohon jeruknya dipetik berulang-ulang. Kawan-kawan TMP 2013, what a great
experience I have with you, guys, especially mas ubay, I hope, we can be a partner
for Ig Nobel Prizes, LOL. Penghuni Pondok D’qaka yang lama dan baru,
terimakasih atas kepercayaannya untuk menjadi tetua kalian. Terimaksih untuk ibu
dan saudara saya (Aria dan Anita), serta erdytaa. Terakhir, terimaksih kepada
pemerintah RI melalui kemenristek dikti atas bantuan beasiswa unggulan calon
dosen tahun 2013.
Bogor, Juni 2016
R Arief Firmansyah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
1
1
3
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Gejala penyakit Huanglongbing
Spektroskopi Vis-NIR
Metode Analisis Kualitatif Multivariat
4
4
5
7
3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan
Prosedur uji kandungan pati
Prosedur uji menggunakan PCR
Prosedur pengukuran spektrum VIS-NIR
Analisis data spektrum dan pembangunan model klasifikasi
Pengembangan aplikasi klasifikasi daun jeruk
8
9
9
10
11
11
12
13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik spektrum daun jeruk
Analisis spektrum dengan analisis komponen utama (PCA)
Pengklasifikasian menggunakan panjang gelombang sensitif
Aplikasi untuk deteksi penyakit HLB
13
13
15
17
19
5 PENUTUP
KESIMPULAN
SARAN
20
20
20
DAFTAR PUSTAKA
21
DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
Hasil analisis KU dan klasifikasi menggunakan JST
Panjang gelombang sensitif tiga jenis praperlakuan spektrum
Hasil klasifikasi menggunakan JST
Hasil pengujian menggunakan sampel tidak bergejala
16
17
18
19
DAFTAR GAMBAR
1. Ilustrasi terminologi untuk jenis sampel yang digunakan
3
2. Perbandingan daun yang terinfeksi HLB dan kurang nutrisi
(Pourreza et al. 2013)
4
3. Gejala kurang nutrisi (kiri) dan gejala HLB (kanan) pada daun
(crec.ifas.ufl.edu)
5
4. Skema pembagian metode analisis multivariat kuantitatif dan
kualitatif (Blanco dan Villarroya 2002)
7
5. Tahapan penelitian
9
6. Sampel daun jeruk sehat (A), sakit (B) dan belum bergejala (C) 10
7. Potongan daun untuk uji kandungan pati, bagian panah
menunjukkan bagian yang perlu diamati (Etxeberria et al,
2007)
10
8. Uji kandungan pati daun jeruk terindikasi penyakit HLB (kiri)
dan daun jeruk sehat (kanan)
11
9. Pengambilan spektrum daun dengan spectrometer Vis-NIR
12
10. Hasil pengujian sampel daun dengan metode PCR
14
11. Spektrum daun jeruk sehat dan sakit
15
12. Plot skor komponen utama spektrum daun
16
13. Plot X-loading untuk tiga jenis praperlakuan spektrum
17
14. User interface aplikasi klasifikasi daun jeruk terinfeksi HLB 19
15. Tampilan hasil klasifikasi aplikasi klasifikasi daun jeruk
terinfeksi HLB
20
DAFTAR LAMPIRAN
1. Spektrum penuh daun jeruk sehat dan sakit
25
2. Plot antara Explained variance dan komponen utama (KU) untuk
5 jenis praperlakuan spektra dan tanpa praperlakuan spektra
26
3. Nilai bobot dan bias JST yang digunakan untuk pengembangan
aplikasi
27
4. Script aplikasi klasifikasi daun jeruk sakit dan sehat, dengan
bahasa pemograman visual basic
28
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Huanglongbing (HLB) atau citrus greening termasuk jenis penyakit
berbahaya bagi budidaya jeruk sebab kerugian akibat penyakit tersebut
menyebabkan kehilangan hasil sebesar 30-100% (Iftikhar et al. 2016). Di
Indonesia, penyakit tersebut telah memusnahkan 2000 ha kebun jeruk dalam jangka
waktu 6 bulan dengan nilai kerugian Rp 120 miliar/tahun (Nurhadi 2015) dan
menghancurkan daerah sentra produksi jeruk, yaitu Garut, Tawangmangu, Punten
dan Tejakula (Ekowarso dalam Asaad 2006). Di Asia, penyakit ini disebabkan oleh
bakteri Candidatus liberactus asiaticum (Bove et al. 2006) yang penyebarannya
dibantu oleh serangga Diaphorina citri (Taufik et al. 2010). Ciri gejala penyakit ini
adalah pucuk daun menguning, warna daun sebagian kuning, hijau, dengan
beberapa corak kuning, hijau pucat dan hijau gelap, yang warna tersebut saling
bercampur tanpa ada batasan antar corak (blotchy mottle), buah yang dihasilkan
berukuran kecil, bentuk asimetris dan miring sebelah (Bove et al. 2006). Selain itu
terdapat akumulasi pati pada jaringan parenkima daun yang terserang HLB
(Schneider 1968). Ciri gejala lain yang ditimbulkan oleh penyakit ini adalah
terdapat gejala mirip dengan gejala kekurangan nutrisi pada daun, misalnya gejala
kekurangan unzur Zn. Oleh karena itu, salah satu tantangan dalam deteksi penyakit
HLB adalah membedakan gejala yang disebabkan oleh HLB dan kekurangan nutrisi
(Sankaran and Ehsani 2011).
Pengendalian efektif terhadap penyakit ini belum ada hingga saat ini, tetapi
deteksi awal dan pemusnahan pohon berpenyakit menjadi solusi untuk
meminimalkan penyebaran penyakit dalam satu kebun (Sankaran and Ehsani 2011;
Pourreza et al. 2014). Metode paling efektif untuk mendeteksi penyakit ini adalah
menggunakan polymer chain reaction (PCR) (Iftikhar et al. 2016) tetapi metode
tersebut memerlukan waktu dan mahal (Mishra et al. 2012; Pourreza et al. 2014).
Selain itu, ada jeda waktu antara konfirmasi hasil deteksi dengan PCR dan tindakan
pengendalian yang dilakukan sehingga meningkatkan kemungkinan penyebaran
penyakit akibat tindakan pengendalian yang terlambat (Sankaran et al 2010).
Didasari atas kelemahan metode PCR maka dikembangkan metode deteksi
penyakit HLB yang bersifat cepat, mudah dan tidak merusak bahan
(nondestructive) seperti yang dilakukan oleh Sankaran et al (2010) dengan
menggunakan spektroskopi MIR (Mid-inframerah) pada rentang panjang
gelombang 5.15-10.72 m, dimana hasil akurasi klasifikasinya lebih dari 95%
menggunakan metode kNN, juga diperoleh panjang gelombang efektif untuk
mendeteksi HLB adalah pada rentang 9-10.5 m. Tehnik spektroskopi inframerah
digunakan oleh Cardinali et al. (2012) untuk mengklasifikasikan daun belum
bergejala HLB, daun bergejala HLB, daun sehat dan daun terinfeksi CVC (citrus
variegated chlorosis). Hasil akurasi klasifikasi yang diperoleh terhadap empat kelas
tersebut sebesar 94%. Metode deteksi HLB menggunakan spektroskopi
fluorescence juga dikembangkan oleh Sankaran dan Ehsani (2012) yang digunakan
untuk mengklasifikasikan tiga jenis objek kelas, yaitu daun terinfeksi HLB, sehat
dan kurang nutrisi. Akurasi klasifikasi yang diperoleh pada metode deteksi tersebut
dengan menggunakan metode klasifikasi Bagged decision tree lebih besar dari 94%
pada pengukuran kondisi lapang dan lebih besar dari 91% pada kondisi
laboratorium. Dari hasil penelitian tersebut juga diperoleh fluorescence features
2
yang efektif mendeteksi HLB pada kondisi laboratorium, yaitu yellow fluorescence
yang tereksitasi warna hijau dan far-red fluorescence yang tereksitasi gelombang
UV.
Tehnik spektroskopi VIS-NIR juga diaplikasikan untuk mendeteksi HLB,
Sankaran et al. (2011) menggunakan tehnik tersebut untuk pengaplikasian di lahan
menggunakan beberapa model klasifikasi. Lanjutan dari penelitian tersebut,
Sankaran dan Ehsani (2011) menggunakan teknih spektroskopi yang sama untuk
memperoleh spektrum terpilih. Dari hasil penelitian diperoleh spektrum terpilih
yaitu 537, 662, 713nm untuk daerah panjang gelombang cahaya tampak dan 813,
1120, 1472nm untuk daerah panjang gelombang NIR, dengan spektrum terpilih
tersebut nilai akurasi klasifikasi untuk dua kelas objek daun sehat dan sakit sekitar
84-87% dengan metode klasifikasi QDA (quadratic discriminant analysis). Mishra
et al. (2012) menggunakan tehnik spektroskopi yang sama untuk mendeteksi HLB
pada kondisi lapang dengan pengulangan pengukuran spektrum pada setiap pohon
yang diukur. Dari penelitian tersebut diperoleh bahwa keakuratan deteksi HLB
meningkat ketika diterapkan pengukuran spektrum pada setiap pohon sebanyak 3
dan 5 kali ulangan, dengan SVM (support vector machine) sebagai metode
klasifikasinya.
Metode deteksi HLB dengan tehnik pencitraan (imaging) telah dilakukan oleh
Kim et al. (2009) dimana menggunakan mikroskop sistem digital untuk akuisisi
citra RGB daun. Jenis kondisi sampel daun yang digunakan untuk deteksi HLB ada
7 jenis yaitu blotchy mottle, green island, kekurangan zat besi, kekurangan Zn,
kekurangan Mn, young flush leaf, dan daun normal. Klasifikasi dilakukan
berdasarkan analisis tekstur citra menggunakan metode matrik co-occcurence dari
citra warna, dimana citra RGB dikonversi ke ruang warna HSI terlebih dahulu. Nilai
akurasi klasifikasi terbaik didapatkan pada model HSI_15 yaitu 94% dimana
jumlah feature tekstur yang digunakan sebanyak 15 jenis. Tehnik deteksi
menggunakan pencitraan juga dikembangkan oleh Sankaran et al. (2013), dimana
pengambilan citra dilakukan menggunakan filter cahaya tampak (visible), nearinfrared dan termal untuk mendeteksi dua kelas objek yaitu daun sehat dan daun
terinfeksi HLB. Nilai akurasi klasifikasi yang diperoleh lebih dari 87% dengan
menggunakan metode klasifikasi SVM, juga diperoleh nilai spektrum pada daerah
spectrum VIS-NIR yang dapat digunakan untuk mendeteksi gejala HLB yaitu 560
nm dan 710 nm. Pourreza et al. (2013) mengembangkan tehnik deteksi HLB dengan
menggunakan analisis citra pada panjang gelombang cahaya tampak yang pada
bagian sistem sensornya dilengkapi dengan filter polarisasi untuk mendeteksi
kandungan pati pada daun terinfeksi HLB. Dari penelitian tersebut didapatkan
bahwa filter polarisasi berpotensi untuk digunakan sebagai tehnik deteksi HLB,
tetapi tehnik tersebut masih belum mampu mengklasifikasikan antara daun yang
terinfeksi HLB dan daun yang kekurangan unsur Zn.
Tehnik deteksi HLB yang ada di Indonesia dikembangkan oleh Balitjestro
(balitjestro.litbang.pertanian.go.id), dimana tehnik yang digunakan berbasis asam
nukleat yang tidak memerlukan thermal cycler yaitu Loop-mediated isothermal
amplification (LAMP). Hasil pengujian DNA dengan menggunakan tehnik ini pada
berbagi level pengenceran memiliki sensitivitas assay hingga level 10 picogram,
hasil tersebut relatif sama dengan nilai yang diperoleh dengan menggunakan tehnik
real time PCR. Keuntungan tehnik ini dibandingkan real time PCR adalah dapat
dilakukan di lapang dan mudah dikerjakan oleh petani dan petugas lapang.
3
Perumusan Masalah
Deteksi awal terhadap penyakit tanaman (sebelum muncul gejala penyakit)
diperlukan sebagai sumber informasi penting untuk melakukan tindakan strategis
manajemen penyakit serta mencegah perkembangan dan penyebaran penyakit
(Sankaran et al. 2010). Peningkatan kandungan pati pada daun terinfeksi HLB dapat
menjadi indikator untuk mendekteksi awal penyakit HLB (Cardinali et al. 2012)
sebab pohon yang terinfeksi HLB fase awal perkembangan penyakit, daunnya tidak
menunjukkan gejala sakit. Klasifikasi terhadap sampel daun yang belum bergejala
HLB dan daun sehat telah dilakukan oleh Sankaran et al. (2011), Sankaran dan
Ehsani (2011), dan Cardinali et al. (2012). Hasil akurasi klasifikasi terhadap dua
jenis sampel daun tersebut yang diperoleh oleh Sankaran et al. (2011) cukup tinggi
yaitu 88% tetapi hasil tersebut berlaku untuk klasifikasi terhadap daun belum
bergejala terhadap kelas daun sakit sedangkan pada klasifikasi sampel daun belum
bergejala HLB terhadap kelas daun sehat menghasilkan lebih banyak false positif
(daun sehat secara aktual tetapi masuk kategori daun sakit). Nilai akurasi klasifikasi
yang dihasilkan oleh Sankaran dan Ehsani (2011) lebih rendah (dibawah 80%). Hal
serupa juga diperoleh dari penelitian Cardinali et al. (2012) dimana hasil akurasi
klasifikasi antara dua jenis daun tersebut berkisar 80%, hal tersebut disebabkan
kenampakan visual kedua jenis daun tersebut sama.
Upaya untuk meningkatkan hasil akurasi klasifikasi terhadap daun belum
bergejala HLB dan daun sehat perlu ditingkatkan supaya terbentuk sistem deteksi
dini penyakit HLB. Gambar 1 adalah ilustrasi untuk menjelaskan istilah daun belum
bergejala. Pada penelitian ini objek kelas yang diklasifikasikan adalah daun belum
bergejala HLB pada pohon yang positif terinfeksi HLB, daun terinfeksi HLB dan
daun sehat. Penentuan kategori daun belum bergejala HLB bertujuan untuk
menganalisis potensi pendeteksian awal penyakit HLB sebelum gejala morfologi
(fisik) muncul karena gejala awal HLB menunjukkan peningkatan kandungan pati,
baik pada daun yang menunjukkan gejala fisik atau tidak (Fan et al. 2010). Tehnik
spektroskopi Vis-NIR digunakan untuk mengklasifikasi tiga kelas daun tersebut.
Spektroskopi Vis-NIR dipilih karena telah teruji dapat mengklasifikasikan daun
sakit dan daun sehat dengan tingkat akurasi tinggi. Pada penelitian ini, sampel yang
digunakan berupa helai daun yang spektrumnya diukur pada kondisi laboratorium.
Pembangunan model klasifikasi menggunakan metode jaringan saraf tiruan. Output
dari penelitian ini adalah panjang gelombang sensitif yang dapat digunakan untuk
mempersempit rentang spektrum dalam proses klasifikasi daun belum bergejala
HLB.
Gambar 1 Ilustrasi terminologi untuk jenis sampel yang digunakan
4
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut,
1. Menganalisis karakteristik spektrum Vis-NIR daun sakit HLB dan daun sehat.
2. Mengklasifikasi tiga kelas daun, yaitu daun jeruk belum bergejala HLB pada
pohon positif HLB, daun sakit HLB dan daun sehat.
3. Membangun aplikasi deteksi penyakit HLB pada jeruk berdasarkan data
panjang gelombang sensitif.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Gejala penyakit Huanglongbing
Menurut da Graça (1991), secara umum gejala penyakit ini pada daun terbagi
atas dua jenis, gejala primer berupa warna daun yang berukuran normal menjadi
kuning disepanjang tulang daun dan berkembang menjadi blotchy mottle. Blochy
mottle adalah pola klorosis acak yang tidak sama antara bagian kanan dan kiri daun
(crec.ifas.ufl.edu). Gejala sekunder dari HLB berupa ukuran daun yang kecil, daun
menggulung ke atas (upright), dan menunjukkan gejala klorosis yang mirip dengan
gejala kurang zinc (Zn). Analisis terhadap daun yang terinfeksi HLB didapatkan
kandungan potassium yang tinggi, rendahnya konsentrasi kalsium, magnesium dan
zinc. Gejala pada buah berupa ukuran buah yang kecil, memiliki rasa pahit,
sebagian bentuk buah berbentuk lebih kecil dari yang lain, banyak buah yang jatuh
sebelum waktunya, dan buah berwarna hijau pada bagian yang ternaungi. Fase
perkembangan awal penyakit ini diawali dengan gejala blotchy mottle, daun yang
menebal dan berkulit. Berikutnya, gejala berupa kurang zinc berkembang dan
beberapa daun tumbuh menggulung. Terakhir, tanaman mengalami kerontokan
(defoliation) dan mati (Bove et al. 2006). Kesulitan dalam mendeteksi penyakit ini
pada daun adalah gejala yang mirip dengan kekurangan hara, berikut adalah
contohnya yang tersaji pada Gambar 2.
Gambar 2 Perbandingan daun yang terinfeksi HLB dan kurang nutrisi (Pourreza et
al. 2013)
Perbedaan gejala HLB dan kurang nutrisi pada daun dapat diuji dengan pen
test (crec.ifas.ufl.edu), yaitu dengan membuat garis imajiner yang membelah dua
5
bagian daun yang bergejala mirip HLB atau kurang nutrisi. Selanjutnya pada kedua
sisi daun yang telah digaris, daerah yang menunjukkan gejala digambar lingkaran
pada kedua sisinya. Bila daerah yang ditandai lingkaran pada kedua sisi daun
berpola sama maka gejala tersebut termasuk gejala HLB. Gambar 2 menunjukkan
cara pengujian tersebut.
Gambar 3 Gejala kurang nutrisi (kiri) dan gejala HLB (kanan) pada daun
(crec.ifas.ufl.edu)
Penyakit ini di Indonesia berkembang pada daerah panas dataran rendah,
contohnya daerah dataran rendah seluruh pesisir pula Jawa sedangkan di Bali
penyakit ini berkembang pada daerah dengan ketinggian kurang dari 650 mdpl.
Pengendalian terhadap penyakit ini belum ada, tetapi upaya mencegah penyebaran
penyakit ini dapat dilakukan melalui kegiatan survey (scouting) serangan penyakit
untuk menccegah sebanyak mungkin pohon yang menjadi sumber infeksi. Tehnik
pengendaliannya dilakukan dengan memusnahkan pohon yang terinfeksi secepat
mungkin dan/atau menekan populasi dari vektor serangga pembawa bakteri
penyebab penyakit ini (Bove et al. 2006).
Spektroskopi Vis-NIR
Spektrum NIR (near infrared) termasuk salah satu bagian dari daerah
panjang gelombang inframerah, selain MIR (middle infrared) dan far-infrared,
spektrum NIR sendiri berada pada panjang gelombang antara 700 – 2500 nm
(Osborne et al. 1993). Spektrum cahaya tampak (visible) berada di daerah panjang
gelombang 400-700 nm. Prinsip dari tehnik spektroskopi adalah ketika bahan
ditembakkan cahaya pada daerah panjang gelombang Vis-NIR, molekul bahan
menyerap cahaya tersebut, dalam bentuk foton kemudian akibat penyerapan foton,
ikatan antar molekul bergetar pada frekuensi tertentu berdasarkan komposisi kimia
yang terkandung dari bahan tersebut (Chelladurai dan Jayas 2014). Selain diserap,
cahaya juga dipantulkan dan ditransmisikan oleh bahan. Pada tanaman, spektrum
panjang gelombang di daerah cahaya tampak lebih sedikit dipantulkan akibat
pigmen yang terdapat pada daun. Pigmen yang paling banyak menyerap cahaya
adalah klorofil a dan b, dengan daerah serapan antara 400-495nm (cahaya biru) dan
620-700nm (cahaya merah). Selain klorofil, karetonoid juga termasuk pigmen yang
banyak meryerap cahaya, dengan daerah serapan di 550nm, karetenoid berfungsi
mengurangi dampak dari penyerapan cahaya di daerah panjang gelombang UV.
Spektrum panjang gelombang di daerah NIR berkaitan dengan serapan bahan
kering yang terdapat dalam bahan. Oleh karena itu, spektrum NIR banyak
6
digunakan untuk tujuan kualitatif dan kuantitatif pengujian bahan (Burgess dan
Hammond 2007).
Informasi dari spektrum hasil pengukuran tidak dapat langsung digunakan
sebab data spektrum tersebut selain mengandung informasi juga terdapat gangguan
(noise). Ada dua alasan utama penyebab hal tersebut menurut Ozaki et al. (2007),
pertama adalah alasan intrisik bahwa spektrum NIR terdiri atas sejumlah panjang
gelombang yang timbul dari mode kombinasi dan overtone panjang gelombang
yang saling tindih (overlap) satu sama lain. Alasan kedua adalah alasan secara
praktek dimana tehnik spektroskopi cukup mewakili kondisi nyata sampel sehingga
menghasilkan rasio sinyal dan gangguan (noise) yang buruk, fluktuasi pada
baseline dan saling tindih antar panjang gelombang yang parah akibat banyaknya
komponen. Oleh karena itu, algoritma praperlakuan (pretreatment) diperlukan
untuk mengurangi kompleksitas model sehingga lebih mudah tercapai metode
intepretasinya selain itu metode dengan praperlakuan lebih stabil terhadap
gangguan spektrum yang tidak diinginkan dibandingkan model yang tidak
dilakukan praperlakuan spektrum (Heise dan Winzen 2002). Berikut adalah 4 jenis
metode pretreatment,
1. Noise Reduction Methods
Terdapat jenis gangguan yang timbul dari mencampurnya proses fisik
dan kimia, yaitu high frequency dan low frequency noise. Untuk mengurangi
gangguan tersebut, salah satu metode yang dapat digunakan adalah
smoothing (Heise dan Winzen 2002). Metode smoothing yang paling umum
digunakan adalah moving-average method dan Savitzky-Golay method
(Ozaki et al 2007). Metode Savitzky-Golay mencocokkan sebuah
polinomial derajat rendah melalui titik-titik data didalam spektrum lokal dan
menurunkan (derivative) nilai proses sinyal tersebut dari fungsi
polinomialnya.
2. Baseline Correction Methods
Dasar spektrum yang konstan dan efek non-sistemik yang
mempengaruhi bentuk global dan level absolut spektrum dapat dengan
mudah dihilangkan dengan turunan spektrum (Heise dan Winzen 2002).
Turunan spektrum adalah turunan dari persamaan berikut dnA/d λn (n=1,2..)
dimana A( ) adalah fungsi dari . Turunan kedua, yaitu d2A/d λ2 adalah yang
paling sering digunakan. Keuntungan dari spektrum turunan kedua adalah
puncak spektrum yang berlapis naik pada spektrum asli dibentuk dengan
jelas perbedaannya antara puncak yang menurun. Keuntungan lain dari
spektrum turunan kedua adalah menghapus penambahan dan pengalian
ragam baseline pada spektrum asli (Ozaki et al 2007). Beragam cara
digunakan untuk mengoreksi efek multiplicative pada data praperlakuan,
salah satunya adalah multicaptive scatter correction (MSC). Pendekatan
koreksi spektrum dengan MSC adalah dengan cara menggeser dan
mengskalakan setiap spektrum agar cocok dengan spektrum target, dalam
praktiknya spektrum rata-rata pada saat kalibrasi sering dipilih sebagai
spektrum target (Heise dan Winzen 2002). Umumnya, MSC secara esensi
meningkatkan sifat linear dari spektroskopi NIR (Ozaki et al 2007).
3. Resolution Enhancement Methods
Metode ini berperan penting meniadakan kekusutan panjang
gelombang yang saling tumpan tindih dan menguraikan keberadaan panjang
7
gelombang yang tidak jelas (Ozaki et al 2007). Salah satu metode
peningkatan resolusi pada praperlakuan spektrum adalah perbedaan spectra
(difference spectra), dimana perbedaan spektrum antara sampel a dan b
dihitung berdasarkan selisih spektrum sampel a dan spektrum sampel b.
Perhitungan perbedaan spectra berguna untuk menganalisis gangguan
spektrum NIR yang bersifat ketergantungan (dependent) contohnya
temperature-dependent, pH-dependent, atau concentration-dependent
spectra.
4. Centering and Normalization Methods
Centering adalah metode penskala spektra yang diaplikasikan pada
setiap variabel individu pada semua sampel (Kang 2011). Metode mean
centering digunakan untuk menghitung spektrum rata-rata dari data dan
mengurangkan nilai rata-rata pada setiap spektrum. Normalisasi
mentransformasikan titik spektra dalam sebuah unit hypersphere dan semua
data didekati dalam skala yang sama. Normalisasi berguna untuk
menemukan kesamaan antara dua vektor spektrum dengan mengukur
produk skalar dari dua vektor (Kang 2011).
Metode Analisis Kualitatif Multivariat
Analisis kualitatif, lebih dikenal dengan metode pengenalan pola bertujuan
untuk mengklasifikasikan objek yang dibagi menjadi dua, yaitu supervised dan
unsupervised learning algorithm. Algoritma pembelajaran tak terawasi
(unsupervised learning algorithm) tidak memerlukan pengetahuan tentang objek
yang dikelompokkan malah sebaliknya membentuk kelompok sendiri, sedangkan
algoritma pembelajaran terawasi (supervised learning algorithm) perlu ada struktur
kelompok data training (Heise and Winzen 2002). Metode ini menyusun kriteria
secara matematis yang membuat kesamaan (similarity) antar dua sampel atau
sampel antar kelas yang dinyatakan secara kuantitatif, umumnya kesamaan tersebut
dinyatakan sebagai koefisien korelasi antar sampel atau ukuran jarak (dapat
dihitung dengan Mahalanobis distance atau Euclidean distance) (Blanco dan
Villarroya 2002). Skema yang menerangkan metode kuantitatif dan kualitatif
multivariat tersaji pada Gambar 3.
Gambar 4 Skema pembagian metode analisis multivariat kuantitatif dan kualitatif
(Blanco dan Villarroya 2002)
8
Contoh dari metode analisis multivariate kualitatif (Gambar 3) antara lain,
LDA (linear discriminant analysis), KNN (k-nearest neighbors), SIMCA (Soft
Independent Modelling Class of Analogy), PLS regression, ANN (artificial neural
network) dan SVM (support vector machine). Metode kualitatif tidak hanya
digunakan untuk masalah klasifikasi untuk penyakit atau kerusakan tetapi juga telah
lama digunakan untuk masalah klasifikasi terutama kualitas pangan. Contoh
klasifikasi yang dilakukan adalah mengklasifikasikan benih berdasarkan daya
kecambah atau varietas (Li et al. 2008; Lohumi et al. 2013; Mo et al. 2014) dan
mengklasifikasikan produk segar berdasarkan kandungan kimia dan bahkan
varietas produk tersebut (Li et al. 2007; Mendoza et al. 2014).
3 METODE
Proses klasifikasi dimulai dari persiapan sampel daun yang digunakan untuk
pengujian secara kimia (uji kandungan pati), pengujian secara biologi (PCR), dan
pengukuran spektrum Vis-NIR. Pengambilan sampel daun terlebih dahulu diawali
dengan kegiatan survey lapang, hal tersebut dilakukan sebab tidak ada data hasil uji
kimia atau biologi tentang jumlah dan posisi pohon jeruk yang positif terserang
HLB pada kebun tersebut. Hasil kegiatan survey lapang diperoleh sejumlah pohon
jeruk yang memiliki gejala daun HLB atau mirip dengan gejala HLB dan pohon
yang tidak memiliki gejala HLB. Sejumlah tiga hingga empat daun dipetik dari
pohon jeruk yang diduga terserang HLB untuk dilakukan uji kandungan pati. Hasil
dari uji kandungan pati dievaluasi sampel daun yang memiliki perubahan warna
hitam pada bagian tulang daunnya. Sampel daun yang memiliki warna hitam pada
bagian tepi daunnya direkomendasikan untuk dilakukan pengujian biologi
menggunakan metode PCR. Hasil PCR menjadi patokan penentuan pohon jeruk
yang termasuk kategori sakit atau sehat. Pengambilan sampel daun untuk
pengukuran spektrum didasarkan atas hasil PCR tersebut, selanjutnya data
spektrum digunakan untuk pembangunan model klasifikasi daun jeruk sehat dan
sakit. Skema tahap penelitian tersaji pada Gambar 5.
9
mulai
A
Pengambilan sampel (daun) di kebun
jeruk Situgede
Klasifikasi menggunakan JST
Pengujian secara kimia
Iodine-based starch test
Tidak
CE