Pegujian Berbagai Dosis Pupuk Kandang Domba Dan Pupuk Hayati Untuk Produksi Terong Ungu (Solanum Melongena L.)

PENGUJIAN BERBAGAI DOSIS PUPUK KANDANG DOMBA
DAN PUPUK HAYATI UNTUK PRODUKSI TERONG UNGU
(Solanum melongena L.)

MUHAMMAD APRIZAL BUDI AKHSAN JAYA

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Berbagai
Dosis Pupuk Kandang Domba dan Pupuk Hayati untuk Produksi Terong Ungu
(Solanum melongena L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015
Muhammad Aprizal Budi Akhsan Jaya
NIM A24110097

ABSTRAK
MUHAMMAD APRIZAL BUDI AKHSAN JAYA. Pegujian Berbagai Dosis
Pupuk Kandang Domba dan Pupuk Hayati untuk Produksi Terong ungu (Solanum
melongena L.). Dibimbing oleh MAYA MELATI
Informasi tentang teknik budidaya secara organik diperlukan untuk dapat
memenuhi kebutuhan produk organik. Pupuk kandang masih merupakan sumber
hara yang paling banyak digunakan dalam budidaya organik dan pupuk kandang
domba adalah salah satu sumber yang sering digunakan pelaku budidaya di
Indonesia. Rendahnya kadar unsur dalam pupuk organik menyebabkan tingginya
jumlah pupuk yang diperlukan, oleh karena itu perlu upaya pengurangan
kebutuhan pupuk dengan penggunaan pupuk hayati. Suatu percobaan telah
dilakukan pada bulan Januari-Juni 2015 untuk mempelajari pertumbuhan dan
produksi terong (Solanum melongena L.) pada berbagai dosis pupuk kandang
domba dan pupuk hayati. Percobaan dilakukan di kebun percobaan organik milik

IPB di Cikarawang, Darmaga, Bogor, Indonesia. Lokasi percobaan berada pada
6o30’-6o45’ (LS) and 106o30’-106o45’ (BT), 250 m dpl. Percobaan menggunakan
rancangan kelompok lengkap teracak dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan.
Faktor perlakuan pertama adalah dosis pupuk kandang domba (0, 13, 26, dan 39
ton ha-1) faktor ke-2 adalah dosis pupuk hayati (0, 4, 8, dan 12 L ha-1). Hasil
percobaan menunjukkan bahwa pertumbuhan dan produksi terong ungu lebih
dipengaruhi oleh pupuk kandang domba (dengan respon kuadratik), sedangkan
pupuk hayati hanya berpengaruh nyata terhadap diameter batang. Pengaruh
interaksi pupuk kandang domba dan pupuk hayati nyata pada peubah jumlah daun
dan diameter batang.
Kata kunci: pertanian organik, sayuran organik, solanaceae

ABSTRACT
MUHAMMAD APRIZAL BUDI AKHSAN JAYA. Testing various rates of
sheep manure and biological fertilizers for the production of purple eggplant
(Solanum melongena L.). Supervised by MAYA MELATI
In order to fulfil the need in organic product, the information of organic
farming techniques is necessary. Manure is a nutrient source most widely used in
organic farming and sheep manure is often used for plant cultivation in Indonesia.
Low level of elements in organic fertilizers cause a high amount of fertilizer

require, the use of biological fertilizers might be able to reduce the need of
organic fertilizers. An experiment was done in January-June 2015 to study the
growth and production of eggplant (Solanum melongena L.) with various rates of
sheep manure and biofertilizer. The experiment was carried out in an organic
experimental farm of IPB in Cikarawang, Dramaga, Bogor, Indonesia. The
experiment sites located in the 6o30’-6o45’ (South) and 106o30’-106o45’ (East),
250 m asl. The experiment used randomized complete block design with 2 factors
and 3 replications. The first factor of treatment was sheep manure rates (0, 13, 26,
dan 39 ton ha-1), the second factor was the rate of biological fertilizer (0, 2, 4, dan
6 L ha-1). The results showed that growth and production of the purple eggplant
was more influenced by manure (quadratically response), while the effect of
biological fertilizer was only significant on stem diameter. The effect of
interaction between sheep manure and biological fertilizer was found in the leaf
number and stem diameter.
Keywords: organic farming, organic vegetables, solanaceae

PENGUJIAN BERBAGAI DOSIS PUPUK KANDANG DOMBA
DAN PUPUK HAYATI UNTUK PRODUKSI TERONG UNGU
(Solanum melongena L.)


MUHAMMAD APRIZAL BUDI AKHSAN JAYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah
sayur organik, dengan judul Pengujian Berbagai Dosis Pupuk Kandang Domba
dan Pupuk Hayati untuk Produksi Terong Ungu (Solanum melongena L.).

Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan dukungannya, dan kepada Dr Ir Maya Melati, MS,
MSc selaku pembimbing skripsi yang telah membimbing dengan sangat baik.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Awang Maharijaya yang
telah bersedia memberi saran dalam penelitian ini, Bapak Argani sebagai
pembantu lapang pada penelitian ini, teman-teman yang membantu hingga skripsi
ini dapat selesai dengan baik, serta semua pihak yang telah memberikan informasi
atau data yang berkaitan dengan penelitian ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2015
Muhammad Aprizal Budi Akhsan Jaya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA

Budidaya Terong
Pertanian Organik
Pupuk Kandang
Pupuk Hayati
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Perancangan Percobaan
Pelaksanaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Hasil Rekapitulasi Sidik Ragam
Fase Pertumbuhan
Fase Produksi
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

vi
vi

1
1
3
3
3
3
4
4
5
5
5
6
6
7
7
8
10
20
23
24

26

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Rekapitulasi hasil sidik ragam fase pertumbuhan tanaman

Rekapitulasi hasil sidik ragam parameter bobot brangkasan tanaman
Rekapitulasi hasil sidik ragam fase produksi tanaman
Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
rata-rata tinggi tanaman
Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
rata-rata jumlah daun tanaman
Interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap jumlah
daun tanaman
Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
diameter batang tanaman
Interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap diameter
batang tanaman
Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
rata-rata jumlah cabang tanaman
Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
rata-rata bobot basah dan bobot kering akar dan batang tanaman
Unsur nitrogen, fosfor, dan kalium dalam tanaman terong ungu
Kadar hara dalam bobot kering terong
Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
rata-rata umur berbunga dan umur panen tanaman

Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
rata-rata jumlah dan bobot buah tanaman
Dosis optimum pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap pertumbuhan
tanaman

9
10
10
12
13
14
15
16
17
18
19
20
20
22
23


DAFTAR GAMBAR
1 Distribusi curah hujan mingguan pada bulan Januari hingga Juni 2015
2 Tanaman terong yang layu terkena serangan bakteri Ralstonia
solanacearum
3 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
rata-rata tinggi tanaman
4 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
rata-rata jumlah daun
5 Pengaruh interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
jumlah daun tanaman pada 6 MST
6 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
rata-rata diameter batang
7 Pengaruh interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
diameter batang tanaman pada 6 MST
8 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
rata-rata jumlah cabang tanaman
9 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang terhadap rata-rata bobot
basah daun dan bobot kering daun sampai dengan 11 MST

8
11
12
14
14

16
16
17
19

10 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang terhadap bobot basah total
dan bobot kering total sampai dengan 11 MST
11 Produksi tanaman terong dengan berbagai bentuk buah berdasarkan
dosis pupuk kandang
12 Busuk buah, Hama, dan penyakit pada produksi buah terong ungu

19
22
23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk tertinggi nomor 3 di
dunia yakni 248 juta jiwa pada tahun 2014 menurut BPS (2014), pertumbuhan
tersebut melaju pesat sejak 10 tahun terakhir. Pertumbuhan penduduk yang pesat
harus diiringi dengan pemenuhan pangan bergizi berupa karbohidrat, vitamin,
mineral, zat besi dan kebutuhan lainnya. Gizi tersebut dapat diperoleh dari
berbagai jenis pangan seperti sayuran dan buah. Sayuran dengan kandungan gizi
yang baik dan cenderung dibudidayakan masyarakat baik petani atau bukan petani
dalam skala besar atau skala kecil salah satunya adalah terong ungu (Solanum
melongena L.). Terong ungu segar sebanyak 100 g mengandung 24 kal kalori, 1.1
g protein, 0.2 g lemak, 5.5 g karbohidrat, 15 mg kalsium, 37 mg fosfor, 0.4 mg
besi, 4.0 SI vitamin A, 5 mg vitamin C, 0.04 vitamin B1, dan 92.7 g air serta kadar
kalium yang tinggi dan natrium yang rendah (Sakri 2012). Terong ungu termasuk
dalam komoditas hortikultura dengan produksi tinggi dari tahun ke tahun dimulai
pada tahun 1997 dengan produksi 279 516 ton hingga mencapai 545 646 ton pada
tahun 2013, hal ini menunjukkan terong menjadi konsumsi nasional dan perlu
ditingkatkan produksinya seiring dengan peningkatan penduduk Indonesia (BPS
2014), serta data Dinas Pertanian Provinsi Gorontalo menunjukkan adanya
peningkatan produktivitas terong hingga 170 ton/ha (BPS 2012). Peningkatan
kebutuhan terhadap terong dapat dipenuhi dengan peningkatan produksi, tetapi
diharapkan dapat dihasilkan melalui budidaya yang mengurangi penggunaan input
anorganik.
Budidaya terong ungu dengan input anorganik yang tinggi masih sering
dilakukan oleh petani atau masyarakat, tanpa adanya pertimbangan terhadap efek
negatif dari input anorganik tersebut seperti penggunaan pupuk dan pestisida
kimia. Budidaya tanaman dapat dilakukan dengan sistem organik atau budidaya
tanpa penggunaan bahan kimia sintetis. Pertanian organik menghasilkan produk
pertanian yang lebih sehat karena dalam prosesnya tidak menggunakan bahan
kimia yang berbahaya bagi kesehatan (Suwardi 2004). Pengembangan pertanian
menggunakan sistem organik membutuhkan input berupa bahan organik yang
merupakan penunjang dalam sistem budidaya atau berdasar fungsi dapat menjadi
sumber hara bagi tanaman. Pupuk organik mengandung bahan organik yang dapat
berasal dari sisa-sisa tanaman, hijauan, kotoran hewan padat atau cair, yang telah
terdekomposisi yang digunakan untuk memasok hara tanaman dan memperbaiki
lingkungan tumbuh (PERMENTAN 2013). Penggunaan pupuk organik 10 ton ha-1
dapat meningkatkan tinggi, bobot 1000 butir, bobot kering 100% tanaman padi
serta menyebabkan peranakan yang berkembang intensif (Sutrisno 2014).
Informasi tentang bahaya penggunaan input anorganik terhadap kesehatan
perlu disadari oleh masyarakat terutama petani sehingga penggunaan organik
secara bertahap sangat perlu diterapkan untuk menghindari dampak input
anorganik yang tidak terkendali, mengingat pertanian berkelanjutan yang sangat
penting (Suwahyono 2011). Selain manfaat berupa produk yang sehat,
penggunaan sistem budidaya organik dapat berproduksi setara dengan hasil
budidaya konvensional. Hal itu dibuktikan dalam budidaya terong ungu yang
dilakukan Raigon et al. (2013), metode organik memberikan dampak positif
berupa kandungan senyawa antioksidan, protein, dan phenol dalam buah terong

2

yang lebih tinggi dibandingkan pada metode konvensional serta berat kering yang
lebih tinggi. Hartanto (2013) pada penelitiannya membuktikan produktivitas
tanaman padi dengan budidaya organik yang menggunakan kombinasi pupuk
kandang dan pupuk hayati hampir menyamai hasil pada budidaya secara
konvensional dan penelitian Melati dan Andriyani (2005) tentang peningkatkan
pertumbuhan vegetatif dan produksi kedelai organik melalui pemanfaatan
interaksi bahan organik. Budidaya organik menghasilkan produksi kedelai yang
lebih tinggi dari konvensional karena bahan organik dapat memperbaik sifat tanah.
Peningkatan kepedulian terhadap kesehatan berpengaruh pada peningkatan
permintaan terhadap kualitas produk budidaya yang sehat sehingga sistem organik
perlu diterapkan untuk menghindari bahaya produk yang menggunakan bahan
kimia secara berlebih. Upaya teknis melalui penggunaan lahan organik dan pupuk
organik pada penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan produk yang sehat
dan terjamin dari bahaya bahan kimia. Pupuk adalah salah satu input budidaya dan
merupakan indikator yang dapat membedakan sistem pertanian organik dan
anorganik. Penggunaan pupuk organik masih sangat rendah dibandingkan dengan
pupuk anorganik, walaupun distribusi pupuk organik termasuk tinggi utamanya
pupuk kandang. Pupuk pada hakikatnya sangat memberikan manfaat terhadap
pertumbuhan tanaman, terbukti bahwa tanaman yang diberikan nitrogen (N),
fosfor (P) dan kalium (K) dalam bentuk NPK (pupuk anorganik) dan disertakan
dengan pupuk organik mampu meningkatkan suplai hara N, P, dan K sekitar 50100% sehingga mendorong pertumbuhan pertumbuhan dan produksi termasuk
kualitas buah tanaman (Suge et al. 2011).
Pemanfaatan kotoran ternak salah satunya domba merupakan upaya untuk
mengembangkan pertanian organik, selain kandungan pupuk kandang hara dalam
kotoran domba yang baik untuk pertumbuhan, hewan ini juga tersebar luas
dimasyarakat. Pemanfaatan pupuk kandang domba diharapkan mampu untuk
meningkatkan pertumbuhan dan produksi pada tanaman terong ungu sehingga
budidaya organik dapat diterapkan dengan baik, namun dosis yang tepat perlu
dicari. Penerapan budidaya organik juga dapat didukung dengan penggunaan
pupuk hayati karena memiliki fungsi yang beragam termasuk sebagai pengurai
bahan organik.
Menurut PERMENTAN (2011), pupuk hayati adalah produk biologi aktif
terdiri atas mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, kesuburan,
dan kesehatan tanah. Penggunaan pupuk hayati dapat meningkatkan kesuburan
tanah melalui aktivitas biologi dengan adanya reaksi antara mikroorganisme
dengan sifat fisik dan kimia tanah. Alin (2008) membuktikan bahwa pupuk hayati
dapat memberikan peningkatan produksi tanaman caisin, perlakuan pupuk organik
hayati terbukti mampu membuat tanaman berproduksi setara dengan penggunaan
pupuk anorganik. Penggunaan pupuk organik hayati mampu mensubstitusi 50%
penggunaan pupuk anorganik dan lebih ramah lingkungan. Han dan Lee (2005)
dalam penelitiannya yang menggunakan padatan P dan K serta PSB (Phosphate
solubilizing bacteria) dan KSB (Potassium solubilizing bacteria) sebagai mikroba
pelarut mampu meningkatkan serapan N, P, dan K dalam tanah dan mendukung
pertumbuhan terong. Agen hayati yang umum digunakan berasal dari jenis
penambat N, pelarut fosfat, penghasil hormon dan pengurai bahan organik dengan
agen hayati seperti golongan Pseudomonas, Bacillus, dan Streptomyce. Bahan
organik berupa pupuk kandang dapat menjadi sumber makanan untuk mikroba

3

sehingga meningkatkan populasi mikroba dalam tanah, menyebabkan peningkatan
aktivitas mikroorganisme dalam menjalankan fungsinya. Hal ini dapat
dimanfaatkan dalam penyediaan hara untuk tanaman.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari penelitian ini adalah menguji berbagai dosis kombinasi
pupuk kandang domba dan pupuk hayati terhadap peningkatan produksi terong
ungu (Solanum melongena L.).

TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Terong (Solanum melongena L.)
Terong ungu (Solanum melongena L.) merupakan salah satu komoditas
dengan konsumsi tinggi akan tetapi umumnya disertai pula budi daya dengan
tingkat penggunaan input kimia yang tinggi. Susila (2006) menjelaskan bahwa
terong memiliki sistem budi daya yang intensif. Produksi terong berupa
persemaian dengan sistem rumah bibit. Perlakuan benih terong dan pengolahan
media saat persemaian sangat penting untuk memperoleh hasil maksimal saat
pemindahan bibit ke lahan, kemudian penanaman dan pemeliharaan. Pemupukan
awal dan susulan disertai rekomendasi pupuk yang beragam dengan jumlah yang
tinggi pada target pH 6.5 serta penyiraman, panen dan pascapanen.
Pemupukan pada budi daya terong masih bergantung terhadap input
anorganik. Konsumsi nutrien (N, P, dan K) untuk satu musim tanam dalam
budidaya konvensional yaitu urea sebesar 400 kg ha-1, SP36 sebesar 311 kg ha-1,
dan KCl sebesar 225 kg ha-1 sehingga total anorganik sebesar 936 kg-1 ha-1 per
musim. Jumlah pupuk organik yang digunakan sebesar 1 500 kg ha-1 per musim
(Susila 2006). Data tersebut menunjukkan perbandingan penggunaan pupuk
organik dan anorganik pada budi daya terong. Penggunaan pupuk organik yang
hampir mencapai 2 ton per musim dibandingkan pupuk anorganik yang hanya 936
kg per musim tanam menjadi salah satu alasan kurangnya pemanfaatan bahan
organik untuk produksi, namun untuk mencapai pertanian organik yang
berkelanjutan, dibutuhkan input organik dengan sedikit atau tanpa input anorganik.
Pupuk anorganik memberikan pengaruh yang sangat baik terhadap produksi
tanaman terong walaupun dengan jumlah pupuk yang sedikit. Kebutuhan air pada
terong ungu dengan sistem irigasi kecil sebesar 2000-3000 L ha-1, apabila populasi
terong ungu 19 200 tanaman ha-1, dibutuhkan paling tidak 156 ml per tanaman per
hari (Ullio 2003), tetapi pada umumnya tanaman terong juga memperoleh air yang
dilarutkan bersama pupuk sebesar 250 ml per tanaman.
Pertanian Organik
Pertanian organik dalam penerapannya masih menghadapi kendala, karena
awalnya dibutuhkan input anorganik untuk peningkatan hara terutama pada tanah
yang miskin hara. Penggunaan anorganik dapat memberikan dampak yang negatif
terhadap tanah sehingga selipan bahan organik perlu ditingkatkan untuk
konservasi mikroorganisme tanah dalam rangka perbaikan kualitas tanah. Elabed

4

(2014) mengemukakan bahwa tanah dalam sistem organik dibandingkan dengan
konvensional atau penggunaan input kimia, memiliki mikroba tanah, biomassa,
aktivitas dehidrogenase, fosfor dan aktivitas pertukaran ion yang dapat membantu
kesuburan tanah sehingga meningkatkan produktivitas tanaman budidaya.
Aspek yang paling menunjang dalam pertanian organik adalah input yang
digunakan baik berupa jenis pupuk ataupun pestisida. Umumnya input yang
digunakan tidak berkaitan dengan bahan kimia maka dapat dijadikan acuan bahwa
sistem pertanian tersebut organik. Salah satu indikator pertanian orgnik yang
sangat kedepankan adalah penggunaan pupuk. Pupuk organik dengan aplikasi
dosis tinggi dapat memberikan manfaat bagi sistem budidaya tanaman, selain
mensubtitusi penggunaan input pupuk anorganik, dapat juga memberikan manfaat
berupa perbaikan sifat tanh menjadi lebih baik. Pupuk organik dengan dosis 10-15
ton ha-1 yang dikombinasi dengan bahan organik lainnya seperti jerami dan arang
sekam dapat mensuplai kebutuhan hara pada tanaman padi dengan sistem
pertanian organik (Hartatik dan Setyorini 2008).
Pupuk Kandang
Bahan organik seperti pupuk kandang mempunyai kontribusi dalam
mencegah erosi, pengerakan tanah, dan retakan tanah. Bahan organik juga
meningkatkan kemampuan tanah mengikat lengas, memperbaiki struktur serta
dapat memacu pertumbuhan bahan organik dan biota tanah lainnya (Sutanto 2002).
Pupuk kandang merupakan pupuk organik dari hasil fermentasi kotoran padat dan
cair (urin) hewan ternak yang umumnya berupa mamalia dan unggas. Pupuk
kandang mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman selain hara
makro nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K), pupuk kandang juga mengandung
unsur mikro seperti kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S) (Musnamar
2003).
Pupuk anorganik dan organik dapat dibedakan berdasarkan kandungan
hara dan bobot, dimana pupuk anorganik memiliki kandungan hara makro (N, P,
dan K) yang sangat dibutuhkan tanaman dengan asupan dalam jumlah sedikit,
berbeda dengan pupuk kandang yang memiliki kandungan hara makro yang
sedikit sehingga dibutuhkan dalam jumlah yang banyak. Salah satu hewan ternak
yang kotorannya dapat dijadikan bahan organik untuk budidaya adalah domba.
Kotoran hewan ini mengandung unsur Makro berupa 2.03% N, 1.24% P, 1.61% P,
2.45% Ca, dan 0.62% Mg dan unsur mikro yang dibutuhkan tanaman (Aini 2005).
Pupuk Hayati
Pupuk hayati atau bio-fertilizer adalah jenis bahan organik yang dijadikan
input dalam produksi pertanian. Menurut Simanungkalit et al. (2006), pupuk
hayati dapat didefinisikan sebagai inokulan berbahan aktif organisme hidup yang
berfungsi untuk menambat hara tertentu atau memfasilitasi tersedianya hara dalam
tanah bagi tanaman melalui peningkatan akses tanaman terhadap hara misalnya
oleh cendawan mikoriza arbuskuler, pelarutan oleh mikroba pelarut fosfat,
maupun perombakan oleh fungi, aktinomiset atau cacing tanah. Pertama kali
dikenal inokulan yang hanya mengandung satu kelompok fungsional mikroba
(pupuk hayati tunggal), tetapi perkembangan teknologi inokulan telah
memungkinkan memproduksi inokulan yang mengandung lebih dari satu

5

kelompok fungsional mikroba. Inokulan-inokulan komersial saat ini mengandung
lebih dari suatu spesies atau lebih dari satu kelompok fungsional mikroba.
Penggunaan pupuk hayati meningkatkan produksi tanaman dibuktikan oleh
Sennang et al. (2012), bahwa pemakaian dosis pupuk hayati 5 L ha-1 dapat
memberikan peningkatan produksi pada tanaman padi melalui perbaikan hasil
gabah panen. Pupuk hayati berpengaruh baik terhadap produksi tanaman juga
dibuktikan oleh Moelyohadi et al. (2012) bahwa perlakuan pupuk hayati mikoriza
memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
jagung di lahan kering marginal. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan dan
produksi tanaman jagung yang dipupuk dengan pupuk hayati mikoriza
memberikan pengaruh terbaik terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman
jagung di lahan kering marginal, dengan hasil panen rata-rata 8.57 ton pipilan
kering/hektar.
Penggolongan agen hayati dapat berdasarkan fungsinya dalam penyediaan
hara tanaman. Kelompok Rhizobium sebagai penambat hara tertentu misalnya
penambat N atau mikroba pelarut fosfat sebagai penyedia unsur P dalam tanah,
dan fungi seperti aspergillus sp. sebagai pendegradasi selulosa. Kombinasi dari
berbagai jenis mikroba dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman seperti pada penelitian Mezuan (2002) yang memformulasikan
Azotobacter sp., Aspergillus sp., dan Streptomyces sp., dengan formulasi ini,
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan jumlah anakan pada padi gogo. Mikroba
dapat dimanfaatkan dalam efisiensi pemupukan pada budidaya tanaman melalui
fungsinya sebagai pengurai bahan organik, adanya interaksi mikroba dengan
bahan organik, dapat meningkatkan dan mempercepat ketersediaan hara dalam
tanah yang dibutuhkan oleh tanaman. Interaksi mikroba dalam pupuk hayati
dengan pupuk organik padat 10 ton ha-1 meningkatkan hasil GKG pada budidaya
padi organik sebesar 10.3 % dibandingakan budidaya tanpa pupuk hayati yang
hanya meningkatkan 3.6 % hasil GKG (Sutrisno 2014).

METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Organik Institut Pertanian
Bogor, Cikarawang, Dramaga, Bogor. Percobaan dilakukan pada bulan Januari
hingga juni 2015.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih terong ungu (Solanum melongena L.),
pupuk kandang domba, pupuk hayati cair produk CV. LAKSMI PRIMA
Indonesia dengan kandungan mikroba Azotobacter SP 2.8 x 109 cfu/ml,
Lactobacillus SP 2.3 x 107 cfu/ml, Psi eudomonas SP 2.7 x 107 cfu/ml, Bacillus
SP 1.4 x 107 cfu/ml, mikroba pelarut fosfat 2.0 x 109 cfu/ml, pupuk kandang sapi,
abu sekam dan air sebagai pelarut. Peralatan yang digunakan adalah alat pertanian
yang umum digunakan untuk budidaya, alat tulis menulis, alat pengukur berupa
pengregresi, timbangan digital, gelas ukur, serta ajir bambu dan ember.

6

Perancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas 2 faktor yaitu perlakuan dosis
pupuk kandang domba dengan 4 taraf yaitu 0, 13, 26, dan 39 ton ha-1 setara
dengan 0, 10.92, 21.84, dan 32.76 kg per petak dan perlakuan pupuk hayati
dengan 4 taraf yaitu 0, 4, 8, dan 12 L ha-1 setara dengan 0, 3.36, 6.72, dan 10.08
ml per petak sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Data dianalisis dengan
menggunakan sidik ragam pada taraf 5% dan apabila hasilnya berbeda nyata,
dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Model statistika Gomez dan Gomez (2007) untuk rancangan yang diajukan
adalah :
Yijk = μ + αi + j + (α )ij + k + εijk
Keterangan :
Yijk : Nilai pengamatan jenis pupuk kandang ke-i, pupuk hayati ke-j dan
ulangan ke-k.
μ
: Rata-rata umum.
αi
: Pengaruh pupuk kandang domba ke-i (i = 1, 2, 3, 4).
:
Pengaruh pupuk hayati ke-j (j = 1, 2, 3, 4).
j
(α )ij : Pengaruh interaksi pupuk kandang domba dan pupuk hayati.
: Pengaruh ulangan ke-k (k = 1, 2, 3).
k
εijk
: Pengaruh galat percobaan terhadap pupuk kandang domba ke-i, pupuk
hayati ke-j dan ulangan ke-k.
Pelaksanaan
Persiapan lahan
Pelaksanaan percobaan dimulai pada tahap persemaian yaitu
pengecambahan benih yang ditebar diatas bedeng berukuran 1.5 m x 1 m dengan
persentase penyulaman 20%. Media yang digunakan berupa campuran tanah,
pupuk kandang sapi dan abu sekam dengan perbandingan 1:1:1. Pemindahan bibit
ke polybag yang berisi campuran pupuk kandang sapi yang telah halus, tanah dan
abu sekam perbandingan 2:2:1 dilakukan setelah berumur 15 hari dan selanjutnya
pemeliharaan di rumah bibit dengan menggunakan naungan plastik, serta sungkup
sebagai perlindungan dari hama. Luas lahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah 475 m2. Persiapan lahan percobaan diawali dengan analisis tanah dan
pupuk kandang domba di laboratorium, analisis untuk mengetahui kandungan
bahan kimia dan kandungan pH sedangkan pengujian pupuk hayati untuk
mengetahui kandungan mikroorganisme pada pupuk tersebut. Persiapan
selanjutnya membersihkan gulma dari lahan yang dilaksanakan 2 minggu sebelum
tanam kemudaian lahan dibagi menjadi 48 petakan dengan ukuran masing-masing
petakan 2.8 m x 3 m.
Aplikasi pupuk
Pupuk kandang diaplikasikan 2 minggu sebelum tanam dengan

dosis

perlakuan kemudian dosis aplikasi selanjutnya pada 5 MST dengan. Pupuk
kandang diaplikasikan langsung dalam lubang tanam untuk pemupukan awal dan
untuk pemupukan susulan diaplikasikan pada tanaman dengan cara melarutkan

7

pupuk kandang dalam air. Pupuk hayati diaplikasikan pada waktu pupuk kandang
pertama kali diaplikasikan dan pada 5 MST dengan dosis sama dengan
pengaplikasian pertama, diaplikasikan dengan cara dilarutkan dalam air kemudian
dituangkan ke tanah.
Penanaman
Penanaman dilakukan setelah bibit berumur 40 hari atau telah memiliki 4
helai daun. Jarak tanam yang digunakan adalah 60 cm x 70 cm. Penyiraman
dilakukan sebelum penanaman apabila kondisi tanah kering. Setiap lubang
ditanami satu bibit hasil seleksi di persemaian.
Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan meliputi penyulaman bibit yang dilakukan satu
minggu setelah tanam. Pengajiran dengan bambu setinggi 90 cm, lebar 2-4 cm,
jarak dari batang utama 5-7 cm dilakukan dua minggu setelah penanaman.
Pengendalian hama dan penyakit dengan pemberian abu sekam yang diaplikasikan
2 minggu sebelum tanam dengan dosis 1 ton per musim dan pengendalian lanjutan
dengan penyemprotan larutan jengkol dan cabai, pemanfaatan tanaman tahi kotok
(Tagetes erecta L.) serta tanaman sereh (Cymbopogon nardus L.) untuk mengusir
hama. Penyiangan gulma dilakukan sesuai dengan kondisi.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 80 hari setelah tanam di
lahan selama 3-7 hari sekali, dan dilakukan hingga 5 kali pemanenan. Buah
dipanen pada pagi dan sore hari untuk menghindari panas matahari yang dapat
mengkeriputkan buah dan menurunkan kualitas hasil.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman sampel di setiap petakan.
Parameter yang diamati pada percobaan ini terdiri atas fase pertumbuhan dan fase
produksi. Pengamatan pada fase pertumbuhan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun,
diameter batang tanaman, jumlah cabang, ukuran panjang dan lebar daun, bobot
basah dan kering tanaman serta jumlah tanaman mati. Fase produksi yaitu umur
berbunga, umur panen, jumlah tanaman berbuah, jumlah buah per petak, jumlah
buah per tanaman, bobot per buah, bobot buah per tanaman, bobot buah per petak.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
berbagai parameter pengamatan dalam penelitian ini adalah curah hujan dan
keadaan tanah. Intensitas curah hujan di lokasi penelitian cukup baik bagi
pertumbuhan tanaman terong tetapi kurang baik bagi produksi buah karena adanya
perbedaan distribusi curah hujan pada masa pertumbuhan ke masa produksi
(Gambar 1). Pertumbuhan tanaman yang signifikan didukung oleh curah hujan
yang cukup untuk fase pertumbuhan, dengan intensitas 350.8 mm pada bulan
Februari dan 374.3 mm pada bulan Maret, ini lebih tinggi dibandingkan bulan

8

Curah hujan (mm)

Januari, April, Mei, dan Juni (BMKG 2015). Jumlah hari hujan mingguan pada
musim tanam terong sejak penanaman di lapangan hingga pemanenan berturut
turut adalah: 2, 2, 3, 5, 5, 6, 6, 5, 3, 5, 1, 6, 4, 3, 1, 3, 3, dan 1 HH/minggu. Data
hujan tersebut dapat digunakan untuk menganalisis ketersediaan air untuk
budidaya terong. Keadaan lahan yang digunakan berupa status hara tanah dengan
kadar C-organik 2.10 % dan pH 6.23, selain itu kadar hara N sebesar 0.18 %, P
dalam P2O5 0.17 %, dan K dalam K2O sebesar 0.22 %. Faktor tersebut di dukung
oleh pupuk kandang sebagai perlakuan dengan pH 2.10, C-organik 0.22 %
(Walkey and Black), kadar hara N total 2.20 %, P total 6.23 %, dan K total 0.18 %.
Pertumbuhan gulma pada lahan budidaya didominasi oleh gulma jenis rumput
dengan intensitas sedang serta terdapat berbagai jenis hama dan patogen penyebab
penyakit yang menyerang tanaman terong ungu.
Pertumbuhan tanaman diamati pada dua fase, yaitu fase pertumbuhan dan
produksi. Fase pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, jumlah daun, diameter
batang, jumlah cabang, dan bobot brangkasan serta fase produksi yaitu umur
berbunga, umur panen, jumlah dan bobot buah. Pengamatan dilakukan sejak 1
MST bibit terong ditanam dilapangan hingga 6 MST yang menjadi batas fase
pertumbuhan tanaman terong.
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0

176.8

110.7
76.3

71.2

75.7
60.5

40.6
21.9
2

3

54.2
39.3

35.4

20.6
4.5

5.4
1

50.8

71.5

4

5

6

7

8

9

10 11 12 13 14 15 16

Minggu setelah tanam (MST)
Gambar 1 Rata-rata distribusi curah hujan mingguan pada bulan Januari hingga
Juni 2015
Hasil Rekapitulasi Sidik Ragam
Penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh perlakuan yang bersifat
tunggal dari dari dua perlakuan pupuk yang digunakan yaitu perlakuan pupuk
kandang domba dan perlakuan pupuk hayati. Kombinasi kedua perlakuan yang
diharapkan mampu bekerja bersama hanya berpengaruh pada beberapa peubah
yang diamati. Perlakuan pupuk kandang berpengaruh nyata terhadap semua
peubah baik pada fase pertumbuhan maupun produksi sedangkan pupuk hayati
hanya memberikan pengaruh terhadap peubah diameter batang fase pertumbuhan.
Interaksi perlakuan hanya berpengaruh pada beberapa peubah fase pertumbuhan.

9

Tabel 1 menunjukan hasil sidik ragam dari parameter fase pertumbuhan
yaitu pertumbuhan menunjukkan perlakuan pupuk kandang berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, dan jumlah
cabang sedangkan pupuk hayati tidak berpengaruh nyata terhadap empat
parameter pertumbuhan tanaman terong kecuali pada peubah diameter batang.
Interaksi antara pupuk kandang dan pupuk hayati nyata pada peubah jumlah daun
dan diameter batang.
Terhadap bobot brangkasan atau biomasa tanaman (Tabel 2) dan
komponen produksi (Tabel 3) hanya perlakuan pupuk kandang yang berpengaruh
nyata, sedangkan perlakuan pupuk hayati ataupun interaksi kombinasi dosis kedua
perlakuan tidak berpengaruh. Pengaruh perlakuan pupuk kandang domba pada
peubah bobot brangkasan juga ditunjukkan pada penelitian Rosliani et al. (2006)
yaitu adanya pengaruh yang sangat nyata terhadap bobot kering akar, batang, dan
daun tanaman mentimun.
Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam fase pertumbuhan tanaman sampai dengan
6 MST
Parameter
Tinggi
tanaman

Jumlah daun

Diameter
batang

Jumlah
cabang

Umur
tanaman
(MST)

Ulangan

Pupuk
kandang

Pupuk
hayati

Kombinasi pupuk
kandang dan
pupuk Hayati

KK
(%)

1

**

tn

tn

tn

13.66

2

**

*

tn

tn

16.89

3

**

**

tn

tn

12.71

4

**

**

tn

tn

11.16

5

**

**

*

tn

11.22

6

**

**

tn

tn

17.07

1

tn

tn

tn

tn

9.39

2

**

**

tn

tn

14.52

3

tn

**

tn

tn

22.00

4

tn

**

*

tn

19.83

5

**
**

tn

6

tn
tn

tn

tn
*

22.30
26.76

1
2

**
**

tn
**

tn
tn

tn
tn

8.10
8.68

3

**

**

**

**

10.41

4

tn

**

*

tn

10.45

5

tn

**

*

tn

10.37

6

tn

**

tn

*

22.23

4

**

**

tn

tn

52.88

5

tn

**

tn

tn

28.81

6
tn
**
tn
tn
24.07
MST=minggu setelah tanam, KK=koefisien keragaman, tn=tidak nyata, *=berbeda nyata,
**=sangat berbeda nyata (Uji lanjut dengan DMRT, transformasi dengan √x )
a

10

Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam parameter bobot brangkasan tanaman pada
8 MST
Parameter

Ulangan

Pupuk
kandang

Pupuk
hayati

**
tn
*
**
tn
tn

**
**
**
**
**
**

tn
tn
tn
tn
tn
tn

Bobot basah akar (g)
Bobot kering akar (g)
Bobot basah batang (g)
Bobot kering batang (g)
Bobot basah daun (g)
Bobot kering daun (g)

Kombinasi pupuk
kandang dan
pupuk Hayati
tn
tn
tn
tn
tn
tn

KK
(%)
13.61
19.87
15.27
21.76
14.16
20.77

a

MST=minggu setelah tanam, KK=koefisien keragaman, tn=tidak nyata, *=berbeda nyata,
**=sangat berbeda nyata (Uji lanjut dengan DMRT, transformasi dengan √x )

Tabel 3 Rekapitulasi hasil sidik ragam fase produksi tanaman
Parameter
Umur berbunga
Umur panen
Jumlah tanaman berbuah
Jumlah buah per petak
Bobot buah per petak (g)
Bobot per buah (g)
Bobot buah per tanaman (g)
Jumlah buah per tanaman

Ulangan
tn
tn
tn
tn
tn
*
tn
*

Pupuk Pupuk
kandang hayati
**
**
**
**
**
**
**
**

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

Kombinasi pupuk
kandang dan
pupuk Hayati
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

KK
(%)
21.83
2.10
63.55
69.57
75.85
27.27
39.13
33.11

a

MST=minggu setelah tanam, KK=koefisien keragaman, tn=tidak nyata, *=berbeda nyata,
**=sangat berbeda nyata (Uji lanjut dengan DMRT, transformasi dengan √x )

Fase Pertumbuhan
Berdasarkan hasil uji terdapat beberapa kemungkinan pupuk hayati tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman salah satunya karena mikroba dalam
pupuk hayati sudah tidak aktif. Penggunaan pupuk kandang pada budidaya
tanaman harus mempertimbangkan pemberian dosis tinggi, karena dikawatirkan
pupuk kandang yang digunakan dapat berpotensi terkandung logam berat yang
dapat berasal dari pakan ternak yang memungkinkan penghambatan pada
pertumbuhan tanaman bisa menjadi bahaya keracunan pada tanaman. Berdasarkan
data yang ada, distribusi curah hujan dalam satu musim tanam terong tidak merata,
angka hari hujan/minggu menunjukkan rendahnya pasokan air saat masa tanam
menyebabkan kebutuhan air untuk tanaman atau pun untuk proses metabolisme
dalam tanah terkait ketersediaan hara tidak tercukupi. Berdasarkan data curah
hujan, per tanaman terong memperoleh pasokan air sebesar 32 L/tanaman/musim,
tetapi pasokan tersebut tidak merata untuk pertumbuhan dan produksi, kelimpahan
air didominasi pada fase pertumbuhan sedangkan saat memasuki fase produksi
tanaman mengalami krisis air. Menurut Ullio (2003) tanaman terong paling tidak
membutuhkan 156 ml air untuk proses fisiologi dalam tanaman. Kekurangan air
dalam tanah juga mengakibatkan mikroba sebagai penyedia hara melalui proses

11

dekomposisi bahan organik lambat sehingga proses pertumbuhan tanaman juga
menjadi lambat. Faktor lingkungan yang tidak mendukung diindikasikan saling
terkait sehingga menjadi penyebab rendahnya produktivitas tanaman terong ungu.
Rendahnya pertumbuhan tanaman pada penelitian ini disebabkan juga
adanya gangguan bakteri Ralstonia solanacearum yang menyebabkan gangguan
fisiologis pada tanaman sehingga tanaman menjadi layu dan akhirnya mati
(Gambar 2). Adanya ketidakmerataan hari hujan, perubahan suhu serta
kelembaban tanah dapat menjadi suasana kondusif untuk perkembangan bakteri
yang berbahaya bagi tanaman. Bakteri yang menyerang tanaman terong mulai
terlihat gejala serangannya sejak 5 MST di lapangan dengan persentase serangan
awal dari tiga kelompok percobaan yang terkena berturut-turut 3.31 %, 4 %, dan
3 %. Jumlah tanaman mati akibat serang penyakit semakin lama semakin
bertambah, hal ini dikarenakan populasi bakteri yang ada dalam tanah semakin
meningkat oleh lingkungan kondusif. Pencegahan yang dilakukan adalah dengan
mencabut tanaman dari lahan agar menghentikan perkembangan populasi bakteri
karena tanaman terong yang terserang menjadi inang bagi bakteri solanacearum.

Gambar 2 Tanaman terong yang layu terkena serangan bakteri Ralstonia
solanacearum
Pengaruh perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman dapat dilihat pada Tabel 4. Penambahan pupuk
kandang meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan tanpa pupuk kandang,
karena pupuk kandang menyediakan hara bagi tanaman dan memperbaiki kualitas
tanah yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman. Tinggi tanaman
menunjukkan respon kuadratik, hal ini menunjukkan adanya dosis optimum yang
tercapai. Berdasarkan persamaan regresi (Gambar 3), dosis pupuk kandang yang
optimum untuk tinggi tanaman adalah 25.47 ton ha-1 sedangkan dosis pupuk
hayati yang optimum adalah 2.52 L ha-1 berdasarkan pengamatan 6 MST.
Angka rata-rata tinggi tanaman lebih rendah dibandingkan deskripsi dapat
disebabkan oleh berbagai faktor dalam penelitian ini yaitu faktor perlakuan
maupun lingkungan. Perlakuan pupuk sejumlah 0.5 ton pupuk kandang domba
hanya menyediakan 2.20 % N, 6.23 % P, dan 0.18 % K, sedangkan untuk
menyamai budiaya terong ungu secara konvensional kurang lebih dibutuhkan
20 % N, 10 % P, dan 10 % K yang setara dengan 5 ton pupuk kandang domba
(Adrian et al. 2013), sehingga merujuk pada data yang disajikan terlihat bahwa
adanya keterlambatan dalam pertumbuhan tinggi tanaman terong.

12

Perlakuan pupuk hayati pada penelitian ini tidak menunjukkan pengaruh
yang nyata pada peubah yang diamati, hal ini berbeda dengan hasil penelitian
Suliasih et al. (2010), pemberian inokulan PSB (bakteri pelarut fosfat) dalam
budidaya tomat nyata meningkatkan tinggi tanaman, jumlah buah dan berat buah
serta peningkatan hasil tanaman tomat dan aktivitas mikroba dalam tanah.
Tabel 4 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap ratarata tinggi tanaman sampai dengan 6 MST
Tinggi tanaman (cm) pada minggu ke Dosis Pupuk
Kandang (ton ha-1) 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST
0
7.36b
7.89b
8.88b
9.81b
10.83c
13
8.56a
9.73a
11.24a 13.42a 15.86b
26
8.35a
9.58a
10.81a 13.39a 17.40a
39
8.12ab
8.87ab 10.45a 13.30a 18.79a
Dosis Pupuk hayati (L ha-1)
0
7.8
8.62
10.34
12.48
15.32
4
7.92
9.04
10.46
12.90
16.34
8
8.21
9.29
10.83
12.90
16.24
12
8.45
9.13
9.76
11.60
14.78

6 MST
13.19c
20.02b
22.64ab
23.24a
19.47
19.61
20.69
19.02

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan
pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT ( = 5%)
25

25
20

23.2

Tinggi tanaman (cm)

Tinggi tanaman (cm)

22.6
20.0

15
13.2
10
y = -0.0156x2 + 0.7949x + 13.3
R² = 0.9962

5
0

20

19.7 19.09
17.78
15.97

15
10
5

y = -0.315x2 + 1.588x + 17.781
R² = 1

0
0

13

26

39

(A) Dosis pupuk kandang (ton ha-1)

0

4

8

12
-1

(B) Dosis pupuk hayati (L ha )

Gambar 3 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang (A) dan pupuk hayati (B)
terhadap rata-rata tinggi tanaman sampai dengan 6 MST
Terjadi peningkatan jumlah daun pada pada setiap waktu pengamatan.
Penambahan pupuk kandang meningkatkan jumlah daun (Tabel 5) dengan pola
respon kuadratik sehingga dosis optimum pupuk kandang yaitu 30.76 ton ha-1
sedangkan untuk pupuk hayati yaitu 2.36 L ha-1 (Gambar 4). Pengaruh pupuk
kandang terhadap jumlah daun sangat terlihat, hal ini dikarenakan hara yang
tersedia pada pupuk kandang sangat cukup untuk fase pertumbuhan jumlah daun.
Pertumbuhan jumlah helai daun yang signifikan pada penelitian ini sesuai dengan
penelitian Sajimin et al. (2011) bahwa pupuk kandang domba dengan hara N
sebesar 2.45 %, P sebesar 1.13 %, K sebesar 3.50 % mampu meningkatkan

13

pertumbuhan tanaman alfalfa fase pertumbuhan secara cepat. Kandungan hara
yang ada dalam pupuk kandang domba pada penelitian ini tidak berbeda jauh
dengan apa yang di jelaskan oleh Sajimin et al. (2011) yaitu 2.20 % N, 6.23 % P,
dan 0.18 % K.
Pengaruh interaksi pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap jumlah daun
nyata pada 6 MST dengan pola respon kuadratik dan linier (Tabel 6 dan Gambar
5). Interaksi yang terjadi pada dasarnya merupakan integrasi yang kuat, dengan
adanya kerja mikroba dalam pupuk hayati membantu dalam pembenahan tanah
salah satunya sebagai pengurai bahan organik dalam hal ini pupuk kandang domba,
sehingga tersedia hara untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai
dengan Rosliani et al. (2006) dalam penelitiannya menunjukkan keterkaitan
mikroba dan bahan organik, efektifitas mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman
dipengaruhi oleh pupuk kandang domba, berdasarkan hal ini maka penggunaan
mikroba perlu diimbangi dengan penggunaan bahan organik. Pemanfaatan
mikoriza dan pupuk kandang domba bermanfaat untuk peningkatan
mikroorganisme dalam tanah seperti P. flourescens, Trichoderma sp. dan Bacillus
sp.
Tabel 5 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap ratarata jumlah daun tanaman sampai dengan 6 MST
Dosis Pupuk
Kandang (ton ha-1) 1 MST
0
4.8
13
5.2
26
5.0
39
4.9
Dosis Pupuk hayati (L ha-1)
0
4.9
4
5.0
8
5.0
12
5.0
a

Jumlah daun pada minggu ke 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST
4.3b
5.3c
6.1c
7.2c
6.0a
9.8b
13.6b
16.2b
6.1a
11.0ab
18.8a
23.4a
5.9a
11.9a
20.1a
26.3a

6 MST
10.9c
17.2b
27.5a
26.5a

5.7
5.9
5.6
5.2

19.7
23.0
19.4
19.7

9.8
10.2
9.6
8.2

14.5ab
15.8a
15.2ab
12.7b

17.8
19.7
19.1
16.0

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan
pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT ( = 5%)

14

30.0

30
27

27

25.0

Jumlah daun

Jumlah daun

25
20
17
15
11

10

y = -0.0182x2 + 1.1197x + 10.102
R² = 0.9406

5
0
0

13

26

39

20.0
15.0

15.8
15.2
14.5

12.7
10.0
y = -0.2356x2 + 1.1143x +
14.504
5.0
R² = 0.9993
0.0
0
4
8

(A) Dosis pupuk kandang (ton ha-1)

12

(B) Dosis pupuk hayati (L ha-1)

Gambar 4 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang (A) dan pupuk hayati (B)
terhadap rata-rata jumlah daun sampai dengan 6 MST
Tabel 6 Pengaruh interaksi pupuk kandang domba dan pupuk hayati terhadap
jumlah daun pada 6 MST
Dosis Pupuk
hayati (L ha-1)
0
4
8
12
Rata-rata

Dosis Pupuk kandang (ton ha-1)
Rata-rata
0
13
26
39
10.5fg 20.3bcdef 26.2bc
21.7bcde
19.7
12.7efg 17.7cdefg 25.0bcd 43.7a
24.8
9.6g
15.1defg 29.4b
23.5bcd
19.4
10.6fg 15.9cdefg 29.3b
23.0bcde
19.7
10.9
17.3
27.5
28.0

a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT ( = 5%)
50
45

Jumlah daun

40

Dosis pupuk
hayati (L ha-1)

35
30

0

25
4

20

8

15

12

10
5
0
0

13

26

Dosis pupuk kandang (ton

39

ha-1)

Gambar 5 Pengaruh interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
jumlah daun tanaman pada 6 MST

15

Pemberian pupuk kandang juga meningkatkan diameter batang tanaman
secara kuadratik sehingga dosis optimum pupuk kandang dapat diperoleh yaitu 29
ton ha-1, meskipun pengaruh tidak nyata namun ada indikasi respon kuadratik
terhadap pupuk hayati dengan dosis optimum 2.77 L ha-1 (Gambar 6). Diameter
batang pada dosis tanpa pupuk tidak menunjukkan pertumbuhan yang baik, hal ini
disebabkan suplai hara dari tanah tidak mencukupi untuk pertumbuhan batang
tanaman dan kerja mikroba dalam pupuk hayati yang kurang optimal, sedangkan
penambahan pupuk kandang sebagai bahan organik untuk pembenah tanah dapat
meningkatkan pertumbuhan diameter batang. Hal ini sesuai dengan penelitian
Safuan dan Burhan (2012), bahwa pengaruh bahan organik yang diberikan pada
tanah budidaya akan meningkatkan kesuburan tanah sehingga memberikan
pertumbuhan yang baik terhadap panjang dan lingkar batang tanaman melon, hal
ini disebabkan karena tanah dengan bahan organik dapat menyediakan unsur hara
esensial yang dibutuhkan tanaman melon.
Perlakuan pupuk hayati terhadap diameter batang berpengaruh nyata pada
3 MST sampai 5 MST (Tabel 7), hal ini menunjukkan adanya kerja mikroba
dalam tanah, yang didukung oleh Astari et al. (2014), membuktikan pengaruh
nyata perlakuan pupuk hayati terhadap diameter batang karena adanya optimasi
kerja bakteri dalam pupuk hayati yang menghasilkan zat pengatur tumbuh yang
dapat mendukung pertumbuhan batang tanaman. Pengaruh interaksi pupuk
kandang dan pupuk hayati nyata pada diameter batang pada 6 MST (Tabel 8 dan
Gambar 7), hal ini diduga adanya penguraian bahan organik pupuk kandang oleh
mikroba dalam pupuk hayati sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman.
Tabel 7 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
diameter batang tanaman sampai dengan 6 MST
Diameter batang (cm) pada minggu ke Dosis Pupuk
Kandang (ton ha-1) 1 MST 2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST
0
0.27
0.32b
0.30b
0.31c
0.32c
0.31b
13
0.28
0.36a
0.44a
0.47b
0.47b
0.37b
26
0.27
0.35a
0.45a
0.51a
0.53a
0.48a
39
0.27
0.35a
0.47a
0.55a
0.56a
0.46a
Dosis Pupuk hayati (L ha-1)
0
0.28
0.34
0.43a
0.47ab 0.47ab 0.39
4
0.27
0.35
0.44a
0.48a
0.49a
0.44
8
0.27
0.34
0.42a
0.46ab 0.48ab 0.40
12
0.27
0.34
0.38b
0.43b
0.44b
0.39
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan
pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT ( = 5%)

16

0.45

0.5

0.5

0.4

0.5

0.4
0.3

0.3
0.2

y = -0.0002x2 + 0.0116x + 0.301
R² = 0.9143

0.1

Diameter batng (cm)

Diameter batng (cm)

0.6

0.44

0.44

0.43

y = -0.0037x2 + 0.0205x + 0.396
R² = 0.5765

0.42
0.41
0.4

0.4

0.39

0.39

0.39

0.38

0.0
0

13

26

0

39

(A) Dosis pupuk kandang (ton ha-1)

4

8

12

(B) Dosis pupuk hayati (L ha-1)

Gambar 6 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang (A) dan pupuk hayati (B)
terhadap rata-rata dimeter batang sampai dengan 6 MST
Tabel 8 Pengaruh interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
diameter batang tanaman pada 6 MST
Dosis Pupuk
hayati (L ha-1)
0
4
8
12
Rata-rata (cm)

Dosis Pupuk kandang (ton ha-1)
0
13
26
39
0.32cd 0.41bcd 0.47bcd 0.38bcd
0.31cd 0.37bcd 0.45bcd 0.73a
0.30d
0.38bcd 0.48bc
0.42bcd
0.32cd 0.32cd
0.52b
0.40bcd
0.31
0.37
0.48
0.48

Rata-rata
(cm)
0.40
0.47
0.40
0.39

a

Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji
DMRT ( = 5%)
0.8

Diameter batang (cm)

0.7
0.6

Dosis pupuk
hayati (L ha-1)

0.5

0

0.4

4
0.3

8

0.2

12

0.1
0
0

13

26

Dosis pupuk kandang (ton

39

ha-1)

Gambar 7 Pengaruh interaksi perlakuan pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
diameter batang tanaman pada 6 MST

17

Penambahan pupuk kandang meningkatkan jumlah cabang hingga 6 MST
dengan pola respon kuadratik sehingga diperoleh dosis optimum untuk jumlah
cabang yaitu 20 ton ha-1, sedangkan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap
jumlah cabang tanaman (Tabel 9 dan Gambar 8). Pupuk hayati tidak berpengaruh
diduga karena mikroba dalam pupuk hayati tidak menjalankan fungsinya sebagai
penambat N, melarutkan P dan K, decomposer dan transformasi sehingga hara
tidak tersedia untuk pertumbuhan cabang (Saraswati 2008). Percabangan pada
tanaman terong muncul sejak 4 MST, hal ini berbeda jika dibandingkan dengan
budidaya organik yang dilakukuan Bukhari (2013). Penelitian tersebut
menunjukkan percabangan sejak 3 MST, lebih cepat 1 MST dibandingkan
penelitian ini. Perlakuan pupuk kandang dengan kandungan hara yang sedikit
menyebabkan keterlambatan dalam pertumbuhan cabang tanaman. Pembuangan
cabang tanaman terong pada penelitian ini tidak dilakukan karena adanya
pengamatan pada jumlah cabang untuk mengetahui pengruh dosis pupuk kandang
pada percabangan, hal ini bertentangan dengan tanaman jenis solanaceae yang
mengharuskan pemangkasan pada cabang agar pertumbuhan vegetatif optimum.
Tabel 9 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap ratarata jumlah cabang tanaman sampai dengan 6 MST
Jumlah cabang pada minggu ke Dosis Pupuk
kandang (ton ha-1)
4 MST
5 MST
6 MST
0
0.0c
0.0c
0.6c
13
0.2c
0.9b
2.0b
26
0.6b
2.3a
3.2a
39
1.0a
2.7a
3.0a
Dosis Pupuk hayati (L ha-1)
0
0.4
1.2
2.2
4
0.5
1.7
2.3
8
0.5
1.7
2.0
12
0.3
1.2
2.2
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan
pengaruh yang tidak berbeda nyata berdasarkan DMRT ( = 5%)
3.5
3.2

Jumlah cabang

3.0

3.0

2.5
2.0

2.0

1.5
1.0
0.6

0.5

y = -0.0041x2 + 0.2073x + 0.528
R² = 0.9817

0.0
0

13

26

39
-1

Dosis pupuk kandang (ton ha )

Gambar 8 Pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang dan pupuk hayati terhadap
rata-rata jumlah cabang tanaman sampai dengan 6 MST

18

Penambahan pupuk pada tanaman terong, memberikan pengaruh terhadap
bobot brangkasan sedangkan perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh (Gambar
9 dan 10). Tingginya dosis pupuk kandang domba yang diberikan mempercepat
pertumbuhan sehingga semakin banyak produksi biomasa oleh tanaman. Peubah
brangkasan dipengaruhi tunggal oleh pupuk kandang karena diduga tidak adanya
kerja mikroba dalam pupuk hayati dalam mendukung pertumbuhan tanaman,
berbeda dengan penelitian Rosliani et al. (2004), pupuk hayati yang mengandung
mikoriza, lactobacillus, dan saccharomyces berpengaruh nyata terhadap terhadap
produksi cabai, terutama pada peubah yang diamati berupa biomasa (berat kering)
dan bobot cabai pertanaman, serapan hara dan kandungan hara dalam tanah. Bobot
basah dan bobot kering akar selain dapat dipengaruhi oleh mikroba dari pupuk
hayati juga dapat dipengaruhi oleh adanya p