Analisis Ketimpangan Pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan

dan Kabupaten Pangkep. Begitupula yang terlihat dari ketersediaan infrastruktur yang dapat dilihat dari jumlah jenis yang ada, Kabupaten Maros, masih cenderung tidak seperti Kota Makassar dan Kabupaten Gowa perkembangannya. Meski demikian peningkatan daya tarik yang ada di kedua Kabupaten ini memungkinkan terjadinya interaksi. Peningkatan daya tarik ini, diharapkan memberikan rangsangan terhadap sumber daya yang ada di kedua daerah ini agar dapat maksimal dimanfaatkan di daerah ini agar kebocoran daerah di kedua daerah ini bisa dicegah. Sedangkan untuk daerah-daerah yang terletak di sebelah selatan yang memiliki perkembangan yang rendah dibandingkan di daerah utara Sulawesi Selatan ini. Seperti Kabupaten Selayar dan Kabupaten Jeneponto, dimana rendahnya perkembangan aktivitas ekonomi dan juga rendahnya kualitas sumber daya manusia serta karakteristik daerah yang kurang subur cenderung menjadi daerah kering jika dilihat dari gambaran umum daerah ini, membuat kedua daerah ini menjadi daerah memiliki perkembangan yang paling kecil jika dibandingkan Kabupaten lainnya. Tidak meratanya aktivitas penyebaran ekonomi setiap sektor juga menjadi penyebab kurang berkembangnya daerah ini, sehingga peningkatan daya dorong dari kedua daerah ini dapat meningkatkan interaksi yang terjadi antara kabupatenkota di Provinsi Sulawesi Selatan. Hal ini juga dikarenakan karena terbatasnya daerah ini dalam memenuhi kebutuhan penduduknya. Untuk Kabupaten Luwu Timur yang memiliki SDA yang lebih baik, belum bisa memberikan hasil yang lebih baik bagi daerah-daerah di sekitarnya seperti Kabupaten Luwu Utara, terlihat dari PDRB per kapita yang cenderung paling tinggi di tahun 2008 dan tertinggi menurut rata-rata 5 tahun terakhir ini dibandingkan PDRB per Kapita Luwu Utara yang jauh lebih kecil. Meski tingginya PDRB dan PRDB per Kapita di Luwu Timur ini tidak diikuti dengan peningkatan ketersediaan infrastruktur yang lebih baik. Sehingga mendorong pergerakan manusia keluar dari Luwu Timur adalah salah satu cara untuk meningkatkan interaksi antar Kabupatenkota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Potensi tambang yang ada di Luwu Timur menjadi sektor yang memiliki proporsi terbesar dalam menciptakan ketimpangan. Begitupula yang terjadi di Kabupaten Pangkep, adanya industri pengolahan semen tonasa yang ada di Kabupaten Pangkep memberikan proporsi terbesar bagi ketimpangan yang ada di dalam Kabupaten Pangkep. Tingginya PDRB per kapita yang dimiliki Kabupaten Pangkep serta kontribusi yang besar yang dimiliki Kabupaten Pangkep tidak serta merta memperbaiki ketersedian infrastruktur yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Sektor pengolahan ini yang memberikan kontribusi yang terbesar, meski demikian Kabupaten Pangkep memiliki perkembangan aktivitas yang cukup merata. Karena besarnya potensi lapangan kerja yang ada di Kabupaten Pangkep maka untuk meningkatkan intreraksi yang ada perlunya mengembangkan daya tarik di Kabupatenkota ini. Kabupaten Sidrap, Kabupaten Bone dan Kabupaten Wajo adalah daerah- daerah dengan perkembangan sektor pertanian dimana ketiga daerah ini merupakan daereh lumbung beras Provinsi Sulawesi Selatan. Perkembanagan aktivitas ekonomi ketiga daerah ini pun cukup merata dibandingkan daerah lainnya. Kabupaten Luwu, Kabupaten Luwu Utara dan Kabupaten Tana Toraja dengan luas yang cukup besar, bahkan Luwu Utara menjadi kabupaten yang terluas, masih sangat perlu mengembangkan aktivitas sektor-sektornya karena perkembangannya masih sangat kurang, selain itu ketiga daerah ini perlunya pengembangan daya dorong dan daya tarik agar tercipta interaksi yang semakin baik dan semakin sinergis antara Kabupatenkota yang ada. Sedangkan untuk daerah-daerah yang berada di selatan Sulawesi Selatan seperti Kabupaten Takalar, Kabupaten Gowa, Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Bulukumba perlu pengembangan yang maksimal dalam aktivitas-aktivitas ekonominya karena kecenderungan memiliki perkembangan yang masih lebih kecil jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah di selatan Sulawesi Selatan. Meski kurangnya daya tarik berupa sumber daya alam yang ada, kondisi infrastruktur yang kurang memadai, kecuali Bulukumba yang memiliki perkebunan yang cukup besar, dengan adanya perkebunan-perkebunan nasional yang ada di sana sebaiknya bisa dikembangkan untuk meningkatkan daya tarik agar interaksi yang terjadi meningkat dan memberikan nilai tambah yang baik. Kabupaten Pinrang sebagai daerah yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat yang juga termasuk daerah yang memberikan kontribusi terhadap Sulawesi Selatan yang cukup besar jika dibandingkan Kabupaten lainnya, juga merupakan daerah-daerah lumbung beras Provinsi Sulawesi Selatan dengan kontribusi sektor pertanian sebesar kurang lebih 60 persen. Pinrang ini memiliki ketersediaan infrastruktur yang cenderung baik dengan kondisi perkembangan Kabupaten lebih kepada sektor ekonomi. Perkembangan aktivitas-aktivitas ekonomi juga cenderung lebih merata. Kabupaten Pinrang perlu meningkatkan daya tarik dan daya dorongnya agar tercipta interaksi yang lebih baik antar Kabupatenkota. Secara umum, meski sektor pertanian menjadi sektor yang paling besar memberikan kontribusi terhadap PDRB Sulawesi Selatan secara keseluruhan tetapi sektor ini memberikan proporsi yang sangat kecil terhadap ketimpangan sektoral dalam wilayah Kabupatenkota yang ada. Pentingnya tetap menjaga sektor pertanian sebagai leading sektor perekonomian di Sulawesi Selatan dengan diikuti pengembangan sektor-sektor lainnya dengan potensi masing-masing daerah untuk dikembangkan. Sektor listrik, gas dan air minum perlu mendapatkan perhatian khusus dalam pengembangannya di setiap Kabupatenkota agar penyebarannya menjadi lebih merata. Selain itu, perlunya pembangunan infrastruktur pendidikan, kesehatan dan sosial di setiap daerah bukan saja diwujudkan dengan pembangunan infrastruktur ekonomi sehingga dapat meningkatkan interaksi yang terjadi kearah yang lebih baik. Sintesis dan Alternatif Upaya Mengurangi Tingkat Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan Ketimpangan pembangunan antar Kabupatenkota merupakan fenomena universal yang hampir selalu terjadi pada suatu wilayah, namun pada tingkat yang lebih lanjut dapat berimplikasi terhadap masalah-masalah sosial, ekonomi dan lainnya, bahkan memicu terjadinya disintegrasi bangsa. Oleh karena itu upaya mengurangi ketimpangan merupakan salah satu aspek penting dalam kebijakan pembangunan guna mewujudkan pemerataan dan mendistribusikan hasil-hasil pembangunan. Pemerataan pembangunan equity bukan berarti identik dengan persamaan pembangunan tetapi lebih kearah mewujudkan adanya keseimbangan yang proporsional antara kemajuan suatu kabupatenkota dengan Kabupatenkota lainnya, sesuai dengan karakteristiknya masing-masing. Dinamika pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat, begitupula halnya dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di masing-masing Kabupatenkota. Hal tersebut juga dapat diamati dari tingkat perkembangan aktivitas perekonomian wilayah di masing-masing kabupatenkota. Meskipun cenderung fluktuatif untuk tiap kabupatenkota tetapi secara keseluruhan terdapat peningkatan aktivitas perekonomian berdasarkan hasil analisis indeks diversitas entropi. Meskipun dalam peningkatannya masih belum diimbangi dengan pemerataan perkembangan aktivitas ekonomi yang dimiliki masing-masing sektor. Sektor Pertanian yang menyerap kurang lebih 50 persen tenaga kerja di Provinsi Sulawesi Selatan ini yang mendominasi karakteristik perkembangan aktivitas di Sulawesi Selatan dan cenderung lebih merata, merupakan sektor yang perlu mendapat perhatian khusus karena dari sisi kontribusi saat ini terdapat penurunan hingga 31 persen kontribusi untuk PDRB Provinsi Sulawesi Selatan. Rendahnya kontribusi sektor pertanian khususnya daerah-daerah dengan dominasi sektor pertanian kiranya dapat meningkatkan produktivitas daerahnya, dengan tidak hanya mengahasilkan bahan mentah untuk daerahnya tetapi juga dapat mengolah bahan mentah ini menjadi bahan setengah jadi atau barang jadi agar nantinya menciptakan nilai tambah yang jauh lebih besar. Selain itu pengembangan sektor- sektor lainnya juga dapat diberi perhatian sehingga distribusi penyebarannya dapat menjadi lebih baik. Sementara itu, hasil analisis dengan menggunakan indeks Willamson dan indeks Theil entropy berhasil membuktikan hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian tentang dugaan adanya ketimpangan yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan dan seluruh kabupatenkota yang ada. Dari ketimpangan yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan yang ditunjukkan dengan nilai Indeks Williamson ini kemudian ditelaah lebih dalam dan kemudian dapat diketahui bahwa yang memberikan proporsi terbesar terhadap ketimpangan yang terjadi adalah ketimpangan dalam Kabupatenkota within sektoral yang lebih ditunjukkan oleh ketimpangan antar sektor dalam kabupatenkota tersebut nilai yang lebih besar dibandingkan dengan ketimpangan yang terjadi antara Kabupatenkota between regions. Selain itu dari permodelan ekonometrika yang dilakukan dalam penelitian ini juga berhasil menguji beberapa variabel yang diduga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah yang ditinjau dari besarnya realisasi belanja APBD yang dihabiskan dalam membiayai pembangunan. Berdasarkan model tersebut dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang signifikan berpengaruh terhadap penurunan ketimpangan adalah pertumbuhan PDRB, rasio belanja infrastruktur, rasio belanja pendidikan, dan rasio belanja sosial. Pertumbuhan penduduk ini meski berpengaruh terhadap penurunan tingkat disparitas belum merupakan syarat cukup, perlu pula diimbangi dengan faktor- faktor lain yang berpengaruh terhadap ketimpangan. Faktor lain yang coba dikaji yang disinyalir menjadi hal yang memicu terjadinya ketimpangan adalah ketersediaan infrastruktur yang ada di setiap Kabupatenkota. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa daerah yang memiliki tingkat ketersediaan infrastruktur yang lebih baik memiliki tingkat perkembangan aktivitas perekonomian dan aktivitas sosial lainnya yang lebih baik. Keberadaan infrastruktur disini merupakan hal yang mutlak diperlukan dan kekurangan infrastruktur ini akan menghambat ekonomi nasional untuk berkembang. Hasil ini juga sekaligus membuktikan hipotesis kedua yang dirumuskan pada penelitian ini, yaitu terdapat perbedaan ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana terkait fasilitas pendidikan dan kesehatan serta aksesibilitas setiap kabupatenkota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Penyebaran aktivitas ekonomi yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan masih kurang optimal. Oleh karena itu dibutuhkan interaksi spasial yang optimal, sehingga keterkaitan antar wilayah dapat berlangsung secara dinamis dan ketimpangan yang terjadi dapat diminimalisir. Interaksi spasial dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode interaksi spasial dengan kendala ganda dengan melihat pengaruh jarak terhadap kendala-kendala keberimbangan infarstruktur yang ada di setiap kabupatenkota yang terkait sektor dasar yang dibutuhkan dalam pembangunan, sektor pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi. Dari hasil analisis ini diperoleh bahwa kota-kota yang memiliki ketersediaan infrastruktur yang lebih baik seperti Kota Makassar dan Kota Pare-Pare cenderung lebih mandiri dibanding Kabupaten yang lainnya. Kota besar inipun cenderung menjadi kota yang memberikan sumbangan ketimpangan yang besar untuk Provinsi Sulawesi Selatan yang jika diamati lebih lanjut dengan mengeluarkan kota-kota besar ini membuat ketimpangan di Provinsi Sulawesi Selatan cenderung mengalami perbaikan. Khusus untuk daerah-daerah yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang kecil serta penyebaran aktivitas yang belum merata terutama daerah-daerah di sebelah selatan Kota Makassar perlu adanya peningkatan daya dorong sehingga interaksi yang terjadi bisa lebih dinamis. Sedangkan untuk daerah-daerah di utara Provinsi Sulawesi Selatan, peningkatan daya tarik merupakan salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam menciptakan sinergitas pembangunan Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga tercipta keterkaitan antar wilayah interaksi spasial yang saling memperkuat. Berdasarkan upaya di atas, secara sederhana dapat dirumuskan alternatif upaya-upaya dalam mengurangi ketimpangan pembangunan antar Kabupatenkota, antara lain: 1 Mendorong bentuk-bentuk pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dalam menciptakan keberimbangan struktur ekonomi Kabupatenkota dan keberimbangan antar Kabupatenkota; 2 Meningkatkan pembangunan infrastruktur untuk daerah-daerah yang tertinggal, dan 3 Meningkatkan interaksi untuk daerah-daerah yang membutuhkan optimalisasi peningkatan daya dorong dan daya tarik sehingga ketimpangan dapat diminimalisir. VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa telah terjadi ketimpangan pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan kecenderungan yang semakin meningkat. Penyebab ketimpangan terbesar di Provinsi Sulawesi Selatan adalah ketimpangan antar sektor yang terjadi di dalam Kabupatenkota Perkembangan aktivitas ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan belum mencapai maksimal dan perkembangan setiap sektor yang cenderung kurang merata. Sektor pertanian merupakan sektor yang lebih merata penyebaran aktivitasnya dibandingkan sektor lainnya di Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan untuk sektor listrik, gas dan air minum adalah sector yang paling tidak merata penyebaran aktivitasnya di seluruh Kabupatenkota yang ada. Apabila dilihat dari struktur keuangan daerah, ketimpangan yang terjadi juga dapat bersumber dari belanja realisasi APBD yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Dari hasil yang diperoleh, realisasi belanja dari bidangurusan-urusan besar terkait belanja pendidikan, belanja kesehatan, belanja ekonomi , belanja sosial dan belanja infrastruktur juga menunjukkan bahwa pertumbuhan PDRB, belanja infrastruktur, belanja pendidikan dan belanja sosial merupakan sumber utama terjadinya disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan. Ketimpangan yang sama juga diperoleh dari analisis skalogram yang dapat melihat ketersediaan infrastruktur yang terkait pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi. Dari hasil skalogram ini diperoleh informasi bahwa perkembangan kondisi ketersediaan infrastruktur di kabupatenkota yang ada di Sulawesi Selatan sangat bervariasi. Hal ini sangat jelas terlihat dari perbedaan ketersediaan infrastruktur antara kota dan kabupaten yang ada. Dengan pola pengembangan pembangunan saat ini yang masih terfokus pada infrastruktur ekonomi dan mengalami perbaikan diikuti dengan pengembangan infrastruktur pendidikan meski pada kenyataannya infrastruktur kesehatan masih sangat minim. Sementara untuk meningkatkan interaksi antara kabupatenkota yang ada di Sulawesi Selatan secara umum adalah dengan mengoptimalkan perningkatan infrastruktur pendidikan, kesehatan, dan sosial, bukan pada peningkatan infrastruktur ekonomi saja.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh atas terjadinya ketimpangan pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan, maka dibutuhkan strategi dan upaya pemerintah terutama dalam mengatasi ketimpangan intern antar sektor dalam Kabupatenkota sebagai bentuk ketimpangan tertinggi dibandingkan ketimpangan antara Kabupaten.kota tersebut. Selain itu butuh strategi khusus yang diberikan untuk Kabupaten-Kabupaten yang ada sehingga dalam pengembangannya kabupaten-kabupaten tersebut bisa setara dengan 3 kota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan dan menciptakan hubungan yang sinergis antara kabupaten dan kota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Upaya mengurangimengatasi semakin lebarnya ketimpangan pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan diantaranya adalah mendorong bentuk-bentuk pertumbuhan ekonomi yang dapat mengurangi ketimpangan dalam wilayah dengan pembangunan sektor-sektor lainnya yang dapat mendorong sinergitas pembangunan antara sektor, serta meningkatkan pembangunan infrastrukturfasilitas pelayanan baik yang terkait infrastruktur pendidikan, kesehatan, dan sosial, dimana peningkatan infrastruktur ini diharapkan mampu mendorong daerah-daerah yang tertinggal. Pola pembangunan ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas ekonomi di Provinsi Sulawesi Selatan sehingga dapat tercipta optimalisasi bagi provinsi ini terutama dalam mengurangi ketimpangan yang terjadi. DAFTAR PUSTAKA Adifa, Y. 2007. Analisis Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah Pembangunan Di Kabupaten Alor. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Tinjauan Kritis. P4W Press Bogor. Arsyad, L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE Badan Pusat Statistika Sulawesi Selatan. 2008. Sulawesi Selatan Dalam Angka . 2007. Badan Pusat Statistika. Makassar. Badan Pusat Statistika Sulawesi Selatan. 2009. Sulawesi Selatan Dalam Angka . 2008. Badan Pusat Statistika. Makassar. Iskandar, 2001. Penyusunan Perencanaan Pasipatori. Makalah pada Seminar Kuliah Perencanaan Ekonomi Tata Ruang IPB Bogor. Bogor, 2001. Juanda, B, 2009. EkonometrikaPermodelan dan Pendugaan. IPB Press: Bogor. Kuncoro 2002. Analisis Spasial dan Regional: Aglomerasi dan Kluster Industri Indonesia. Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Yogyakarta. Murty, S. 2000. Regional Disparities: Need and measures for Balanced Development. In Shukla, A Ed. Regional Planning and Sustainable Development. Kanishka Publishers, Distributors. New Delhi-110 002. Pravitasari, A.E. 2009. Dinamika Perubahan Disparitas Regional di Pulau Jawa Sebelum dan Setelah Kebijakan Otonomi Daerah. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rustiadi, E, S. Hadi, 2007. Pengembangan Agropolitan sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Pembangunan Berimbang. http:www.pu.go.idditjen-miskinagroberitapengemb-agro.asp Rustiadi. E, D.R. Panuju, S. Saefulhakim. 2007. Perencanaan Pembangunan Wilayah. IPB. Bogor. Sibrani M. H. M. 2002. Konstribusi Infrastruktur terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 26 Provinsi di Indonesia Tahun 1983-1997. Tesis Magister Sains. Program Pascasarjana, Universitas Indonesia, Jakarta. Soetomo, S. 2008. Penanganan Daerah Tertinggal melalui Paradigma Pembangunan Berkelanjutan dalam Pembangunan Daerah. Universitas Islam Indonesia, 4-5 Agustus 2008. Suhyanto, O. 2005. Disparitas Tingkat Kehidupan Masyarakat antar Wilayah di Jawa Barat dan Strategi Penaggulangannya. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tarigan, R. 2002. Perencanaan Pembangunan Wilayah, Pendekatan Ekonomi dan Ruang. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Medan. Tarigan, R. 2006. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Edisi Revisi. Bumi Aksara. Jakarta. Tadjoeddin, M. Z, et al. 2001. Aspirasi Terhadap Ketidakmerataan: Disparitas Regional dan Konflik Vertikal. Working Paper Serises No. 0101-I, Policy Support for Suistanable Sosial Economy Recovery. UNSFIR Jakarta Tukiyat, 2002. Pengantar Pengembangan Ekonomi Wilayah. Di dalam : Urbanus M. Ambardi dan Socia Prihawantoro. Editor. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta : Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah BPPT. Williamson, S., 2002. Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia Dan Kawasan Tertinggal Lainnya. Makalah dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat Tanggal 16-17 September 2002 di Jakarta. Dirjen Bina Pembangunan Daerah Depertemen Dalam Negeri Jakarta, 16 September 2002. www.econ.worldbank.org . [25 Maret 2009]. World Bank Development Report 2009: Reshaping Economic Geography. Yanuar, R. 2006. Kaitan Pembangunan Infrastruktur dan Pertumbuhan Output serta Dampaknya terhadap Ketimpangan di Indonesia. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.