Analisis Ketersediaan Infrastruktur KabupatenKota
Tabel 24. Nilai IPK dan Jumlah Jenis Hasil Perhitungan Skalogram 2003
No. Kabupaten
Kota Jumlah
Penduduk IPK
Jumlah Jenis FasilitasInfrastruktur
1 Pare-pare 107.791
80,07 92
2 Palopo 111.856
72,14 91
3 Makassar 1.130.343
61,30 86
4 Soppeng 224.177
49,00 85
5 Maros 277.910
57,94 84
6 Sidrap 241.708
64,57 82
7 Wajo 365.090
53,67 82
8 Gowa 524.020
32,44 82
9 Bone 665.728
46,98 81
10 Bulukumba 357.486
36,75 80
11 Luwu Utara 461.562
48,32 79
12 Barru 154.008
62,24 76
13 Takalar 234.306
41,27 76
14 Pinrang 313.789
25,32 76
15 Jeneponto 358.889
33,22 75
16 Selayar 104.040
76,95 74
17 Pangkajene 274.587
50,31 73
18 Enrekang 170.983
47,08 73
19 Bantaeng 162.859
40,38 73
20 Sinjai 206.936
29,63 73
21 Luwu 286.491
38,56 70
22 Tana Toraja 413.432
43,68 67
Sumber : Data diolah, 2010
Berdasarkan jumlah jenis Kota Pare-Pare, Kota Palopo dan Kota Makassar memiliki jumlah jenis yang lebih besar jika dibandingkan Kabupaten lainnya.
Ketiga kota ini memiliki perkembangan yang lebih maju jika dilihat dari banyaknya jumlah fasilitas. Ketiga kota ini cenderung menjadi daerah yang bersifat pusat
kegiatan bagi daerah-daerah di sekelilingnya maupun daerah yang dapat memberikan pelayanan bagi daerah di sekelilingnya. Baik itu pelayanan dari segi
pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi. Pola ketersediaan infrastruktur yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan ini dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. Peta Skalogram Berdasarkan Jumlah Jenis Tahun 2003 Peta skalogram berdasarkan jumlah jenis dapat terlihat Gambar 22 daerah-
daerah yang memiliki jumlah fasilitas yang ada di kelas kedua yaitu yang tersebar merata mengelilingi Kota Pare-Pare dan Kota Makassar, sedsangkan Kota Palopo
dikelilingi daerah-daerah yang terkategori di kelas ketiga. Kecuali daerah-daerah seperti Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Selayar, Kabupaten Bantaeng dan
Kabupaten Sinjai yang berada di sebelah selatan Pulau Sulawesi ini cenderung memiliki jumlah fasilitas yang lebih sedikit jenisnya. Daerah-daerah ini memiliki
jarak yang jauh dari ibukota Provinsi. Sedangkan untuk melihat ketersediaan infrastruktur berdasarkan sektor aktivitas pendidikan, kesehatan, sosial dan
ekonomi ini dapat dilihat Indeks Perkembangan KabupatenKota bidang yang dominan seperti yang ditunjukkan Gambar 23.
Gambar 23. Peta Skalogram Berdasarkan Indeks Perkembangan KabupatenKota Sektor Pendidikan, Kesehatan, Sosial dan
Ekonomi yang dominan di setiap KabupatenKota di Prov. Sulawesi Selatan Tahun 2003
Berdasarkan jumlah jenis yang dominan di tahun 2003 dari data yang berasal dari IPK sosial, sebagian besar Kabupatenkota yang ada di Provinsi Sulawesi
Selatan memiliki jumlah IPK sosialnya dominan dibandingkan IPK lainnya, kecuali Kota Makassar yang didominasi oleh IPK kesehatan, Kabupaten Enrekang oleh
IPK pendidikan serta Kota Pare-Pare dan Kota Palopo IPK pendidikan. Ketersediaan IPK kesehatan dan pendidikan lebih baik dimiliki oleh ketiga kota
yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Sedangkan di Kabupatenkota lainnya
perkembangan IPK Sosial belum diimbangi oleh IPK pendidikan, kesehatan maupun ekonomi.
Sedangkan ketersediaan infrastruktur berdasarkan jumlah jenis yang dimiliki Provinsi Sulawesi Selatan di tahun 2006 berdasarkan hasil perhitungan Skalogram
2006 adalah dapat terlihat pada peta di bawah Gambar 24.
Gambar 24. Peta Skalogram Berdasarkan Jumlah Jenis Tahun 2006
Ketersediaan infrastruktur di setiap Kabupatenkota yang ada di Sulawesi Selatan tahun 2006 dengan jumlah jenis fasilitas yang masuk pada kelas pertama
dengan total berkisar antara 91-99 jenis berada hampir di sebagian besar Kabupatenkota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu sebanyak 13
Kabupaten dan 2 kota. Sedangkan untuk Kabupaten Takalar, Kabupaten Jeneponto, Kabupaten Sinjai dan Kabupaten Selayar, Kabupaten Tana Toraja, dan Kabupaten
Enrekang menjadi daerah yang memiliki jumlah jenis fasilitas yang lebih sedikit atau berada pada kelas 2 dimana daerah-daerah ini merupakan daerah-daerah yang
memiliki produktivitas rendah terlihat dari nilai kontribusi PDRB terhadap Sulawesi Selatan secara keseluruhan. Yang menarik terjadi di Kabupaten Maros
meskipun Kabupaten Maros merupakan daerah yang berbatasan dengan Kota Makassar dan berjarak 21 Km dan menjadi lebih dekat dengan adanya fasilitas jalan
TOL menuju Maros-Makassar, tidak serta merta membuat Maros di tahun 2003 dan 2006 memiliki jumlah jenis fasilitas yang tinggi. Dikarenakan masyarakat
Kabupaten Maros sendiri lebih sering menikmati fasilitas di Kota Makassar dibanding di Kabupaten Maros sendiri.
Sementara untuk melihat Ketersediaan Infrastruktur berdasarkan Indeks Perkembangan KabupatenKota yang dibagi kedalam 4 sektor, yaitu: IPK
pendidikan, IPK kesehatan, IPK sosial dan IPK ekonomi dapat terlihat dari pada peta di bawah ini Gambar 25.
Gambar 25. Peta Skalogram Berdasarkan Indeks Perkembangan KabupatenKota Sektor Pendidikan, Kesehatan, Sosial dan Ekonomi yang dominan di
setiap KabupatenKota di Prov. Sulawesi Selatan Tahun 2006
Dari peta mengenai Indeks Perkembangan KabupatenKota yang terkait 4 sektor IPK pendidikan, IPK kesehatan, IPK sosial dan IPK ekonomi dapat dilihat
bahwa kondisi yang mendominasi pembangunan infarastruktur di sebagian besar wilayah Provinsi Sulawesi Selatan adalah dengan melihat IPK ekonomi yang
dominan di 14 Kabupatenkota yang ada. Dan IPK Pendidikan memperlihatkan kondisi yang semakin membaik dengan munculnya 8 daerah yang dominan nilai
IPK pendidikannya. Sementara untuk IPK kesehatan yang dominan berada di Kabupaten Soppeng. Terlihat masih rendahnya fokus pembangunan di Bidang
Kesehatan hampir di seluruh Kabupatenkota yang ada. Kondisi ketersediaan infrastruktur yang ada di kabupatenkota yang ada di
Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008 dipetakan berdasarkan jumlah jenis infrastruktur yang ada Gambar 26.
Gambar 26. Peta Skalogram Berdasarkan Jumlah Jenis Tahun 2008
Berdasarkan jumlah jenisnya ketersediaan infrastruktur di Kota Pare-Pare, Kota Palopo dan Kabupaten Sidrap memiliki jumlah yang lebih lengkap
dibandingkan dengan Kabupatenkota lain yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan jika dilihat dari sisi jumlah jenis. Sementara 9 Kabupatenkota berada di kelas 2
dengan jumlah jenis berkisar 56 – 63 dan sebanyak 11 Kabupaten yang berada di kelas dengan jumlah jenis yang paling sedikit. Jumlah infrastruktur yang paling
sedikit umumnya berada di bagian paling utara yang berada di sekitar kota Palopo dan di bagian Selatan yang berada di sekitar kota Makassar. Dari daerah-daerah
yang memiliki ketersedian infrastruktur ini dapat diamati sektor apa yang kemudian di tahun 2008 dominan, seperti terlihat pada peta di bawah Gambar 27.
Gambar 27. Peta Skalogram Berdasarkan Indeks Perkembangan KabupatenKota Sektor Pendidikan, Kesehatan, Sosial dan Ekonomi yang dominan di
setiap KabupatenKota di Prov. Sulawesi Selatan Tahun 2008
Dari peta diatas terlihat ketersediaan kabupatenkota di Provinsi Sulawesi Selatan terkait IPK pendidikan, kesehatan dan IPK ekonomi cenderung lebih
merata. IPK Pendidikan didominasi di 13 Kabupatenkota yang ada di Sulawesi Selatan. Kondisi IPK pendidikan yang semakin membaik, IPK ekonomi di
dominasi di 8 Kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan dan Kesehatan hanya sebanyak 2 Kabupaten
5.4
Analisis Pola Interaksi Antar KabupatenKota
Pendugaan keterkaitan antar wilayah ditinjau berdasarkan asal-tujuan perjalanan orang, digunakan variabel jarak dalam satuan kilometer dengan
memperhitungan pengaruh infrastrukur pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi. Setelah dilakukan pemrosesan data dengan menggunakan analisis entopi interaksi
spasial dengan sowtware statistica, dengan melakukan 5 kali pemrosesan, maka diperoleh hasil estimasi untuk setiap model. Maka peningkatan fasilitas ekonomi
tidak mendorong terjadinya interaksi yang berlebih karena pada angka di bawah nilai estimasi untuk ekonomi bernilai negatif -11,2144. Dari hasil ini juga dapat
dilihat bahwa adanya kecenderungan pemusatan ekonomi pada wilayah tertentu sehingga tidak memberikan nilai interaksi yang lebih untuk sektor ekonomi
bernilai negatif. Sedangkan peningkatan infrastruktur pendidikan, peningkatan infrastruktur kesehatan dan peningkatan infrastruktur sosial memberikan nilai
estimasi yang cenderung lebih baik jika ketiga infrastruktur ini diberikan perhatian khusus. Karena dengan mengembangkan ketiga sektor ini maka akan meningkatkan
pola interaksi diantara Kabupatenkota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Secara umum, motif pola interaksi di Provinsi Sulawesi Selatan adalah faktor
ekonomi. Dari hasil analisis Interaksi spasial ini akan diperoleh dugaan bernilai
negatif maupun positif. Nilai negatif di setiap dugaan baik daerah asal maupun daerah tujuan mengindikasikan bahwa penambahan daya tarik atau daya dorong
tidak akan memperluas atau menambah interaksi secara kesuluruhan berbeda halnya dengan dugaan yang bernilai positif di daerah asal maupun daerah tujuan
maka penambahan daya tarik ataupun daya dorong di Kabupatenkota tersebut maka akan meningkatkan interaksi secara keseluruhan di Provinsi Sulawesi
Selatan. Hasil analisis secara rinci terlihat pada Tabel 25.
Tabel 25. Hasil Dugaan Analisis Entropi Interaksi Spasial
No KabupatenKota Dugaan
Asal KabupatenKota
Dugaan Tujuan
1
Jeneponto
50.105
Luwu Utara
14.844 2
Selayar
18.299
Bone
14.170 3
Luwu Timur
15.085
Luwu Timur
13.480 4
Wajo
0,967
Gowa
13.216 5
Bone
0,9667
Tana Toraja
10.798 6
Tana Toraja
0,6279
Bulukumba
10.463 7
Luwu Utara
0,5711
Wajo
0,7715 8
Barru
0,4845
Takalar
0,7004 9
Soppeng
0,4636
Luwu
0,6425 10
Pinrang
0,1922
Bantaeng
0,6256 11
Palopo
0,0000
Maros
0,5761 12
Gowa
-0,0475
Enrekang
0,4457 13
Pangkep
-0,1123
Pinrang
0,4412 14
Makassar
-0,6322
Jeneponto
0,3733 15
Enrekang
-0,772
Pangkep
0,2312 16
Bantaeng
-0,8631
Sinjai
0,1066 17
Bulukumba
-11.777
Palopo
0,0000 18
Takalar
-13.744
Soppeng
-0,0069 19
Sidrap
-18.363
Pare-pare
-0,0237 20
Pare-pare
-20.824
Barru
-0,1312 21
Sinjai
-22.318
Sidrap
-0,208 22
Maros
-24.522
Makassar
-16.186 23
Luwu
-26.341
Selayar
-17.228
Sumber data : Hasil Analisis Entropi Interaksi Spasial, 2009
Hasil interaksi tersebut juga menunjukkan bahwa Kota Makassar dan Kota Pare-Pare, serta Kabupaten Sidrap memiliki daya dorong - dan daya tarik - kota
ini dikatakan mandiri, maka kedua kota ini telah tumbuh menjadi pusat pertumbuhan sendiri sehingga peningkatan kapasitas supply dan demand tak akan
mempengaruhi interaksi. Kota Makassar yang merupakan ibukota provinsi dari Sulawesi Selatan kemudian telah berkembang lebih dahulu dibandingkan daerah
lainnya, kondisi sektor-sektor yang berkembang pun cenderung lebih merata dibandingkan daerah lainnya.
Sedangkan untuk kabupaten Sidenreng Rappang memiliki hasil yang sama dengan Kota Makassar dan Kota Pare-Pare. Daerah ini telah berkembang dan
menjadi pusat pertumbuhan sendiri dan cenderung menjadi daerah yang lebih
mandiri. Sehingga peningkatan supply dan demand tidak akan mempengaruhi interaksi.
Sedangkan untuk daerah-daerah yang bernilai + pada perkiraan daerah asal, seperti Jeneponto, Barru, Bone, Soppeng, Wajo, Pinrang, Tana Toraja, Luwu
Utara, Luwu Timur dan Palopo adalah daerah-daerah yang perlu adanya peningkatan daya dorong, karena dengan daya dorong ini akan meningkatkan pola
interaksi antara daerah-daerah ini dengan daerah-daerah lainnya. Bila interaksi spasial atau pengembangan wilayah di Kabupatenkota tersebut ditingkatkan, maka
pengaruh pengembangan di wilayah penelitian secara keseluruhan dapat terlihat pada Gambar 28.
Gambar 28. Peta Interaksi KabupatenKota Dugaan Asal Jeneponto yang memiliki nilai dugaan tertinggi, dikaitkan dengan
rendahnya PDRB per kapita, dan terbatasnya kemampuan wilayahnya untuk memenuhi kebutuhan hidup penduduknya. Oleh karena itu, apabila di wilayah ini
dilakukan kegiatan yang dapat meningkatkan daya dorong, maka akan terjadi peningkatan interaksi spasial dan diduga wilayah penelitian secara keseluruhan
akan semakin berkembang. Pada Kabupaten Luwu Timur, kehadiran pertambangan nikel di daerah ini,
diduga hasil dari nilai tambah pertambangan ini tidak mengalir menuju wilayah bersangkutan, tetapi di luar wilayah, dimana PDRB per kapita Luwu Timur yang
tertinggi tahun 2008 Rp. 18.584.100,- di duga pendapatan tersebut tidak mengalir ke wilayah sekitarnya. Kabupaten Luwu Utara yang mempunyai PDRB per kapita
jauh lebih kecil Rp. 4.690.100,-. Sedangkan untuk daerah-daerah dugaan asal + seperti Kabupaten
Jeneponto dan Kabupaten Selayar memiliki karakteristik daerah yang kurang berkembang untuk 2 wilayah ini sehingga peningkatan daya dorong di daerah ini
bisa meningkatkan interaksi yang ada secara keseluruhan. Sedangkan daerah seperti Kabupaten Tana Toraja yang memiliki jarak daerah yang cukup jauh dimana
pariwisata di daerah ini berkembang cukup pesat tetapi dari segi pembangunan dan aktivitas daerahnya daerah ini masih kurang berkembang, sehingga peningkatan
daya dorong dapat meningkatkan interaksi yang ada. Begitupula halnya yang terjadi di Kabupaten Bone, Kabupaten Barru,
Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Wajo, dimana sektor yang berkembang adalah sektor pertanian yang berkisar 40 persen hingga 50 persen. Jika daya dorong di
daerah ini ditingkatkan maka akan terjadinya peningkatan interaksi. Untuk daerah-daerah yang memiliki nilai + pada perkiraan tujuan seperti
Bulukumba, Jeneponto, Takalar, Gowa, Sinjai, Maros, Pangkajene, Bone, Wajo, Pinrang, Luwu, Tana Toraja, Luwu Utara, Luwu Timur dan Kota Palopo daya
tariknya ditingkatkan, maka akan meningkatkan interaksi. Apabila kebijakan pembangunan yang berkaitan dengan “daya tarik tujuan perjalanan penumpang
misalnya penyediaan lapangan kerja lebih dikonsentrasikan pada wilayah dengan nilai dugaan + maka akan terjadi peningkatan interaksi. Gambaran daerah-daerah
ini dapat kita lihat pada peta dugaan tujuan Gambar 29.
Gambar 29. Dugaan Daerah Tujuan KabupatenKota di Provinsi Sulawesi Selatan Lebih lanjut, untuk daerah Kabupaten Selayar, Kabupaten Barru, Kabupaten
Soppeng jika daya tarik ditingkatkan tidak membawa peningkatan interaksi pada daerah ini. Ketiga kabupaten ini tergolong daerah dengan kondisi yang kurang
berkembang dimana sumbangan Kabupaten Selayar dan Kabupaten Barru ini terhadap PDRB Sulawesi Selatan juga sangat kecil. Selain itu untuk daerah dengan
nilai + ini memiliki potensi daerah yang baik untuk dikembangkan sehingga peningkatan daya dorong ini akan meningkatkan interaksi yang ada.