Analisis Keuangan Provinsi Sulawesi Selatan

5. Rasio Belanja Infrastruktur Selain itu Rasio belanja infrastruktur selama tiga tahun terakhir menunjukkan kecenderungan penurunan dari 19,98persen di tahu 2007, naik di tahun 2008 menjadi 20,06persen dan turun lagi di tahun 2009 menjadi 17,84persen. Secara terperinci di tunjukkan pada gambar 21. Yang kemudian dalam permodelan ekonometrika, faktor-faktor yang dibahas diatas yang dianggap menjadi sumber disparitas. Variabel-variabel yang diduga menjadi sumber-sumber disparitas pembangunan wilayah adalah pertumbuhan PDRB Y, rasio belanja infrastruktur, rasio belanja pendidikan, rasio belanja kesehatan, rasio belanja sosial,dan rasio belanja ekonomi. Disparitas pembangunan wilayah akan menggunakan indikator Indeks Williamson yang menunjukkan disparitas atau ketimpangan dari sisi pendapatan PDRB per kapita di Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun estimasi permodelan secara matematis dapat dilihat dibawah ini Iw = 2,12 - 0,190 Pertumbuhan PDRB - 0,0101 Rasio Infrastruktur - 0,0241 Rasio Pendidikan + 0,0836 Rasio Kesehatan - 0,03 Rasio Sosial + 0,181 Rasio Ekonomi Tabel 23 Analisis Ekonometrika Regresi Berganda Sumber Disparitas Pembangunan Wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan Variabel Coef t-stat Prob t-stat Constant 2,1209 3,38 0,000 Pertumbuhan PDRB -0,18988 -2,34 0,000 Infrastruktur -0,01011 -0,72 0,000 Pendidikan -0,02411 -2,00 0,000 Kesehatan 0,08363 1,98 0,298 Sosial -0,0312 -2,38 0,000 Ekonomi 0,18118 2,48 0,244 R2 88,6 F-Stat 15,6 Prob F-Stat 0,000 Sumber : Hasil Perhitungan, Tahun 2011 Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, diperoleh bahwa F-hitung untuk model sumber disparitas pembangunan 15,6, jika dibandingkan dengan nilai t-tabel pada tingkat signifikan 5 persen 2,447, nilai F-hitung yang diperoleh untuk model tersebut adalah lebih besar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan PDRB, rasio belanja infrastruktur, rasio belanja pendidikan, rasio belanja kesehatan, rasio belanja sosial dan rasio belanja ekonomi secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat disparitas yang dinilai melalui indeks Williamson di Prov Sulawesi Selatan. Pada perhitungan model dapat diketahui bahwa variabel laju pertumbuhan PDRB memberikan pengaruh paling besar terhadap menurunnya angka disparitas, yakni 0,18988. Jadi jika terjadi peningkatan laju pertumbuhan PDRB 1 persen maka Indeks Williamson akan menurun sebesar 0,18988. Variabel independen lainnya yang juga mempengaruhi penurunan indeks Williamson adalah rasio belanja infrastruktur 0,01011 , rasio belanja pendidikan 0,02411, dan rasio belanja sosial 0,0312. Pertumbuhan PDRB di Provinsi Sulawesi Selatan secara sistematis oleh pertumbuhan PDRB akan ikut menurunkan tingkat disparitas pembangunan wilayah Indeks Williamson. Ketimpangan proporsional pada PDRB per kapita secara signifikan menjadi salah satu sumber ketimpangan pembangunan yang diukur dengan Indeks Williamson di Provinsi Sulawesi Selatan. Oleh karena itu, tingkat ketimpangan pembangunan mampu ditekan sekecil mungkin dengan cara meningkatkan pertumbuhan PDRB dan juga memperkecil tingkat proporsional pada PDRB per kapita tiap-tiap Kabupatenkota di Provinsi Sulawesi Selatan. Selain itu, rasio belanja sosial juga menjadi salah satu sumber disparitas, kurang diperhatikannya masalah-masalah sosial khususnya di daerah-daerah tertentu dibanding Kabupatenkota yang lebih maju menjadi salah satu penyebab utama disparitas yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Rasio belanja pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan menjadi salah satu sumber utama terjadinya ketimpangan pembangunan. Perbedaan rasio belanja ini juga berimplikasi pada kondisi IPM daerah-daerah di sebelah utara dan sebelah selatan Sulawesi Selatan. Kondisi daerah-daerah di sebelah utara memiliki tingkat kualitas sumber daya manusia yang lebih baik jika dibandingkan daerah-daerah di sebelah selatan. Maka salah satu upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk menekan angka disparitas ini adalah dengan meningkatkan belanja pendidikan khususnya di daerah-daerah selatan dengan tingkat IPM-nya yang cenderung lebih rendah. Selain variabel-variabel diatas, rasio belanja infrastruktur juga merupakan salah satu penyebab terjadinya disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan. Infrastruktur yang dimaksud berupa jalan, jembatan, listrik, saluran irigasi dan sumberdaya air bersih. Semakin baiknya kondisi infrastruktur yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan ini akan meningkatkan akses transportasi antar Kabupatenkota yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan sehingga ini akan berdampak pada perbaikan pola interaksi dan meningkatkan pula investasi yang terjadi di daerah tersebut. Tumbuhnya investasi ini akan mendorong peningkatan kapasitas ekonomi lokal yang akan mampu meningkatkan PDRB setiap Kabupatenkota. Rasio belanja kesehatan tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat disparitas pembangunan wilayah yang diukur dengan Indeks Williamson Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga rasio belanja kesehatan ini bukan sumber utama terjadinya ketimpangan pembangunan di Provinsi Sulawesi Selatan, begitu pula halnya dengan rasio belanja ekonomi, tidak berpengaruh nyata terhadap disparitas pembangunan wilayah di Provinsi Sulawesi Selatan.

5.3 Analisis Ketersediaan Infrastruktur KabupatenKota

Perkembangan wilayah merupakan salah satu aspek penting dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk memacu perkembangan sosial ekonomi dan mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk mengetahui perkembangan suatu wilayah, dapat dilakukan dengan menganalisis pencapaian hasil pembangunan melalui indikator-indikator kinerja di bidang ekonomi, sosial, pendidikan dan kesehatan. Analisis skalogram merupakan salah satu alat untuk mengidentifikasi pusat perkembangan wilayah berdasarkan fasilitas yang dimilikinya, dengan demikian dapat ditentukan hirarki pusat-pusat pertumbuhan dan aktivitas pelayanan suatu wilayah. Wilayah dengan fasilitas yang lebih lengkap merupakan pusat pelayanan, sedangkan wilayah dengan fasilitas yang kurang lengkap akan menjadi daerah belakang hinterland. Berdasarkan data Podes yang dianalisis, tingkat perkembangan wilayah dapat dicerminkan oleh nilai Indeks Perkembangan KabupatenKota IPK. Pada analisis skalogram, semakin tinggi IPK maka semakin berkembang atau maju kabupatenkota tersebut, sehingga dapat menjadi pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya atau bagi wilayah yang memiliki nilai IPK yang lebih rendah. Pusat wilayah berfungsi sebagai: 1 tempat konsentrasi penduduk permukiman; pasar bagi komoditi-komoditi pertanian maupun industri; 3 pusat pelayanan terhadap daerah hinterland, dan 4 lokasi pemusatan industri manufaktur yang diartikan sebagai kegiatan mengorganisasikan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output tertentu. Sedangkan hinterland berfungsi sebagai: 1 pemasok produsen bahan-bahan mentah atau bahan baku; 2 pemasok tenaga kerja melalui proses urbanisasi; 3 daerah pemasaran barang dan jasa industri manufaktur umumnya terdapat suatu interdependensi antara inti dan plasma; 4 penjaga fungsi-fungsi keseimbangan ekologis. Setiap pemusatan itu akan menghasilkan pengaruh positif dan negatif. Adanya pemusatan yang berlebihan pada daerah-daerah, disamping akan menimbulkan masalah sosial ekonomi dan lingkungan hidup juga akan menyebabkan dana dan sumber daya untuk pembangunan wilayah menjadi terbatas Tarigan, 2002. Tabel 24. Nilai IPK dan Jumlah Jenis Hasil Perhitungan Skalogram 2003 No. Kabupaten Kota Jumlah Penduduk IPK Jumlah Jenis FasilitasInfrastruktur 1 Pare-pare 107.791 80,07 92 2 Palopo 111.856 72,14 91 3 Makassar 1.130.343 61,30 86 4 Soppeng 224.177 49,00 85 5 Maros 277.910 57,94 84 6 Sidrap 241.708 64,57 82 7 Wajo 365.090 53,67 82 8 Gowa 524.020 32,44 82 9 Bone 665.728 46,98 81 10 Bulukumba 357.486 36,75 80 11 Luwu Utara 461.562 48,32 79 12 Barru 154.008 62,24 76 13 Takalar 234.306 41,27 76 14 Pinrang 313.789 25,32 76 15 Jeneponto 358.889 33,22 75 16 Selayar 104.040 76,95 74 17 Pangkajene 274.587 50,31 73 18 Enrekang 170.983 47,08 73 19 Bantaeng 162.859 40,38 73 20 Sinjai 206.936 29,63 73 21 Luwu 286.491 38,56 70 22 Tana Toraja 413.432 43,68 67 Sumber : Data diolah, 2010 Berdasarkan jumlah jenis Kota Pare-Pare, Kota Palopo dan Kota Makassar memiliki jumlah jenis yang lebih besar jika dibandingkan Kabupaten lainnya. Ketiga kota ini memiliki perkembangan yang lebih maju jika dilihat dari banyaknya jumlah fasilitas. Ketiga kota ini cenderung menjadi daerah yang bersifat pusat kegiatan bagi daerah-daerah di sekelilingnya maupun daerah yang dapat memberikan pelayanan bagi daerah di sekelilingnya. Baik itu pelayanan dari segi pendidikan, kesehatan, sosial dan ekonomi. Pola ketersediaan infrastruktur yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan ini dapat dilihat pada Gambar 22.