I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Keong murbei Pomacea canaliculata merupakan spesies yang kosmopolitan, yaitu spesies yang distribusinya sangat luas dan mudah sekali
beradaptasi. Suharto 2003 in Min and Yan 2006 mengatakan bahwa pada 1981, keong murbei diintroduksi ke Indonesia. Kemudian pada tahun 1985-1987,
keong murbei dianggap menjadi spesies lokal yang familiar. Distribusi dan daya adaptasi keong murbei justru menjadikannya sebagai salah satu organisme yang
dikhawatirkan akan menjadi hama pertanian yang rakus dan agresif yang kerap kali menyerang tanaman padi, sehingga selama ini dikenal sebagai hama potensial
tanaman padi. Dalam beberapa tahun terakhir, keong murbei mulai disadari sebagai hama
padi yang serius Hendarsih-Suharto et al. 2006. Bahkan, di dunia keong murbei menjadi salah satu hama pertanian yang paling berbahaya karena penyebarannya
yang cepat dan menimbulkan kerusakan yang serius Chapin et al. 2000 in Min Yan 2006. Namun, perhatian terhadap penelitian tentang keong murbei dan
pengendaliannya tidak fokus jika dibandingkan dengan hama padi lainnya. Di sisi lain, keong murbei ini memiliki potensi sebagai sumber protein yang
cukup murah dan berlimpah. Oleh sebab itu diperlukan manajemen yang tepat agar keberadaan keong murbei bermanfaat bagi aspek-aspek kesehatan, sosial,
maupun ekonomi. Oleh karena itu, jika keong murbei dapat dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin dapat menjadi komoditas prospektif untuk menambah
penghasilan petani dan meningkatkan gizi masyarakat, serta dapat dijadikan pemberantas gulma air yang saat ini merupakan masalah yang belum terpecahkan
di perairan umum. Porte et al. 2006 mencoba memanfaatkan keong murbei untuk mengontrol
gulma-gulma di berbagai sawah karena keong murbei suka memakan tunas-tunas muda dari famili rerumputan. Introduksi P. canaliculata telah dilaporkan sebagai
agen yang sangat mungkin sebagai pengendali gulma di Jepang Okuma et al. 1994, Wada 2004 in Ranamukhaarachchi Wickramasinghe 2006.
2 Keberadaan tanaman air saat ini memiliki daya tarik yang khas sebagai
tanaman hias yang cukup populer. Eksistensinya di alam memiliki nilai ekologis yang penting dalam merangkai suatu ekosistem yang sehat. Namun,
keberadaanya juga sering menjadi masalah yang cukup merepotkan. Apabila petumbuhannya tidak terkendali maka tumbuhan air tersebut dapat berubah
menjadi gulma. Keberadaan gulma air seringkali mengganggu ekosistem karena gulma air kerapkali memperlambat arus, meningkatkan pendangkalan,
mempercepat hilangnya air melalui penguapan, dan menjadi kompetitor potensial terhadap pengambilan oksigen di malam hari dan kadang mengganggu aktivitas
transportasi air. Beberapa jenis tanaman air yang berpotensi menjadi gulma di antaranya adalah Cabomba caroliniana, Ceratophyllum sp., Egeria densa,
Eichhornia crassipes, Hydrilla verticilata, Pistia stratiotes, Myriophyllum sp., Nymphaea sp., Vallisneria sp., dll.
Mengingat sifat keong murbei sebagai hewan yang rakus, keong murbei memiliki potensi untuk mengendalikan gulma air. Keong murbei diduga akan
lebih efektif bila dimanfaatkan untuk mengendalikan gulma-gulma air tenggelam seperti Cabomba caroliniana, Vallisneria sp., dan Egeria densa karena keong
murbei hidup di kolom perairan. Selama ini telah dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kerusakan
yang disebabkan oleh keong murbei terhadap lahan pertanian padi. Beberapa alternatif pengelolaan keong murbei juga cukup banyak disinggung. Namun,
hingga saat ini belum dilakukan penelitian tentang tingkat kerakusan vorasitas keong murbei P. canaliculata untuk keperluan pengelolaan tersebut.
Pengelolaan dimaksudkan agar dapat ditentukan waktu penebaran dan pemanenan yang efektif. Dengan demikian populasi keong murbei dan gulma khususnya
gulma air tenggelam dapat dikendalikan, sehingga keseimbangan ekologis dapat tercapai.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai tingkat kerakusan vorasitas keong murbei P. canaliculata terhadap gulma air
tenggelam. Harapan dari penelitian ini antara lain dengan mengetahui tingkat kerakusan keong murbei, populasi gulma air tenggelam diharapkan dapat
3 terkendali. Di samping itu, populasi keong murbei akan meningkat. Peningkatan
itu dapat diimbangi dengan pemanenan populasi tersebut.
1.2. Perumusan Masalah