28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan dan Alat 1. Bahan
a. Tikus Percobaan
Tikus percobaan yang digunakan merupakan tikus jantan jenis Albino Norway Rats
Rattus novergicus galur Sprague Dawley umur 5-6 minggu hasil pengembangbiakan Badan POM RI.
b. Bahan Makanan Tikus
Bahan yang digunakan sebagai makanan tikus dalam penelitian ini adalah pati jagung, minyak jagung, kasein, mineral mix, vitamin mix,
CMC, dan air.
c. Bahan Pembuatan Kultur BAL dan EPEC
Bahan yang digunakan media de Man Rogosa Sharpe Broth MRSB, media de Man Rogosa Sharpe Agar MRSA, media Nutrien
Agar, media Nutrien Broth, dan standar Mc. Farland no 0.5.
c. Bahan Analisis
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembedahan tikus antara lain alkohol 70 dan kapas. Bahan untuk analisis hematologi antara lain cube
yang berisi larutan EDTA, batu es, larutan lyse dan diluent.
2. Alat a. Alat Pemeliharaan Tikus
Alat yang digunakan untuk memelihara tikus dan membuat makanan tikus adalah kandang metabolik, botol minum, timbangan,
baskom plastik, dan blender.
b. Alat Pembedahan Tikus
Alat yang digunakan dalam pembedahan tikus adalah papan bedah, gunting dan jarum suntik.
c. Alat Analisis
Alat yang digunakan untuk analisis hematologi menggunakan “Hematology Analyzer” yang berada di Labkesda, Bogor.
29
B. Metoda Penelitian 1. Tahap 1 Pembuatan kultur
a. Pembuatan Kultur BAL L. plantarum 2C12 dan L. fermentum 2B4.
Kultur induk L. plantarum 2C12 dan L. fermentum 2B4 dari penelitian Arief 2008 disegarkan terlebih dahulu pada media de Man
Rogosa Sharpe Broth MRSB. Kemudian dari kultur yang disegarkan
tersebut dibuat kultur kerja. Setelah itu, kultur kerja dipupukkan pada media de Man Rogosa Sharpe Agar MRSA untuk diketahui
populasinya. Kultur yang memenuhi syarat untuk digunakan cekok pada tikus percobaan yaitu kultur dengan jumlah populasi 10
8
cfuml. Kultur stok yang telah dibuat perlu diperbaharui setiap minggu
agar aktivitasnya tidak berkurang. Pemeliharaan kultur stok pada penelitian ini akan menggunakan metode Hariyadi et al. 2001
dengan cara membuat tusukan kultur pada MRSA chalk semisolid, kemudian menginokulasikannya pada MRSB, lalu kultur tersebut
dapat disimpan di refrigerator.
b. Pembuatan Kultur EPEC
Kultur EPEC dibiakkan pada media Nutrien Agar selama 24 jam pada suhu 37°C untuk dijadikan kultur kerja. Setelah itu diambil
sebanyak satu ose kultur kerja tersebut lalu dibiakkan ke dalam tabung berisi media Nutrien Broth. Setelah 24 jam kultur bakteri uji
disetarakan kekeruhannya dengan standar Mc. Farland no 0.5, yang memiliki kesetaraan dengan jumlah populasi bakteri sebesar 8x10
8
sel bakteriml. Suspensi bakteri EPEC yang terbentuk kemudian
diencerkan sampai diperoleh konsentrasi 8x10
6
sel bakteriml.
2. Tahap 2 Pengujian In vivo a. Pengelolaan Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih albino Norway rats Rattus novergicus galur Sprague
30 Dawley
umur 5-6 minggu berjenis kelamin jantan hasil
pengembangbiakan dari Badan POM RI. b. Kandang dan Perlengkapan
Kandang yang digunakan adalah kandang yang berukuran 17,5
x 23,75 x 17,5 cm milik Laboratorium Hewan Percobaan Seafast, dengan jumlah sesuai dengan jumlah tikus yang digunakan. Kandang
terbuat dari stainless steel. Kandang tikus harus berlokasi pada tempat yang bebas dari suara ribut, dan terjaga dari asap industri atau polutan
lainnya. Lantai harus mudah dibersihkan dan disanitasi. Suhu optimum ruangan untuk tikus adalah 22-24 ºC dan kelembaban udara
50 – 60 , dengan ventilasi yang cukup namun tidak ada jendela terbuka Muchtadi 1993.
c. Persiapan dan Pembuatan Ransum
Ransum yang diberikan kepada tikus percobaan mengacu pada AOAC Association of Official Agricultural Chemists Muchtadi et
al., 1992. Komposisi ransum standar disusun berdasarkan standar
AOAC seperti pada Tabel 7. Semua kelompok tikus diberikan ransum standar.
Tabel 7. Komposisi Ransum Standar
Bahan-bahan campuran Jumlah
Protein kasein Minyak jagung
Campuran mineral Campuran vitamin
CMC Air
Maizena pati jagung 10
8 5
1 1
5 Untuk membuat 100
Sumber : Muchtadi et al. 1992.
d. Perlakuan anti-E.coli Enteropatogenik EPEC secara in vivo
Pengujian ini dilakukan sesuai petunjuk Zoumpopoulou et al. 2008 hanya berbeda bakteri patogen yang digunakan. Dua buah
kultur bakteri asam laktat terpilih berumur satu hari pada media MRS broth sebanyak 1 ml dengan populasi 10
8
cfu diberikan sesuai dengan
31 perlakuan
kepada tikus
percobaan, sedangkan
populasi Enteropatogenik E. coli penyebab diare yang diberikan adalah sebesar
10
6
cfuml sebanyak 1 ml yang didasarkan bahwa dosis infeksi Enteropatogenik E.coli adalah minimal 10
5
cfuml Oyetayo, 2004. Tikus dibagi menjadi 6 kelompok, setiap kelompok terdiri dari 15
ekor tikus sebagai ulangan dengan kelompok seperti disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 5.
Sebelumnya, dilakukan adaptasi tikus terhadap lingkungan selama tiga hari dengan pemberian makan ransum standar terhadap
semua tikus. Selain itu juga terdapat kelompok baseline, yang terdiri dari 5 ekor tikus, tikus kelompok ini juga dipelihara selama masa
adaptasi tiga hari dan setelah itu dibedah untuk dilakukan analisa semua peubah sebagai data awal sebelum perlakuan.
Tabel 8. Kelompok tikus perlakuan
Kelompok tikus Perlakuan
Kontrol negatif Tikus normal diberikan ransum standar dan
diberikan akuades secara oral menggunakan sonde
BAL L. plantarum 2C12
Tikus yang hanya diberikan ransum standar, diiringi pemberian BAL L. plantarum 2C12
BAL L. fermentum 2B4
Tikus yang hanya diberikan ransum standar, diiringi pemberian BAL L. fermentum 2B4
BAL L. plantarum 2C12 + EPEC
Tikus yang diberikan ransum standar, diiringi pemberian BAL L. plantarum 2C12, tetapi
diselingi dengan pemberian infeksi EPEC.
BAL L. fermentum 2B4 + EPEC
Tikus yang diberikan ransum standar, diiringi pemberian BAL L. fermentum 2B4, tetapi
diselingi dengan pemberian infeksi EPEC.
Kontrol positif Tikus yang diberikan ransum standar dan
infeksi EPEC
Setiap perlakuan terdiri dari 15 ekor tikus sebagai ulangan. Pembedahan tikus untuk dilakukan analisis peubah yang diamati
32 dilakukan pada hari ke-7, 14 dan 21 masing-masing 4 ekor. Selain itu,
terdapat pula 5 ekor tikus sebagai kelompok baseline yang akan dibedah pada hari ke-0 setelah masa adaptasi. Dengan demikian
diperlukan 95 ekor tikus.
Masa perlakuan dilakukan selama 21 hari. Selama masa perlakuan, semua kelompok tikus diberikan ransum stándar dan
pemberian air minum diberikan secara ad libitum. Pengamatan yang dilakukan yaitu jumlah konsumsi ransum dan berat badan tikus
percobaan. Banyaknya ransum yang dikonsumsi dihitung setiap hari dengan menimbang sisa ransum yang tidak dikonsumsi oleh tikus.
Pengamatan berat badan masing-masing tikus dilakukan setiap tiga hari sekali selama perlakuan. Hasil yang diperoleh kemudian dibandingkan
antar kelompok.
e. Analisis Hematologi
Analisis kondisi hematologi dilakukan sesuai Aboderin dan Oyetayo 2006. Analisis kondisi hematologik dilakukan dengan alat
diagnosa kesehatan tubuh dan parameter status imun darah yaitu leukosit sel darah putih. Prosedur analisisnya sebagai berikut:
Sampel darah tikus diambil dari tikus melalui ‘cardiac puncture’ ke dalam cube yang berisi EDTA. Analisis dilakukan dengan
Cekok BAL
Adaptasi H-3 H0 H7 H14 H21
Cekok EPEC
T0 T1
T2 T3
Keterangan : T0 = terminasi awal 4 tikus
T1 = terminasi 1 4 tikus setiap kelompok T2 = terminasi 2 4 tikus setiap kelompok
T3 = terminasi 3 4 tikus setiap kelompok
Gambar 5. Bagan perlakuan pada tikus percobaan.
33 menggunakan alat otomatik ‘Hematology Analyzer’ dengan parameter
eritrosit, hematokrit, hemoglobin, trombosit, dan leukosit.
f. Rancangan percobaan
Rancangan penelitian
menggunakan Rancangan
Acak Lengkap, dengan model matematika sbb :
Yij = + αi +βj + ε ij
Yij : pengaruh perlakuan pada tikus kelompok tikus ke -i dan ulangan ke-j.
: nilai tengah perlakuan. αi : pengaruh perlakuan ke.-i.
βj : pengaruh ulangan ke-j. ε ij : galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.
Data dianalisis dengan menggunakan ANOVA. Jika terdapat perbedaan nyata akan diuji lanjut dengan uji Duncan Steel dan
Torrie, 1995.
34
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN