Pengaruh pemberian yogurt sinbiotik fungsional berbasis probiotik lokal terhadap status hematologi tikus percobaan

(1)

PENGARUH PEMBERIAN YOGURT SINBIOTIK FUNGSIONAL

BERBASIS PROBIOTIK LOKAL TERHADAP STATUS

HEMATOLOGI TIKUS PERCOBAAN

SKRIPSI

YENNI MS NABABAN

F24063517

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

EFFECT OF FUNCTIONAL SYNBIOTICS YOGHURT FROM PROBIOTIC

INDIGENOUS TOWARDS HEMATOLOGICAL STATUS AT RATS

Yenni MS Nababan, Darwin Kadarisman, and Made Astawan Department Of Agricultural Engineering, Faculty Of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220, Bogor 16002, West Java

Indonesia.

ABSTRACT

Gastro intestinal is evidently an extremely complex microecosystem, colonized by at least 50 genera or more than 400 species of microbiota. These microbiota may have either potentially pathogenic effects, or health-promoting effects or both. Some indigenous species of Lactobacillus as probiotics and fructooligosaccharide (FOS) as prebiotics, have been addressed to be a functional synbiotics yoghurt product.The objective of this study was to observe the effect of functional synbiotics yoghurt from probiotic indigenous at rats that infected by Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), and also to detect the impact toward hematological status, include erythrocytes, hematocrit, hemoglobin, platelets and leukocytes. A total of 65 male Sprague Dawley rats were used for this study and divided into 5 treatment groups. After terminating on day 21st, the results demonstrated that the number of platelet, hematocrit, and leukocytes of the positive control group had the highest number and significantly different (p<0.05) with the negative control group. Meanwhile, the number of erythrocyte and hemoglobin was not affected by synbiotics yoghurt.


(3)

Yenni MS Nababan. F24063517. Pengaruh Pemberian Yogurt Sinbiotik Fungsional Berbasis Probiotik Lokal Terhadap Status Hematologi Tikus Percobaan. Di bawah bimbingan Darwin Kadarisman dan Made Astawan.

RINGKASAN

Saluran pencernaan manusia merupakan organ yang sangat spesial, baik secara fisiologis maupun mikrobiologis (Tamime 2005). Lebih dari 400 spesies bakteri ada di dalam usus manusia. Seluruh mikroba tersebut membentuk 100 trilyun mikroflora normal yang hidup dari hari ke hari. Masing-masing mikroflora usus mensekresikan enzim yang mampu mengubah makanan dalam saluran pencernaan menjadi senyawa yang menguntungkan dan merugikan.

Diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang cukup kompleks karena jika tidak ditangani dengan baik, dapat mempengaruhi pertahanan tubuh penderita, yang pada akhirnya dapat menimbulkan kematian. Penyebab diare terbesar adalah infeksi dan intoksikasi (poisoning). WHO menyatakan ada sekitar 4 milyar kasus diare infeksi setiap tahun dengan tingkat mortalitas 3-4 juta/tahun (Zein et al. 2004). Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa secara in vitro bakteri probiotik galur Lactobacillus dan Bifidodobacteria dapat menghambat penempelan dan invasi bakteri enteropatogen penyebab diare seperti Enteropatogenik Escherichia coli (EPEC) dan Salmonella thypimurium. Beberapa peneliti juga melaporkan bahwa mengonsumsi bakteri asam laktat golongan Lactobacillus mampu meningkatkan sistem imun seluler dan humoral. Kuncinya adalah kemampuan kedua bakteri tersebut untuk menempel pada mukosa usus sehingga terjadi komunikasi antara sel inang dengan bakteri probiotik, serta menghambat bakteri penyebab diare seperti Escherichia coli maupun Clostridium deficile menempel pada mukosa usus. Dengan semakin berkurangnya populasi bakteri penyebab diare dalam saluran cerna, maka diare dapat diatasi (Black dan Anderson 1989).

Pada umumnya bakteri probiotik yang digunakan masih bersifat impor. Padahal isolat lokal sangat diperlukan untuk pengembangan pangan probiotik di Indonesia. Arief (2008) telah berhasil mengisolasi 10 bakteri asam laktat lokal dari daging sapi yang berasal dari beberapa pasar tradisional di daerah Bogor. Isolat lokal ini kemudian diaplikasikan pada produk pangan berupa yogurt karena yogurt merupakan minuman yang cukup diminati masyarakat Indonesia. Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengaplikasikan dua bakteri asam laktat probiotik lokal terbaik, yaitu Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus fermentum 2B4, dalam pembuatan yogurt sinbiotik fungsional yang memiliki sifat sebagai imunomodulator dan antidiare. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh pemberian yogurt sinbiotik terhadap status hematologi tikus percobaan dengan parameter eritrosit, leukosit, hemoglobin, trombosit dan hematokrit.

Penelitian ini telah mengaplikasikan BAL probiotik lokal terbaik. Formula yang terpilih adalah yogurt F3 dengan BAL probiotik L. bulgaricus + S. thermophilus + L. fermentum 2B4 dan FOS 5%. Pada analisis secara in vivo dengan tikus percobaan membuktikan bahwa adanya EPEC dapat menyebabkan gangguan penyerapan makanan. Hal ini terlihat dari kurva berat badan tikus kelompok yang diinfeksi EPEC mengalami kenaikan yang paling rendah di antara yang lainnya. Selain itu terlihat dari kondisi feses tikus yang diinfeksi EPEC (kontrol positif) berwarna agak coklat, lembek, agak berair dengan kadar air feses yang mencapai 66.87%, berbeda nyata dengan kelompok tikus yogurt sinbiotik

Status hematologi menunjukkan bahwa secara statistik, perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah eritrosit (p>0.05). Analisis ragam menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata lebih tinggi (p<0.01) terhadap jumlah leukosit tikus percobaan. Secara umum konsentrasi hemoglobin pada tiap kelompok perlakuan antara 12–14 g/dL dan perlakuan tidak berpengaruh terhadap kadar hemoglobin.

Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah trombosit tikus percobaan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa kelompok kontrol positif berbeda sangat nyata lebih tinggi dengan kelompok yogurt sinbiotik. Hasil ANOVA menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah hematokrit tikus dan kelompok kontrol positif berbeda sangat nyata (p<0.01) lebih tinggi dengan kelompok tikus lainnya.


(4)

PENGARUH PEMBERIAN YOGURT SINBIOTIK FUNGSIONAL

BERBASIS PROBIOTIK LOKAL TERHADAP STATUS

HEMATOLOGI TIKUS PERCOBAAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

YENNI MS NABABAN

F24063517

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

Judul Skripsi : Pengaruh Pemberian Yogurt Sinbiotik Fungsional Berbasis Probiotik Lokal Terhadap Status Hematologi Tikus Percobaan

Nama : Yenni M.S. Nababan NIM : F24063517

Menyetujui :

Pembimbing I

(Ir. Darwin Kadarisman, MS) NIP. 19470917 197403 1 001

Pembimbing II

(Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS) NIP. 19620202 198703 1 004

Mengetahui : Ketua Departemen

(Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.) NIP. 19650814 199002 1 002


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Pengaruh Pemberian Yogurt Sinbiotik Fungsional Berbasis Probiotik Lokal Terhadap Status Hematologi Tikus Percobaan adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik, dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2011 Yang membuat pernyatan

Yenni M.S. Nababan


(7)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Siborongborong, Tapanuli Utara - Sumatera Utara pada tanggal 20 April 1988 sebagai anak pertama dari lima bersaudara pasangan Bapak Jonsar Nababan dan Ibu Emmyda Siadari. Penulis lulus dari SD Negeri 2 Siborongborong pada tahun 2000, kemudian melanjutkan sekolah di SMP Negeri 1 Siborongborong dan lulus pada tahun 2003. Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Siborongborong dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Kemudian pada tahun 2008 penulis memilih Supporting Course sebagai bidang keahlian.

Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan yakni menjadi pengurus aktif Komisi Pelayanan Anak Panti Asuhan Candranaya, Food Processing Club (FPC), panitia BAUR ITP 2008, panitia Retreat Komisi Pra-Alumni Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB. Penulis juga aktif di kegiatan non-akademik seperti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM-AI).

Penulis menyelesaikan tugas akhir dengan melakukan penelitian pada tahun 2010 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor dan melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pemberian Yogurt Sinbiotik Fungsional Berbasis Probiotik Lokal Terhadap Status Hematologi Tikus Percobaan. Penelitian ini di bawah bimbingan Ir. Darwin Kadarisman, MS dan Prof. Dr. Ir. Made Astawan, MS.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Pengaruh Pemberian Yogurt Sinbiotik Fungsional Berbasis Probiotik Lokal Terhadap Status Hematologi Tikus Percobaan. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa bakteri probiotik tertentu seperti Bifidobacteria dan Lactobacillus dapat memperkuat sistem imun, mengatasi diare oleh rotavirus maupun bakteri, serta mengatasi sembelit. Kuncinya adalah karena kemampuan kedua bakteri tersebut untuk menempel pada mukosa usus sehingga menghambat bakteri penyebab diare seperti Escherichia coli menempel pada mukosa usus. Sehingga salah satu cara mencegah terjadinya diare adalah dengan menjaga keseimbangan mikroflora saluran pencernaan, yaitu dengan mengonsumsi produk probiotik dan prebiotik secara teratur.

Pada umumnya bakteri probiotik yang digunakan masih bersifat impor. Padahal isolat lokal sangat diperlukan untuk pengembangan pangan probiotik di Indonesia. Isolat lokal ini kemudian diaplikasikan pada produk pangan berupa yogurt karena yogurt merupakan minuman yang cukup diminati masyarakat Indonesia. Telah diketahui bahwa beberapa strain probiotik memiliki aktivitas bakterisidal terhadap bakteri patogen termasuk EPEC, dan dengan penambahan bakteri asam laktat probiotik lokal diharapkan status hematologi tikus bisa bertahan, bahkan bisa ditingkatkan.

Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan karya ini. Akhirnya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan.

Bogor, Januari 2011 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG ... 1

1.2 TUJUAN ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENELITIAN PENDAHULUAN ... 3

2.2 DIARE ... 3

2.3 MIKROFLORA USUS ... 4

2.4 BAKTERI ASAM LAKTAT SEBAGAI PROBIOTIK ... 5

2.5 PREBIOTIK, PROBIOTIK, DAN SINBIOTIK ... 7

2.6 YOGURT ... 9

2.7 DARAH ... 11

2.7.1 ERITROSIT ... 12

2.7.2 LEUKOSIT ... 13

2.7.3 HEMOGLOBIN ... 14

2.7.4 TROMBOSIT ... 15

2.7.5 HEMATOKRIT ... 16

2.7.6 HEMATOLOGY ANALYZER ... 17

III. METODOLOGI 3.1 BAHAN DAN ALAT ... 18

3.2 ANALISIS YOGURT SINBIOTIK SECARA IN VITRO ... 20

3.2.1 PEMBUATAN YOGURT SINBIOTIK ... 20

3.2.2 PENGUJIAN AKTIVITAS ANTIMIKROBA BAL ... 21

3.3 ANALISIS YOGURT SINBIOTIK SECARA IN VIVO ... 21

3.3.1 PENGELOLAAN HEWAN PERCOBAAN ... 21

3.3.2 ANALISIS HEMATOLOGI ... 24

3.3.3 RANCANGAN PERCOBAAN ... 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENENTUAN YOGURT SINBIOTIK FORMULA TERPILIH ... 26

4.2 PERTUMBUHAN BERAT BADAN TIKUS ... 27

4.3 KEJADIAN DIARE PADA TIKUS TERINFEKSI EPEC... 28

4.4 HEMATOLOGI TIKUS ... 31

4.4.1 ERITROSIT ... 31

4.4.2 LEUKOSIT ... 32

4.4.3 HEMOGLOBIN ... 34

4.4.4 TROMBOSIT ... 35

4.4.5 HEMATOKRIT ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN ... 39

5.2 SARAN ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Lima kelompok utama bakteri pada saluran pencernaan manusia ... 5

Tabel 2. Syarat mutu yogurt menurut SNI ... 10

Tabel 3. Komposisi ransum basal basis 1000 gr ... 22

Tabel 4. Kelompok tikus percobaan berdasarkan perlakuan yang diberikan ... 23

Tabel 5. Metode kontak 2, 4, 6 jam ... 26

Tabel 6. Nilai pH formula yogurt ... 27

Tabel 7. Rataan eritrosit tikus percobaan pada hari ke-7, 14, dan 21 ... 31

Tabel 8. Rataan leukosit tikus percobaan pada hari ke-7, 14, dan 21 ... 32

Tabel 9. Rataan hemoglobin tikus percobaan pada hari ke-7, 14, dan 21 ... 34

Tabel 10. Rataan trombosit tikus percobaan pada hari ke-7, 14, dan 21 ... 35


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Diagram sederhana dari diferensiasi sel darah di sumsum tulang ... 11

Gambar 2. Skema perubahan protrombin menjadi trombin dan polimerasi fibrinogen membentuk benang fibrin ... 16

Gambar 3. Hematology analyzer di Labkesda Bogor ... 17

Gambar 4. Diagram alir alur penelitian yang dilakukan ... 19

Gambar 5. Kandang tikus percobaan ... 22

Gambar 6. Pemberian air minum, yogurt dan EPEC menggunakan sonde ... 23

Gambar 7. Bagan perlakuan proses terminasi tikus percobaan ... 24

Gambar 8. Metode terminasi dan pengambilan darah tikus ... 24

Gambar 9. Penampakan yogurt F1, F2, F3, dan F4 ... 26

Gambar 10. Kenaikan berat badan tikus selama 21 hari percobaan ... 27

Gambar 11. Grafik kadar air feses tikus ... 29

Gambar 12. Feses tikus pada hari terakhir sebelum terminasi ... 30

Gambar 13. Rataan eritrosit tikus pada hari ke-21 ... 32

Gambar 14. Rataan leukosit tikus pada hari ke-21 ... 33

Gambar 15. Rataan hemoglobin tikus pada hari ke-21 ... 35

Gambar 16. Rataan trombosit tikus pada hari ke-21 ... 36


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Prosedur penggunaan Hematology Analyzer... 45

Lampiran 2. Hasil ANOVA nilai log kematian EPEC ... 46

Lampiran 3. Hasil ANOVA kenaikan berat badan tikus ... 48

Lampiran 4. Data berat badan tikus masing-masing kelompok ... 49

Lampiran 5. Hasil ANOVA kadar air feses tikus ... 52

Lampiran 6. Hasil uji lanjut Duncan kadar air feses tikus ... 53

Lampiran 7. Hasil pemeriksaan sampel darah tikus percobaan ... 54

Lampiran 8. Hasil ANOVA eritrosit ... 56

Lampiran 9. Hasil ANOVA leukosit... 57

Lampiran 10. Hasil uji lanjut Duncan leukosit ... 57

Lampiran 11. Hasil ANOVA hemoglobin ... 58

Lampiran 12. Hasil ANOVA trombosit ... 59

Lampiran 13. Hasil uji lanjut Duncan trombosit ... 59

Lampiran 14. Hasil ANOVA hematokrit ... 60


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang

Saluran pencernaan manusia merupakan organ yang sangat spesial, baik secara fisiologis maupun mikrobiologis (Tamime 2005). Bila dibentangkan, saluran pencernaan manusia ini dapat mencapai luas 200 m2 sehingga dapat meningkatkan daya serap makanan. Permukaan yang luas tersebut menjadikan saluran pencernaan manusia ini sebagai bagian tubuh yang lebih banyak kontak dengan lingkungan luar dibandingkan dengan organ kulit. Hal ini terjadi karena saluran pencernaan selalu terpapar oleh makanan selama proses pencernaan makanan (Tamime 2005).

Saluran cerna merupakan organ sistem imun yang paling besar dalam tubuh manusia (80% sistem imun terdapat dalam saluran cerna) karena saluran cerna paling banyak terpapar dengan berbagai jenis bakteri (bakteri baik maupun bakteri jahat) yang masuk ke dalam tubuh. Lebih dari 400 spesies bakteri ada di dalam usus manusia. Seluruh bakteri tersebut membentuk 100 trilyun mikroflora normal pada saluran pencernaan yang hidup dari hari ke hari. Masing-masing mikroflora usus mensekresikan enzim yang mampu mengubah makanan dalam saluran pencernaan menjadi senyawa yang menguntungkan dan merugikan. Fungsi mikroflora saluran pencernaan sangatlah penting untuk menjaga kesehatan inang sehingga secara tidak langsung berhubungan dengan proses penuaan (Wahyudi 2008).

Kesehatan tubuh kita juga ditentukan oleh bakteri yang ada dalam saluran cerna, sehingga kita wajib menjaga keseimbangan populasi bakteri, dengan mengatur agar bakteri baik bisa tumbuh optimum (Myllyluoma et al. 2007). Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa bakteri probiotik tertentu seperti Bifidobacteria dan Lactobacillus dapat memperkuat sistem imun, mengatasi diare oleh rotavirus maupun bakteri, serta mengatasi sembelit (Moller and Vrese 2004). Kuncinya adalah kemampuan kedua bakteri tersebut untuk menempel pada mukosa usus sehingga terjadi komunikasi antara sel inang dengan bakteri probiotik, serta menghambat bakteri penyebab diare (seperti Escherichia coli maupun Clostridium deficile) menempel pada mukosa usus. Dengan adanya bakteri probiotik dalam saluran cerna, maka diare dapat diatasi (de Vrese M dan Offick 2010).

Diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang cukup kompleks. Jika tidak ditangani dengan baik, diare dapat mempengaruhi pertahanan tubuh penderita yang pada akhirnya dapat menimbulkan kematian. Penyebab diare terbesar adalah infeksi dan intoksikasi (poisoning). WHO menyatakan ada sekitar 4 milyar kasus diare infeksi setiap tahun dengan tingkat mortalitas 3-4 juta/tahun (Zein et al. 2004). Berkat pesatnya perkembangan di bidang mikrobiologi, penemuan baru bidang etiologi bermunculan sehingga memperluas wawasan spektrum etiologi diare akut yang disebabkan oleh mikroba. Pada dekade 1970-1980-an telah ditemukan beberapa jenis mikroba baru penyebab diare akut pada bayi dan anak-anak. Sekarang telah dikenal tiga group E. coli sebagai penyebab diare akut, yaitu Enterotoxigenic E. coli (ETEC), Enteropathogenic E. coli (EPEC) dan Enteroinvasive E. coli (EIEC) (WHO 2009).

Salah satu cara mencegah terjadinya diare adalah menjaga keseimbangan mikroflora saluran pencernaan, yaitu dengan mengonsumsi produk probiotik dan prebiotik secara teratur. Berbagai penelitian para ahli telah membuktikan bahwa secara in vitro bakteri probiotik galur Lactobacillus dan Bifidodobacteria dapat menghambat penempelan dan invasi bakteri enteropatogen penyebab diare, seperti EPEC, ETEC, dan Salmonella thypimurium. Beberapa peneliti juga melaporkan bahwa mengonsumsi bakteri asam laktat golongan Lactobacillus mampu meningkatkan sistem imun seluler dan humoral. Bakteri asam laktat yang sering ditemukan pada yogurt komersial yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus belum cukup untuk menjaga saluran pencernaan. Oleh sebab itu harus ditambahkan bakteri probiotik lain yang mampu bertahan hidup pada saluran pencernaan manusia.

Efek probiotik pada saluran pencernaan berperan dalam menghambat adhesi patogen dan imunomodulator. Pemberian probiotik dapat memberikan keuntungan bagi kesehatan karena probiotik dapat menghasilkan asam lemak rantai pendek seperti asam laktat dan asam asetat yang menyebabkan suasana usus menjadi asam sehingga menurunkan pertumbuhan dan patogenitas bakteri serta memperbaiki keseimbangan bakteri dalam usus. Pengaruh bakteri probiotik terhadap regulasi imunitas berbeda antar strain. Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan pengaruh probiotik terhadap


(14)

imunitas menunjukkan bahwa mekanisme yang terkait dengan imunitas antara lain adalah pencegahan peningkatan permeabilitas sel, meningkatkan produksi IgA dan IgE serta meregulasi respon imun (Gill HS dan Cross ML 2001). Walaupun target utama bakteri probiotik adalah saluran pencernaan dan usus, namun beberapa penelitian membuktikan bahwa efek immunomodulator probiotik terhadap gambaran hematologik dapat dijelaskan secara sistematik. Secara spesifik, hal ini terlihat pada leukosit dan imunitas humoral yang hanya dapat diuji secara ex vivo. Beberapa bagian sistem imun telah diketahui dapat dipengaruhi oleh pemberian probiotik, termasuk limfosit (proliferasi, sekresi sitokin, dan sitotoksik selular); sistem imun bawaan (fagositosis, produksi radikal, sekresi enzim lisosim); aktivitas sel pembunuh alami dan sel natural killer (NK) serta antibodi (immunoglobulin level dan spesifik antigen) (Gill HS dan Cross ML 2001).

Bakteri probiotik dan obat apa pun yang diberikan secara oral akan diangkut oleh darah ke organ targetnya. Darah berfungsi mendistribusikan nutrisi, oksigen serta zat-zat lain ke semua organ, sehingga memungkinkan organ tubuh melakukan fungsinya. Fungsi darah dapat terganggu bila parameter darah tidak normal, akibatnya terjadi penyakit atau gangguan pada darah dan fungsi darah yang pada gilirannya dapat menyebabkan gangguan pada organ lain. Berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pemberian bakteri probiotik terhadap parameter darah yang meliputi jumlah eritrosit, leukosit, konsentrasi hemoglobin dan jumlah trombosit.

Pada umumnya bakteri probiotik yang digunakan di industri pangan masih bersifat impor. Padahal isolat lokal sangat diperlukan untuk pengembangan pangan probiotik di Indonesia. Arief (2008) telah berhasil mengisolasi 10 bakteri asam laktat lokal dari daging sapi mentah yang berasal dari beberapa pasar tradisional di daerah Bogor. Isolat lokal ini memiliki keunggulan sangat mudah beradaptasi dengan kondisi lingkungan Indonesia sehingga tidak perlu manipulasi dan rekayasa. Isolat lokal ini kemudian diaplikasikan pada yogurt karena yogurt merupakan minuman yang cukup diminati masyarakat Indonesia.

Namun demikian, sifat fungsional lainnya belum diteliti, terutama sifat fungsional sebagai pencegah diare akibat infeksi EPEC. Telah diketahui bahwa beberapa strain probiotik memiliki aktivitas bakterisidal terhadap bakteri patogen termasuk EPEC, dengan cara meningkatkan status imun inang yang mengonsumsinya (sebagai imunomodulator). Oleh sebab itu, dengan penambahan bakteri asam laktat probiotik lokal diharapkan status hematologi tikus bisa bertahan, bahkan bisa ditingkatkan.

Proses pengambilan sampel darah dilakukan melalui proses pembedahan karena selain sampel darah juga diambil organ-organ lain seperti limpa, usus, hati dan ginjal untuk prosedur sediaan histologis yang tidak dibahas dalam tulisan ini. Tikus didislokasi leher untuk membunuh tikus tanpa memecah pembuluh darahnya. Penelitian ini dilakukan untuk menguji kemampuan bakteri asam laktat probiotik lokal berupa Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus fermentum 2B4 sebagai antidiare pada tikus percobaan yang dipapar bakteri EPEC secara in vivo serta mengetahui dampaknya pada gambaran hematologik (eritrosit, hematokrit, hemoglobin, trombosit, dan leukosit).

1.2

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengaplikasikan dua bakteri asam laktat probiotik lokal terbaik yang berasal dari daging sapi di beberapa pasar tradisional wilayah Bogor, yaitu Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus fermentum 2B4, dalam pembuatan yogurt sinbiotik fungsional yang memiliki sifat sebagai imunomodulator dan antidiare.

Secara khusus, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengaplikasikan BAL probiotik lokal terbaik, yang berasal dari daging sapi di beberapa pasar tradisional wilayah Bogor, pada pembuatan formula yogurt sinbiotik fungsional (mengandung probiotik dan prebiotik).

2. Melakukan uji kemampuan yogurt sinbiotik sebagai antidiare pada tikus percobaan yang dipapar dengan bakteri EPEC penyebab diare.

3. Mengetahui pengaruh pemberian yogurt sinbiotik terhadap status hematologi tikus percobaan dengan parameter yang dianalisis terdiri penghitungan jumlah eritrosit, nilai hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah leukosit, dan jumlah trombosit.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Penelitian Pendahuluan

Suhesti (2010) membuktikan bahwa penambahan EPEC pada tikus dapat menyebabkan penurunan berat badan dan kejadian diare pada tikus. Status hematologi menunjukkan bahwa jumlah eritrosit, hematokrit dan hemoglobin tikus kontrol positif memiliki jumlah yang paling rendah dan berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok tikus yang diberikan BAL, dengan atau tanpa penambahan EPEC. Kelompok kontrol positif memiliki jumlah trombosit yang paling rendah dan berbeda nyata dengan kelompok kontrol negatif dan kelompok tikus yang diberikan BAL L. plantarum 2C12. Demikian halnya dengan jumlah leukosit tikus kelompok kontrol positif berbeda nyata dengan kelompok kontrol positif, kelompok BAL L. plantarum 2C12 dan kelompok BAL L. fermentum.

Penambahan probiotik berupa BAL L. plantarum 2C12 dan BAL L. fermentum 2B4 pada kelompok tikus yang diberikan EPEC mampu mempertahankan status hematologi tikus untuk parameter eritrosit, hematokrit, hemoglobin, dalam jumlah yang normal. Pemberian BAL L. plantarum 2C12 menunjukkan kemampuan yang lebih besar dalam mempertahankan jumlah eritrosit, hematokrit, dan hemoglobin tikus yang diinfeksi tikus, dibandingkan dengan pemberian BAL L. fermentum 2B4.

2.2

Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya yaitu lebih dari 200 gram atau 200 ml/24 jam. Menurut WHO (2009), diare didefinisikan sebagai yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari atau melebihi frekuensi buang air besar pada umumnya. Buang air besar encer tersebut dapat disertai lendir dan darah. Diare merupakan penyakit kedua terbanyak setelah infeksi saluran nafas akut dan merupakan penyebab pertama kematian di tahun 1986 (Kolopaking 2002).

Menurut de Vrese M dan Offick (2010), ada empat jenis diare yaitu :

1. Diare osmotik, terjadi bila bahan-bahan tertentu yang tidak dapat diserap ke dalam darah tertinggal di usus. Bahan tersebut menyebabkan peningkatan kandungan air dalam tinja sehingga terjadi diare. Makanan tertentu (buah dan kacang-kacangan) dan heksitol, sorbitol juga manitol (pengganti gula dalam makanan dietetik, permen dan permen karet) dapat menyebabkan diare osmotik.

2. Diare yang berhubungan dengan pengacauan motilitas, disebabkan adanya gangguan motilitas sehingga waktu transit usus menjadi lebih cepat.

3. Diare sekretorik, terjadi jika usus kecil dan usus besar mengeluarkan garam (terutama natrium klorida) dan air ke dalam tinja. Hal ini juga bisa disebabkan oleh toksin tertentu seperti pada kolera dan diare infeksius lainnya.

4. Diare penyebab radang

Diare ini terjadi jika lapisan usus besar mengalami peradangan atau membentuk tukak, lalu melepaskan protein, darah, lendir dan cairan lainnya.

Diare dapat disebabkan oleh infeksi virus, keracunan makanan, alergi, dan lactose intolerance makanan tertentu (de Vrese M dan Offick 2010). Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja yaitu meningkatkan gerak peristaltik dan menurunkan penyerapan di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat menembus pertahanan mukosa usus (Myllyluoma et al. 2007).


(16)

Penyakit yang disebabkan oleh Enteropatogenic E. coli (EPEC), sangat khas karena sebagian besar terjadi pada bayi yang dicirikan dengan diare yang tidak berlendir, muntah, dan sedikit demam (Donnenberg 1995). Pemberian antibiotik pada diare akut seharusnya dihindari karena dapat menyebabkan kematian mikroflora usus yang bermanfaat untuk menjaga homeostasis tubuh. Antibiotik hanya diberikan pada disentri dan kolera, karena antibiotik selama kejadian diare akut merupakan resiko terjadinya diare yang berkepanjangan. Pemberian antibiotik untuk diare persisten adalah tidak efektif (Hidayat 1997).

Terjadinya diare karena EPEC masih belum diketahui pasti. Patogenesisnya lebih kompleks daripada Enterotoxigenic E. coli (ETEC) dan diyakini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama yaitu non intimate binding yang diperantarai fili (bfp). Tahap kedua, adhesi bakteri pada sel inang mencetuskan tranduksi sinyal, yang berhubungan dengan aktivasi kinase tirosin sel inang dan menyebabkan kenaikan level Ca2+ intraseluler sel inang. Tahap ketiga, yaitu intimate binding dan actin rearrangement yang ekstensif di sekitar bakteri. Pada banyak penderita, dilihat dengan mikroskop elektron, EPEC melekat erat pada permukaan mukosa dan sebagian dikelilingi oleh pedestals (attaching and effacing) pada permukaan enterosit dan pada area perlekatan EPEC, brush border mikrovili menjadi hilang. Perlekatan EPEC pada sel-sel inang dan kerusakan kekuatan absortif pada sel-sel mukosa yang rusak ini mungkin bertanggung jawab pada terjadinya diare karena EPEC (Gibson dan Roberford 1995)

Perlekatan kuat antara sel bakteri dan sel epitel inang akan merusak mikrovili sel-sel mukosa inang yang mengakibatkan hilangnya kemampuan mukosa untuk menyerap air sehingga terjadi diare akut berair yang persisten, selain kadang-kadang disertai demam ringan dan muntah. Diare dapat menyebabkan ketidakseimbangan dalam mikroflora usus, peningkatan permeabilitas usus dan radang usus (Salminen S et al. 1998). Di sisi lain, probiotik diharapkan dapat mengurangi resiko diare. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa Bifidobacteria dan Lactobacilli dapat menurunkan resiko diare secara signifikan. Salah satu cara mencegah diare adalah dengan menjaga keseimbangan saluran pencernaan (Myllyluoma et al. 2007). Bakteri probiotik tertentu seperti L. rhamnosus GG diketahui dapat meningkatkan pembentukan antibodi nonspesifik dan respon imun spesifik melawan rotavirus, tetapi respon imun yang dihasilkan spesifik terhadap strain tertentu (Majamaa et al. 1995).

Jika bakteri probiotik mampu melekat pada epitel usus dan berkolonisasi pada usus maka diharapkan probiotik dapat digunakan untuk membantu mencegah atau mengobati diare.

2.3

Mikroflora Usus

Mikroflora usus sangat penting untuk kesehatan. Pada usus manusia terdapat sekitar 100 spesies bakteri dengan populasi sebesar 1014 dan berat keseluruhannya dapat mencapai 1-1,5 kg atau 1/50 sampai 1/60 berat tubuh orang dewasa (O’Hara dan Shanahan β006). Mikroflora usus dapat tumbuh pada kondisi anaerob dan berkoloni pada bagian-bagian tertentu dari sistem pencernaan manusia. Studi mengenai mikroflora usus merupakan aspek yang sangat penting dalam pengembangan produk prebiotik. Pengaruh mikroflora usus terhadap karakteristik biokimia, fisiologis dan imunologis telah banyak diteliti. Informasi mengenai mikroflora manusia umumnya diperoleh dengan menganalisis kandungan mikroba pada feses (Jackson MS et al. 2002).

Pada manusia dewasa yang sehat, mikroflora usus berada dalam keseimbangan, walaupun terdapat perbedaan antara individu yang satu dengan yang lain. Komposisi mikroflora usus berubah seiring meningkatnya umur seseorang. Pada bayi, Bifidobacterium spp. merupakan bakteri yang paling dominan. Pada saat bayi disapih, beberapa bakteri anaerob seperti Bacteroidaceae, Eubacterium, dan Peptococcoaceae mulai tampak dan akhirnya menjadi dominan. Bifidobacterium spp. akan semakin menurun jumlahnya dan pada beberapa orang tua menghilang, sedangkan Clostridium perfringens, Escherichia coli, Streptococcus spp, serta Lactobacillus semakin meningkat jumlahnya (Favier et al. 2002). Klaassens et al.(2007) menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada mikroflora usus tidak hanya disebabkan oleh faktor usia, akan tetapi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Sebagai contoh, mikroflora usus berubah saat menderita konstipasi dan diare.

Peranan mikroflora usus berdasarkan aktivitasnya dapat dibagi menjadi dua yaitu aktivitas yang menguntungkan dan aktivitas yang merugikan. Bifidobacteria, Lactobacillus spp., dan Eubacteria memiliki aktivitas yang menguntungkan, sedangkan Clostridium perfringens, Veilonella spp. dan Proteus spp. memiliki aktivitas yang merugikan (Kearney et al. 2008). Bakteri yang memiliki aktivitas menguntungkan dan merugikan adalah Bacteroides, Streptococcus spp., Escherichia coli serta Enterococcus.


(17)

Kelompok bakteri menguntungkan pada mikroflora usus mampu menekan pertumbuhan bakteri patogen, mensintesis vitamin atau protein, membantu penyerapan serta merangsang fungsi kekebalan tubuh. Sedangkan kelompok bakteri yang merugikan menghasilkan senyawa karsinogen, toksin, NH3, H2S, amin serta fenol yang dapat menyebabkan penyakit diare, konstipasi, kerusakan hati, penurunan kekebalan, kanker dan hipertensi (Kearney et al. 2008).

Lima kelompok utama bakteri yang terdapat pada saluran pencernaan manusia normal dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Lima kelompok utama bakteri pada saluran pencernaan manusia

Kelompok

Populasi Bakteri (log CFU/ gr) Jejunum Ileum Kolon Feses

Lactobacillus 3 5 6 6

Gram positif, anaerob, tidak berspora 2 2 5 6

Enterococcus 3 5 7 7

Bacteroides 3 3 7 9

Enterobacteriaceae 3 4 6 8

Sumber : Yuguchi et al. (1992)

2.4 Bakteri Asam Laktat sebagai Probiotik

Bakteri asam laktat (BAL) merupakan salah satu jenis bakteri dari mikroflora alami saluran pencernaan manusia. Bakteri ini mengkolonisasi bagian-bagian spesifik dari saluran pencernaan manusia dengan cara menempel pada sel-sel epitel (Van de Water dan Naiyanetr 2008). BAL adalah kelompok bakteri yang menguntungkan dan memfermentasi gula sebagai sumber energi untuk memproduksi asam laktat dalam jumlah besar, dan jika memecah protein tidak membentuk senyawa putrefaktif (senyawa yang berbau busuk). Menurut Axelsson (1998), klasifikasi genus bakteri asam laktat terbagi menjadi sepuluh yaitu Aerococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus, Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, dan Vagococcus. Bakteri asam laktat berdasarkan sifat fermentasinya dibagi menjadi dua golongan yaitu heterofermentatif dan homofermentatif.

Mikroba yang umum digunakan dalam pembuatan minuman dan makanan probiotik berasal dari berbagai kelompok, termasuk BAL. Kelebihan BAL adalah kemampuannya untuk bertahan hidup dan mengkolonisasi usus, memproduksi asam laktat, bakteriosin dan merangsang pembentukan antibodi tubuh (Salminen dan Wright 2004). Faktor utama dalam pemilihan mikroba probiotik adalah kemampuannya untuk bertahan hidup dan mengkoloni terminal ileum (ujung usus halus), dan kolon. Produk-produk probiotik dapat digunakan untuk mengobati atau mencegah penyakit diare, membantu penderita lactose intolerance (Tannock 1999).

Daya tahan hidup setelah melalui saluran pencernaan merupakan syarat mikroorganisme untuk dapat memberikan manfaat kesehatan setelah dikonsumsi. Bakteri yang berpotensi sebagai probiotik harus tahan terhadap pH rendah pada lambung dan tahan garam empedu pada duodenum usus halus. Untuk dapat memberikan manfaat sepenuhnya, galur probiotik harus dapat mengkoloni usus, minimal untuk sementara atau dalam jangka waktu pendek.

Efek antimikroba dari BAL ditunjukkan oleh aktivitas antagonistik BAL terhadap bakteri patogen. Menurut Collado et al. 2007 terdapat dua hipotesis tentang penurunan jumlah bakteri patogen di dalam usus manusia oleh BAL, yaitu:


(18)

2. Komponen antimikroba yang dihasilkan oleh BAL dapat menghambat bakteri patogen. Asam organik (asam laktat dan asam asetat) yang dihasilkan oleh BAL dapat menurunkan pH hingga kurang dari 4 sehingga pertumbuhan Escherichia coli dapat terhambat karena Escherichia coli tumbuh pada kisaran pH 4-8.

Diasetil menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif, kapang, dan khamir.

Hidrogen peroksida (H2O2) merupakan oksidator kuat yang bersifat bakterisidal terhadap mikroba dengan mengoksidasi sel bakteri, enzim, serta grup sulfidril dari protein sel dan membran lipida.

Karbondioksida (CO2) menyebabkan kondisi lingkungan menjadi anaerobik dan juga dapat berperan sebagai antimikroba.

Lactobacillus dan Bifidobacterium merupakan jenis BAL yang paling banyak digunakan sebagai kultur probiotik oleh negara-negara maju. Efek menguntungkan dari BAL terhadap kesehatan manusia adalah (1) non-patogenik, (2) tidak membentuk/memproduksi toksin, (3) mikroaerofilik dan aerotoleran sehingga membutuhkan proses fermentasi yang sederhana, (4) umumnya dapat tumbuh dengan cepat, (5) dapat memfermentasi berbagai jenis substrat yang murah, (6) pertumbuhan BAL dapat mencegah pembusukan dan kontaminasi oleh mikroba yang lain (memperpanjang umur simpan), dan (7) memproduksi bakteriosin.

Jumlah sel mikroba hidup yang harus terdapat pada produk probiotik masih menjadi perdebatan, akan tetapi umumnya adalah sebesar 106-108 cfu/mL (Tannock 1999) dimana jumlah (viabilitas) mikroorganisme setelah melalui saluran pencernaan adalah sekitar 106-107 cfu/g isi usus. Walaupun demikian, dosis tersebut sebetulnya sangat tergantung dari jenis makanan dan strain yang digunakan (Rahayu 2004). Manfaat kesehatan yang dapat diperoleh dari probiotik adalah memelihara keseimbangan mikroflora normal usus, menghambat bakteri patogen, merangsang sistem imun, aktivitas antikarsinogenik dan antimutagenik, mengurangi gejala lactose intolerance dan penurunan kolesterol dalam serum darah.

Menurut Nadal et al. (2007) probiotik yang efektif harus memenuhi beberapa kriteria : 1) memberikan efek yang menguntungkan pada inang, 2) tidak patogenik dan tidak toksik, 3) mengandung sejumlah besar sel hidup, 4) mampu bertahan dan melakukan kegiatan metabolisme dalam usus, 5) tetap hidup selama dalam penyimpanan dan waktu digunakan, 6) mempunyai sifat sensori yang baik, 7) diisolasi dari inang. Efek kesehatan yang menguntungkan dari probiotik adalah : 1) memperbaiki keluhan malabsorsi laktosa, 2) meningkatkan ketahanan alami terhadap infeksi di usus, 3) supresi kanker, 4) mengurangi kadar kholesterol darah, 5) memperbaiki pencernaan, 6) stimulasi imunitas gastrointestinal.

Pada penelitian kali ini, BAL yang digunakan sebagai probiotik untuk diaplikasikan pada produk yogurt sinbiotik adalah BAL lokal terbaik yang diisolasi dari daging sapi yang banyak dijual di beberapa pasar tradisional di wilayah Bogor, yaitu Lactobacillus plantarum 2C12 dan Lactobacillus fermentum 2B4.

a. Lactobacillus plantarum

Lactobacillus plantarum adalah bakteri gram positif yang memproduksi asam laktat dan hidup pada berbagai lingkungan yang berbeda, termasuk pada beberapa pangan dan saluran pencernaan manusia (EBI 2010). L. plantarum merupakan bakteri yang bersifat aerotoleran yang dapat tumbuh pada suhu 15°C, tetapi tidak dapat tumbuh pada suhu 45°C (Wikipedia 2010). Menurut Liong (2007), strain L. plantarum dapat menginduksi pelepasan sitokin dari donor manusia sehat melalui leukosit darah periferal mononuklear dan meningkatkan produksi interleukin-10 (IL-10) oleh makrofag dan sel T dari mukosa usus.

b. Lactobacillus fermentum

Lactobacillus fermentum adalah bakteri gram positif yang umumnya ditemukan pada bahan tumbuhan dan hewan fermentasi (Wikipedia 2010). Kullisaar et al. (2003) diacu dalam Liong (2007) melaporkan bahwa konsumsi dari susu fermentasi yang mengandung L. fermentum menunjukkan efek antioksidatif dan antiaterogenik. Sementara itu, menurut Reid (2000), strain L. fermentum dapat memproduksi hidrogen peroksida yang berperan sebagai senyawa antimikroba.


(19)

Menurut Zoumpopoulou et al. (2008), L. fermentum menunjukkan potensi probiotik karena memiliki karakteristik probiotik di antaranya memiliki aktivitas mikrobial dan immunomodulator yang diuji secara in vitro yang dikonfirmasi dengan pengujian in vivo menggunakan tikus percobaan. Penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Bao et al. (2010) yang menyatakan bahwa L. fermentum memiliki karakteristik probiotik yang potensial karena bakteri ini memiliki ketahanan terhadap pH rendah serta mampu menstimulasi enzim pada saluran pencernaan dan garam empedu.

2.5

Prebiotik, Probiotik, dan Sinbiotik

Prebiotik adalah komponen pangan yang tidak dapat dicerna yang mempunyai pengaruh baik terhadap inang dengan memicu aktivitas, pertumbuhan yang selektif, atau keduanya terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon (Salminen et al. 1998). Prebiotik pada umumnya merupakan karbohidrat dengan bobot molekul rendah yang tidak dapat dicerna dan tidak dapat diserap serta umumnya berbentuk oligosakarida (oligofruktosa) dan serat pangan (inulin) (Reddy 1999). Tidak semua oligosakarida yang tidak dapat dicerna tersebut memiliki karakteristik sebagai prebiotik. Inulin, fruktooligosakarida (FOS), serta galaktooligosakarida (GOS) merupakan prebiotik yang umum digunakan (Macfarlane dan Cummings 1999). Namun demikian, dengan semakin majunya proses pengolahan pangan maka terdapat industri yang memproduksi senyawa yang lambat diserap tubuh, seperti frukto-, galakto-, dan xylo-oligosakarida, yang memiliki efek prebiotik sebaik laktosa, laktitol, xylitol, dan maltitol (Salminen et al di dalam Salminen et al. 1998).

Manfaat prebiotik terhadap kesehatan (Gibson dan Roberfroid 1995), antara lain: 1. Memiliki efek antagonis terhadap patogen

Prebiotik dapat meningkatkan ketahanan terhadap patogen melalui peningkatan jumlah Bifidobacteria dan Lactobacilli. Asam laktat yang diproduksi oleh bakteri tersebut diketahui memiliki sifat penghambatan.

2. Meningkatkan penyerapan kalsium 3. Melindungi dari kanker kolon

Prebiotik dapat melindungi dari kanker kolon dengan cara memproduksi metabolit yang bersifat protektif (butirat dapat menstimulasi apoptosis sel kanker kolon dan berperan sebagai bahan bakar untuk kesehatan sel-sel kolon) dan membuat metabolisme bakterial di dalam kolon menghasilkan produk akhir yang tidak berbahaya.

4. Memiliki efek imunologi

Secara tidak langsung, prebiotik dapat memberikan efek imunologi. BAL yang dapat menggunakan prebiotik dapat menstimulasi sejumlah sel yang terlibat dalam respon imun spesifik.

Bahan pangan yang diklasifikasikan sebagai prebiotik harus: 1) tidak dihidrolisis dan tidak diserap di bagian atas traktus gastrointestinal sehingga dapat mencapai kolon tanpa mengalami perubahan struktur dan tidak diekskresikan dalam tinja, 2) substrat yang selektif untuk satu atau sejumlah mikroflora komensal yang menguntungkan dalam kolon, jadi memicu pertumbuhan bakteria yang aktif melakukan metabolisme, 3) mampu mengubah mikroflora kolon menjadi komposisi yang menguntungkan kesehatan. Supaya kerja prebiotik lebih efektif, fermentasi selektif adalah hal yang sangat esensial (Gibson 1998).

Prebiotik yang mempunyai fungsi regulasi terhadap mikroekosistem mikrobiota probiotik dalam usus dapat diperoleh dari : 1) ASI yang hanya kurang dari 5% dicerna di usus, 2) Karbohidrat yang secara alami mengandung fruktooligosakarida, terdapat dalam berbagai sayur dan buah misalnya bawang, asparagus, chicory (mengandung inulin), pisang, dan artichoke (Gibson 1998). Untuk memperoleh oligosakarida yang akan dipakai sebagai bahan prebiotik dapat dilakukan melalui 1) ekstraksi langsung polisakarida alami dari tumbuhan, 2) hidrolisis polisakarida alami, 3) sintesis enzimatik dengan menggunakan hydrolases dan atau glycocyl transferases, kedua enzim tersebut mengkatalisis reaksi transglikosilasi sehingga terjadi oligosakarida sintetik dari mono dan disakarida.

Fruktooligosakarida (FOS) merupakan oligosakarida dengan berat molekul yang rendah yang memiliki efek terhadap Bifidobacteria usus dan merupakan prebiotik yang penting. FOS adalah suatu

gabungan rantai panjang dan pendek -2-1-glikosidik (Roberfroid et al. 1998) FOS memiliki banyak

karakteristik yang diinginkan, termasuk stimulasi bifidus yang kuat (strong bifidus-stimulation). FOS ini memiliki sifat larut dalam air, tidak dicerna di dalam usus halus, tidak bersifat viscous, tidak mengikat asam empedu, dan sangat mudah difermentasi (Schneeman 1999). FOS berantai pendek


(20)

secara alami terdapat di dalam bawang, bawang putih, jerusalem artichoke, asparagus, gandum, dan gandum hitam.

Fruktooligosakarida (FOS) merupakan substrat yang efisien untuk pertumbuhan Bifidobacteria dibandingkan dengan glukosa (Rao 1999). Studi in vitro menggunakan inokulum fekal menunjukkan bahwa FOS dapat dimanfaatkan secara cepat dan menyeluruh oleh mikroflora usus. Studi in vivo dengan manusia pun menunjukkan bahwa FOS dapat meningkatkan Bifidobacteria (Hond et al. 2000). Sebenarnya setiap bahan pangan yang masuk ke dalam usus besar adalah kandidat prebiotik. Namun demikian untuk efektivitas, selektivitas fermentasi adalah sangat esensial. Bahan yang mendapat banyak perhatian dan sukses dipakai adalah non digestible oligosaccharide seperti fruktosa, xylosa, soya, galaktosa, glukosa, dan mannosa. Mengonsumsi bahan prebiotik secara signifikan dapat memodulasi komposisi mikrobiota kolon yang menyebabkan Bifidobakteria lebih dominan didalam kolon dan banyak ditemukan di dalam tinja (Gibson 1995). Berdasarkan hasil penelitian Le Blay et al. (1999), pemberian 9 g FOS per 100 g pakan untuk tikus percobaan dapat meningkatkan konsentrasi total bakteri penghasil asam laktat dan Lactobacillus sp. setelah dua minggu.

Mikroorganisme probiotik secara umum didefenisikan sebagai kultur tunggal atau campuran dari mikroorganisme hidup, yang bila diaplikasikan atau dikonsumsi oleh hewan atau manusia, memberikan dampak positif terhadap kesehatan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora usus (Ouwehand 2002). Probiotik bekerja dalam berbagai cara termasuk memproduksi bakteriosin dan menurunkan pH usus. Meskipun semua mekanisme probiotik belum sepenuhnya dipahami, diketahui bahwa probiotik juga memiliki efek pada respon imun di usus, yaitu mengurangi peradangan. Penggunaan probiotik telah disarankan untuk pencegahan dan perawatan kesehatan masalah usus termasuk diare infeksi akut, diare terkait antibiotik dan penyakit radang usus.

Jumlah minimal sel probiotik yang dapat memberikan efek kesehatan masih kontroversial, tetapi beberapa peneliti menyebutkan bahwa dosis terapinya adalah harus lebih atau sama dengan 107 cfu/mL (Kailasapathy dan Rybka 1997), harus mencapai 108 sel probiotik hidup per hari (Lourens-Hattingh dan Viljoen 2001), atau minimum 105 sel hidup setiap gram atau ml produk (Farida 2005). Walaupun demikian, dosis tersebut sebetulnya sangat tergantung dari jenis makanan dan strain yang digunakan (Rahayu 2004).

Mikroflora pada kolon manusia dapat memberikan manfaat kesehatan pada inang dengan berfungsi sebagai natural barrier terhadap bakteri patogen (Collado et al. 2007). Selain meningkatkan fungsi pencernaan normal dan perlindungan terhadap bakteri patogen, mikroflora memberikan efek menguntungkan pada metabolisme sistemik dan sistem kekebalan (Bengmark 1998). Kemampuan untuk mengontrol pertumbuhan dan potensi patogen bakteri ini tergantung pada fungsi yang tepat dari mikroflora (McCracken dan Lorenz 2001). Dosis efektif probiotik ditentukan oleh afinitas relatif untuk setiap reseptor (Salminen et al. 1999). Probiotik berbeda jenis dan bahkan berbeda strain memiliki tindakan berbeda dan kemanjuran klinis dalam indikasi yang berbeda pula (Holst dan Breves 2005). Saat ini banyak dilakukan penelitian untuk memanipulasi komposisi mikrobiota kolon dalam upaya memperoleh aspek potensial yang menguntungkan untuk inang misalnya Lactobacillus dan Bifidobakteria.

Saat ini pangan probiotik semakin berkembang dan diminati masyarakat. Beberapa susu fermentasi produksi industri pangan banyak yang telah menonjolkan bakteri probiotik. Bahan makanan yang mengandung probiotik antara lain: (1) Yogurt, berisi L. bulgaricus dan S. thermophilus dan jenis lain berisi L. acidophilus dan Bifidobacteria, (2) Acidophilus milk, berisi Lactobacillus acidophilus, (3) Kefir, berisi sejumlah bakteri asam laktat, termasuk L. lactis, L. cremoris, L. kefir, L. casei, L. acidophilus, dan Leuconostoc sp. (Dairy Foundation 1997). Produk-produk probiotik juga telah banyak diProduk-produksi oleh berbagai perusahaan dengan bermacam-macam kemasan.

Kemungkinan yang lain untuk mengatur mikroflora adalah menggunakan sinbiotik, yaitu kombinasi probiotik dan prebiotik. Sinbiotik adalah campuran probiotik dan prebiotik yang bermanfaat terhadap inang dengan memperbaiki ketahanan dan implantasi dari suplemen pangan berupa mikroba hidup di dalam saluran pencernaan inang (Andersson et al. 2001). Penambahan mikroorganisme hidup (probiotik) dan substrat (prebiotik) untuk pertumbuhan bakteri, misalnya fruktooligosakarida (FOS) dengan Bifidobacterium, atau lactitol dengan Lactobacillus. Keuntungan dari kombinasi ini adalah meningkatkan daya tahan hidup bakteri probiotik oleh karena substrat yang spesifik telah tersedia untuk fermentasi sehingga tubuh mendapat manfaat yang lebih sempurna dari kombinasi ini.

Probiotik umumnya aktif di usus kecil sedangkan prebiotik hanya efektif dalam usus besar, kombinasi dari keduanya akan memberikan efek sinergis. Penggunaan formulasi probiotik dapat


(21)

meningkatkan dan mempertahankan mikroflora usus yang sehat namun jumlahnya akan menyusut dengan cepat. Oleh sebab itu, para peneliti membutuhkan sesuatu yang akan membantu menjaga bakteri baik dalam sistem pencernaan yaitu dengan menyertakan prebiotik. Prebiotik menyediakan tempat yang tepat untuk probiotik dapat berkembang. Selain itu, prebiotik merangsang pertumbuhan dan meningkatkan kegiatan positif mikroflora usus endogen (Tomasik 2003). Dengan meningkatkan jumlah prebiotik dalam makanan maka jumlah bakteri baik dalam sistem pencernaan kita akan semakin meningkat. Hal ini akan dapat mengurangi risiko diare, alergi dan bahkan kanker usus besar.

2.6

Yogurt

Yogurt adalah susu fermentasi tertua yang pernah diketahui, dan menjadi makanan yang dikonsumsi oleh penduduk di Timur Tengah. Pembuatan yogurt merupakan salah satu metode tertua dalam sejarah pengawetan susu, yaitu dengan cara mengasamkan susu yang terkontaminasi secara alami pada suhu sekitar 40-500 C (Prajapati dan Nair 2008). Kemudian konsumsi yogurt yang diproduksi secara komersial meningkat dengan cepat di Eropa pada awal abad ke-20 setelah publikasi dari Metchnikoff yang menyatakan bahwa mengkonsumsi susu fermentasi dapat memperpanjang umur (Van de Water dan Naiyanetr 2008). Secara alami susu memiliki substrat antimikroba yang berperan dalam menghambat pertumbuhan bakteri merugikan tetapi substrat tersebut menghilang beberapa saat setelah pemerahan, terutama komponen yang mudah menguap (volatil).

Proses fermentasi adalah salah satu cara untuk memproduksi substrat antimikroba pasca-pemerahan tersebut. Dalam pembuatan yogurt, susu skim, susu segar yang telah dihomogenasi atau susu segar ditambahkan starter untuk proses fermentasinya. Starter yogurt adalah bakteri termofilik yang dapat hidup pada suhu 40-450C. Hubungan antara S. thermophilus dan L. bulgaricus adalah simbiosis. Faktor penstimulir pada starter yogurt terjadi pada saat inkubasi dimana L. bulgaricus menyediakan nutrisi misalnya asam amino dan peptida untuk pertumbuhan S. thermophilus yang kemudian akan memproduksi sejenis asam format dan akan menstimulir pertumbuhan L. bulgaricus (Vedamuthu 2006).

Menurut Vedamuthu (2006), S. thermophilus adalah bakteri berbentuk kokus dan L. bulgaricus berbentuk batang. Pada awal inkubasi, S. thermophilus tumbuh cepat dan mendominasi fermentasi. Setelah pH mencapai di bawah 4.2 maka fermentasi akan didominasi oleh L. bulgaricus. Perbandingan yang baik antara S. thermophilus dan L. bulgaricus adalah 1:1 dengan konsentrasi starter 2% dari volume susu. Flavor khas yogurt disebabkan karena asam laktat dan sisa-sisa asetaldehida, diasetil, asam asetat dan bahan-bahan mudah menguap lainnya yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri. L. bulgaricus adalah penyebab utama terbentuknya asetaldehida (Buckle et al. 1987). Selama proses fermentesi, akan dihasilkan asam laktat hingga mencapai konsentrasi 109/mL. Penurunan pH akibat produksi asam laktat akan mengakibatkan destabilisasi kasein misel pada pH 5.1–5.2 hingga tercapai koagulasi pada pH 4.6. Kemudian yogurt disimpan pada suhu 4–10°C untuk memperlambat proses fermentasi (Van de Water dan Naiyanetr 2008)

Sifat yogurt dapat dipengaruhi oleh komposisi susu yang digunakan. Yogurt yang dibuat dari susu segar, dimana kandungan lemaknya lebih tinggi akan memberikan rasa lemak yang lebih tinggi dan teksturnya lebih halus, sedangkan jika dibuat dari susu skim maka mouthfeelnya akan berkurang, karena kandungan lemaknya rendah (Chandan 2006).

Berdasarkan struktur fisik koagulumnya, yogurt terbagi atas set yogurt, yaitu yogurt yang berstruktur setengah padat dan stirred yogurt, yang mempunyai struktur gel yang pecah sebelum pendinginan dan pengemasan (Tamime 2005). Syarat mutu yogurt berdasarkan SNI 01-2981-2009 dapat dilihat pada Tabel 2. Kandungan protein yogurt minimal 3.5 %, lebih besar dibandingkan susu murninya yang hanya 2.80-4%. Hal ini disebabkan adanya penambahan protein dari sintesis mikroba dan kandungan protein dari mikroba itu sendiri. Perubahan zat gizi lainnya tidak menunjukkan perubahan yang nyata (Vedamuthu 2006).

Komponen-komponen penting dalam susu yang berperan dalam fermentasi adalah laktosa dan kasein. Selama proses fermentasi laktosa oleh bakteri asam laktat diubah menjadi asam laktat. Laktosa susu yang diubah menjadi asam laktat hanya sekitar 30% sedang sisanya (79%) masih dalam bentuk laktosa. Untuk menambah rasa manis maka sisa laktosa dapat diubah menjadi glukosa dengan bantuan penambahan enzim laktase (Chandan 2006).

Kasein merupakan bagian terbesar penyusunan protein susu, yaitu sekitar 76%. Senyawa kasein dalam susu merupakan senyawa kompleks, karena terdapat bersama-sama kalsium dan fosfat sehingga membentuk senyawa kalsium kaseinat fosfat juga merupakan casein micelle. Senyawa inilah


(22)

yang berperan dalam pembentukan gel protein (Tamime 2005). Laktosa dihidrolisis menjadi glukosa dan galaktosa atau galaktosa-6-fosfat oleh enzim α-D-galaktosidase dan α-D-fosfogalaktosidase yang dihasilkan oleh L. bulgaricus dan S. thermophilus.

Tabel 2. Syarat mutu yogurt menurut SNI No

Kriteria uji Satuan Yogurt tanpa perlakuan panas setelah fermentasi

Yogurt dengan perlakuan panas setelah fermentasi Yogurt Yogurt

rendah lemak

Yogurt tanpa lemak

Yogurt Yogurt rendah lemak

Yogurt tanpa lemak 1. Keadaan

1.1. Penampakan - Cairan kental – padat Cairan kental – padat 1.2. Bau - Normal/khas Normal/khas 1.3. Rasa - Asam/khas Asam/khas 1.4. Konsistensi - Homogen Homogen

2. Kadar lemak (b/b)

% Min.3 0.6-2.9 Maks. 0.5

Min 0.3 0.6-2.9 Maks. 0.5 3. Total padatan

susu bukan lemak (b/b)

% Min. 8.2 Min. 8.2

4. Protein (Nx6,38) (b/b)

% Min. 2.7 Min. 2.7

5. Kadar abu (b/b) % Maks. 1.0 Maks. 1.0 6. Keasaman

(dihitung sebagai asam laktat) b/b

% 0.5-2.0 0.5-2.0

7. Cemaran logam

7.1. Timbal(Pb) mg/kg Maks. 0.3 Maks. 003 7.2. Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 20.0 Maks. 20.0 7.3. Timah (Sn) mg/kg Maks. 40.0 Maks. 40.0 7.4. Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0.03 Maks. 0.03 7.5. Arsen mg/kg Maks. 0.1 Maks. 0.1 8. Cemaran mikroba

8.1. Bakteri coliform APM/g atau koloni/g

Maks. 10 Maks. 10

8.2. Salmonella - Negatif/25 g Negatif/25 g 8.3. Listeria

monocytogenes

- Negatif/25 g Negatif/25 g 9. Jumlah bakteri

starter*

koloni/g Min 107 -

*sesuai dengan pasal 2 (istilah dan definisi) Sumber: SNI 01-2981-2009

Glukosa hasil pemecahan laktosa, selanjutnya melalui jalur glikolisis dapat dibentuk asam piruvat dan selanjutnya dapat diubah menjadi asam laktat oleh enzim laktat dehidrogenase yang dikeluarkan oleh L. bulgaricus dan S. thermophilus. Terbentuknya asam laktat menyebabkan penurunan pH sehingga kasein mengalami koagulasi pembentuk gel. Terbentuknya gel menyebabkan tekstur menjadi semi padat sehingga viskositasnya naik dan dipengaruhi oleh kandungan zat padat, protein dan proses homogenisasi. Selama proses fermentasi dibentuk senyawa-senyawa penyebab flavor yaitu asetaldehid, asetoin, aseton, dan diasetil (Robinson et al. 2006)

Penggunaan kultur campuran yaitu L. bulgaricus dan S. thermophilus dapat meningkatkan jumlah asetaldehid, dibandingkan bila hanya dipergunakan kultur tunggal, komponen pendukung flavor yang lain adalah asam lemak volatil dan asam amino. Kultur susu fermentasi bersifat proteolitik, sehingga selama proses fermentasi terjadi penaikan jumlah protein terlarut dapat membantu pembentukan flavor dan pembentukan struktur. Aktivitas proteolitik dari L. bulgaricus lebih besar dibandingkan dengan S. thermophilus. Selain aktivitas proteolitik, kultur juga mempunyai


(23)

aktivitas lipolitik walaupun hanya rendah, yang dapat menyebabkan kenaikan jumlah asam lemak bebas selama penyimpanan (Tamime 2005)

Dalam penelitian kali ini, selain probiotik, akan ditambahkan juga prebiotik sehingga yogurt yang dihasilkan adalah yogurt sinbiotik. Sinbiotik adalah campuran probiotik dan prebiotik yang bermanfaat terhadap inang dengan memperbaiki ketahanan dan implantasi dari suplemen pangan berupa mikroba hidup di dalam saluran pencernaan inang (Andersson et al. 2001).

Yogurt sinbiotik merupakan salah satu produk susu fermentasi yang dibuat dengan menggunakan campuran beberapa kultur bakteri asam laktat seperti Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus achidophilus, dan Bifidobacterium bifidum, yang dikombinasikan dengan prebiotik seperti fruktooligosakarida (FOS). Kombinasi probiotik (bakteri asam laktat) dan prebiotik dapat meningkatkan daya tahan bakteri probiotik oleh karena substrat yang spesifik telah tersedia untuk fermentasi sehingga tubuh mendapat manfaat yang lebih sempurna dari kombinasi ini (Ouwehand et al. 2007).

2.7

Darah

Darah didefinisikan sebagai kumpulan elemen dalam bentuk suspensi atau sel yang terendam dalam cairan transparan berwarna kuning yang disebut sebagai plasma darah atau larutan yang bersifat cair dan terdiri dari bermacam-macam molekul organik dan anorganik. Darah merupakan media cair yang terdiri dari sel-sel yang diproduksi oleh jaringan hemopoietika yang disirkulasikan ke dalam jaringan tubuh sebagai pembawa nutrien dan mengandung faktor-faktor yang penting untuk mempertahankan tubuh terhadap penyakit (Frandson 1996).

Darah yang merupakan pembawa berbagai zat tersebut dipompakan oleh jantung melalui sistem pembuluh darah yang tertutup. Darah dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu cairan dan padatan. Gambar 1 menjelaskan pembentukan sel-sel darah menjadi sel yang berdiferensiasi. Cairan terdiri dari serum atau plasma dan padatan terdiri dari butir darah merah, butir darah putih dan kepingan darah (Harper 1997). Sel darah terdiri atas tiga macam yaitu sel darah merah, sel darah putih dan kepingan darah. Bila contoh darah dibiarkan atau disentrifus akan terjadi pemisahan menjadi dua bagian yaitu 1) elemen seluler terdiri dari eritrosit, leukosit, trombosit dan kadang-kadang sel miselenius dari retikulo endoplasmik sistem (RES), 2) plasma atau ekstraseluler mengandung air, protein, elektrolit, glukosa, enzim dan hormon. Volume darah dalam tubuh bervariasi jumlahnya tergantung pada ukuran tubuh, umur, derajat aktivitas tubuh, keadaan kesehatan, makanan, laktasi dan lingkungan (Harper 1997).

Gambar 1. Diagram sederhana dari diferensiasi sel darah di sumsum tulang (Corwin 2000). Sel Bakal

Pluripotensial

Eritroblas Eritrosit

Mieloblas Granul

Eosinofil

Basofil Sel Mast

Neutrofil

Monoblas Monosit Makrofag

Megakarioblas Trombosit

Prolimpoblas Sel Bakal

Limfosit Limfosit B


(24)

Darah sangat dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, ras, emosi, serta latihan yang berlebih. Jika tubuh hewan mengalami perubahan fisiologis maka gambaran darah juga akan mengalami perubahan. Perubahan fisiologis ini dapat disebabkan oleh faktor internal seperti pertambahan umur, keadaan gizi, latihan, kesehatan, siklus stress, proses produksi darah, kebuntingan, dan suhu tubuh. Perubahan eksternal antara lain infeksi kuman penyakit, dan perubahan suhu lingkungan (Guyton 1997).

Fungsi utama darah adalah mempertahankan homeostasis. Fungsi penting darah selain sebagai homeostasis dalam sistem sirkulasi yaitu : 1) pembawa nutrien yang telah disiapkan oleh saluran pencernaan menuju ke jaringan tubuh, 2) pembawa oksigen dari paru-paru ke jaringan dan karbondioksida dari jaringan ke paru-paru, 3) pembawa produk buangan dari berbagai jaringan menuju ke ginjal untuk diekskresikan, 4) pembawa hormon dari kelenjar endokrin ke organ lain dalam tubuh, 5) alat mempertahankan keseimbangan air dan sistem buffer dan 6) penggumpalan atau pembekuan sehingga mencegah terjadinya kehilangan darah yang berlebihan pada waktu luka (Ganong 1995). Darah juga berfungsi untuk mempertahankan tubuh terhadap masuknya benda-benda asing dan mikroorganisme.

2.7.1

Eritrosit

Eritrosit adalah sel darah merah yang membawa hemoglobin ke dalam sirkulasi. Eritrosit berbentuk bikonkaf dan berukuran 7 µm, tebalnya 1–3µm dan merupakan 45 % dari total volume total darah (Thrall 2004). Fungsi utama sel darah merah adalah untuk mengangkut Hb (hemoglobin). Hemoglobin berfungsi sebagai pembawa oksigen dari paru-paru ke jaringan (Guyton 1997). Pada saat dewasa baik eritrosit, leukosit dan trombosit dibentuk di dalam sumsum tulang sedangkan pada saat fetus, sel-sel darah juga dibentuk di dalam hati dan limpa (Ganong 1995).

Proses pembentukan sel darah merah di dalam tubuh disebut eritropoiesis. Pembentukan sel darah merah mengalami kendali umpan balik. Pembentukan ini dihambat oleh meningkatnya kadar sel darah merah dalam sirkulasi yang berada di atas nilai normal dan dirangsang oleh keadaan anemia. Hal itu karena jumlah sel darah merah yang rendah akan merangsang ginjal untuk mensekresikan eritropoietin sehingga keadaan anemia dapat tertanggulangi. Pembentukan sel darah merah juga dirangsang oleh hipoksia (kekurangan oksigen), dan aklimatisasi terhadap tempat tinggi (Ganong 1995).

Ginjal merupakan tempat utama diproduksinya eritropoietin, sedangkan target utamanya dalah sumsum tulang. Eritropoietin dibentuk juga di hati pada masa fetus dan di ginjal pada saat hewan dewasa. Kedua organ tersebut mengandung mRNA untuk eritropoietin. Eritropoietin juga dapat diekstraksi dari limpa dan kelenjar air liur, tetapi kedua jaringan ini tidak mengandung mRNA dan dengan demikian tampaknya tidak membentuk hormon ini. Bila massa ginjal berkurang akibat penyakit ginjal atau pemotongan ginjal maka hati tidak dapat mengkompensasi dan terjadi anemia (Ganong 1995).

Eritropoietin akan merangsang diferensiasi sel induk menjadi rubiblast. Selain itu merangsang proliferase dan mempercepat pematangan rubiblast serta pelepasan retikulosit ke dalam sirkulasi. Eritropoietin sangat peka terhadap perubahan kadar oksigen di dalam jaringan. Kadar oksigen di dalam jaringan dipengaruhi oleh aliran darah, kadar hemoglobin, saturasi oksigen hemoglobin, dan afinitas oksigen terhadap hemoglobin. Penurunan oksigen akan merangsang ginjal untuk melepaskan enzim eritrogenin yang mengaktifkan eritropoietinogen. Eritropoietinogen merupakan suatu prekursor eritropoietika yang dihasilkan oleh hati (Thrall 2004).

Pembentukan sel darah merah dimulai dari pluripotensial stem cell (PPSC) di dalam sumsum tulang yang berdiferensiasi dan berkembang menjadi unipotensial stem cell. Eritrosit dibentuk melalui suatu proses pematangan yang terdiri dari beberapa tahap, yaitu pembelahan dan perubahan-perubahan morfologi sel berinti mulai dari rubiblas, prorubrisit, rubrisit, metarubrisit. Setelah itu dilanjutkan dengan pembentukan eritrosit polikrom tidak berinti yang disebut retikulosit dan akhirnya menjadi eritrosit.

Menurut Guyton dan Hall (1997) tahapan diferensiasi eritrosit dibagi sebagai berikut : 1. Sel Progenitor

a. Burst Forming Units-Erythoid (BFU-E) yaitu sel-sel progenitor eritoid yang paling primitif. Terdiri dari koloni yang sangat besar dengan ribuan nukleus prekursor eritoid di dalam jaringan. b. Bentuk Intermediet.


(25)

c. Colony Forming Units-Erythoid (CFU-E) adalah sel progenitor yang telah mengalami perubahan eritoid lebih lanjut. Bentuk koloni lebih kecil dengan 64 nukleus perkursor eritoid di dalam jaringan.

2. Morfologi prekursor nukleus sudah dapat dikenali. Hal ini dikategorikan dari apa yang dilihat dari ulasan sumsum tulang yang diwarnai dengan perwarnaan eosin metylene blue sebagai berikut: a. Pronormoblast adalah prekursor sel darah merah paling awal yang dapat dikenali dengan sebuah

sel besar bersitoplasma biru dan nukleis yang mengisi sel. Pada nukleus ditemukan benang kromatin yang berisi satu sampai beberapa nukleus kecil berwarna biru.

b. Normoblast, ada tiga tahapan perkembangan diferensiasi yang dikenal yaitu :

1. Basofilik yaitu sel yang kehilangan nukleolusnya dengan kromatin inti sel yang terlihat tidak beraturan dan sitoplasma tetap biru tua karena berisi RNA tinggi.

2. Polikhromatik yaitu sel dengan nukleus lebih kecil dengan kromatin bervariasi dari abu-abu keunguan sampai ungu-merah jambu yang terefleksikan dari penurunan isi RNA dan peningkatan isi hemoglobin.

3. Orthokhromatik yaitu sel yang kecil dengan nukleus yang menyusut menjadi sebuah bola hitam yang keras dan sitoplasma berwarna merah muda.

3. Retikulosit adalah sel yang hampir dewasa memiliki bekas nukleus. Meskipun tetap berisi residu RNA di dalam sitoplasma, dimana dapat mengendap menjadi sebuah jaringan retikulin yang dipertegas dengan pewarnaan yang lebih pekat. Sel tersebut diberi nama retikulosit. Pewarnaan untuk jaringan retikulin digunakan untuk membedakan retikulosit dari BDM yang dewasa.

Menurut Guyton (1997) rubiblas disebut juga pronormoblas atau proeritroblas. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti dan khromatin yang halus. Ukuran sel rubiblas bervariasi antara 18-25 µm dalam keadaan normal jumlah rubiblas di dalam sumsum tulang kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti. Rubiblas membelah beberapa kali sampai akhirnya membentuk 8-16 sel darah merah matang. Sedangkan menurut Hoffbrand et al (2005) pronormoblas adalah sel besar dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah dan nukleoli, serta kromatin yang sedikit menggumpal. Pronormoblas menyebabkan terbentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin kecil melalui sejumlah pembelahan sel.

Pada proses pematangan eritrosit setelah pembentukan hemoglobin dan pelepasan inti sel masih diperlukan beberapa hari lagi untuk melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam sumsum tulang dan sebagian lagi di dalam darah tepi. Pada saat proses pematangan akhir, eritrosit selain mengandung sisa-sisa DNA juga mengandung berbagai fragmen mitokondria dan organel lainnya. Pada stadium ini eritrosit disebut retikulosit atau eritrosit polikrom, dimana konsentrasi hemoglobin sekitar 34%, sedangkan nukleus memadat dan ukurannya mengecil (Hoffbrand et al. 2005).

Membran eritrosit terdiri atas dua lapis lipid yaitu protein membran integral dan suatu rangkaian membran. Sekitar 50 % membran adalah protein, 40% lemak, dan 10 % karbohidrat. Metabolisme eritrosit melalui dua jalur yaitu Embden-meyerhoff (jalur glikolisis anaerob). Melalui jalur ini eritrosit memiliki kemampuan menghasilkan energi ATP dan eritrosit dapat menghasilkan kekuatan pereduksi sebagai NADH, sedangkan melalui jalur pintas heksosa monofosfat eritrosit sebagai nikotinamida adenine dinukleoitida (NADH) (Hoffbrand et al. 2005).

Lama masa hidup eritrosit yang rata-rata 120 hari menyebabkan jumlah eritrosit yang relatif tetap yang dihancurkan setiap hari oleh Retikulo Endoplasmik Sistem (RES). Oleh karena itu jumlah seluruh eritrosit dalam sirkulasi juga tergantung kecepatan produksi eritrosit dalam sumsum tulang (Guyton 1997). Ada berbagai jenis kelainan pada bentuk eritrosit yaitu eritrosit yang bentuknya makrosit disebabkan oleh penyakit hati, alkoholisme, oval pada anemia megaloblastik. Menurut Frandson (1996) hitungan darah menyajikan suatu prosedur laboratories yang berguna untuk memperkirakan jumlah dan jenis sel-sel dalam darah yang bersirkulasi pada hewan pada suatu waktu tertentu. Hitungan sel total dinyatakan dalam jumlah sel dalam milimeterkubik darah. Hitungan ini berlaku untuk eritrosit dan leukosit, walaupun teknik dan peralatannya agak berbeda.

Faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam sirkulasi antara lain hormon eritropoietin yang berfungsi merangsang eritropoiesis dengan memicu produksi proeritroblas dari sel-sel hemopoietik dalam sumsum tulang. Vitamin B12 dan asam folat mempengaruhi eritropoiesis pada tahap pematangan akhir dari eritrosit. Sedangkan hemolisis dapat mempengaruhi jumlah eritrosit yang berada dalam sirkulasi (Meyer dan Harvey 2004).


(26)

2.7.2

Leukosit

Leukosit atau sel darah putih merupakan unit yang termobil/aktif dalam sistem pertahanan tubuh (Guyton 1996). Setelah dibentuk, leukosit diangkut oleh darah menuju jaringan tubuh untuk digunakan. Fungsi leukosit yaitu untuk pertahanan tubuh yang cepat dan kuat terhadap setiap benda asing yang mungkin ada (Guyton dan Hall 1997). Leukosit ada dalam beragam bentuk, namun semuanya berfungsi untuk melindungi tubuh dari banyak penyebab penyakit seperti bakteri, virus, dan parasit. Leukosit terbagi dalam 2 golongan berdasarkan ada tidaknya granula dalam sitoplasma yaitu polimorfonuklear/granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil) dan mononuklear/agrunalosit (limfosit dan monosit) (Harvey 2001). Leukosit memiliki lebih dari satu jenis sel yang bersirkulasi dengan fungsi yang berbeda-beda dalam waktu yang bersamaan (Clark 2009). Semua sel-sel ini bekerja sama untuk mencegah penyakit melalui dua cara yaitu : 1) dengan memakan benda-benda sing asing tersebut melalui proses fagositosis dan 2) dengan membentuk antobodi dan limfosit yang peka, salah satu atau keduanya dapat menghancurkan atau membuat benda sing menjadi tidak aktif (Guyton dan Hall 1997). Leukosit memiliki bentuk yang khas. Pada keadaan tertentu, inti dan sitoplasmanya mampu bergerak. Kalau eritrosit bersifat pasif dalam melaksanakan tugasnya maka leukosit dapat keluar dari pembuluh darah untuk melakukan fungsinya. Jumlah leukosit jauh di bawah eritrosit dan bervariasi tergantung hewannya. Fluktuasi jumlah leukosit pada tiap individu cukup besar pada kondisi tertentu seperti stress, aktivitas fisiologi, gizi, umur dan lain-lain (Dharmawan 2002).

Menurut Clark (2009), leukosit melindungi tubuh melalui dua mekanisme yang berbeda yaitu fagositosis yang dilakukan oleh makrofag dan neutrofil serta pembentukan antibodi. Sejumlah besar leukosit keluar dari dalam tubuh melalui jalan saliva, susu, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Penyingkiran leukosit melalui jalan ini merupakan mekanisme pertahanan tubuh melawan penyakit. Secara fisiologis hal ini terjadi akibat peningkatan jumlah sel neutrofil atau sel limfosit di dalam sirkulasi darah dan menyebabkan peningkatan jumlah leukosit total dan nilai absolut kedua sel tersebut. Peningkatan sekresi epinefrin dan kortikosteroid yang terjadi pada kondisi stress, baik secara fisik maupun emosional atau akibat penyakit yang diderita, dapat menyebabkan peningkatan jumlah leukosit. Sedangkan pada leukositosis patologis, peningkatan leukosit disebabkan oleh leukosit aktif melawan infeksi dalam tubuh. Kondisi ini dapat meningkatkan jumlah leukosit hingga 20000-40000/µL. Leukosit dalam melaksanakan fungsinya menggunakan darah sebagai media transportasi dari sumber pembentuknya menuju jaringan-jaringan di dalam tubuh (Guyton dan Hall 1997). Sirkulasi darah sebagai media transportasi akan membawa sel sel leukosit menuju lokasi invasi mikroorganisme atau perlukaan di dalam jaringan.

Jumlah total leukosit per millimeter darah adalah refleksi dari keseimbangan antara persediaan dan kebutuhan berbagai jaringan terhadap leukosit. Aktivitas yang cukup akan mempengaruhi jumlah total leukosit dalam keadaan sehat. Dalam keadaan normal sebagian leukosit bersirkulasi dalam seluruh aliran darah, kira-kira tiga kali jumlah leukosit yang disimpan dalam sumsum tulang (Guyton 1996). Leucopenia atau penurunan jumlah leukosit di dalam sirkulasi umumnya disebabkan oleh neutropenia atau limfopenia (Harvey 2001).

2.7.3

Hemoglobin

Hemoglobin merupakan pigmen pada eritrosit yang terdiri dari protein terkonjugasi kompleks yang mengandung besi (Guyton 1996). Pembentukan hemoglobin dimulai dalam eritroblas dalam stadium retikulosit kemudian diteruskan sampai sel eritrosit matang. Jika sel eritrosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke aliran darah maka akan tetap melanjutkan pembentukan sedikit hemoglobin selama beberapa hari atau sesudahnya.

Hemoglobin terbentuk dari gabungan dua komponen yaitu heme dan globin. Heme mengandung protophorpirin dan ion Fe2+ yang disintesis oleh mitokondria dan dari beberapa penyelidikan dengan menggunakan isotop diketahui bahwa heme terutama disintesis dari asam asetat dan glisin yang umumnya terjadi di dalam mitokondria (Guyton 1995). Kandungan zat besi yang terlepas ketika hemoglobin mengalami perusakan, akan segera menuju ke hati, kemudian dipergunakan kembali untuk pembentukan hemoglobin baru (Ganong 1995). Globin adalah suatu polipeptida yang didapatkan dari pembentukan hemoglobin yang disintesis oleh sitoplasma sel darah merah (Frandson 1996).


(27)

Sifat dasar rantai hemoglobin adalah kemampuannya untuk berikatan secara longgar dan reversibel dengan oksigen, tetapi jika ada gangguan akan mengubah sifat-sifat fisik molekul hemoglobin (Guyton 1995). Hemoglobin janin normalnya digantikan dengan hemoglobin dewasa, segera setelah lahir (Ganong 1995). Hemoglobin pada fetus berbeda dengan orang dewasa. Perbedaan ini terdapat pada komposisi asam amino, kurva disosiasi oksigen, kelarutan dan spektrum absorbansi ultra violet.

Kadar hemoglobin pada tikus sangat dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk proses pengambilan darah, umur, jenis kelamin, galur, anesthesia yang dilakukan, dan stress. Pada tikus, pengambilan darah yang dilakukan dari hati, secara signifikan menurunkan jumlah eritrosit, leukosit, hemoglobin dan hematokrit jika dibandingkan dengan pengambilan darah dari retroorbital sinus atau ekor (Campbell 2004). Kadar hemoglobin dalam darah normal tikus berkisar 13.2-16.4 g/dL (Campbell 2004).

Hemoglobin embrional terdiri dari sebuah kombinasi antara dua rantai α dengan dua rantai ε, yang pada akhirnya hemoglobin embrional dikomposisikan dalam sebuah tetramer rantai ε yang akan menghilang setelah 3 bulan pertama hidup di intrauterus. Hemoglobin fetus (Hgb F) terdiri dari 2 rantai polipeptida yaitu α dan . Produksi rantai α dan dimulai sejak awal kehidupan fetus, kemudian rantai berangsur-angsur menurun sebelum kelahiran dan digantikan dengan peningkatan produksi rantai dan pada saat lahir Hgb F tetap dibuat dengan nilai sekitar 75% dari total hemoglobin, tetapi kadar Hgb F menurun hinga 5 % pada usia 6 bulan (Ganong 1995). Hemoglobin orang dewasa normal 90%-nya berupa hemoglobin A (Hgb A) yang terdiri dari dua rantai polipeptida rantai α dan . (Guyton 1995).

2.7.4

Trombosit

Darah terdiri dari plasma dan sel darah. Sebanyak 45% dari volume darah terdiri dari sel-sel darah dan 55% terdiri dari plasma. Elemen darah terbentuk oleh tiga jenis sel-sel, yaitu sel-sel darah merah (RBC- red blood cell), sel darah putih (WBC- white blood cell) dan sel pembekuan darah (trombosit). Trombosit mempunyai ukuran yang sangat kecil yaitu sebesar β μm. Trombosit tidak mempunyai inti sel dan merupakan fragmen sel, dan berbentuk giant cell di dalam sumsum tulang belakang (Harvey 2001).

Keping-keping darah atau sering dikenal dengan sebutan trombosit berukuran kecil, tidak berwarna, dan berbentuk bulat atau batang (dalam sirkulasi darah hewan). Besar trombosit bermacam-macam, pada mamalia rata-rata berdiameter γμ, dalam keadaan tertentu dapat berukuran besar. Trombosit dibentuk di hati fetus, limfa, dan sumsum tulang. Pada mamalia dewasa, sumsum tulang merupakan tempat pembentukan utama. Trombosit berasal dari megakariosit dan jumlahnya paling banyak pada darah yang bersirkulasi. Jumlah trombosit tergantung pada spesies hewan. Pada individu yang sama, jumlah trombosit darah vena dan arteri berbeda (Supriatna 1998).

Menurut Guyton dan Hall (1996), trombosit dibentuk di sumsum tulang belakang dari megakariosit, yaitu sel yang sangat besar dalam susunan hemopoietik dalam sumsum tulang belakang yang memecah menjadi trombosit. Trombosit mempunyai banyak ciri khas fungsional sebagai sebuah sel, walaupun tidak mempunyai inti dan tidak dapat bereproduksi.

Membran sel trombosit juga memegang peranan yang penting. Di permukaannya terdapat lapisan glikoprotein yang menyebabkan trombosit dapat menghindari pelekatan pada endotel normal dan justru melekat pada dinding pembuluh yang terluka, terutama pada sel-sel endotel yang rusak, dan bahkan melekat pada jaringan kolagen yang terbuka pada bagian pembuluh. Waktu paruh hidup trombosit dalam darah berkisar antara 8-12 hari, setelah itu proses kehidupannya berakhir. Trombosit kemudian diambil dari sirkulasi oleh sistem makrofag jaringan dan diganti dengan sel yang baru.

Menurut Sacher dan McPheson (2000), trombosit mempunyai dua fungsi yang berbeda: (1) melindungi integritas endotel pembuluh darah, dan (2) memulai perbaikan apabila terjadi kerusakan pada dinding pembuluh darah. Interaksi trombosit dengan dinding pembuluh ini disebut hemostatis primer.

Trombosit berfungsi dalam sistem pembekuan darah, dari trombosis jaringan yang rusak akan dikeluarkan tromboplastin yang bereaksi dengan protrombin dan kalsium membentuk trombin. Trombin akan bereaksi dengan fibrinogen membentuk fibrin yang akan menutupi jaringan yang terluka. Menurut Guyton dan Hall (1996), trombosit memegang peranan yang penting dalam mengubah protrombin menjadi trombin, karena benyak protrombin mula-mula melekat pada reseptor trombosit yang telah berikatan dengan jaringan yang rusak. Pengikatan ini akan mempercepat


(1)

C13 13.50 4800 375 35.50 6.85

C14 14.30 6000 386 35.80 6.86

Rata-rata 13.80 5167 376 35.03 6.86

D1 12.70 4800 304 34.5 6.24

D4 13.00 2900 317 34.7 6.29

D5 13.00 4700 273 35 6.43

Rata-rata 12.90 4133 298 34.73 6.32

D8 13.80 5800 373 34.10 7.13

D9 11.40 4900 350 30.60 5.81

D10 14.30 3300 424 38.00 7.29

Rata-rata 13.17 4667 382 34.23 6.74

D13 14.30 6100 442 37.30 7.57

D14 14.20 6900 488 37.40 7.44

D15 14.60 7700 531 37.40 7.52

Rata-rata 14.37 6900 487 37.37 7.51

E3 13.60 4300 359 34.40 7.08

E4 14.00 5100 384 34.40 7.07

E5 13.60 5600 421 34.90 6.88


(2)

Lampiran 8. Hasil ANOVA eritrosit

Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: NILAI

Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1.123(a) 6 .187 1.641 .252

Intercept 782.359 1 782.359 6859.391 .000

ULANGAN .165 2 .083 .725 .514

PERLAKUAN .958 4 .239 2.099 .173

Error .912 8 .114

Total 784.395 15

Corrected Total 2.035 14


(3)

Lampiran 9. Hasil ANOVA leukosit

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: NILAI

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 44306666.667(a) 6 7384444.444 25.941 .000 Intercept 320166000.000 1 320166000.000 1124.705 .000

ULANGAN 9156000.000 2 4578000.000 16.082 .002

PERLAKUAN 35150666.667 4 8787666.667 30.870 .000

Error 2277333.333 8 284666.667

Total 366750000.000 15

Corrected Total 46584000.000 14

a R Squared = .951 (Adjusted R Squared = .914)

Lampiran 10. Hasil uji lanjut duncan leukosit

Post Hoc Test Perlakuan

Homogeneous Subsets

NILAI Duncana,b

PRLAKUAN N Subset

1 2 3 4

Kontrol negatif 3 2333.33

Yogurt sinbiotik 3 3700.00

Yogurt prebiotik konvensional 3 5000.00

Yogurt sinbiotik + EPEC 3 5166.67

Kontrol positif 3 6900.00

Sig. 1.000 1.000 .712 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 284666.667.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.


(4)

Lampiran 11. Hasil ANOVA hemoglobin

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: NILAI

Source Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 1.817(a) 6 .303 1.551 .276

Intercept 2940.000 1 2940.000 15051.195 .000

ULANGAN .784 2 .392 2.007 .197

PERLAKUAN 1.033 4 .258 1.323 .340

Error 1.563 8 .195

Total 2943.380 15

Corrected Total 3.380 14


(5)

Lampiran 12. Hasil ANOVA trombosit

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: NILAI

Source

Type III Sum

of Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 45740.667(a) 6 7623.444 22.338 .000 Intercept 2360960.067 1 2360960.067 6917.889 .000

ULANGAN 9491.733 2 4745.867 13.906 .002

PRLAKUAN 36248.933 4 9062.233 26.553 .000

Error 2730.267 8 341.283

Total 2409431.000 15

Corrected Total 48470.933 14

a R Squared = .944 (Adjusted R Squared = .901)

Lampiran 13. Hasil uji lanjut Duncan trombosit

Post Hoc Test

Homogeneous Subsets

NILAI Duncana,b

PRLAKUAN N Subset

1 2 3

yogurt sinbiotik 3 338.33

yogurt sinbiotik + EPEC 3 375.67

yogurt prebiotik konvensional 3 388.00

kontrol negatif 3 394.67

kontrol positif 3 487.00

Sig. 1.000 .261 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = 341.283.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.


(6)

Lampiran 14. Hasil ANOVA hematokrit

Univariate Analysis of Variance

Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: NILAI

Source Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 25.905(a) 6 4.318 9.288 .003

Intercept 18564.486 1 18564.486 39937.940 .000

ULANGAN 6.988 2 3.494 7.517 .015

PRLAKUAN 18.917 4 4.729 10.174 .003

Error 3.719 8 .465

Total 18594.110 15

Corrected Total 29.624 14

a R Squared = .874 (Adjusted R Squared = .780)

Lampiran 15. Hasil uji lanjut duncan hematokrit

NILAI Duncana,b

PRLAKUAN N Subset

1 2

yogurt sinbiotik 3 34.2333

yogurt konvensional 3 34.5667

kontrol negative 3 34.7000

yogurt sinbiotik + EPEC 3 35.0333

kontrol positif 3 37.3667

Sig. .213 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .465.

a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. b Alpha = .05.