4.3. Dinamika amoniak dan biomassa mikroba pada pemeliharaan ikan lele C. gariepinus
Kadar amoniak di kolam pemeliharaan ikan lele selama 6 minggu menunjukkan pola peningkatan pada minggu kedua dan ketiga, menurun pada
minggu keempat dan kembali meningkat pada minggu kelima dan keenam Gambar 8. Amoniak di kolam budidaya ikan lele terutama berasal ekskresi ikan
yang sangat dipengaruhi oleh kadar dan kualitas protein pakan yang diberikan. Montoya dan Velasco 2000 mengatakan bahwa amoniak yang dikeluarkan oleh
ikan di dalam air akan membentuk kesetimbangan dengan ion ammonium. Amoniak dalam bentuk ion ammonium akan mengalami proses nitrifikasi oleh
bakteri kemoautotrofik menjadi nitrit dan selanjutnya menjadi nitrat. Namun demikian dengan adanya bahan organik, proses mikrobial yang berlangsung
didominasi oleh bakteri heterotrofik yang lebih cepat menyerap ammonium menjadi biomassa bakteri.
Menurut Ebeling et al. 2006 proses pengubahan nitrogen dalam sistem akuakultur yang berperan dalam pengurangan kandungan amoniak terdiri dari tiga
proses yakni proses fotoautotrofik oleh alga, proses autotrofik bakterial yang mengubah amoniak menjadi nitrat, dan proses heterotrofik bakterial yang
mengubah amoniak langsung menjadi biomassa bakteri. Namun demikian, pada kondisi alamiah tidak ada sistem yang murni fotoautotrofik, heterotrofik
bakterial maupun autotrofik bakterial Wyk dan Avnimelech, 2007. Pada Gambar 8 juga terlihat bahwa dinamika kadar VSS mengikuti pola
dinamika kadar amoniak. Pada saat kadar amoniak meningkat seperti minggu kedua dan keenam, kadar VSS juga meningkat dan pada saat kadar amoniak
menurun kadar VSS juga menurun. Pada penelitian ini kadar VSS lebih menggambarkan biomassa mikroba, yang di dalamnya mengandung biomassa
bakteri dan alga. Montoya dan Velasco 2000 menyatakan bahwa dalam kondisi terdapat cukup bahan organik, proses heterotrofik akan berlangsung lebih cepat
dibandingkan dengan proses autotrofik. Bakteri heterotrofik mempunyai efisiensi produksi sel yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri nitrifikasi yakni
25-100 kali daripada bakteri Nitrosomonas sp. dan 10-33 kali daripada bakteri Nitrobacter sp.
Gambar 8. Dinamika amoniak TAN, populasi mikroba VSS dan fitoplankton Klorofil-a pada pemeliharaan ikan lele selama 6 minggu.
0,0155 0,1550
1,3198 1,0239
0,1421 0,3423
1,5724
0,00 0,50
1,00 1,50
2,00
1 2
3 4
5 6
K a
d a
r T
AN m
g L
Total Ammonia Nitrogen TAN
0,032 0,115
0,717 0,303
0,060 0,519
0,929
0,0 0,2
0,4 0,6
0,8 1,0
1 2
3 4
5 6
K a
d a
r VS
S m
g L
Volatile Suspended Solids VSS
0,080 5,830
4,991 7,279
8,108 4,802
3,877
0,0 2,0
4,0 6,0
8,0 10,0
1 2
3 4
5 6
K a
d a
r K
h lo
ro fi
l- a
m g
L
Periode Pengamatan minggu
Klorofil-a
Menurut Brune et al. 2003 proses biosintesis bakteri heterotrofik berlangsung lebih cepat dibanding dengan proses biosintesis alga maupun proses
bakteri nitrifikasi, yakni waktu regenerasi 10 jam berbanding dengan 24-48 jam. Laju pertumbuhan alga dan bakteri nitrifikasi hampir sama namun koefisien
produksi alga hampir 57 kali lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri nitrifikasi, yakni 11,4 g algag N berbanding dengan 0,2 g bakterig N. Penambahan molases
merupakan salah satu upaya peningkatan kadar bahan organik, dalam hal ini unsur karbon C yang sangat dibutuhkan oleh bakteri heterotrofik.
Dinamika populasi fitoplankton khlorofil-a menunjukkan pola yang berlawanan dengan dinamika populasi bakteri VSS. Pada saat VSS meningkat
seperti pada minggu kedua dan kemudian pada minggu kelima dan keenam, populasi fitoplankton mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan adanya
persaingan nutrien yakni nitrogen yang berasal dari amoniak. Mengingat bakteri heterotrofik tumbuh lebih cepat maka pertumbuhan fitoplankton hanya
memanfaatkan nitrogen sisa yang tidak terserap oleh bakteri heterotrofik. Menurut Montoya dan Velasco 2000, bakteri ini bisa menyerap sampai 50 dari jumlah
amonium terlarut dalam air. Dengan angka yang hampir sama, Brune et al. 2003 mengatakan bahwa sekitar 43 masukan amoniak akan diubah menjadi biomassa
bakteri heterotrofik, sementara proses nitrifikasi yang menyediakan nitrat untuk alga hanya mampu mengubah sebanyak 15 masukan amoniak.
Pada penelitian ini tidak terdapat organisme filter feeder
yang memanfaatkan biomassa bakteri heterotrofik. Hal ini menyebabkan proses
regenerasi bakteri heterotrof berjalan secara alami yang relatif lambat dan tidak terjadi pemacuan. Peningkatan kadar amoniak pada minggu keenam merupakan
indikasi bahwa masukan amoniak dari ekskresi ikan lele lebih besar dari proses konversi menjadi biomassa bakteri heterotrofik. Schneider et al. 2006
menyarankan waktu retensi hydraulic retention time antara 5-9 jam. Pada waktu retensi 8 jam, rata-rata produksi biomassa bakteri mencapai 123,8 g VSSkg pakan
dengan tingkat konversi nitrogen anorganik mencapai 90.
Sebenarnya biomassa bakteri heterotrofik merupakan sumber pakan yang potensial untuk ikan. Menurut Azim et al. 2007, bakteri heterotrofik dalam
bentuk bioflok menyumbang 43 pertumbuhan ikan nila. Dalam sistem BFT, ikan nila dapat memakan komunitas bakteri dan tumbuh baik dengan pakan
berprotein rendah, sehingga terjadi penghematan biaya pakan. Pada penelitian lain, ikan nila dengan ukuran rata-rata 4,03 gekor yang dipelihara dengan padat
penebaran 125 ekorm
2
di bak bakteri heterotrofik yang tumbuh dari limbah budidaya ikan lele mampu tumbuh menjadi 9,36 gekor atau lebih dari 100
selama 40 hari Rachmiwati, 2008.
4.4. Penurunan limbah nitrogen dalam budidaya ikan lele dengan sistem akuakultur berbasis jenjang rantai makanan
Prinsip akuakultur berbasis jenjang rantai makanan trophic level based aquaculture, TLBA adalah semua nutrien limbah budidaya ikan yang jumlahnya
lebih banyak daripada yang diretensi dimanfaatkan untuk akuakultur dengan memadukan sebanyak mungkin jenjang rantai makanan mulai rumput laut,
kekerangan, tiram, teripang, ikan detrivor, herbivor dan omnivor Surawidjaja, 2006.
Pada penelitian ini, penambahan jenjang rantai makanan pada sistem budidaya ikan lele dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen, produksi
ikan dan efisiensi pakan. Dalam hal penyerapan nitrogen, sistem budidaya ikan lele dengan satu jenjang rantai makanan mampu menyerap nitrogen pakan sebesar
31,84±12,47 dan membuang limbah nitrogen sebesar 68,16 dari kadar N dalam pakan yang diberikan. Sementara itu, dengan penambahan jenjang rantai
makanan menjadi tiga, efisiensi penyerapan nitrogen meningkat menjadi 36,48±11,96 dengan limbah N yang dibuang sebesar 63,52 dari kandungan N
dalam pakan Tabel 3. Namun demikian, peningkatan tingkat efisiensi penyerapan nitrogen antar perlakukan di dalam penelitian ini tidak berbeda nyata
Lampiran 17.
Secara umum, nilai penyerapan nitrogen N pada budidaya ikan lele dalam penelitian ini berkisar antara 31,84 sampai dengan 36,48, lebih tinggi dari
budidaya ikan pada umumnya, yakni 25 Brune et al., 2003. Menurut Gross et al. 2000, penyerapan N pakan oleh ikan pada budidaya ikan channel catfish
mencapai 31,5. Peningkatan efisiensi penyerapan nitrogen pakan pada akhirnya akan
menyebabkan penurunan limbah nitrogen yang dibuang ke luar sistem budidaya ikan. Bagan penyerapan N oleh organisme dan sisa nitrogen pada budidaya ikan
lele ditampilkan pada Gambar 9. Dari sisi keragaan produksi,
penambahan jenjang rantai makanan memberikan peningkatan produksi P0,05 Tabel 4, Lampiran 18. Budidaya
ikan lele dengan tiga jenjang rantai makanan cenderung memberikan produksi ikan yang lebih tinggi yakni 101,45±19,71 kg25 m
2
dibandingkan dengan satu jenjang rantai makanan yakni sebesar 81,71±22,39 kg25 m
2
. Peningkatan produksi ini ditunjang oleh keberadaan organisme selain ikan lele yakni ikan nila,
kijing dan keong yang juga dipelihara dalam sistem tersebut. Ikan nila, kijing dan keong menyumbang produksi masing-masing sebesar 4,92±0,29 kg, 5,68±0,15 kg
dan 5,11±0,05 kg per kolam seluas 25 m
2
.
Tabel 3. Efisiensi Penyerapan Nitrogen EN pada budidaya ikan lele berbasis jenjang rantai makanan
Jumlah Jenjang Rantai
Makanan Jumlah N
pakan g Akumulasi N g
Efisiensi Penyerapan
Nitrogen Lele
Nila Kijing
Keong Total
Satu Jenjang Lele
3475,14
419,60
1141,13
540,67
- -
- 1141,13
540,67
31,84
12,47
Dua Jenjang Lele
Nila 3226,43
373,25
1040,84
225,96
25,64
0,62
- -
1066,48
226,05
33,95
11,63
Tiga Jenjang Lele-Nila-
Kekerangan 3341,44
299,44
1198,54
530,87
29,51
5,66
12,24
2,71
2,28
1,10
1242,58
528,30
36,48
11,96
Catatan: Angka dalam kurung merupakan nilai simpangan baku N=3.
Dalam hal efisiensi pakan, penambahan jenjang rantai makanan tidak memberikan perbedaan yang nyata P0,05, Lampiran 19. Efisiensi pakan pada
budidaya ikan lele dengan tiga jenjang rantai makanan adalah sebesar 62,83±21,36, sementara efisiensi pakan padapemeliharaan ikan lele dengan
satu jenjang rantai makanan adalah sebesar 51,65±20,04.
Tabel 4. Keragaan produksi budidaya ikan lele dengan sistem akuakultur berbasis jenjang rantai makanan selama 6 minggu pemeliharaan
Parameter Jumlah Jenjang Rantai Makanan
Satu
1
Dua
2
Tiga
3
Ikan Lele
Luas kolam lele m2 10
10 10
Padat tebar ikan lele ekorm2 100
100 100
Jumlah penebaran ikan lele ekorkolam 1000
1000 1000
Ukuran tebar ikan lele gekor 42,50
42,50 42,50
Jumlah biomassa tebar ikan lele kgkolam 42,50
42,50 42,50
Pertumbuhan ikan lele hari 2,83±0,01
2,73±0,66 2,65±0,32
Kelangsungan hidup Ikan lele 68,83±1,83
65,60±0,89 67,23±1,31
Produksi ikan lele kgkolam 81,71±22,39
63,02±20,23 85,74±19,82
Ikan Nila
Luas kolam nila m2 15
15 Padat tebar ikan nila ekorm2
50 50
Jumlah penebaran ikan nila ekorkolam 750
750 Ukuran tebar ikan nila gekor
4,83 4,83
Jumlah biomassa tebar ikan nila kgkolam 3,62
3,62 Pertumbuhan ikan nila hari
0,54±0,24 0,77±0,10
Kelangsungan hidup ikan nila 98,9±0,96
99,1±1,51 Produksi ikan nila kgkolam
4,75±0,45 4,92±0,25
Kekerangan
Penebaran kijing kgkolam 5,0
Penebaran keong kgkolam 5,0
Produksi kijing kgkolam 5,68±0,15
Produksi keong kgkolam 5,11±0,05
Total
Produksi total kg 81,71±22,39
ab
79,18±1,13
b
101,45±19,71
a
Jumlah Pakan kg 72,96±8,81
67,74±7,84 70,15±6,29
Efisiensi Pakan 51,65±20,04
a
49,35±6,94
a
62,83±21,36
a
Efisiensi Nitrogen 31,84±12,47
a
33,95±11,63
a
36,48±11,96
a
Limbah Nitrogen N pakan 68,16±12,47
a
66,05±11,63
a
63,52±11,96
a 1
Ikan Lele saja
2
Ikan Lele Ikan Nila
3
Ikan Lele-Ikan Nila-Moluska Nilai rata-rata dengan huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama
menunjukkan berbeda secara nyata P0,05.
Pada penelitian pemeliharaan ikan lele di keramba di dalam kolam dan diintegrasikan dengan udang galah sebagai filter feeder, Rohmana 2009
mendapatkan nilai efisiensi pakan yang cukup tinggi yakni 118,20 hingga 129,97. Penambahan organisme filter feeder yakni udang galah dapat
meningkatkan efisiensi pakan total dalam sistem budidaya ikan lele. a
c
Gambar 9. Aliran nitrogen N pada budidaya ikan lele berbasis jenjang rantai makanan dengan satu a, dua b, dan tiga c jenjang rantai makanan.
b
Pakan N = 3475,14 g
100
Ikan Lele N = 1141,13 g
31,84
Terbuang
N = 2334,01 g
68,16 Pakan
N = 3226,43 g 100
Ikan Lele N = 1040,84 g
33,14
Ikan Nila N = 25,64 g
0,85
Terbuang
N = 2159,94 g
66,00 Pakan
N = 3341,33 g 100
Ikan Lele N = 1198,54 g
35,15
Ikan Nila N = 29,51 g
0,89
Terbuang
N = 2098,86 g
63,52 Kijing
N = 12,24 g 0,37
Keong N = 2,28 g
0,07
Rohmana 2009 juga melaporkan bahwa penambahan udang galah pada budidaya ikan lele heterotrofik dapat meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen
dari 63,55 menjadi 69,70. Sementara itu Harris 2005 mengatakan bahwa pemanfaatan ikan pemakan plankton ikan mola, silver carp dan ikan pemakan
perifiton ikan nilem pada budidaya ikan mas sistem TLBA di keramba jaring apung terbukti mampu menurunkan limbah nitrogen masing-masing sebesar 30,4
g dan 24,0 g per kg ikan tersebut. Pada penelitian ini, jejaring makanan yang dikembangkan adalah jejaring
makanan berbasis bakteri heterotrofik dengan harapan proses asimilasi amoniak menjadi biomassa bakteri berlangsung lebih cepat. Menurut Brune et al. 2003
proses biosintesis bakteri heterotrofik berlangsung lebih cepat dibanding dengan proses biosintesis alga maupun proses bakteri nitrifikasi, yakni waktu regenerasi
10 jam berbanding dengan 24-48 jam. McGraw 2002 menyatakan selain lebih cepat tumbuh, bakteri heterotrofik merupakan sumber pakan yang baik untuk
ikan. Bakteri heterotrofik yang berkembang dengan dukungan penambahan
molases sebagai sumber karbon selanjutnya dimakan oleh ikan nila yang mampu berfungsi sebagai filter feeder. Menurut Azim et al. 2007, tilapia dapat
memakan komunitas bakteri dalam sistem BFT dan tumbuh baik dengan pakan berprotein rendah, sehingga terjadi penghematan biaya pakan. Bioflok
menyumbang 43 pertumbuhan ikan nila. Menurut Avnimelech and Kochba 2009, penyerapan nitrogen harian ikan nila mencapai sekitar 240 mg Nkg, atau
setara dengan 1,6 g proteinkg ikan. Angka ini setara dengan 25 protein yang diberikan melalui pakan. Pada penelitian ini tingkat penyerapan N harian oleh
ikan nila sebesar 145,87 mg Nkg ikan pada budidaya dua jenjang rantai makanan dan 164,55 mg Nkg ikan nila pada budidaya dengan tiga jenjang rantai makanan.
Pada penelitian ini, ikan nila tumbuh sebesar 0,54±0,24hari pada perlakuan dua jenjang rantai makanan dan sebesar 0,77±0,10hari pada
perlakuan tiga jenjang rantai makanan. Nilai laju pertumbuhan ikan nila ini relatif
kecil dan karenanya masih dapat ditingkatkan. Rachmiwati 2008 melaporkan bahwa ikan nila dengan ukuran rata-rata 4,03 gekor yang dipelihara dengan padat
penebaran 125 ekorm
2
di bak bakteri heterotrofik dari limbah budidaya ikan lele 100 ekorm
2
mampu tumbuh menjadi 9,36 gekor selama 40 hari atau dengan laju pertumbuhan sebesar 2,11hari. Peningkatan pertumbuhan ikan nila dapat
ditingkatkan dengan memperbaiki kondisi lingkungan yang sekaligus dapat mendukung bakteri heterotrofik dapat tumbuh lebih baik, misalnya dengan
meningkatkan aerasi. Penambahan jenjang rantai makanan relatif dapat menurunkan limbah
nitrogen yang dihasilkan sistem budidaya ikan lele meskipun penurunan tersebut tidak berbeda nyata P0,05; Lampiran 20. Budidaya ikan lele dengan tiga
jenjang rantai makanan menghasilkan limbah nitrogen sebesar 63,52 dari kandungan nitrogen pakan, sementara pada budidaya ikan lele dengan satu jenjang
rantai makanan menghasilkan limbah nitrogen sebesar 68,16 dari kandungan nitrogen pakan Tabel 4. Menurut Bureau 2004, sekitar 80-90 dari limbah
metabolik nitrogen yang dikeluarkan oleh ikan berupa amoniak. Faktor yang mempengaruhi jumlah amoniak yang dikeluarkan oleh ikan terutama dipengaruhi
oleh komposisi asam amino yang dikandung di dalam pakan yang diberikan. Pemberian pakan di mana terdapat kelebihan asam amino juga mempengaruhi
jumlah produksi amoniak. Pakan dengan kandungan asam amino yang kurang menyebabkan ekskresi amoniak lebih banyak.
Tingkat ekskresi amoniak sangat bergantung pada kadar protein pakan. Pada pemeliharaan ikan channel catfish I. punctatus dengan pakan mengandung
4,85 N, pakan memasok 87,9 masukan nitrogen ke dalam kolam ikan Gross et al., 2000. Menurut Pruszynski 2003, ekskresi amoniak ikan lele bergantung
pada jumlah masukan protein yang diberikan. Selain itu, laju ekskresi amoniak dipengaruhi oleh ukuran ikan, di mana semakin besar ukuran ikan, laju ekskresi
amoniak semakin menurun.
Kandungan limbah nitrogen yang dikeluarkan oleh sistem budidaya ikan lele pada penelitian ini masih cukup besar, yakni masing-masing 68,16, 66,00
dan 63,52 dari N pakan untuk perlakuan satu, dua dan tiga jenjang rantai makanan. Jika ditelusur lebih jauh, kandungan limbah N tersebut setidaknya
terkandung dalam kadar TAN, nitrit, nitrat, VSS dan klorofil-a. Nitrat bersifat tidak beracun dan merupakan unsur yang dibutuhkan oleh organisme
fotoautotrofik seperti fitoplankton. VSS bakteri dan klorofil-a fitoplankton sebenarnya merupakan sumber pakan bagi organisme lain terutama yang termasuk
ke dalam golongan filter feeder. Dengan demikian, yang benar-benar merupakan limbah nitrogen adalah TAN terutama NH
3
dan nitrit. Hasil pengukuran beberapa parameter tersebut pada akhir periode budidaya
ikan lele menunjukkan bahwa secara umum perlakuan tiga jenjang rantai makanan berhasil menurunkan tingkat limbah nitrogen, terutama TAN, NH
3
dan nitrit NO
2
dibandingkan dengan satu atau dua jenjang rantai makanan pada budidaya ikan lele Gambar 10, Lampiran 21. Konsentrasi TAN, NH
3
dan nitrit pada perlakuan tiga jenjang rantai makanan pada akhir periode pemeliharaan ikan lele
masing-masing adalah
2,50±1,39, 0,018±0,004
dan 0,29±0,03
mgL, dibandingkan dengan kadar parameter tersebut pada perlakuan satu jenjang yakni
masing-masing 2,50±0,65, 0,018±0,005 dan 0,46±0,44 mgL. Pada perlakuan Tiga Jenjang, dari sejumlah 2.098,86 g N yang terbuang,
sebagian besar tersimpan dalam biomassa fitoplankton yakni sebesar 5,79±0,41 mg klorofil-aL dan biomassa bakteri sebesar 0,85±0,14 mg VSSL. Sebagian
lainnya tersebar dalam konsentrasi TAN, nitrit dan nitrat sebesar masing-masing 2,50±1,39, 0,29±0,03 dan 1,31±0,36 mgL.
Gambar 10. Konsentrasi beberapa parameter kualitas air pada akhir periode budidaya ikan lele berbasis jenjang rantai makanan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada akhir periode pemeliharaan, di dalam air budidaya ikan lele masih terdapat bahan pakan potensial yakni biomassa
bakteri dan fitoplankton, yakni masing-masing sebesar 0,74 hingga 0,93 mg VSSL dan 3,60 hingga 5,79 mg klorofil-aL Gambar 10. Potensi ini masih dapat
dimanfaatkan oleh organisme filter feeder, sehingga memungkinkan adanya upaya lanjut minimalisasi limbah budidaya ikan lele dengan meningkatkan pemanfaatan
biomassa bakteri dan fitoplankton tersebut. Penambahan jenjang rantai makanan, pengaturan jumlah dan ukuran ikan filter feeder diharapkan dapat mendorong
terjadinya minimalisasi lebih lanjut limbah nitrogen dari sistem budidaya ikan.
0,00 1,00
2,00 3,00
4,00 5,00
6,00
TAN K
on se
n tr
as i
m g
L
Toksik Pakan Potensial
Gambar 10. Konsentrasi beberapa parameter kualitas air pada akhir periode budidaya ikan lele berbasis jenjang rantai makanan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada akhir periode pemeliharaan, di dalam air budidaya ikan lele masih terdapat bahan pakan potensial yakni biomassa
bakteri dan fitoplankton, yakni masing-masing sebesar 0,74 hingga 0,93 mg VSSL dan 3,60 hingga 5,79 mg klorofil-aL Gambar 10. Potensi ini masih dapat
dimanfaatkan oleh organisme filter feeder, sehingga memungkinkan adanya upaya lanjut minimalisasi limbah budidaya ikan lele dengan meningkatkan pemanfaatan
biomassa bakteri dan fitoplankton tersebut. Penambahan jenjang rantai makanan, pengaturan jumlah dan ukuran ikan filter feeder diharapkan dapat mendorong
terjadinya minimalisasi lebih lanjut limbah nitrogen dari sistem budidaya ikan.
TAN NH3
Nitrit Nitrat
VSS
Satu Jenjang Dua Jenjang
Tiga Jenjang
Toksik Pakan Potensial
Gambar 10. Konsentrasi beberapa parameter kualitas air pada akhir periode budidaya ikan lele berbasis jenjang rantai makanan.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada akhir periode pemeliharaan, di dalam air budidaya ikan lele masih terdapat bahan pakan potensial yakni biomassa
bakteri dan fitoplankton, yakni masing-masing sebesar 0,74 hingga 0,93 mg VSSL dan 3,60 hingga 5,79 mg klorofil-aL Gambar 10. Potensi ini masih dapat
dimanfaatkan oleh organisme filter feeder, sehingga memungkinkan adanya upaya lanjut minimalisasi limbah budidaya ikan lele dengan meningkatkan pemanfaatan
biomassa bakteri dan fitoplankton tersebut. Penambahan jenjang rantai makanan, pengaturan jumlah dan ukuran ikan filter feeder diharapkan dapat mendorong
terjadinya minimalisasi lebih lanjut limbah nitrogen dari sistem budidaya ikan.
VSS Klorofil
Toksik Pakan Potensial
Keragaan rata-rata kualitas air selama pemeliharaan ikan lele berbasis jenjang rantai makanan menunjukkan profil yang hampir sama di antara ketiga
perlakuan Tabel 5. Pada umumnya nilai parameter-parameter kualitas air berada pada kisaran yang masih dapat ditoleransi untuk kehidupan ikan Boyd, 1990,
kecuali parameter kekeruhan yang menunjukkan nilai yang tinggi yakni rata-rata 485,05 NTU pada budidaya ikan lele dengan tiga jenjang rantai makanan hingga
568,71 NTU pada satu jenjang rantai makanan. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa meskipun terjadi peningkatan produksi pada budidaya ikan lele dengan tiga
jenjang rantai makanan, namun tidak menyebabkan penurunan kualitas air. Tabel 5. Keragaan rata-rata mingguan beberapa parameter kualitas air pada
budidaya ikan lele berbasis jenjang rantai makanan selama 6 minggu.
Parameter Jumlah Jenjang Rantai Makanan
Satu
1
Dua
2
Tiga
3
Oksigen terlarut mg O
2
L 3,63 2,61-6,92
3,05 1,49-7,1 3,09 1,97-6,74
pH unit 6,91 6,57-7,17
6,98 6,54-7,19 6,97 6,71-7,12
Temperatur air
o
C 28,72 27,73-29,63
28,79 27,70-29,57 28,68 27,70-29,70
Amoniak Total mg TANL 1,03 0,02-3,65
1,74 0,02-3,82 1,13 0,05-4,01
Amoniak mg NH
3
-NL 0,0072 0,0001-0,0256
0,0122 0,0001-0,0268 0,0079 0,0004-0,0281
Nitrit mg NO
2
L 0,17 0,01-0,46
0,16 0,02-0,32 0,17 0,01-0,35
Nitrat mg NO
3
L 1,12 0,16-1,65
0,94 0,17-1,37 1,07 0,17-1,50
Alkalinitas mg CaCO
3
L 271,26 97,68-603,84
274,86 96,20-600,88 270,84 99,16-603,84
Kekeruhan NTU 568,71 100,00-1259,67
477,76 63,33-1151,67 485,05 78,33-1199,00
Padatan tersuspensi mg TSSL 0,41 0,01-0,92
0,39 0,02-0,93 0,41 0,01-0,90
Biomassa mikroba mg VSSL 0,57 0,03-2,05
0,35 0,07-0,62 0,35 0,06-0,53
Biomassa fitoplankton mg kl-aL 5,14 0,08-8,11
4,28 0,13-8,23 5,32 0,05-11,25
1
Ikan Lele saja
2
Ikan Lele Ikan Nila
3
Ikan Lele-Ikan Nila-Moluska Nilai di dalam kurung merupakan nilai kisaran.N=3.
5. KESIMPULAN DAN SARAN