Pendahuluan Simpulan Sintesis Dan Pengujian Korosi Biokomposit Mgzn-Xhap Sebagai Bahan Implan Tulang Biodegradable

8

2.3 Hasil dan Pembahasan

2.3.1 Analisis Mikrostruktur Paduan MgZn

Gambar 5 menunjukkan Gambaran serbuk Magnesium Mg dan serbuk Zinc Zn yang digunakan pada penelitian ini. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa serbuk Mg memiliki bentuk pipih dan ukurannya lebih besar dari serbuk Zn. Partikel Zn terdistribusi secara homongen setelah proses pencampuran menggunakan ball milling selama 4 jam sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 6a. Gambar 6b menunjukkan Perbesaran Gambar 2000x pada butiran Mg, dari Gambar tersebut dapat dilihat bahwa partikel Zn menempati celah-celah permukaan Mg setelah proses pencampuran. Gambar 5 Gambaran SEM bahan dasar serbuk Gambar 6 SEMEDS campuran MgZn hasil ball milling Mg Zn a b c 9 Gambaran mikrostruktur paduan MgZn yang disintering dengan APS ditunjukkan pada Gambar 7 dengan perbesaran 500x. Gambaran SEM menunjukkan adanya dendrit Zn pada batas-batas butir paduan warna putih. Pembentukan dendrit ini menunjukkan bahwa suhu plasma telah melampaui titik lelehnya Zn sehingga pada proses sintering Zn telah mencair dan membentuk dendrit pada proses pendinginan. Hasil EDS pada butir paduan terdiri dari 97 Mg dan 3 Zn. Adanya Zn yang terdeteksi pada butir tanpa terlihat perbedaan fasa dalam mikrostrukturnya menunjukkan bahwa sebagian Zn telah larut ke dalam Mg. Batas kelarutan Zn dalam paduan Mg adalah 6,2 massa pada suhu 340 o C Chen et al 2014. Gambar 7 Gambaran SEMEDS paduan MgZn sintering dengan APS b a Zn Mg c 10 Gambar 8 Gambaran SEMEDS paduan MgZn sintering dengan Furnace 2 3 1 1 2 3 11 Mikrostruktur paduan yang disintering menggunakan Furnace dengan perbesaran 500x ditunjukkan pada Gambar 8. Pada Gambar tersebut tidak terdapat dendrit sebagaimana yang terdapat pada paduan yang dihasilkan menggunakan APS. Hal ini menunjukkan bahwa suhu sintering masih dibawah titik leleh dari Zn. Hasil ini sama dengan mikrostruktur paduan MgZn yang dilaporkan oleh Paliwal dan HoJung 2014. Berdasarkan diagram fasa MgZn dapat diketahui bahwa warna terang posisi 2 merupakan elemen Zn yang berada pada batas butir paduan. Hasil EDS pada posisi 1, 2 dan 3 pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa Zn hanya berada pada batas butir paduan dan membentuk aglumerasi pada beberapa batas butir seperti ditunjukkan pada posisi 3. 2.3.2 Analisis Fasa Paduan MgZn Gambar 9 menunjukkan pola difraksi dari serbuk Mg, serbuk Zn dan MgZn sebelum disintering. Pola difraksi MgZn sebelum disintering warna hijau menunjukkan pola gabungan dari pola difraksi serbuk Mg warna biru dan serbuk Zn warna merah, dimana puncak maksimum Zn terlihat jelas pada posisi βθ 4γ o . Gambar 9 Pola difraksi Sebuk Mg, Zn dan MgZn sebelum disintering Pola difraksi paduan MgZn yang disintering dengan APS dan Furnace ditampilkan pada Gambar 10. Analisis fasa dilakukan dengan mengamati posisi puncak-puncak yang terdapat pada pola difraksi masing-masing bahan. Berdasarkan pola difraksi pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa tidak ada puncak baru yang muncul setelah proses sintering baik menggunakan APS maupun Furnace artinya tidak ada fasa baru yang terbentuk setelah proses sintering. Namun ketika dilihat lebih detail terdapat pergerseran puncak kearah kanan pada semua puncak Mg baik yang disintering mengunakan APS maupun Furnace dan berkurangnya intensitas puncak Zn bahkan ada puncak Zn yang hilang setelah proses sintering. 12 Pergeseran puncak Mg secara lebih jelas ditampilkan pada Gambar 11. Pergeseran posisi puncak ini menunjukkan bahwa beberapa atom Zn telah larut dan menggantikan beberapa atom Mg sehingga terjadi perubahan jarak antar bidang kristal Mg. Berdasarkan hukum Bragg diketahui bahwa jarak antar bidang kristal d berbanding terbalik dengan sudut difaksi θ, oleh karena itu pola difraksi yang bergeser kearah kanan βθ yang semakin besar menunjukkan jarak antar bidang kristal d yang semakin kecil. Pengurangan jarak antar bidang kristal ini diakibatkan oleh jari-jari atom Zn yang sedikit lebih kecil menggantikan atom Mg pada sistem kristalnya, akibatnya sistem kristal Mg mengerut karena terjadi pergeseran atom-atom pada saat proses substitusi atom. Pelarutan Zn ke dalam Mg juga dikonfirmasi dengan berkurangnya intensitas puncak Zn setelah proses sintering sebagaimana ditampilkan pada Gambar 12. Pergeseran puncak Mg dan berkurangnya intensitas puncak Zn pada pola difraksi setelah proses sintering menunjukkan bahwa paduan MgZn telah berhasil disintesa dengan proses sintering baik menggunakan APS maupun Furnace. Paduan yang dihasilkan tidak membentuk fasa baru namun membentuk larutan padat MgZn. Hasil ini sesuai dengan diagram fasa yang ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 10 Pola difraksi MgZn sebelum disintering, sintering dengan APS dan sintering dengan Furnace 13 Gambar 11 Pergeseran puncak Mg pada Pola difraksi Paduan MgZn Gambar 12 Pengurangan Intensitas Puncak Zn pada Pola difraksi Paduan MgZn Identifikasi fasa lebih lanjut dilakukan menggunakan software high score plus dengan database ICSD. Dari hasil identifikasi diketahui bahwa paduan hasil sintering baik menggunakan APS maupun Furnace terdiri dari dua fasa yaitu fasa Mg dan Zn, yang keduanya berada pada space group P 63m m c 194. Hasil identifikasi fasa ditunjukkan pada Tabel 1. Parameter kisi fasa Mg yang tercantum dalam Tabel 1 adalah parameter kisi hasil refinement dengan nilai Chi square 4,708 untuk sintering menggunakan APS dan 1.875 untuk sintering menggunakan Furnace. Jika parameter kisi Mg di kedua paduan tersebut 14 dibandingkan maka diketahui bahwa parameter paduan hasil APS lebih kecil dibandingkan dengan paduan hasil Furnace, dengan kata lain jarak antar bidang kristal paduan hasil APS lebih kecil dibandingkan dengan jarak antar bidang kristal hasil Furnace. Hal ini juga terlihat pada pola difraksi XRD pada Gambar 11 dimana posisi pola XRD paduan hasil APS warna merah bergeser lebih kanan dibandingan dengan pola XRD paduan hasil Furnace warna hijau. Jarak antar bidang kristal yang lebih kecil menandakan bahwa Zn yang terlarut dalam Mg lebih banyak, dengan demikian dapat dikatakan bahwa sintering menggunakan APS dapat melarutkan lebih banyak Zn ke dalam Mg dibandingkan dengan sintering menggunakan Furnace.

2.3.2 Analisis Ukuran Kristalit Paduan MgZn

Ukuran kristalit paduan MgZn yang dihasilkan pada penelitian ini dihitung dengan Persamaan Scherrer : 2 Dimana L menunjukkan ukuran kristalit, K merupakan konstanta yang berkaitan dengan bentuk kristal, nilai yang digunakan adalah 0.9. Lamda λ adalah panjang gelombang X-Ray yang digunakan yaitu 1.5418 Å pada Cu, dan adalah nilai FWHM disetiap bidang kristal. Untuk perhitungan ukuran kristalit yang lebih akurat digunakan modifikasi Persamaan Scherrer sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 3 Monshi 2012 . Jika di plotkan terhadap maka akan membentuk suatu Persamaan garis lurus dengan titik potong di . Dengan demikian maka ukuran kristalit dapat dihitung dengan Persamaan 4. 3 Tabel 1 Informasi fasa paduan MgZn Fasa Database Parameter Kisi Paduan APS Furnace APS Furnace Mg ICSD 98-065-1728 a=b=3,2120 c=5,2150 ICSD 98-018-1728 a=b=3,2120 c=5,2150 a=b= 3,2049 c = 5,2046 a=b= 3,2086 c = 5,2096 Zn ICSD 98-042-1015 a=b=2,6700 c=5,0020 ICSD 98-065-3504 a=b=2,665 c=4,947 a=b= 2,6700 c =5,001999 a=b= 2,665 c =4,947 15 4 Perhitungan ukuran kristalit dilakukan untuk setiap perlakuan, dimana nilai θ dan FWHM diperoleh dari analisis fasa menggunakan Match 2.2.1 yang kemudian dikonversi ke dalam satuan radian. Data dari paduan MgZn diplotkan terhadap , kemudian dilakukan perhitungan ukuran kristalit paduan MgZn dengan menggunakan Persamaan 4, hasilnya ditampilkan dalam Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa ukuran kristalit paduan MgZn semakin besar setelah proses sintering, dimana ukuran kristalit paduan hasil APS memiliki ukuran yang paling besar. Ukuran kristalit semakin besar menunjukkan terjadinya proses rekristalisasi pada paduan yang diakibatkan oleh perlakuan panas Monshi 2012. Dari sini dapat dilihat bahwa sintering menggunakan APS memiliki perlakuan suhu yang lebih besar dibandingkan dengan Furnace.

2.4 Simpulan

Paduan MgZn telah berhasil disintesis dengan proses Sintering baik dengan mengunakan Arc Plasma Sintering maupun dengan Furnace. Paduan yang dihasilkan tidak membentuk fasa baru tetapi berupa larutan padat MgZn. Elemen Zn larut ke dalam matriks Mg dan mengakibatkan jarak antar bidang kristal Mg mengecil. Tabel 2 Perhitungan Ukuran kristalit MgZn sebelum dan sesudah disintering Perlakuan Titik Potong kλD D Å D nm MgZn sebelum sinter -5.7171 0.0032892 416.82781 41.68 Paduan MgZn sintering Furnace -5.879 0.0027976 490.08224 49.01 Paduan MgZn APS -6.0356 0.0023921 573.16476 57.32 16 3 SINTESIS DAN KARAKTERISASI BIOKOMPOSIT MgZn-xHAp

3.1 Pendahuluan

Hidroksiapatit HAp adalah kalsium fosfat yang mengandung hidroksida, anggota dari kelompok mineral dalam tulang yang memiliki rasio CaP sebesar 1,67. Hidroksiapatit merupakan kristal paling stabil dibandingkan dengan fase kalsium fosfat lainnya pada suhu normal. Struktur kristal HAp yang paling sering dijumpai adalah heksagonal, memiliki ruang grup simetri P6 3 m dengan parameter kisi a = b=9.4γβ, c = 6.881Å, dan = 1β0 o . HAp juga dapat ditemukan dalam bentuk lain yaitu bentuk monoklinik dengan ruang grup simetri P2 1 b dan parameter kisi a = 9.4β14, b=βa, c=6.8814 Å, =1β0 o . HAp heksagonal biasanya dibentuk oleh presipitasi dari larutan supersaturasi pada 24-100 o C sedangkan HAp monoklinik dibentuk oleh pemanasan HAp heksagonal pada 850 o C di udara dan kemudian didinginkan hingga suhu ruang Lin dan Chang 2015. Secara kristalografi dan sifat kimianya, komponen HAp dengan rumus kimia Ca 10 PO 4 6 OH 2 sangat mirip dengan komponen mineral anorganik dalam tulang. Hal ini membuat HAp sangat potensial untuk diaplikasikan dalam bidang ortopedi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa HAp buatan dapat terintegrasi dengan baik dengan lingkungan di sekitar tulang, mendorong pembentukan tulang baru, mengikat tulang yang baru terbentuk dan memperbaiki jaringan tulang yang rusak Lin dan Chang 2015. Skema pembentukan tulang baru yang di dorong oleh adanya hidroksiapatit di tunjukkan pada Gambar 13. Pada posisi 1 HAp mulai terlarut setelah proses pengimplanan dimana OH lepas dari struktur HAp, proses kelarutan HAp berlanjut pada posisi 2 dimana ion Ca 2+ lepas dari struktur HAp. Pada posisi 3 terjadi kesetimbangan ion antara larutan fisiologis dengan permukaan hidroksiapatit. Penyerapan protein dan material organik mulai terjadi pada posisi 4 sehingga terjadi poliferasi dan adhesi sel pada posisi 5 dan 6. Sel tulang baru mulai terbentuk pada posisi 7 dan membentuk tulang baru pada posisi Gambar 13 Skema pembentukan tulang baru yang di dorong oleh hidroksiapatit Sammons 2015 17 Hidroksiapatit memiliki sifat mekanik yang lemah sehingga tidak cukup baik digunakan sebagai implan tulang. HAp biasanya digunakan untuk pelapis permukaan coating paduan Mg untuk mendapatkan implan dengan sifat mekanik dan ketahanan korosi yang baik sekaligus memiliki bioaktifitas yang baik juga. Namun proses coating ini tidak mudah, biasanya dilakukan dengan perlakuan panas yang tinggi sehingga terkadang merusak sifat mekanik implan dan biaya pembuatannya juga relatif mahal Bose et al 2015. Proses komposit lebih sederhana dan biayanya lebih murah dibandingkan dengan proses coating. Pada penelitian ini HAp dikompositkan dengan paduan MgZn untuk memperoleh implan yang memiliki bioaktiftas yang baik dan kemudian mengamati pengaruhnya terhadap laju korosi bahan implan.

3.2 Metode Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan adalah Serbuk Mg, serbuk Zn, serbuk HAp, Ball milling , Mesin kompaksi uniaksial, Dyes, Furnace, X-ray Diffraction XRD dan Scanning Electron Microscopy SEM.

3.2.1 Sintesis biokomposit MgZn-xHAp

Biokomposit yang dibuat dalam penelitian ini terdiri dari tiga kategori yaitu 1 MgZn-5HAp, 2 MgZn-7HAp dan 3 MgZn-9HAp. Masing- masing sampel dibuat dengan mencampurkan bahan serbuk paduan MgZn dan HAp menggunakan ball milling selama 30 menit. Setiap campuran kemudian dibentuk menjadi pellet berdiameter 15 mm dibawah tekanan 572 MPa dan disinter menggunakan tabung Furnace vakum. Proses sintering dilakukan dengan mengkapsulasi pellet terlebih dahulu menggunakan tabung pirex, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya oksidasi selama proses sintering. Kemudian disintering pada suhu 350 o C dengan penahanan 1 jam. Secara ringkas proses pembuatan biokomposit ditunjukkan pada Gambar 14.

3.2.2 Karakterisasi Biokomposit MgZn-xHAp

Pellet yang telah disintering kemudian dikarakterisasi menggunakan X-ray Diffraction XRD pada rentang βθ dari β5 o -85 o dan identifikasi fasa dilakukan dengan software High score Expert. Morfologi sampel diamati dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy SEM yang dilengkapi dengan Energy-Dispersive X-Ray Spectroscopy EDS. 18 Gambar 14 Proses pembuatan Biokomposit MgZn-xHAp

3.3 Hasil dan Pembahasan

3.3.1 Analisis Mikrostruktur Biokomposit MgZn-xHAp

Gambaran SEMEDS serbuk campuran MgZn5HAp ditunjukkan pada Gambar 15. Partikel hidroksiapatit tidak jelas terlihat dan hampir tidak terbedakan di dalam campuran, hal ini dikarenakan ukurannya yang jauh lebih kecil dari Mg dan Zn. Namun hasil EDS dibeberapa spot pada Gambar 15 menunjukkan bahwa elemen hidroksiapatit telah terdistribusi di dalam campuran. Kehadiran HAp semakin jelas terlihat dalam Gambaran mikrostruktur ketika persentasinya semakin besar sebagaimana ditampilkan pada Gambar 16. Hidroksiapatit menempati batas-batas butir dan membentuk beberapa aglomerasi dalam mikrostrukturnya. Hasil EDS Biokomposit MgZn-9HAp pada Gambar 17 menunjukkan bahwa pada butir hanya terdapat elemen Mg warna gelap sedangkan Zn dan HAp berada pada batas butir warna terang. Keberadaan elemen paduan pada batas butir biasanya dapat memperkuat sifat bahan, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa biokomposit MgZn-xHAp lebih kuat dibandingkan dengan paduan MgZn. 19 Gambar 15 EDS serbuk MgZn-5HAp dibeberapa spot Gambar 16 Mikrostruktur Biokomposit MgZn-xHAp 5HAp 7HAp 9HAp