1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki masa reformasi dalam tahapan Pemerintahan Negara Republik Indonesia, telah terjadi banyak perubahan mendasar dalam tata pemerintahan
daerah. Perubahan mendasar dalam masa reformasi adalah diberlakukannya sistem otonomi daerah, dimana setiap daerah yang dibentuk mempunyai
kebebasan untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri. Perubahan ini, dalam prosesnya tidak hanya mempengaruhi aspek pemerintahan saja, namun
selanjutnya cukup memberikan dampak kebebasan pada masyarakat yang ada di wilayah tersebut.
Kabupaten Halmahera Utara sebagai sebuah daerah yang baru dimekarkan, memiliki luas perairan laut sekitar 19.536,02 kmĀ², memiliki potensi sumber daya
ikan yang melimpah dan memberikan peluang yang sangat besar untuk dimanfaatkan secara ekonomis. Potensi sumberdaya ikan ini terlihat dari data
keberagaman hasil tangkapan yang diperoleh oleh nelayan yang dikeluarkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Halmahera Utara, antara lain:
ikan pelagis
besar dan
kecil, ikan
demersal, dan
ikan karang
DKP Halmahera Utara, 2008. Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Perikanan Laut 2007,
dalam Dokumen Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Halamahera Utara DKP Halmahera Utara, 2008, potensi sumberdaya ikan yang terdapat di
perairan Halmahera Utara cukup besar. Potensi lestari ikan pelagis diperkirakan 211.590 tontahun, dan ikan demersal sebesar 135.005 tontahun. Potensi ini
merupakan salah satu aset pemerintah daerah yang dapat memberikan manfaat bagi peningkatan taraf hidup masyarakat setempat, dan meningkatkan pendapatan
asli daerah PAD Kabupaten Halmahera Utara. Sebagaimana sebuah aset penting, potensi sumberdaya ikan yang ada perlu
untuk selalu dijaga keberadaannya. Menurut Darmawan 2001, dalam pengelolaan sumber daya alam, kegiatan penangkapan ikan merupakan kegiatan
eksploitasi . Sebagai kegiatan eksploitatif, penangkapan ikan hanya bertujuan
mengambil sumberdaya yang tersedia di alam. Oleh sebab itu kegiatan
penangkapan ikan harus memiliki beberapa pengaturan dan pembatasan agar tidak menghancurkan sumberdaya yang ada.
Penggunaan bom dalam penangkapan ikan adalah merupakan salah satu cara penangkapan yang sangat merusak dan juga ilegal di seluruh Indonesia. Bom
dikemas menggunakan bubuk dalam wadah tertentu dan dipasangi sumbu untuk kemudian dinyalakan dan dilemparkan ke dalam air. Bom akan meledak dan
memberikan guncangan fatal di sepanjang perairan, yang dapat membunuh hampir semua biota laut yang ada di sekitarnya. Nelayan hanya mengumpulkan
ikan konsumsi yang berharga, tetapi banyak ikan dan hewan laut lainnya ditinggalkan dalam keadaan mati di antara pecahan karang yang mungkin tidak
dapat pulih kembali Erdmann, 2004. Menurut Mukhtar 2007, penggunaan bahan peledak seperti bom dapat
memusnahkan biota dan merusak lingkungan. Penggunaannya di sekitar terumbu karang menimbulkan efek samping yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu
karang yang ada di sekitar lokasi ledakan, juga dapat menyebabkan kematian biota lain yang bukan merupakan sasaran penangkapan.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari pihak Kepolisian Resort Halmahera Utara, tindakan kriminal penggunaan bom ikan masih terdapat di
perairann Teluk Kao Pulau Halmahera. Penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan ini dilakukan oleh nelayan-nelayan kecil untuk memperbanyak hasil
tangkapannya di lokasi yang tidak terlalu jauh dari pantai yang tersebunyi. Sayangnya aksi nelayan ini belum dapat dicegah karena keterbatasan personil dan
perlengkapan yang dimiliki, dibandingkan dengan luas wilayah yang harus dijaga dan diawasi.
Penggunaan bom dalam penangkapan ikan di perairan Kabupaten Halmahera Utara sudah tentu dapat mengancam kelestarian dari potensi
sumberdaya yang ada. Potensi yang merupakan aset untuk dapat memberikan kesejahteraan kepada masyarakat bisa rusak, dan mungkin tidak dapat pulih
kembali. Keberlanjutan dari sumberdaya ini juga mungkin tidak dapat dinikmati oleh generasi selanjutnya atau setidaknya sulit untuk diperoleh di masa yang akan
datang.
1.2 Perumusan Masalah