Latar Belakang Effect of Undergravel Filter’s Rock Difference to Water Quality on Maintenance of Tilapia (Oreochromis niloticus).

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Target produksi industri akuakultur semakin meningkat dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan banyaknya permintaan akan produk akuakultur seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun ini Kementerian Kelautan dan Perikanan KKP menargetkan produksi perikanan budidaya sebesar 9,42 juta ton naik 35 dibandingkan dengan realisasi tahun lalu 6,98 juta ton KKP, 2012. Peningkatan produksi perikanan budidaya ini dapat dicapai melalui budidaya intensif. Intensifikasi budidaya selalu dicirikan dengan tingginya padat tebar yang diikuti dengan peningkatan jumlah pakan yang dapat menimbulkan peningkatan limbah budidaya. Pada budidaya ikan, jumlah pakan yang diberikan ke ikan, 25 digunakan untuk tumbuh, 25 untuk kebutuhan metabolisme, 10 tidak termakan atau terbuang ke media budidaya, 10 menjadi limbah padat dan 30 merupakan limbah cair Craigh and Helfrich 2002. Hal ini akan menimbulkan penumpukan limbah organik dan peningkatan kadar amonia. Menurut Avnimelech 2005 sistem budidaya intensif efisien dalam memproduksi ikan. Masalah dari sistem tersebut adalah cepatnya akumulasi limbah dari residu pakan dan hasil metabolik ikan. Polutan utama dalam lingkungan budidaya ikan adalah limbah nitrogen yang berasal dari kegiatan budidaya. Sumber nitrogen di kolam budidaya diawali dengan nitrogen yang berasal dari pakan yang tidak termakan dan hasil metabolisme yang masuk ke lingkungan pemeliharaan ikan. Amonia merupakan buangan metabolik yang secara langsung beracun untuk ikan dan merupakan hasil katabolisme protein pakan yang diekskresikan ikan dimana 60 - 80 masuk ke lingkungan perairan Benli et al. 2008. Mengingat hal tersebut, kiranya perlu dilakukan usaha untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu dengan menggunakan sistem resirkulasi. Sistem ini digunakan pada budidaya ikan dalam kondisi lingkungan terkontrol. Nilai tambah dari penggunaan sistem resirkulasi yaitu peningkatan produksi pada lahan dan air yang terbatas serta tidak bergantung pada musim Tetzlaff Heidinger 1990. Penggunaan undergravel filter dalam media pemeliharaan ikan merupakan 2 solusinya. Undergravel filter merupakan salah satu bentuk penerapan dari sistem resirkulasi akuakultur dengan teknik filtrasi dalam budidaya ikan yang tergolong hemat tenaga dan biaya. UGF Undergravel filter atau dikenal juga sebagai filter double bottom dapat menciptakan ruang filter bagi bakteri pengurai di sela-sela batu atau materi filter lain, seperti pasir, pecahan karang, karbon aktif, zeolit, dan lain-lain. Prinsip kerja dari filter ini adalah penyaringan air kotor oleh lapisan khusus di dasar akuarium. Undergravel filter UGF atau dikenal juga dengan double bottom filter merupakan suatu bentuk modifikasi khusus dari Recirculating Aquaculture System , yakni penggunaan filter yang disusun dengan sirkulasi air dalam satu wadah budidaya ikan. Filter ini hanya dapat bekerja dengan adanya bantuan energi listrik, dimana energi listrik menjalankan blower sehingga dihasilkan gelembung aerasi yang memaksa air bersih di bawah filter naik ke atas melalui pipa ke permukaan air dan terjadilah proses difusi antara air dan gelembung udara yang mengandung oksigen. Akibatnya air pada bagian atas filter ditarik ke bawah hingga melalui filter. Pada saat air melalui batu, air mengalami dua proses filtrasi yaitu fisika, dimana terjadi penyerapan melalui pori-pori batu dan biologi, melalui kontak air dengan bakteri pengurai amonia dan nitrit yang hidup pada permukaan batu, sehingga kualitas air dapat tetap terjaga. Pemilihan batu karang, batu apung dan batu split sebagai filter dikarenakan batu-batu ini sering sekali dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, mudah diperoleh, serta penggunaan yang belum maksimal dalam dunia perikanan budidaya. Fungsi batu dalam UGF yaitu sebagai penyaring air, sehingga dihasilkan air dengan kualitas yang lebih baik setelah melalui batu sebagai filter, karena air tersebut telah mengalami proses filtrasi pada saat melalui gravel. Dan diharapkan bakteri-bakteri menguntungkan dapat hidup dan berkembang pada batu yang dilalui aliran air. Batu-batu yang digunakan memiliki ukuran panjang rata-rata 2 – 3 cm. Batu karang Gambar 1 yang digunakan adalah karang jahe yang berasal dari genus Acropora memiliki jumlah jenis spesies terbanyak dibandingkan genus lainnya pada karang. Karang jenis ini biasanya tumbuh pada perairan jernih dan lokasi dimana terjadi pecahan ombak. Bentuk koloni umumnya bercabang dan 3 tergolong jenis karang yang cepat tumbuh, namun sangat rentan terhadap sedimentasi dan aktivitas penangkapan ikan. Menurut Kuncoro 2008 batu karang mempunyai kelebihan, yakni mempunyai banyak pori-pori tersembunyi yang berbentuk lubang-lubang sehingga cocok sebagai tempat berkoloninya bakteri pengurai. Selain itu bahan ini juga mudah diperoleh dan murah. Gambar 1. Batu karang Batu apung atau pumice Gambar 2 adalah jenis batuan yang berwarna terang yang mengandung buih dari gelembung berdinding gelas dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas vulkanik silikat. Secara alami bahan yang mengandung batu apung mempunyai daya serap tinggi water adsorption 16,67, hal ini terjadi sebagai akibat kandungan mineral gelas vulkanik yang tinggi 40 - 90 Handojo, 2012. Karena strukturnya yang porous maka batuan itu mengandung banyak sekali kapiler-kapiler yang halus, sehingga zat yang akan terjerap akan terpenetrasi pada sela-sela ini jika larutan itu membasahinya Anonim, 2012. Gambar 2. Batu apung Batu split atau basalt Gambar 3 merupakan jenis batu kerikil yang termasuk ke dalam batuan beku merupakan batu yang kerap digunakan sebagai 4 bahan bangunan pondasi bangunan. Batu ini merupakan batuan beku vulkanik, yang berasal dari hasil pembekuan magma berkomposisi basa di permukaan atau dekat permukaan bumi. Ukuran kerikil yang baik untuk filter biologi adalah 2-5 mm Yoga, 1994 tetapi dinilai terlalu kecil untuk budidaya komersial Wheaton, 1977. Lebih lanjut Yoga 1994 mengemukakan bahwa dengan partikel berukuran tersebut dapat menghasilkan efisiensi pengubahan amonia hingga 60,9. Gambar 3. Batu split Target kebutuhan benih ikan tahun 2011 sebesar 42.276.000.000 ekor dan produksi benih tersebut telah mencapai 65,02. Sementara produksi benih nila hanya mencapai 4.000.000.000 ekor KKP, 2011. Pemeliharaan benih ikan nila dapat dilakukan dalam media akuarium, kolam ataupun bak. Ikan nila Orechromis niloticus yang digunakan berukuran 1,06 g dan panjang 3 – 4 cm. Nila selain disukai berbagai kalangan juga tersedia sepanjang tahun, mudah diperoleh, tahan terhadap serangan penyakit dan toleransi terhadap lingkungan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh dari penggunaan batu yang berbeda pada undergravel filter terhadap media pemeliharaan ikan nila. 5

II. METODE PELAKSANAAN

2.1 Waktu dan Tempat