Kloning Gen Proteinase Inhibitor dari Kulit Buah Kakao pada Vektor Ekspresi dengan Metode Gateway

KLONING GEN PROTEINASE INHIBITOR DARI KULIT
BUAH KAKAO PADA VEKTOR EKSPRESI DENGAN
METODE GATEWAY

YANTHI WIDYANTHI

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

ABSTRAK
YANTHI WIDYANTHI. Kloning Gen Proteinase Inhibitor dari Kulit
Buah Kakao pada Vektor Ekspresi dengan Metode Gateway. Dibimbing oleh
AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN dan TETTY CHAIDAMSARI.
Kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu tanaman perkebunan
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sebagai komoditi ekspor. Adanya serangan
hama utama kakao, yaitu Conopomorpha cramerella Snellen, menyebabkan
kehilangan produksi kakao hingga 80% dan biji kakao yang terserang, mutunya
menurun bahkan tidak laku dijual. Gen proteinase inhibitor (PIN) merupakan gen

yang dapat menghasilkan senyawa antinutrisi yang dapat menghambat kerja
enzim proteolitik di dalam perut serangga. Gen PIN terdapat pada biji kakao dan
berukuran 21 kDa dengan homologi yang cocok dengan inhibitor tripsin pada
kedelai. Penelitian ini bertujuan melakukan kloning gen PIN pada vektor ekspresi
dengan menggunakan metode Gateway. Tahapan metode Gateway meliputi
desain primer Gateway, amplifikasi gen PIN dengan primer Gateway,
rekombinasi gen PIN pada vektor Entri dan vektor Destinasi, transformasi pada
Escherichia coli XL-1 Blue, konfirmasi gen PIN pada vektor Entri dan vektor
Destinasi, dan transformasi gen PIN pada E.coli ke Agrobacterium tumefaciens.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa gen PIN dengan ukuran 850 bp berhasil
disisipkan ke dalam vektor ekspresi dengan metode Gateway secara mudah dan
cepat. Transformasi DNA rekombinan ke dalam Agrobacterium tumefaciens
strain AGL-0 telah berhasil dilakukan.

ABSTRACT
YANTHI WIDYANTHI. Cloned Proteinase Inhibitor Gene of Cacao Pod
Wall on Expression Vector by Gateway Method. Under the direction of
AKHMAD ENDANG ZAINAL HASAN and TETTY CHAIDAMSARI
Cacao (Theobroma cacao L.) is one of a high economical value estate
crops as an export commodity. Eighty percent of cacao production loss was

caused by Cocoa Pod Borer (CPB), Conopomorpha cramerella Snellen. Thus,
cacao seed were not soldable due to its low quality. Proteinase Inhibitor (PIN) is
an antinutrition substances which able to inhibit proteolytic enzyme from insect
gut. A 21 kDa of cacao seed PIN gene was known of having high homology to
soybean trypsin inhibitor. This research was aimed to clone PIN gene on
expression vector by Gateway method. Gateway method step include design
Gateway primer, amplification PIN gene with Gateway primer, recombination
PIN gene on Entry and Destination vector, transformation on Escherichia coli XL1 Blue, confirmation PIN gene on Entry and Destination vector, and
transformation PIN gene on E.coli into Agrobacterium tumefaciens. Result of
research indicate that PIN gene have a measurement of 850 bp succeed inserted
into expression vector with Gateway method easy and quickly. The recombinant
DNA was successfully transformed into Agrobacterium tumfaciens AGL-0 strain.

KLONING GEN PROTEINASE INHIBITOR DARI KULIT
BUAH KAKAO PADA VEKTOR EKSPRESI DENGAN
METODE GATEWAY

YANTHI WIDYANTHI

Skripsi

sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Judul Skripsi : Kloning Gen Proteinase Inhibitor dari Kulit Buah Kakao pada
Vektor Ekspresi dengan Metode Gateway
Nama
: Yanthi Widyanthi
NIM
: G84062616

Disetujui
Komisi Pembimbing


Dr. Tetty Chaidamsari, M.Si
Anggota

Ir. A.E. Zainal Hasan, M.Si
Ketua

Diketahui,

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas karunia dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik.
Penelitian dengan judul “Kloning Gen Proteinase Inhibitor dari Kulit Buah Kakao
pada Vektor Ekspresi dengan Metode Gateway”, dilaksanakan mulai bulan Maret
2010 sampai dengan Juli 2010 di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rekayasa
Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia, Jalan Taman

Kencana No.1, Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu selama penyusunan skripsi dan pelaksanaan penelitian antara lain.
Bapak Ir. Akhmad Endang Zainal Hasan, M.Si selaku pembimbing utama, dan
Ibu Dr. Tetty Chaidamsari, M.Si selaku pembimbing lapangan yang telah
memberikan saran, kritik, dan bimbingannya, serta Mba Herti dan Mba Nina atas
peran, kerjasama, dan bantuannya selama kegiatan penelitian di Laboratorium
Biologi Molekuler dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi
Perkebunan serta teman-teman Biokimia angkatan 43 atas dukungan dan
kebersamaannya. Tak lupa penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak
terhingga kepada orang tua dan keluarga yang senantiasa mendidik, mendukung,
dan mendoakan penulis. Akhir kata penulis berharap semoga penelitian ini
bermanfaat demi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Oktober 2010

Yanthi Widyanthi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 28 April 1987 dari pasangan

Djadja Sutedjo dan Maemunah. Penulis merupakan anak ketujuh dari delapan
bersaudara.
Pada tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kuningan dan pada
tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa
Baru (SPMB). Penulis memilih jurusan Biokimia, Departemen Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sebagai pilihan studi di IPB.
Pengalaman kerja penulis diantaranya menjadi pengajar matematika dan kimia
pada bimbingan belajar Heksagonal pada tahun 2009. Penulis melakukan praktek
kerja lapang di Pusat Studi Satwa Primata (PSSP)-LPPM IPB, Jalan Lodaya II
No.5 Bogor dengan judul Uji Toleransi Glukosa Intravena pada Monyet Ekor
Panjang (Macaca fascilularis) yang Diinduksi Streptozotosin.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................

v

PENDAHULUAN ............................................................................................


1

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
Kakao (Theobroma cacao L.) ..................................................................
Penggerek Buah Kakao (PBK) .................................................................
Gen Proteinase Inhibitor ..........................................................................
Kloning DNA ...........................................................................................
Metode Gateway ......................................................................................
Polymerase Chain Reaction (PCR) ..........................................................

2
2
3
3
4
4
5

BAHAN DAN METODE ..................................................................................
Bahan dan Alat .........................................................................................

Metode ......................................................................................................

6
6
6

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 8
Amplifikasi Gen PIN dengan Primer Gateway ........................................ 9
Ekstraksi dan Purifikasi Fragmen Gen PIN .............................................. 9
Rekombinasi Gen PIN pada Vektor Entri................................................. 10
Rekombinasi Gen PIN pada Vektor Destinasi ......................................... 11
Transformasi ke Agrobacterium tumefaciens strain AGL-0 .................... 12
SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 13
LAMPIRAN .................................................................................................... 16

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Bagian buah kakao .......................................................................................


2

2 Ngengat penggerek buah kakao ....................................................................

3

3 Buah yang terserang PBK ............................................................................

3

4 Reaksi Metode Gateway ...............................................................................

5

5 Hasil amplifikasi PCR dengan primer Gateway pada annealing 50oC, 55oC,
dan 60oC ........................................................................................................

9

6 Pemurnian produk PCR gen PIN .................................................................. 10

7 Duplikat koloni hasil rekombinasi gen PIN pada vektor Entri ..................... 10
8 Hasil PCR koloni rekombinasi gen PIN pada vektor Entri........................... 10
9 Contoh transformasi koloni gen PIN dengan vektor Destinasi ke dalam sel
kompeten (E. Coli XL-1 Blue)....................................................................... 11
10 Hasil PCR koloni rekombinasi gen PIN pada vektor Destinasi.................... 11
11 Hasil elektroforesis isolasi DNA plasmid gen PIN dengan vektor Destinasi
atau vektor Ekspresi ...................................................................................... 11
12 Hasil PCR koloni transformasi gen PIN dengan vektor Destinasi ke dalam
Agrobacterium tumefaciens strain AGL-0 .................................................... 13

1

PENDAHULUAN
Kakao
(Theobroma
cacao
L.)
merupakan salah satu komoditas andalan
perkebunan yang peranannya cukup penting
bagi perekonomian nasional, khususnya

sebagai penyedia lapangan kerja, sumber
pendapatan dan devisa negara. Perkebunan
kakao
di
Indonesia
mengalami
perkembangan pesat dalam kurun waktu 20
tahun terakhir dan pada tahun 2002 areal
perkebunan kakao Indonesia tercatat seluas
914.051 ha (Depperin 2007).
Indonesia berhasil menempatkan diri
sebagai produsen kakao terbesar kedua
dunia setelah Pantai Gading (Cote d’lvoire)
pada tahun 2002, walaupun kembali tergeser
ke posisi ketiga oleh Ghana pada tahun 2003
(International Cocoa Organization 2003).
Tergesernya posisi Indonesia tersebut
disebabkan oleh turunnya harga kakao dunia
dan turunnya produktivitas tanaman karena
kondisi iklim yang kurang menguntungkan
dan meluasnya serangan hama penggerek
buah kakao (PBK) serta penyakit di wilayah
sentra produksi. Pada saat ini teridentifikasi
serangan hama PBK sudah mencapai 40%
dari total areal kakao khususnya di pusat
utama produksi kakao dengan kerugian
sekitar US$ 150 juta per tahun.
Serangan hama PBK merupakan
ancaman yang serius bagi kelangsungan
usaha petani kakao karena belum ditemukan
pengendalian hama yang efektif dan efisien
(Santoso et al 2004). Pengendalian hama
PBK secara konvensional sudah sering
dilakukan,
seperti
pemangkasan,
pemupukan, sanitasi, dan kontinuitas
pemanenan. Penelitian yang telah dilakukan
antara lain dengan kultur teknis, secara
kimia dengan penyemprotan insektisida, dan
secara biologis menggunakan jamur
Beauveria bassiana. Pengendalian tersebut
dapat dikatakan kurang efektif karena lebih
dari 50 % dari siklus hidup hama PBK
berada di dalam buah (Depparaba 2004).
Cara yang lebih efisien untuk
mengatasi masalah tersebut adalah dengan
menggunakan penanda molekuler. Penanda
yang demikian dapat dikembangkan atas
dasar sekuen gen yang menentukan gen
ketahanan hama. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan terhadap perakitan
tanaman kakao unggul dapat diketahui
beberapa gen teruji efektif terhadap larva
PBK (Chaidamsari 2005 dan Santoso et al
2004).

Rekayasa
genetik
dengan
mengekspresikan gen ketahanan hama Bt
sedang diupayakan (Chaidamsari 2005).
Namun, adanya penolakan terhadap produk
pangan transgenik karena menggunakan gen
dari bakteri, telah melemahkan upaya
rekayasa genetik tersebut, meskipun gen cry
maupun protein yang disandinya aman
dikonsumsi manusia (de Maagd et al 2001).
Berdasarkan hal ini maka perlu dicari
metode yang lain untuk mengendalikan PBK
dengan menggunakan gen lain. Salah satu
metode lain itu adalah memanfaatkan gen
pertahanan alami pada tanaman kakao itu
sendiri, yaitu gen proteinase inhibitor (PIN).
Proteinase inhibitor (PIN) merupakan
protein berukuran kecil yang mampu
menghambat aktifitas proteinase dalam
sistem pencernaan serangga (Fritz 2000).
Menurut Isda et al. (2008) bahwa
TcPIN kulit buah kakao penyandi protein ini
memiliki tingkat homologi cukup tinggi
yaitu 56% dengan gen PIN penyandi protein
berukuran 21 kDa pada biji kakao. Gen PIN
diduga memiliki fungsi pertahanan buah
kakao terhadap serangan PBK. Adanya
keterbatasan klon kakao tahan PBK yang
mengandung gen PIN menyebabkan
perbanyakan gen PIN sangat diperlukan agar
gen PIN dapat ditransformasikan ke semua
tanaman kakao. Adanya gen PIN pada buah
kakao diharapkan dapat mengatasi serangan
hama PBK. Oleh karena itu, pada penelitian
ini dilakukan perbanyakan gen PIN yang
terdapat pada kulit buah kakao dengan
metode kloning Gateway.
Isolasi dan penyisipan gen PIN pada
vektor ekspresi dengan metode Gateway
merupakan fokus utama penelitian ini.
Tahapan penelitian yang dilakukan antara
lain desain primer untuk Gateway,
amplifikasi gen PIN dengan primer
Gateway, rekombinasi gen PIN pada vektor
Entri dan vektor ekspresi (vektor Destinasi),
transformasi pada Escherichia coli (E.coli)
XL-1 Blue, konfirmasi gen PIN pada vektor
Entri dan vektor Destinasi, dan transformasi
gen PIN pada E.coli ke Agrobacterium
tumefaciens.
Tahapan yang pernah dilakukan pada
penelitian sebelumnya adalah isolasi RNA
total dari kulit buah kakao (Farieh 2007;
Isda et al. 2008), sintesis utas pertama (first
strand), isolasi dan amplifikasi fragmen gen
PIN, ekstraksi dan purifikasi DNA hasil RTPCR, kloning fragmen gen dengan pGEM-T
Easy (Isda et al. 2008), konfirmasi koloni
transforman yang membawa fragmen

2

sisipan, dan sekuensing fragmen gen terklon
(Jaya et al. 2004; Farieh 2007).
Penelitian ini bertujuan menyisipkan
gen PIN pada vektor ekspresi dengan
metode Gateway. Hipotesis pada penelitian
ini adalah plasmid rekombinan yang
membawa gen PIN dapat disisipkan pada
vektor ekspresi dengan metode Gateway.
Metode Gateway dapat dimanfaatkan untuk
mengklon gen dengan mudah, cepat. Selain
itu, gen PIN yang telah disisipkan pada
vektor ekspresi dapat ditransformasikan ke
tanaman untuk mempelajari peran dan
fungsinya terhadap hama PBK.

TINJAUAN PUSTAKA
Kakao (Theobroma cacao L.)
Kakao (Theobroma cacao
L.)
merupakan tanaman yang berasal dari
Amerika Selatan. Biji tanaman ini
menghasilkan produk olahan yang dikenal
sebagai cokelat. Biji buah kakao yang telah
difermentasi dijadikan serbuk yang disebut
sebagai coklat bubuk. Coklat ini dipakai
sebagai bahan untuk membuat berbagai
macam produk makanan dan minuman.
Buah kakao tanpa biji dapat difermentasi
untuk dijadikan pakan ternak.
Kakao merupakan satu-satunya di
antara 22 jenis genus Theobroma, famili
Sterculiaceae yang diusahakan secara
komersial. Menurut Tjitrosoepomo (1988)
sistematika tanaman ini, yaitu divisi
Spermatophyta, subdivisi Angioospermae,
kelas
Dicotyledoneae,
subkelas
Dialypetalae,
ordo
Malvales,
famili
Sterculiaceae,
genus Theobroma, dan
spesies Theobroma cacao L. Kakao
merupakan tumbuhan tahunan (perennial)
berbentuk pohon, di alam dapat mencapai
ketinggian 10 m. Meskipun demikian, dalam
pembudidayaan tingginya dibuat tidak lebih
dari 5m tetapi dengan tajuk menyamping
yang meluas. Hal ini dilakukan untuk
memperbanyak cabang produktif.
Menurut Chaidamsari (2005) bahwa
bila buah kakao dibelah akan tampak seperti
Gambar 1, dengan karakterisasi sebagai
berikut yaitu OPW (outer pod wall)
merupakan bagian kulit terluar dari kakao,
IPW (inner pod wall) bagian kulit lapisan
kedua yang berada di dalam buah, Pu (pulp)
daging buah dari kakao, B (beans) biji
kakao, dan PL (placenta) bagian tengah dari
kakao.

Gambar 1 Bagian buah kakao (Chaidamsari
2005).
Kakao tebagi atas 3 varietas, yaitu
criolo, forastero, dan trinitario / hibrida.
Jenis varietas Criolo (fine cocoa atau kakao
mulia) mendominasi pasar kakao hingga
pertengahan abad 18, akan tetapi saat ini
hanya beberapa saja pohon Criolo yang
masih ada. Varietas Forastero (kakao curah)
merupakan kelompok varietas terbesar yang
diolah dan ditanami. Trinitario / Hibrida
merupakan hasil persilangan antara jenis
Forastero dan Criolo (Depperin 2007).
Kakao diproduksi oleh lebih dari 50
negara yang berada di kawasan tropis yang
secara geografis dapat dibagi dalam tiga
wilayah yaitu Afrika, Asia Oceania dan
Amerika Latin. Pada tahun 2002/2003,
produksi kakao dunia tercatat sebesar 3.102
ribu ton. Wilayah Afrika memproduksi biji
kakao sebesar 2.158 ribu ton atau 69,6%
produksi dunia. Sementara Asia Oceania dan
Amerika Latin masing masing memproduksi
528 ribu ton dan 416 ribu ton atau 17,0%
dan 13,4% produksi dunia (Depperin 2007).
Bagi Indonesia, kakao saat ini
merupakan salah satu komoditas perkebunan
yang perlu mendapatkan perhatian serius
karena peranannya cukup penting dalam
perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari
areal pertanamannya yang setiap tahun
meningkat. Komoditas kakao mempunyai
peranan penting sebagai sumber pendapatan
dan penyerapan tenaga kerja. Produksi
Indonesia 456 ribu ton biji kakao, diekspor
dalam bentuk biji 365 ribu ton dan sisanya
121 ribu ton diolah di dalam negeri.
Produksi coklat olahan sebanyak 96 ribu ton
meliputi cocoa butter dan cocoa powder
(Depperin 2007).
Perbaikan harga kakao dunia akhirakhir ini tidak bisa dimanfaatkan secara
optimal oleh para petani kakao karena ada

3

beberapa permasalahan yang dihadapi antara
lain: makin mengganasnya serangan hama
penggerek buah kakao (PBK), mutu produk
yang relatif rendah dan fluktuasi harga yang
cukup tajam. Serangan hama PBK
merupakan ancaman yang serius bagi
kelangsungan usaha perkebunan kakao
karena belum ditemukan pengendalian hama
yang efektif. Sejarah telah mencatat bahwa
hama PBK telah tiga kali menghancurkan
perkebunan kakao di Indonesia yaitu tahun
1845 di daerah Minahasa, tahun 1886 di
sepanjang pantai Utara Jawa Tengah hingga
Malang, Kediri dan Banyuwangi serta tahun
1958 di beberapa perkebunan kakao di Jawa
(Roesmanto 1991).
Keseriusan ancaman serangan hama
PBK sudah terbukti di Malaysia yang pada
saat ini perkebunan kakaonya berada
diambang kepunahan. Akibat mengganasnya
serangan hama PBK, produksi kakao
Malaysia menurun dari 247 ribu ton tahun
1990 menjadi 200 ribu ton tahun 1993.
Penurunan produksi kakao terus berlanjut
hingga tinggal 25 ribu ton pada tahun 2002
atau 10% dari produksi tahun 1990
(Sulistyowati et al. 1995; ICCO 2003).

berbunyi. Biasanya lebih berat dari buah
yang sehat. Biji-bijinya saling melekat,
berwarna kehitaman serta ukuran biji lebih
kecil (Gambar 3). Hal ini menurut Wardojo
(1996) kerugian yang ditimbulkan oleh PBK
dapat menimbulkan penurunan berat, mutu
biji, dan meningkatnya biaya panen karena
pemisahan biji pada buah terserang
memerlukan waktu yang lama.

Gambar 2 Ngengat penggerek buah kakao.
(http://database.deptan.go.id)

Penggerek Buah Kakao (PBK)
Penggerek Buah Kakao (PBK),
memiliki klasifikasi ilmiah yakni spesies
Conopomorpha cramerella Snellen, berasal
dari famili Grcillariidae, ordo Lepidoptera.
Hama kakao ini sangat merugikan, saat ini
PBK menyerang hampir seluruh perkebunan
kakao di Indonesia dan sangat merugikan
petani. Penggerek Buah Kakao (PBK) dapat
menyerang buah sekecil 3 cm, tetapi
umumnya lebih menyukai buah yang
berukuran 8 cm. Hama ini memakan
plasenta yang merupakan saluran makanan
menuju ke biji sehingga mengakibatkan
penurunan hasil dan mutu biji (Wardojo
1996).
Penggerek Buah Kakao (PBK) adalah
ngengat kecil (Gambar 2). Kenampakan
PBK adalah sebagai larva (seperti cacing)
dalam fase muda dan sebagai ngengat pada
fase dewasa. Panjang ngengat sekitar 1 cm.
Serangan penggerek buah kakao dapat
dikenali dari pemasakan buah yang tidak
sempurna dan dari lubang kecil pada kulit
buah yang dibuat serangga untuk masuk dan
keluar. Larva penggerek buah kakao akan
terlihat jika buah dibuka (Konam et al.
2009).
Buah yang terserang lebih awal akan
berwarna kuning, dan jika digoyang tidak

Gambar 3 Buah yang terserang PBK.
(http://database.deptan.go.id)
Gen Proteinase Inhibitor (PIN)
Gen adalah serangkaian molekul DNA
yang berfungsi sebagai penyandi genetik
dalam pembentukan protein (poli asam
amino) (Muladno 2002). Gen merupakan
bagian dari genom yang berperan dalam
proses ekspresi gen (Jusuf 2001). Gen
proteinase inhibitor (PIN) merupakan gen
yang
dapat
menghasilkan
senyawa
antinutrisi yang dapat menghambat kerja
enzim proteolitik (proteinase) di dalam perut
serangga (Ryan 1990). Apabila termakan
oleh hama PBK, Gen PIN akan berinteraksi
dengan protease yang ada di dalam usus
hama tersebut, terikat dan terkunci pada
situs aktif (active site) protease (Terra et al.
1996). Hama PBK menjadi kekurangan
nutrisi karena tidak ada asam amino yang
diserap,
sehingga
pertumbuhan
dan
perkembangan menjadi terhambat.
Proteinase
inhibitor
merupakan
protein yang berhubungan dengan ketahanan
tanaman terhadap hama terutama seranggaserangga yang mengunyah. Biasanya
terdapat dalam jaringan organ penyimpanan
(misalnya buah, umbi, dan biji). Gen yang

4

menyandi protein ini akan terinduksi akibat
adanya perlukaan yang disebabkan oleh
lingkungan luar. Gen proteinase inhibitor
selain sebagai sistem proteksi alami bagi
tanaman juga mempunyai fungsi sebagai
regulasi endogen proteinase dan sebagai
protein penyimpanan (Koiwa et al 1997).
Proteinase inhibitor merupakan protein
yang berukuran 4 kDa sampai 85 kDa
terutama pada kisaran 8-20 kDa. Pada
kakao, protein ini berukuran 21 kDa dengan
homologi yang cocok dengan inhibitor
tripsin pada kedelai (kumitz) dari proteinase
inhibitor. Hal ini terlihat seperti yang telah
dilaporkan oleh Tai et al (1991) bahwa
protein tersebut diakumulasi selama
perkembangan biji dan tidak didegradasi
selama perkecambahan benih pada kakao.
Gen PIN pada kakao merupakan golongan
serine proteinase inhibitor (tripsin dan
kemotripsin inhibitor) yang akan menyerang
sisi aktif proteinase serin dalam tubuh hama
serangga
dan
telah
menunjukkan
keefektifannya menghambat perkembangan
larva
beberapa
jenis
lepidoptera.
Keberhasilan penggunaan gen proteinase
inhibitor dalam transformasi antara lain pada
ubi jalar (Newell et al 1995), dan tembakau
(Jhonson et al 1989).
Kloning DNA
Kloning
DNA
adalah
proses
penggandaan jumlah DNA rekombinan
melalui perkembangbiakan sel bakteri
(biasanya E.coli). Proses kloning dilakukan
dengan memasukkan DNA rekombinan ke
dalam sel E.coli. Selanjutnya sel ini
diinkubasi pada suhu optimal sehingga sel
dapat berkembang biak secara eksponensial.
DNA rekombinan merupakan gabungan
antara DNA vektor yang merupakan
molekul DNA yang dapat mereplikasi diri
dan DNA asing yang biasanya berupa gen
dari suatu makhluk hidup (Muladno 2002).
Penggabungan DNA vektor dan DNA asing
ini biasanya dibantu oleh enzim ligase
sehingga disebut proses ligasi (Nasution
1999). Molekul DNA yang masuk ke dalam
sel akan mengubah fenotip sel tersebut,
sehingga proses ini disebut transformasi. Sel
yang digunakan dalam proses transformasi
biasanya disebut dengan sel kompeten
(Muladno 2002).
Konfirmasi keberhasilan terbentuknya
DNA rekombinan dan penggandaan jumlah
gen yang disisipkan ke dalam plasmid sel
kompeten melalui kloning DNA dilakukan
dengan melihat perubahan yang terjadi pada

koloni yang ditumbuhkan pada media padat.
Koloni yang berwarna putih dapat dipastikan
merupakan sel yang membawa DNA
rekombinan. Langkah berikutnya yaitu
isolasi DNA rekombinan dari sel E.coli,
pemotongan DNA dengan enzim restriksi
yang digunakan dalam pembuatan DNA
rekombinan, pemisahan DNA melalui gel
elektroforesis
dan
visualisasi
DNA
(Muladno 2002).
Metode Gateway
Metode Gateway adalah metode
kloning universal berdasarkan pada daerah
situs
rekombinasi
spesifik
lambda
bakteriofage (Invitrogen 2003). Sistem
pengklonan
Gateway
site-specific
recombination (SSR) dikomersialisasikan
oleh Invitrogen. Sistem ini mengonstruksi
gen sisipan yang terlebih dahulu diklon ke
dalam vektor Entri (pENTR) dan kemudian
ditransfer ke dalam vektor Destinasi dengan
rekombinasi situs spesifik. Pengerjaannya
menggunakan protein rekombinasi integrase
(Int) dan excisionase (Xis) yang mengenali
situs attL dan attR di dalam vektor Entri dan
vektor
Destinasi
yang
akan
menggabungkannya ke situs attB (Gambar
4). Gen sisipan dimasukkan ke dalam vektor
Entri menggunakan SSR dengan BP klonase
atau dengan pengklonan ke dalam multiple
cloning site (MCS) tersusun di antara situs
attL1 dan attL2 dengan enzim restriksi dan
ligase (REaL) kloning (Dubin et al. 2008).
Vektor biner Gateway telah terbukti
berguna untuk mempelajari transformasi
tanaman dengan metode kloning tradisional
REaL, akan tetapi akan menghabiskan
waktu. Bagaimanapun penggunaan dari
vektor ini mempunyai kerugian. Contohnya
keberadaan situs rekombinasi attB di antara
tag dan gen sisipan dalam vektor Destinasi
menghasilkan rantai asam amino yang
panjang (sedikitnya 8 dan terkadang lebih
dari 20 asam amino) dan muatan sekuens
sering kali tinggi yang mempunyai
kemampuan dari hasil sintesis non
fungsional atau fusi protein-tag yang tidak
larut dan juga efek tingkat ekspresi protein
dari gen yang disisipkan.
Tujuan
utama
dari
modifikasi
pengklonan
Gateway
adalah
untuk
memperkirakan open reading frame (ORF)
yang menyandi protein dalam vektor Entri
untuk
mencegah
keberadaan
atau
penambahan muatan sekuens yang sering
kali tinggi setelah rekombinasi yang dapat

5

mempengaruhi fungsi protein (Dubin et al.
2008).
Keuntungan dari metode Gateway
adalah kloning berlangsung cepat dengan
efisiensi yang tinggi dalam mentransfer
sekuen DNA ke berbagai sistem vektor
selama ekspresi protein dan analisis protein.
Metode
Gateway
memungkinkan
penggunaan dan ekspresi berbagai tipe DNA
sekuen (misalnya hasil PCR, klon cDNA,
fragmen restriksi). Metode Gateway
memudahkan akomodasi transfer sejumlah
besar sekuen DNA ke dalam berbagai vektor
destinasi. Keuntungan lain metode Gateway,
yaitu memudahkan konversi vektor yang
diinginkan ke dalam vektor Destinasi
Gateway (Invitrogen 2003).

Gambar

4

Reaksi Metode Gateway
(Invitrogen 2003).

Polymerase Chain Reaction (PCR)
Polymerase Chain Reaction (PCR)
merupakan suatu reaksi in vitro untuk
menggandakan jumlah molekul DNA pada
target tertentu dengan cara mensintesis
molekul DNA baru yang berkomplemen
dengan molekul DNA target tersebut dengan
bantuan enzim dan oligonukleotida sebagai
primer dalam suatu thermocycler. Teknik ini
dirintis oleh Kary Mullis tahun 1983.
Panjang target DNA berkisar antara puluhan
sampai ribuan nukleotida yang posisinya
diapit sepasang primer. Primer yang berada
sebelum daerah target
disebut sebagai
primer forward dan yang berada setelah
daerah target disebut primer reverse. Enzim
yang digunakan sebagai pencetak rangkaian
molekul DNA baru dikenal sebagai enzim
polymerase.
Untuk
dapat
mencetak

rangkaian tersebut dalam teknik PCR,
diperlukan juga dNTPs yang mencakup
dATP (nukleotida berbasa Adenine), dCTP
(Cytosine), dGTP (Guanine), dan dTTP
(Thymine) (Muladno 2002).
Reaksi PCR membutuhkan suatu bufer
yang mengandung MgCl2 karena aktivitas
enzim
polimerase
dipengaruhi
oleh
konsentrasi ion Mg2+. Ion Mg2+ akan
menyetimulasi aktivitas enzim secara
maksimal pada konsentrasi 2 mM jika
konsentrasinya lebih tinggi, maka dapat
bersifat inhibitor (Sambrook & Russell
2001).
Prinsip teknik PCR meliputi reaksi
denaturasi DNA, penempelan primer
(annealing), dan pemanjangan DNA
(ekstensi). Pada suhu 95oC, molekul DNA
mengalami denaturasi sehingga strukturnya
berubah dari untai ganda menjadi untai
tunggal. Pada suhu annealing berkisar antara
(biasanya) 50oC sampai dengan 60oC,
primer forward yang runutan nukleotidanya
berkomplemen dengan salah satu untai
tunggal akan menempel pada posisi
komplemennya, demikian juga primer
reverse-nya akan menempel pada untai
tunggal lainnya. Setelah kedua primer
tersebut menempel pada posisinya masingmasing,
enzim
polymerase
mulai
mensintesis molekul DNA baru yang
dimulai dari ujung 3’ sampai ujung 5’
masing-masing primer. Sintesa molekul
DNA baru ini terjadi pada suhu 72oC. Proses
ini disebut proses pemanjangan DNA
(ekstensi) (Muladno 2002). Proses PCR
berlangsung dalam beberapa siklus. Kisaran
siklus optimum dalam proses PCR adalah
30-40 siklus, bergantung pada enzim
polimerase, jumlah cetakan, dan sebagainya.
Teknik PCR dapat digunakan untuk
analisis maupun untuk sintesis nukleotida.
Salah satu kegunaan PCR adalah untuk
identifikasi suatu gen atau DNA yang
spesifik. Identifikasi keberadaan suatu gen
dapat dilakukan dengan mudah bila daerah
pengapit (flanking region) telah diketahui.
Daerah pengapit yang spesifik ini digunakan
sebagai primer. Penggunaan PCR untuk
identifikasi adanya suatu pathogen penyebab
suatu penyakit telah banyak dilakukan,
seperti hepatitis B, TBC, AIDS, atau
kelainan lainnya. Perbanyakan gen untuk
berbagai keperluan, pengurutan DNA,
ataupun kajian keragaman molekuler dapat
pula dilakukan dengan PCR (Suharsono
2000).

6

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Proses amplifikasi menggunakan kit
dari Fermentas yang memerlukan bahanbahan seperti primer GTW PIN F, primer
GTW PIN R, primer M13 F, primer M13 R,
TcPIN Ekspresi F, primer TcPIN Ekspresi R,
buffer complete, dNTPs, Taq polimerase,
dan molecular water (MW). Berbagai bahan
yang digunakan dalam elektroforesis yaitu
gel agarosa, bufer Tris-Borate-EDTA (TBE)
0.5x, Etidium bromida (EtBr) 5 µg/100mL,
loading bufer (Bromfenol biru 2.5%,
sukrosa 40%), dan marker 1 kb plus DNA
ladder (Invitrogen). Tahap transformasi
seperti
sel
dibutuhkan
bahan-bahan
kompeten E.coli XL-1 Blue, media Luria
Agar (LA) selektif yang telah ditambahkan
Kanamisin 50ppm dan rifampisin 50 ppm,
media Luria Bertani (LB) cair, berbagai
vektor Gateway,
dan proteinase-K.
Ekstraksi dan purifikasi fragmen DNA
menggunakan kit dari Qiagen. Bahan isolasi
plasmid menggunakan kit dari Fermentas.
Alat
yang
digunakan
untuk
elektroforesis adalah sisir dan cetakan agar,
bak elektroforesis, mikropipet, tabung
mikro, microwave, adaptor 100 Volt,
transluminator ultraviolet (UV) T2201.
Selain itu alat lain yang digunakan adalah
mesin PCR, DNA speed vacuum 110 savant,
inkubator bergoyang (shacker incubator),
laminar air flow cabinet, autoklaf,
eppendorf sentrifus 5417R, neraca analitik,
dan peralatan-peralatan gelas seperti cawan
petri, gelas piala, labu Erlenmeyer, dan gelas
ukur.

60oC selama 45 detik, pemanjangan primer
(extension) pada suhu 720C selama 2 menit,
dan pasca pemanjangan pada suhu 720C
selama 5 menit.
Hasil PCR diverifikasi pada gel
agarosa 1%. Sebanyak 5 µL hasil PCR
dilarutkan dengan 1 µL loading buffer dan
dimasukkan ke dalam sumur yang terbentuk
dalam gel. Gel diletakkan dalam bak
elektroforesis yang telah diisi dengan bufer
TBE 0,5x. lalu dihubungkan dengan adaptor
dengan potensial listrik sebesar 75 volt.
Setelah selesai, gel diletakkan di bawah
sinar UV (perangkat gel doc) untuk melihat
ada tidaknya pita yang terbentuk.
Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa
fragmen gen yang didapat sesuai dengan
perkiraan ukuran produk yang dilakukan
pada proses rancang primer.
Ekstraksi dan Purifikasi Fragmen Gen
PIN (QIAquick Gel Extraction Kit)

Metode

kemudian
Gel
agarosa
dipotong,
ditambahkan 3x volume bufer QG. Inkubasi
10 menit pada 50oC, dikocok setiap 2-3
menit. Setelah semua potongan gel larut,
larutan dipindahkan ke dalam spin kolom
dan disentrifugasi selama 1 menit pada
12000 rpm, suhu ruang. Supernatan dibuang
dan ditambahkan 0,5 mL bufer QG dan
disentrifugasi selama 1 menit pada 12000
rpm, suhu ruang. Supernatan dibuang dan
spin kolom disentrifugasi dalam keadaan
kosong selama 1 menit pada 12000 rpm,
suhu ruang. Kolom dipindahkan ke dalam
1,5 mL tabung eppendorf. Selanjutnya
ditambahkan 30 µL bufer elusi, diinkubasi
selama 2 menit dan kemudian disentrifugasi
2 menit pada 12000 rpm, suhu ruang.
Hasilnya diverifikasi pada gel agarosa 1 %.

Amplifikasi Gen PIN dengan Primer
Gateway

Rekombinasi Gen PIN pada Vektor Entri
dan Vektor Destinasi

Amplifikasi gen PIN menggunakan
primer Gateway. Proses amplifikasi dimulai
dengan memasukkan ke dalam
tabung
mikro 18 µL molecular water (MW), 2.5
µL buffer complete, 1 µL dNTPs, 1µL DNA
plasmid, 1 µL forward primer atau primer
GTW PIN-F, 1 µL reverse primer atau
primer GTW PIN-R, dan 0.5 µL Taq
polimerase. Gen PIN diamplifikasi dengan
mesin PCR selama ± 3 jam sebanyak 35
siklus dengan program PCR: predenaturasi
pada suhu 940C selama 7 menit, denaturasi
pada suhu 940C selama 45 detik,
penempelan primer (annealing) dilakukan
secara gradien pada suhu 500C, 55oC, dan

Rekombinasi gen PIN pada vektor
Entri dimulai dengan menyiapkan sebanyak
1,0 µL (150 ng) hasil elusi, 1,0 µL (150
ng/µL) vektor Entri (pDONR 221) kemudian
ditambahkan 6,0 µL bufer TE pH 8,0.
Setelah itu, ditambahkan sebanyak 2 µL BP
ClonaseTM II dan diinkubasi selama 2 jam
pada suhu 250C. Setelah inkubasi selesai
larutan ditambahkan sebanyak 1 µL
Proteinase-K dan diinkubasi lagi pada suhu
370C selama 15 menit. Hasil rekombinasi
gen PIN pada vektor Entri kemudian
ditransformasikan ke Escherichia coli.
Sebanyak 1,0 µL (150 ng) hasil
rekombinasi pada vektor Entri dimasukkan

7

ke dalam tabung mikro kemudian
ditambahkan 150 ng vektor Destinasi.
Setelah itu ditambahkan bufer TE hingga
volume larutan mencapai 8 µL. Ke dalam
tabung mikro ditambahkan sebanyak 2 µL
LR ClonaseTM II kemudian diinkubasi pada
suhu 250C selama 2 jam. Setelah inkubasi,
larutan kemudian ditambahkan 1 µL
proteinase-K yang selanjutnya diinkubasi
kembali pada suhu 370C selama 15 menit.
Hasil rekombinasi pada vektor Destinasi
kemudian ditransformasikan ke dalam
Escherichia coli (E. coli).
Transformasi Gen PIN
coli

ke Escherichia

Sebanyak 5 µL hasil rekombinasi
ditransformasikan ke dalam 200 µL sel
kompeten E. coli XL-1 Blue atau E.coli
DH5α secara perlahan dikocok perlahan
hingga tercampur rata kemudian diinkubasi
di dalam es selama 30 menit. Larutan hasil
rekombinasi dan sel kompeten diberi kejut
panas (heat shock) pada suhu 420C selama
50
detik
yang
selanjutnya
segera
dimasukkan ke dalam es selama 10 menit.
Larutan hasil rekombinasi dan kompeten sel
ditambahkan 800 µL Luria Bertani (LB) +
glukosa 20 mM kemudian diinkubasi ke
dalam inkubator bergoyang (shacker
incubator) selama ± 1.5 jam pada suhu 37oC
dengan kecepatan 200 rpm. Setelah dikocok
dengan inkubator bergoyang, sebanyak 100
µL larutan diratakan dengan segitiga
penyebar di atas permukaan media LA yang
terdiri atas tripton 10 g/L, yeast extract 5
g/L, NaCl 5 g/L dan bakto agar 15 g/L yang
ditambahkan
50
µg/mL
kanamisin.
Sebanyak 900 µL larutan sisa disentrifugasi
pada 3500 rpm selama 5 menit pada suhu
25oC. Supernatan dibuang ± 800 µL
sedangkan sisa supernatan ± 100 µL dan
pelet diresuspensi kemudian diratakan di
atas permukaan media LA + kanamisin.
Media diinkubasi dalam kondisi 370C
selama 16-20 jam kemudian dilihat koloni
yang tumbuh.
Seleksi transforman dilakukan dengan
pengamatan terhadap koloni yang terbentuk.
Koloni yang terbentuk adalah sel E.coli yang
berhasil ditransformasi, sedangkan yang
tidak berhasil ditransformasi akan mati
akibat penambahan antibiotik kanamisin.
Koloni yang terbentuk pada cawan petri
menunjukkan sel yang mengandung plasmid
yang berhasil disisipi. Setiap koloni yang
terbentuk diberi nomor dan ditandai. Koloni
yang terbentuk kemudian dengan tusuk gigi

steril diambil sedikit untuk PCR koloni dan
sedikit dipindahkan ke medium LB padat
dalam cawan petri (duplikat koloni).
Konfirmasi Koloni Transforman yang
Membawa Fragmen Sisipan Gen PIN
Koloni bakteri yang tumbuh dari hasil
rekombinasi dianalisis dengan metode PCR.
Koloni yang tumbuh dipindahkan ke media
padat yang baru untuk dibuat duplikatnya
sehingga koloni yang benar-benar positif
(membawa fragmen gen sisipan) tidak
hilang.
Apabila
tidak
diduplikasi
kemungkinan koloni akan mengalami
kontaminasi dengan koloni negatif dan
terjadi pertumbuhan yang bertumpuk.
Koloni diambil dengan menggunakan tusuk
gigi steril dan dipindahkan ke dalam tabung
eppendorf yang telah berisi 10 µL MW..
Pemindahan koloni dilakukan secara steril
dalam laminar air flow cabinet. Persiapan
PCR koloni dengan komponen mix yang
terdiri atas 2, 75 µL molecular water (MW),
1,5 µL buffer complete, 0,3 µL dNTPs, 0,15
µL primer, dan 0,15 µL Taq polimerase.
Primer untuk konfirmasi hasil rekombinasi
pada vektor entri menggunakan primer M13
F dan M13 R. Sedangkan primer untuk
konfirmasi hasil rekombinasi pada vektor
destinasi menggunakan primer Tc PIN
Ekspresi-F dan Tc PIN Ekspresi-R.
Tahap pertama dilakukan PCR untuk
melisiskan dinding sel dengan program lisis
960C selama 5 menit, 500C selama 1 menit
30 detik, 960C selama 1 menit 30 detik, 450C
selama 1 menit 30 detik, 960C selama 1
menit, 400C selama 1 menit. Program
dihentikan sejenak untuk penambahan
sebanyak 5 µL komponen mix ke dalam
masing-masing tabung. Kemudian program
PCR dilanjutkan kembali dengan program
PCR yakni, 940C selama 30 detik, 550C
selama 1 menit, 720C selama 2 menit.
Setelah perbanyakan koloni transforman
dengan teknik PCR selesai, sebanyak 15 µL
hasil PCR koloni dan 3 µL loading buffer
dielektroforesis bersama 0,8 µL marker 1 kb
plus DNA ladder pada gel agarosa 1 %
untuk mengetahui hasilnya.
Isolasi DNA Plasmid (Kit Fermentas)
Isolasi DNA plasmid dilakukan
berdasarkan hasil PCR DNA koloni yang
diketahui mengandung plasmid terinsersi
fragmen yang diinginkan. Koloni tersebut
dikulturkan dalam media Luria Bertani (LB)
yang mengandung kanamisin kemudian
diinkubasi selama 16 jam pada suhu 37oC,

8

150 rpm. Kultur bakteri yang telah tumbuh
kemudian dibuat pelet dengan disentrifugasi
selama 3 menit pada 8000 rpm, suhu ruang.
Supernatan dibuang dan pelet ditambahkan
250 µL larutan resuspensi dan divortex.
Larutan lisis ditambahkan sebanyak 250 µL,
kemudian tabung dibolak-balik 4-6 kali.
Sebanyak 350 µL neutralization solution
ditambahkan dan tabung dibolak-balik 4-6
kali. Selanjutnya disentrifugasi 5 menit pada
12000 rpm, suhu ruang.
Supernatan dipindahkan ke spin kolom
dan disentrifugasi 1 menit pada 12000 rpm,
suhu ruang. Supernatan dibuang dan
ditambahkan 500 µL wash solution,
disentrifugasi 30-60 detik pada 12000 rpm,
suhu ruang. Hal ini dilakukan sebanyak 2
kali. Kemudian tabung spin kolom
disentrifugasi dalam keadaan kosong selama
1 menit pada 12000 rpm, suhu ruang. Kolom
dipindahkan pada tabung eppendorf 1,5 mL.
Bufer elusi sebanyak 30 µL ditambahkan ,
diinkubasi 2 menit, dan disentrifugasi
selama 2 menit pada 12000 rpm, suhu ruang.
Hasil DNA plasmid dikumpulkan dalam
tabung eppendorf 1,5 mL.
Transformasi Gen PIN ke Agrobacterium
tumefaciens Strain AGL-0
Setelah hasil elektroforesis pada
agarosa sesuai dengan yang diharapkan
sehingga gen PIN sudah masuk ke dalam
vektor Destinasi, tahap selanjunya akan
ditransformasikan ke dalam Agrobacterium.
Transformasi gen PIN ke Agrobacterium
dilakukan dengan cara sebanyak 5-10 μL
DNA plasmid dimasukkan ke dalam 500 μL
sel kompeten, didiamkan di dalam es selama
15 menit. Setelah itu, diinkubasi di dalam es,
diinkubasi kembali selama 5 menit di dalam
nitrogen cair dan setelahnya 5 menit pada
suhu 37oC. Kemudian sebanyak 1 mL YEP
(Yeast Extract Pepton) ditambahkan
kedalamnya dan dikocok selama 3 jam pada
200 rpm, suhu 28oC. Setelah dikocok,
larutan tersebut disentrifugasi dengan
kecepatan 6000 rpm selama 3 menit.
Supernatan yang dihasilkan sebagian
dibuang dan sebanyak 200 μL supernatan
yang tersisa diresuspensikan dengan pelet
yang terbentuk lalu dituang ke dalam cawan
petri (plate). Setelah itu sebanyak 200 μL
larutan tersebut dipipet dan dimasukkan ke
dalam media LA yang telah berisi antibiotik
kanamisin 25 ppm dan rifampisin 50 ppm.
Inkubasi selama 2 hari pada suhu 28oC
dalam kondisi gelap.

Setelah diinkubasi selama 2 hari,
hasilnya adalah terbentuknya koloni
berwarna putih. Koloni yang terbentuk
kemudian diambil dengan tusuk gigi steril
dan diberi nomor lalu dimasukkan ke dalam
media agar untuk dibuat duplikatnya dan
dikulturkan dalam media LB yang
mengandung kanamisin 25 ppm dan
rifampisin 50 ppm. Selanjutnya dikocok
selama 2 malam dengan kecepatan 200 rpm
dan dilakukan isolasi DNA plasmid. Tahap
selanjutnya dari penelitian ini akan
dilanjutkan oleh peneliti yang lain. Hasil
transformasi
yang
didapatkan
akan
ditransformasikan melalui Agrobacterium ke
eksplan tanaman kakao.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan lanjutan dari
penelitian sebelumnya yang telah melakukan
isolasi gen PIN dari kulit buah kakao dan
mengkloningnya dengan cara biasa (Isda et
al. 2008). Melalui kloning cara biasa, gen
PIN belum berhasil disisipkan pada vektor
ekspresi. Ketidakberhasilan ini disebabkan
oleh tidak adanya enzim restriksi pada
vektor pGEM-T yang sesuai dengan enzim
restriksi yang ada pada vektor ekspresi
untuk memotong gen PIN sehingga dapat
disisipkan pada vektor ekspresi. Oleh karena
itu, pada penelitian ini dilakukan kembali
kloning gen PIN dari kulit buah kakao pada
vektor ekspresi dengan metode Gateway.
Keuntungan dari metode Gateway
adalah kloning berlangsung cepat dengan
efisiensi yang tinggi dalam mentransfer
sekuen DNA ke berbagai sistem vektor
selama ekspresi protein dan analisis protein.
Metode
Gateway
memungkinkan
penggunaan dan ekspresi berbagai tipe DNA
sekuen (misalnya hasil PCR, klon cDNA,
fragmen restriksi). Metode Gateway
memudahkan akomodasi transfer sejumlah
besar sekuen DNA ke dalam berbagai vektor
destinasi. Keuntungan lain metode Gateway,
yaitu memudahkan konversi vektor yang
diinginkan ke dalam vektor destinasi
Gateway (Invitrogen 2003).
Kloning dengan cara biasa memiliki
beberapa kelemahan. Hasil verifikasi pada
gel agarosa tidak jelas karena terdapat
beberapa pita. Kesalahan pengambilan dapat
menyebabkan hasil yang didapat tidak sesuai
dengan yang diharapkan. Enzim restriksi
yang digunakan tidak ada yang cocok
sehingga harus dilakukan sekuensing
terlebih dahulu untuk mengetahui pemetaan

9

enzim restriksi dengan desain primer yang
mengandung enzim restriksi yang sesuai.
Tahapan kloning dengan metode
Gateway meliputi desain primer Gateway,
amplifikasi gen PIN dengan primer
Gateway, rekombinasi gen PIN pada vektor
Entri dan vektor Destinasi, transformasi
pada Escherichia coli (E.coli) XL-1 Blue,
konfirmasi gen PIN pada vektor Entri dan
vektor Destinasi, dan transformasi gen PIN
pada E.coli ke Agrobacterium tumefaciens.
Desain yang benar dari primer attB
untuk amplifikasi, pengklonan, dan ekspresi
gen
dalam
Gateway
membutuhkan
pertimbangan penempatan yang tepat dari
unsur ekspresi protein (pengenalan sekuens
ribosom, start kodon, stop kodon, reading
frame consideration) ke situs rekombinasi.
Posisi yang tepat dari unsur ekspresi
ditentukan oleh bentuk dari protein (native,
N-terminal fusion, C-terminal fusion) (Heo
2003). Kriteria lainnya dalam merancang
suatu primer antara lain ukuran primer
sekitar 17-28 bp dan kandungan G+C sekitar
50-60%. Secara umum, primer Gateway
yang digunakan dalam penelitian telah
mempertimbangkan semua unsur yang telah
disebutkan sebelumnya.
Hasil sekuen primer yang telah
didesain untuk primer Gateway PIN
forward dengan arah sekuen dari 5’ ke 3’
adalah GGGG CC AAC TTT GTA CAA
AAA AGC AGG CT ATG CTT CGC GTT
AAC AAC TT. Sedangkan, untuk primer
Gateway PIN reverse dengan arah sekuen
dari 5’ ke 3’, yaitu GGGG CC AAC TTT
GTA CAA GAA AGC TGG GT TAT
AGA ATA CTC AAG CTA TG. Sekuen
primer reverse telah dikomplemen terlebih
dahulu.
Sekuen
yang
digarisbawahi
merupakan situs att yang akan mengarahkan
gen saat proses amplifikasi sehingga arah
penempelan primer akan benar, sedangkan
sekuen yang tidak digarisbawahi merupakan
bagian dari gen PIN itu sendiri. Sekuen
GGGG pada situs att adalah untuk efisiensi
saat amplifikasi gen agar primer dapat
melekat kuat pada gen target.
Amplifikasi Gen PIN dengan Primer
Gateway
Amplifikasi
fragmen
gen
PIN
dilakukan dengan proses PCR menggunakan
primer Gateway yang telah dirancang
sebelumnya dengan suhu annealing 50oC,
55oC, dan 60oC. PCR dengan suhu
annealing yang berbeda dilakukan agar
dapat dihasilkan ekspresi gen pada suhu

yang sesuai. Hasil amplifikasi fragmen gen
PIN ditunjukkan pada Gambar 5.
Berdasarkan hasil yang didapat, terlihat
bahwa pada semua sumur terdapat pita yang
cukup tebal. Hal ini berarti bahwa gen PIN
terekspresi dengan baik pada suhu annealing
50oC, 55oC, dan 60oC. Dengan didapatnya
hasil ini maka tahap selanjutnya dapat
diteruskan.
Penentuan suhu annealing dapat
diperkirakan dari nilai melting temperature
(Tm), yaitu sebesar 5oC di bawah nilai Tm
(Rybicki 2001). Meskipun demikian, suhu
annealing yang tepat biasanya didapatkan
secara empiris (Darmawan 2004). Hasil
isolasi
yang
berupa
pita
tunggal
menunjukkan bahwa spesifitas primer dan
suhu penempelannya sudah cukup baik.
Apabila suhu penempelan yang digunakan
terlalu rendah, maka primer tidak hanya
menempel pada target tetapi juga pada
bagian gen yang lain. Suhu penempelan
yang terlampau tinggi akan menghasilkan
produk yang sedikit karena kecenderungan
primer untuk menempel pada target menjadi
berkurang. Oleh karena itu, optimasi suhu
penempelan
perlu
dilakukan
untuk
menghindari bias hasil dari proses PCR
(Ishii & Fukui 2001).
1 2 3 M

850 bp

Gambar 5 Hasil amplifikasi PCR dengan
primer Gateway pada annealing
50oC, 55oC, dan 60oC (1,2,3)
dan marker (M).
Ekstraksi dan Purifikasi Fragmen Gen
PIN
Fragmen hasil amplifikasi yang
diverifikasi pada gel agarosa (Gambar 5),
dipotong dari gel dan dimurnikan untuk
digunakan pada tahap kloning metode
Gateway selanjutnya. Gen dimurnikan
terlebih dahulu untuk menghilangkan
komponen-komponen
yang
dapat
menghambat
proses
kloning.
Hasil
pemurnian gen PIN ditunjukkan pada
Gambar 6. Berdasarkan hasil yang didapat,
terlihat pita tunggal dengan ukuran yang
sesuai dengan pita marka 850 bp. Marka

10

DNA yang digunakan adalah 1 kb plus DNA
ladder.
bp
1000
850
650
400
200
100

850 bp

M PIN
Gambar 6 Pemurnian produk PCR gen PIN.
(M) marker 1 kb plus DNA
ladder dan gen PIN.
Rekombinasi Gen PIN pada Vektor Entri
Hasil elusi yang telah dimurnikan
kemudian direkombinasikan pada vektor
Entri. Pada tahap ini, terjadi reaksi antara
attB yaitu sisi fragmen DNA dan attP yaitu
sisi yang mengandung donor vektor yang
akan dijadikan klon entri. Rekombinasi gen
PIN pada vektor entri dibantu oleh enzim BP
ClonaseTM yang akan aktif pada suhu
optimum 25oC sehingga reaksi ini
dinamakan Reaksi BP. Hasil rekombinasi
kemudian ditransformasikan ke dalam sel
kompeten E. coli XL-1 Blue.
dilakukan
dengan
Transformasi
pemberian kejut panas (heat shock) pada
suhu 42oC selama 50 detik. Prinsip utama
dari proses tersebut adalah terjadi lonjakan
suhu dari 0oC ke 42oC terhadap sel yang
telah diberi perlakuan dengan CaCl2. Garam
CaCl2 akan mempengaruhi struktur dan
muatan dari membran sel. Oleh karena itu,
pada saat terjadi lonjakan suhu membran
menjadi tidak selektif terhadap molekul
asing sehingga hasil rekombinasi dapat
masuk ke dalam sel (Tarigan 2008). Sel
kemudian dikultur dalam media tumbuh (LB
+ glukosa) selama 1,5 jam untuk
memperbanyak jumlah sel. Setelah itu, sel
disebar pada media LA yang mengandung
antibiotik dan diinkubasi semalaman pada
suhu 37oC. Suhu ini merupakan suhu
optimum bagi bakteri E. coli tumbuh yang
sama dengan suhu tubuh manusia, tempat
asal bakteri tersebut.
Koloni putih akan tumbuh pada
permukaan media agar dalam cawan petri
dan merupakan koloni yang membawa
fragmen gen sisipan (Gambar 7). Fragmen
gen sisipan yang terdapat pada plasmid akan
menghambat sintesis α-peptida yang
berperan sebagai aktivator terhadap kerja
enzim β-galaktosidase (Reece 2004).

Penyisipan fragmen DNA ke Multiple
Cloning Site (MCS) akan merusak susunan
basa gen Lac Z’ sehingga ekspresi gen yang
menghasilkan enzim fungsional tidak terjadi.
Hal ini mengakibatkan koloni menjadi
berwarna putih (Novianthy 2009).
Koloni yang berwarna putih kemudian
dengan tusuk gigi steril diambil sedikit
untuk PCR koloni. Tujuan utama dari PCR
koloni adalah untuk mengkonfirmasi koloni
transforman yang membawa fragmen gen
sisipan (Nurhaimi 2006). Hasil dari PCR
koloni disajikan pada Gambar 8 yang
menunjukkan bahwa koloni nomor 3, 5, dan
6 merupakan koloni positif dengan terang
pita maksimum. Koloni tersebut selanjutnya
dikultur dalam media LB cair + ampisilin
100 ppm selama semalam pada suhu 37oC.
Selanjutnya, dilakukan isolasi DNA plasmid
dari
setiap
kultur
yang
diperoleh
menggunakan GeneJETTM Plasmid Miniprep
Kit (Fermentas). Hasil isolasi plasmid
diverifikasi pada gel agarosa 1 %.

koloni

Gambar 7 Duplikat koloni hasil rekombinasi
gen PIN pada vektor Entri.
1

2

3 4

5

6

7 8

9 10 M

bp

1650
1000

100
Gambar 8 Hasil PCR koloni rekombinasi
gen PIN pada vektor Entri.
(M) marker 1 kb plus DNA
ladder, (No. 1-10) nomor koloni
yang digunakan sebagai cetakan.

11

Rekombinasi Gen PIN pada Vektor
Destinasi
Hasil isolasi plasmid dari proses
rekombinasi pada vektor Entri kemudian
direkombinasikan pada vektor Destinasi.
Rekombinasi pada tahap ini merupakan
tahap penyisipan fragmen gen PIN dari
vektor Entri ke dalam vektor Destinasi.
Tahap ini akan memfasilitasi rekombinasi
subtrat attL (klon entri) dengan subtrat attR
(vektor destinasi) untuk membuat klon
ekspresi yang mengandung attB. Reaksi ini
dibantu oleh enzim LR ClonaseTM yang akan
aktif pada suhu optimum 25oC sehingga
reaksi ini dinamakan Reaksi LR. Hasil
rekombinasi kemudian ditransformasikan ke
dalam sel kompeten E. coli XL-1 Blue.
merupakan
proses
Transformasi
memasukkan DNA asing, biasanya plasmid,
ke dalam suatu organisme. Transformasi ke
sel bakteri biasanya dilakukan dengan
perlakuan Ca2+ sehingga membuat bakteri
tersebut kompeten untuk dimasuki DNA
plasmid (Turner et al. 2000). Transformasi
ke E. coli dilakukan untuk memperbanyak
jumlah DNA plasmid rekombinan. Sel
kemudian disebarkan di atas medium LA
agar yang telah ditambahkan dengan
kanamisin 25 ppm. Setelah itu diinkubasi
semalam pada suhu 37oC.
Hasil transformasi berupa koloni
berwarna putih yang mengandung plasmid
rekombinan (Gambar 9). Koloni yang
terbentuk diduplikat dan dikultur untuk
memp